Share

Kesalahan

Steve berusaha membuka mata saat menyadari tidurnya terlalu pulas.

Kedua mata yang masih terasa sepet harus dipaksa terbuka, karena hari ini dia memiliki jadwal pertemuan dengan Klien penting.

Kepalanya terasa sakit efek minuman beralkohol yang diminumnya semalam.

"Sial. Aku mabuk berat semalam," gumamnya melihat ke bagian bawah tubuh.

Ia terhenyak kaget saat mendapati dirinya tidak memakai benang sehelai pun.

Kilasan tentang kejadian semalam terlintas samar samar, suara desahan dan lenguhan juga masih terngiang di telinga.

"Apa yang aku lakukan semalam?" Ia mencoba mengingat kejadian itu, tetapi semakin dipaksa otaknya semakin sulit untuk diandalkan.

Ia menurunkan kedua kaki ke bawah ranjang lalu melihat ke belakang, ada bercak merah di atas seprai sisa dari pergumulan yang dilakukannya entah dengan siapa.

Sejujurnya dia sama sekali tidak dapat mengingat siapa wanita yang melewati malam panas dengannya.

Steve memukul kepalanya berkali-kali, menarik rambut dengan frustasi. "Bodoh!" umpatnya.

Ia telah melakukan kesalahan fatal, kalau sampai wanita itu memanfaatkan kejadian semalam, karirnya yang tengah naik pesat bisa hancur berantakan.

Dia juga takut pertunangannya dengan kekasihnya kandas. Pertunangan itu akan dilakukan tiga bulan lagi.

Dia tidak akan membiarkan wanita itu memanfaatkan dirinya, dan menyebar berita murahan.

Dia yakin wanita yang datang ke kamarnya adalah orang suruhan dari beberapa saingan bisnis.

Tak ingin berlarut merasakan kekhawatiran. Steve mengambil ponsel di atas nakas.

Deg!

Steve terhenyak kaget, kedua mata membulat sempurna saat melihat ada lembaran uang di bawah benda pipih berwarna hitam tersebut, menatap bingung.

Ia mencoba mengingat lagi kejadian semalam, tetapi otaknya tidak bisa diandalkan.

Steve mengangkat alisnya saat melihat ada selembar kertas di bawah uang, kemudian dia membaca tulisan di kertas itu.

(Semoga uang dariku lebih dari cukup untuk membayar jasamu. Aku tidak ingin kamu memanfaatkan-ku hanya demi kepentingan pribadi! Tolong lupakan tentang kejadian semalam. Urusan kita sudah selesai. Aku memakai jasamu dan kamu menerima uangku).

Seringai sinis terlukis di wajah tampan Steve, "Jasa? Bayaran? Hah? Jadi wanita semalam mengira aku ini Gigolo? Sial!"

Steve mencoba mengingat suara merdu wanita semalam yang sedikit terlintas, saat wanita itu meminta untuk dilayani.

"Brengsek! Jadi dia benar-benar menganggap-ku lelaki bayaran?" umpat Steve emosi.

Amarahnya menyelimuti hati, tidak terima dengan penghinaan dari wanita yang entah siapa.

Tanpa berfikir panjang. Steve memutuskan untuk bersiap siap. Dia masih memiliki waktu sebelum meeting dilakukan.

Ya, dia akan mencari keberadaan wanita semalam yang telah menginjak-injak harga dirinya sebagai seorang CEO sukses.

"Aku tidak membutuhkan uangmu! Wanita gila!" amuk Steve mengepalkan tinjuan ke samping.

Steve menghubungi orang kepercayaannya untuk membantu mencari keberadaan Laura. Dia akan membungkam mulut wanita itu dengan uang yang lebih banyak!

"Bantu aku mencari seseorang! Seorang wanita. Aku tidak tahu wanita itu cantik atau tidak! Yang jelas aku ingin memberinya pelajaran!" perintah Steve pada bodyguardnya.

Steve bergegas membersihkan tubuh.

Tak sampai setengah jam ia keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah yang kembali fresh, terlihat tampan nyaris sempurna.

Pandang matanya tertuju pada bercak merah di atas seprai, "Jadi wanita semalam masih perawan?" gumamnya seraya memakai pakaian satu persatu.

"Persetan dengan statusnya! Perawan atau bukan, dia tetaplah bumerang bagi karir dan hubunganku dengan kekasihku," umpat Steve lalu melempar handuk ke atas tempat tidur.

Steve bergegas menuju resepsionis untuk mengecek CCTV di depan kamar hotel. Ingin secepatnya mendapatkan informasi tentang wanita semalam.

Setelah sampai di depan resepsionis. Dia mengembalikan cardlock kamar kepada resepsionis hotel tersebut.

"Saya ingin mengecek CCTV di depan pintu kamar nomor 231," pinta Steve dengan suara pelan.

"Maaf tapi pengecekan CCTV hanya bisa dilakukan kalau ada masalah dengan kenyamanan hotel. Kami tidak bisa melakukan pengecekan tanpa alasan. Kalau boleh tahu, apa yang terjadi di kamar Anda?"

Steve terdiam sambil memijat keningnya. Ingin mengatakan apa? Kehilangan barang? Tidak mungkin. Dia justru mendapatkan uang dengan jumlah yang lumayan besar.

"Saya … saya hanya ingin mengecek apa mungkin saya salah kamar, karena semalam ada seseora …." Steve menggantung ucapannya saat melihat ada seorang lelaki tinggi besar berdiri di samping. Ia menutupi setengah wajahnya dengan telapak tangan lebar.

Lelaki yang berdiri di sebelahnya adalah CEO di perusahaan besar saingan perusahaan ayahnya. Tidak mungkin dia membongkar aibnya sendiri di depan saingan bisnis terberat.

"Ingin mengecek apa, Tuan?" tanya resepsionis hotel.

"Ah, tidak. Terima kasih untuk pelayanan hotelnya. Saya sangat puas." Steve menyudahi pertanyaannya lalu berjalan keluar menuju parkiran.

Nyaris saja dia membongkar kesalahan satu malam itu di depan lelaki tadi, yang sepertinya sedang liburan besama keluarga.

Steve terlihat gelisah, belum bisa tenang sebelum berhasil membungkam mulut wanita yang semalam tidur dengannya.

Dia takut wanita semalam adalah orang suruhan yang ingin menghancurkan karirnya.

Semalam ia memang mabuk berat setelah menghadiri pesta ulang tahun temannya.

Dia memutuskan untuk menginap di hotel karena tidak ingin membuat ibunya khawatir dengan keadaannya yang kacau. Namun, dia tidak merasa menyewa wanita untuk menemaninya.

Kejadian semalam benar benar menguras otak membuat pikirannya kacau, dan fokusnya hilang.

Wanita semalam adalah bumerang yang harus segera disingkirkan.

Tiba-tiba suara deringan ponsel memecah keheningan di dalam mobil. Ia menerima telepon dari sekretarisnya yang baru satu bulan bekerja di perusahaan Star Fusion.

"Pak, ada seorang wanita yang ingin menemui Anda. Saya sudah memintanya untuk menunggu, tapi dia memaksa ingin menunggu di ruangan Anda."

"Menunggu di ruangan? Kamu gila? Siapa wanita itu? Hah!" bentak Steve.

"Maaf Pak, tapi wanita itu terus memaksa ingin menunggu di dalam. Dia bilang dia adalah ...."

Telepon terputus karena Steve lupa mengisi daya ponsel.

"Siapa wanita itu?" gumam Steve bergegas meninggalkan hotel.

***

Laura turun dari taksi berjalan masuk ke rumah sakit tersebut.

Tujuannya ruang dokter spesialis kel-amin dia ingin berkonsultasi tentang bagian sakit yang dirasakan setelah melakukan hubungan dengan lelaki semalam.

"Hanya rasa sakit efek dorongan yang terlalu kuat. Masih normal," kata dokter setelah memeriksa bagian bagian inti Laura.

Dokter wanita tersebut tersenyum sambil melepas sarung tangan lalu melangkah menuju mejanya.

"Berarti aman ya, Dok?" Laura menghela napas lega saat dokter sudah memeriksa bagian inti tubuhnya.

Ia menaikan celana dan merapikan pakaian yang sedikit terbuka lalu turun dari ranjang rumah sakit.

"Aman, tidak ada masalah. Hal itu biasa terjadi saat baru pertama kali melakukannya. Pasien yang datang ke sini rata-rata mengeluhkan permasalahan yang sama, karena suaminya tidak sabaran ingin secepatnya memecah selaput dara pengantin wanita. Kemungkinan suami Anda juga seperti itu," jelas dokter sambil tersenyum ramah.

DEG!

Suami apanya? Kenal saja tidak, gerutu Laura dalam hati.

"Terima kasih banyak atas penjelasannya, Dok." Laura menyalami dokter tersebut.

"Kalau ada keluhan lagi, silakan datang ke sini. Jangan lupa ajak suaminya. Semoga secepatnya kalian memiliki anak."

"Hmm."

Laura tersenyum kecut, tidak tahu apa maksud dokter mengatakan hal itu. Yang jelas, mendengar ucapan barusan membuatnya ngin muntah.

Mana mungkin dia membawa lelaki sewaan itu untuk menemaninya datang ke rumah sakit? Bisa habis reputasinya sebagai artis pendatang baru.

"Saya permisi, Dok," ucap Laura lalu keluar dari ruangan dokter.

Ia melangkah cepat menuju parkiran.

Deg!

Langkah kakinya terhenti saat mendengar suara ponsel berdering.

Satu panggilan dari sahabatnya Kenie.

"Kenapa?" tanya Laura lesu sambil membuka pintu taksi yang dia pesan tadi lalu masuk ke dalam.

"Kamu di mana?" tanya Kenie.

"Aku di jalan. Kenapa kamu menelpon?" tanya Laura.

"Semalam kamu ke mana? Kamu tahu tidak kalau Gigolo yang aku sewa untuk menemanimu semalam. Dia menghubungiku, katanya kamu tidak datang ke kamarnya. Lalu dia meminta ganti rugi karena waktunya terbuang sia-sia. Aku terpaksa menggunakan uang tabunganku untuk membayar lelaki itu," cecar Kenie kesal.

Laura terhenyak, menelan saliva untuk membasahi tenggorokan yang tiba-tiba mengering.

"Lau, kamu kenapa? Kenapa diam saja? Cepat jawab! Semalam kamu jadi atau tidak menggunakan jasa Gigolo itu?" tanya Kenie. "Sebenarnya tidak masalah kalau memang kamu tidak jadi memakai jasanya, justru bagus. Tapi kamu harus mengganti uangku!"

Laura tidak dapat mengeluarkan suara karena tenggorokannya tercekat, tidak dapat menjawab pertanyaan Kenie tadi.

Otaknya bergelut dengan perasaan takut. Kalau memang lelaki semalam bukan lelaki sewaan. Itu artinya ... dia salah orang? Lalu siapa lelaki yang tidur dengannya?

"Laura!" Kenie berteriak kencang, seketika membuyarkan lamunan Laura.

"I-iya. I-itu. A-anu. Nanti aku ganti uang yang kamu keluarkan," jawab Laura terbata-bata.

"Jadi bener kamu tidak memakai jasa lelaki sewaan itu. Syukurlah, artinya kamu masih waras." Kenie menghela nafas lega.

"I-iya, su-sudah dulu ya. Aku sedang menyetir. Bye." Laura mengakhiri telepon lalu memasukan ponsel ke dalam tas tenteng yang ia bawa.

Ia mengusap wajah dengan kedua tangan, mencoba untuk mengingat lelaki yang tidur dengannya semalam.

Walau sepertinya lelaki itu tampan, tetap saja lelaki itu akan menjadi bumerang untuk karirnya. "Bagaimana kalau dia lebih parah dari seorang Gigolo? Dia Wartawan? Tuna wisma? Atau suami orang? Mati aku! Bisa hancur karirku," gumam Laura.

"Saya antar ke mana, Non?" tanya supir taksi.

"Ke Klub Malam Joice," jawab Laura yang ingin mengambil mobil mewahnya di parkiran klub malam tersebut.

Taksi melaju cepat menuju klub malam Joice.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status