Steve berusaha membuka mata saat menyadari tidurnya terlalu pulas.
Kedua mata yang masih terasa sepet harus dipaksa terbuka, karena hari ini dia memiliki jadwal pertemuan dengan Klien penting. Kepalanya terasa sakit efek minuman beralkohol yang diminumnya semalam. "Sial. Aku mabuk berat semalam," gumamnya melihat ke bagian bawah tubuh. Ia terhenyak kaget saat mendapati dirinya tidak memakai benang sehelai pun. Kilasan tentang kejadian semalam terlintas samar samar, suara desahan dan lenguhan juga masih terngiang di telinga. "Apa yang aku lakukan semalam?" Ia mencoba mengingat kejadian itu, tetapi semakin dipaksa otaknya semakin sulit untuk diandalkan. Ia menurunkan kedua kaki ke bawah ranjang lalu melihat ke belakang, ada bercak merah di atas seprai sisa dari pergumulan yang dilakukannya entah dengan siapa. Sejujurnya dia sama sekali tidak dapat mengingat siapa wanita yang melewati malam panas dengannya. Steve memukul kepalanya berkali-kali, menarik rambut dengan frustasi. "Bodoh!" umpatnya. Ia telah melakukan kesalahan fatal, kalau sampai wanita itu memanfaatkan kejadian semalam, karirnya yang tengah naik pesat bisa hancur berantakan. Dia juga takut pertunangannya dengan kekasihnya kandas. Pertunangan itu akan dilakukan tiga bulan lagi. Dia tidak akan membiarkan wanita itu memanfaatkan dirinya, dan menyebar berita murahan. Dia yakin wanita yang datang ke kamarnya adalah orang suruhan dari beberapa saingan bisnis. Tak ingin berlarut merasakan kekhawatiran. Steve mengambil ponsel di atas nakas. Deg! Steve terhenyak kaget, kedua mata membulat sempurna saat melihat ada lembaran uang di bawah benda pipih berwarna hitam tersebut, menatap bingung. Ia mencoba mengingat lagi kejadian semalam, tetapi otaknya tidak bisa diandalkan. Steve mengangkat alisnya saat melihat ada selembar kertas di bawah uang, kemudian dia membaca tulisan di kertas itu. (Semoga uang dariku lebih dari cukup untuk membayar jasamu. Aku tidak ingin kamu memanfaatkan-ku hanya demi kepentingan pribadi! Tolong lupakan tentang kejadian semalam. Urusan kita sudah selesai. Aku memakai jasamu dan kamu menerima uangku). Seringai sinis terlukis di wajah tampan Steve, "Jasa? Bayaran? Hah? Jadi wanita semalam mengira aku ini Gigolo? Sial!" Steve mencoba mengingat suara merdu wanita semalam yang sedikit terlintas, saat wanita itu meminta untuk dilayani. "Brengsek! Jadi dia benar-benar menganggap-ku lelaki bayaran?" umpat Steve emosi. Amarahnya menyelimuti hati, tidak terima dengan penghinaan dari wanita yang entah siapa. Tanpa berfikir panjang. Steve memutuskan untuk bersiap siap. Dia masih memiliki waktu sebelum meeting dilakukan. Ya, dia akan mencari keberadaan wanita semalam yang telah menginjak-injak harga dirinya sebagai seorang CEO sukses. "Aku tidak membutuhkan uangmu! Wanita gila!" amuk Steve mengepalkan tinjuan ke samping. Steve menghubungi orang kepercayaannya untuk membantu mencari keberadaan Laura. Dia akan membungkam mulut wanita itu dengan uang yang lebih banyak! "Bantu aku mencari seseorang! Seorang wanita. Aku tidak tahu wanita itu cantik atau tidak! Yang jelas aku ingin memberinya pelajaran!" perintah Steve pada bodyguardnya. Steve bergegas membersihkan tubuh. Tak sampai setengah jam ia keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah yang kembali fresh, terlihat tampan nyaris sempurna. Pandang matanya tertuju pada bercak merah di atas seprai, "Jadi wanita semalam masih perawan?" gumamnya seraya memakai pakaian satu persatu. "Persetan dengan statusnya! Perawan atau bukan, dia tetaplah bumerang bagi karir dan hubunganku dengan kekasihku," umpat Steve lalu melempar handuk ke atas tempat tidur. Steve bergegas menuju resepsionis untuk mengecek CCTV di depan kamar hotel. Ingin secepatnya mendapatkan informasi tentang wanita semalam. Setelah sampai di depan resepsionis. Dia mengembalikan cardlock kamar kepada resepsionis hotel tersebut. "Saya ingin mengecek CCTV di depan pintu kamar nomor 231," pinta Steve dengan suara pelan. "Maaf tapi pengecekan CCTV hanya bisa dilakukan kalau ada masalah dengan kenyamanan hotel. Kami tidak bisa melakukan pengecekan tanpa alasan. Kalau boleh tahu, apa yang terjadi di kamar Anda?" Steve terdiam sambil memijat keningnya. Ingin mengatakan apa? Kehilangan barang? Tidak mungkin. Dia justru mendapatkan uang dengan jumlah yang lumayan besar. "Saya … saya hanya ingin mengecek apa mungkin saya salah kamar, karena semalam ada seseora …." Steve menggantung ucapannya saat melihat ada seorang lelaki tinggi besar berdiri di samping. Ia menutupi setengah wajahnya dengan telapak tangan lebar. Lelaki yang berdiri di sebelahnya adalah CEO di perusahaan besar saingan perusahaan ayahnya. Tidak mungkin dia membongkar aibnya sendiri di depan saingan bisnis terberat. "Ingin mengecek apa, Tuan?" tanya resepsionis hotel. "Ah, tidak. Terima kasih untuk pelayanan hotelnya. Saya sangat puas." Steve menyudahi pertanyaannya lalu berjalan keluar menuju parkiran. Nyaris saja dia membongkar kesalahan satu malam itu di depan lelaki tadi, yang sepertinya sedang liburan besama keluarga. Steve terlihat gelisah, belum bisa tenang sebelum berhasil membungkam mulut wanita yang semalam tidur dengannya. Dia takut wanita semalam adalah orang suruhan yang ingin menghancurkan karirnya. Semalam ia memang mabuk berat setelah menghadiri pesta ulang tahun temannya. Dia memutuskan untuk menginap di hotel karena tidak ingin membuat ibunya khawatir dengan keadaannya yang kacau. Namun, dia tidak merasa menyewa wanita untuk menemaninya. Kejadian semalam benar benar menguras otak membuat pikirannya kacau, dan fokusnya hilang. Wanita semalam adalah bumerang yang harus segera disingkirkan. Tiba-tiba suara deringan ponsel memecah keheningan di dalam mobil. Ia menerima telepon dari sekretarisnya yang baru satu bulan bekerja di perusahaan Star Fusion. "Pak, ada seorang wanita yang ingin menemui Anda. Saya sudah memintanya untuk menunggu, tapi dia memaksa ingin menunggu di ruangan Anda." "Menunggu di ruangan? Kamu gila? Siapa wanita itu? Hah!" bentak Steve. "Maaf Pak, tapi wanita itu terus memaksa ingin menunggu di dalam. Dia bilang dia adalah ...." Telepon terputus karena Steve lupa mengisi daya ponsel. "Siapa wanita itu?" gumam Steve bergegas meninggalkan hotel. *** Laura turun dari taksi berjalan masuk ke rumah sakit tersebut. Tujuannya ruang dokter spesialis kel-amin dia ingin berkonsultasi tentang bagian sakit yang dirasakan setelah melakukan hubungan dengan lelaki semalam. "Hanya rasa sakit efek dorongan yang terlalu kuat. Masih normal," kata dokter setelah memeriksa bagian bagian inti Laura. Dokter wanita tersebut tersenyum sambil melepas sarung tangan lalu melangkah menuju mejanya. "Berarti aman ya, Dok?" Laura menghela napas lega saat dokter sudah memeriksa bagian inti tubuhnya. Ia menaikan celana dan merapikan pakaian yang sedikit terbuka lalu turun dari ranjang rumah sakit. "Aman, tidak ada masalah. Hal itu biasa terjadi saat baru pertama kali melakukannya. Pasien yang datang ke sini rata-rata mengeluhkan permasalahan yang sama, karena suaminya tidak sabaran ingin secepatnya memecah selaput dara pengantin wanita. Kemungkinan suami Anda juga seperti itu," jelas dokter sambil tersenyum ramah. DEG! Suami apanya? Kenal saja tidak, gerutu Laura dalam hati. "Terima kasih banyak atas penjelasannya, Dok." Laura menyalami dokter tersebut. "Kalau ada keluhan lagi, silakan datang ke sini. Jangan lupa ajak suaminya. Semoga secepatnya kalian memiliki anak." "Hmm." Laura tersenyum kecut, tidak tahu apa maksud dokter mengatakan hal itu. Yang jelas, mendengar ucapan barusan membuatnya ngin muntah. Mana mungkin dia membawa lelaki sewaan itu untuk menemaninya datang ke rumah sakit? Bisa habis reputasinya sebagai artis pendatang baru. "Saya permisi, Dok," ucap Laura lalu keluar dari ruangan dokter. Ia melangkah cepat menuju parkiran. Deg! Langkah kakinya terhenti saat mendengar suara ponsel berdering. Satu panggilan dari sahabatnya Kenie. "Kenapa?" tanya Laura lesu sambil membuka pintu taksi yang dia pesan tadi lalu masuk ke dalam. "Kamu di mana?" tanya Kenie. "Aku di jalan. Kenapa kamu menelpon?" tanya Laura. "Semalam kamu ke mana? Kamu tahu tidak kalau Gigolo yang aku sewa untuk menemanimu semalam. Dia menghubungiku, katanya kamu tidak datang ke kamarnya. Lalu dia meminta ganti rugi karena waktunya terbuang sia-sia. Aku terpaksa menggunakan uang tabunganku untuk membayar lelaki itu," cecar Kenie kesal. Laura terhenyak, menelan saliva untuk membasahi tenggorokan yang tiba-tiba mengering. "Lau, kamu kenapa? Kenapa diam saja? Cepat jawab! Semalam kamu jadi atau tidak menggunakan jasa Gigolo itu?" tanya Kenie. "Sebenarnya tidak masalah kalau memang kamu tidak jadi memakai jasanya, justru bagus. Tapi kamu harus mengganti uangku!" Laura tidak dapat mengeluarkan suara karena tenggorokannya tercekat, tidak dapat menjawab pertanyaan Kenie tadi. Otaknya bergelut dengan perasaan takut. Kalau memang lelaki semalam bukan lelaki sewaan. Itu artinya ... dia salah orang? Lalu siapa lelaki yang tidur dengannya? "Laura!" Kenie berteriak kencang, seketika membuyarkan lamunan Laura. "I-iya. I-itu. A-anu. Nanti aku ganti uang yang kamu keluarkan," jawab Laura terbata-bata. "Jadi bener kamu tidak memakai jasa lelaki sewaan itu. Syukurlah, artinya kamu masih waras." Kenie menghela nafas lega. "I-iya, su-sudah dulu ya. Aku sedang menyetir. Bye." Laura mengakhiri telepon lalu memasukan ponsel ke dalam tas tenteng yang ia bawa. Ia mengusap wajah dengan kedua tangan, mencoba untuk mengingat lelaki yang tidur dengannya semalam. Walau sepertinya lelaki itu tampan, tetap saja lelaki itu akan menjadi bumerang untuk karirnya. "Bagaimana kalau dia lebih parah dari seorang Gigolo? Dia Wartawan? Tuna wisma? Atau suami orang? Mati aku! Bisa hancur karirku," gumam Laura. "Saya antar ke mana, Non?" tanya supir taksi. "Ke Klub Malam Joice," jawab Laura yang ingin mengambil mobil mewahnya di parkiran klub malam tersebut. Taksi melaju cepat menuju klub malam Joice.Meski masih diselimuti rasa menyesal dan penasaran tentang siapa lelaki yang tidur dengannya di kamar Hotel, Laura tidak ingin meninggalkan pekerjaannya di dunia entertainment.Saat ini dia sedang melakukan syuting untuk mempromosikan merk makanan ringan terbaru.Dia adalah model iklan untuk produk tersebut.Selesai bekerja Laura mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga perjalanan panjang berakhir dengan cepat.Laura keluar dari mobil melangkah mendekati gedung hotel mewah di depannya."Aku harus secepatnya ke hotel itu. Aku yakin ada petunjuk untuk mengetahui siapa lelaki semalam," gumam Laura.Tidak mempedulikan mobilnya yang terparkir di sembarang tempat.Dia tidak memiliki waktu untuk menata mobil. Pikirannya kacau, gelisah dan takut karena karirnya sedang terancam.Ia takut karirnya meredup kalau sampai lelaki semalam mengatakan pada Media, mereka berdua pernah tidur bersama. Dia harus membungkam mulut lelaki itu.Laura mulai sedikit mengingat kalau semalam dia salah m
Tak ingin karir hancur karena skandal murahan dan tak ingin pertunangan dibatalkan, Steve masih mencari tahu siapa wanita yang tidur dengannya pada malam itu.Di dalam ruang kerjanya Steve masih memikirkan kejadian malam itu. Meskipun sampai detik ini tidak ada satu pun wanita yang datang meminta pertanggung jawaban darinya.Namun Steve tetap khawatir akan adanya bumerang di kemudian hari.Sebenarnya berita tentang skandal malam itu juga tidak pernah terdengar. Walau merasa sedikit bingung, tetapi dia bersyukur karena karirnya aman dari konspirasi murahan seperti itu.Steve tengah berbicara dengan orang kepercayaan sekaligus bodyguardnya yaitu Trand."Bagaimana kabar tentang informasi yang aku inginkan?" tanya Steve, meletakkan kedua tangan di atas meja."Sama sekali tidak ada berita tentang Anda, atau seseorang yang mencari informasi tentang diri Anda, Tuan," jelas Trand yang duduk di depan meja kerja sang CEO."Kamu yakin wanita itu tidak pernah datang lagi ke hotel Gemintang?" Stev
Tok Tok Tok! Terdengar suara ketukan pintu dari luar ruang kerja Steve yang tengah sibuk berkutat dengan pekerjaan. "Masuk!" seru Steve sambil terus menatap laptop di depannya.Sekretaris cantik berjalan mendekati meja kerja bosnya lalu menarik kursi dan duduk. "Selamat pagi Pak Steve," sapanya ramah. "Hari ini Anda ada jadwal pertemuan dengan seorang artis cantik pendatang baru yang namanya sedang naik daun. Dia adalah Laura. Dia akan menjadi bintang untuk mengiklankan produk keluaran terbaru dari perusahaan Fusion." Sekretaris Steve merinci jadwal agenda harian bosnya. "Ada lagi?" tanya Steve hanya melirik sesaat lalu kembali fokus menatap layar laptopnya. "Hanya itu Pak." "Ya sudah. Kamu boleh keluar." "Baik Pak, saya permisi." Sekretaris itu keluar dari ruangan Steve setelah selesai memberitahu jadwal harian bosnya."Pagi Bu," sapa sekretaris Steve saat melihat seorang wanita menahan pintu yang hendak ditutup. Tak Tak Tak. Terdengar suara langkah kaki mendekati meja k
Diam-diam Steve melirik Laura lalu kembali fokus menyimak penjelasan yang dilakukan sekretarisnya. Sekertaris Steve tampak sangat detail menjelaskan apa saja yang harus dilakukan oleh Laura, untuk memikat pembeli dan memasarkan produk keluaran terbaru dari perusahaan Fusion. Laura dan Yona menyimak penjelasan itu dengan tenang dan teliti. "Untuk memasarkan produk terbaru ini, ada beberapa iklan yang harus Anda bintangi. Bagaimana, Anda paham dengan kerja sama dengan perusahaan Fusion? Kontrak kerja Anda untuk menjadi Brand Ambassador produk kami adalah tiga bulan." Sekretaris Steve menjelaskan dengan rinci.Yona sebagai asisten Laura menganggukkan kepala pelan sama seperti Laura yang memahami semua pekerjaan yang akan dia ambil."Bagaimana, Lau, apa kamu mengerti?" tanya Yona memastikan. "Aku sudah mengerti," angguk Laura sambil mengelus perutnya. Pandang mata Yona beralih ke perut Laura, kecurigaannya semakin besar
Yona memegang bahu Laura. "Kamu kenapa? Sudah jangan dipikirkan ucapan Pak Steve tadi. Yang aku dengar, dia memang seperti itu. Dia itu tidak pernah berkenalan dengan yang namanya ramah dan bersikap baik pada orang lain. Apalagi pada orang yang baru dikenal seperti kita. Yang terpenting sekarang, kamu sudah resmi menjadi bintang iklan produk keluaran perusahaan terkenal itu. Karir-mu bisa semakin cemerlang kalau kamu bisa bekerja dengan baik.""Jangan dipikirkan soal sikap kurang ramah Pak Steve. Daripada kamu memikirkan yang tidak tidak, lebih baik kamu fokus saja dengan pekerjaan barumu dan persiapkan diri agar kamu bisa bekerja jauh lebih baik lagi," sambung Yona menguatkan. "Iya, kamu benar." Laura menghela napas panjang sambil meminum minuman di atas meja."Mungkin Pak Steve kelamaan jomblo jadi begitu," kekeh Yona. "Yang penting kan kamu udah dapat kontrak kerjasama. Sulit loh bekerja sama dengan perusahaan itu." "Iya aku tahu, tapi tetap
"Maaf Yona, aku belum bisa memberitahumu," jawab Laura lesu. Ia mengambil tas tenteng yang berada di atas meja lalu berdiri. "Kita pulang, aku lelah. Aku ingin pulang ke rumah orang tuaku."Yona menganggukkan kepala, mencoba mengerti dengan kondisi Laura saat ini. "Biar aku bawakan," katanya mengambil tas dari tangan Laura. Mereka keluar dari restoran menuju parkiran. Di lahan luas yang dipenuhi mobil mobil mewah itu, terparkir mobil Laura dan mereka pun masuk ke mobil.*Laura tiba di rumahnya orang tuanya untuk melihat keadaan sang ibu yang sakit. Kedatangannya disambut lirikan sinis Nikolas yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama Yeni, calon ibu tirinya."Ke mana saja kamu beberapa hari ini? Kamu tidak tahu Ibumu terus saja bertanya keberadaanmu?" sarkas Nikolas berdiri sambil berkacak pinggang. Laura menghembus napas berat. Baru saja bertemu dengan sang ayah, Laura sudah dibuat emosi dengan nada bicara a
"Semua berkas yang sudah ditandatangani Bu Laura saya letakan di atas meja kerja Bapak." Sekretaris Steve meletakkan tas berkas ke atas meja kerja bosnya. "Hmm," sahut Steve lalu duduk di kursi kebanggaan."Saya permisi Pak." Sekretaris cantik itu keluar dari ruang kerja Steve lalu menutup pintu. Steve baru saja kembali ke perusahaan dengan kondisi mood berantakan. Semua terjadi karena tadi pagi Evelyn membawa kabar tentang pernikahan sang kekasih yang akan menikah dengan sahabatnya sendiri.Menghela napas panjang, Steve memandangi bingkai foto sang kekasih yang masih terpajang di atas meja kerja. Ia sadar kalau selama ini dia terlalu fokus bekerja hingga mengabaikan kekasihnya yang meminta untuk segera diresmikan. Namun kerja keras yang ia lakukan untuk masa depan hubungan mereka juga.Bodohnya, dia tidak tahu kalau kekasihnya itu selingkuh, bahkan dengan sahabatnya sendiri. "Sejak kapan mereka berdua
Di kediaman Laura, setelah keributan terjadi di rumah itu. Laura memutuskan menenangkan diri di kamar ibunya.Laura menatap lirih ibunya yang tengah tertidur pulas. Wajah ibunya terlihat berseri, sangat cerah walaupun sedang sakit. Mengambil langkah perlahan lalu duduk di pinggir tempat tidur, memegang lengan sang ibu dengan lembut agar tidak menggangu istirahat ibu tersayang yang sangat ia rindukan setiap hari. Sambil menatap penuh kasih, ia mengusap bulir bening yang mengalir deras dari kedua pelupuk mata indahnya. Perasaan sesak di dada sangat menyiksa diri. Ingin sekali ia berlutut di kedua kaki ibunya lalu meminta maaf, karena sudah membuat kecewa dengan kehamilannya yang tanpa seorang ayah. Tidak tahu bagaimana cara untuk menjelaskan kalau dirinya sedang berbadan dua. Apakah mungkin ibunya bisa menerima itu? Atau justru kabar kehamilannya akan membuat kondisi ibunya semakin memburuk?"Aku menyayangimu, Ma," isak Laura l
Permintaan maaf Kristian disambut baik oleh Laura. Bahkan sudah lama wanita cantik itu memaafkan Kristian dan tidak pernah mengambil hati ucapan Kristian meski menyakitkan. "Steve, tidak salah memilih wanita secantik dan sebaik dirimu. Bahkan kamu bisa memaafkan Papa meski kesalahan Papa sangat fatal," ucap Kristian pada calon menantunya itu. Laura tersenyum. "Tidak perlu meminta maaf Pa, wajar kalau Papa ingin wanita yang terbaik untuk Steve karena dia adalah anak laki-laki Papa satu-satunya. Aku memaklumi itu dan aku tidak mempermasalahkannya. Aku sudah melupakan semua itu meski awalnya aku merasa sedih, karena Papa tidak menyetujui aku menjadi istri Steve tapi sekarang aku senang karena Papa sudah merestui kami menikah."Kristian tak kuasa menahan air matanya yang membasahi wajah, ia pun memeluk Laura erat. "Papa sangat setuju kamu menikah dengan anak Papa."Laura tersenyum lebar. "Terima kasih Pa."Kini kebahagiaan Laura sempurna, bukan hanya dia diterima menjadi menantu Kristia
Kristian tampak syok berat saat melihat Nikolas sudah berada di belakangnya. Nikolas datang bersama Grace istrinya. Nikolas adalah teman lama Kristian, sudah puluhan tahun mereka tidak bertemu dan sekarang adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian lama. Namun, Kristian merasa tak enak hati karena dia sempat tidak menyetujui anaknya berhubungan dengan Laura anak dari Nikolas Karena permasalahan itu, Kristian menjadi tak bisa menyapa teman lamanya karena merasa jahat pada Nikolas dan Laura. Meski wajah Nikolas terlihat datar dan tidak menunjukkan kemarahan pada Kristian, tetapi Kristian tetap tidak bisa menegur Nikolas dan hanya menundukkan kepalanya menatap lantai. Nikolas dan Grace pun masuk ke kamar perawatan tempat Laura dirawat. Ia melihat Kristian yang justru tak mau menegurnya."Apa kabar? Kamu sudah lupa denganku Aku Nikolas teman lamamu. Kenapa kamu justru menundukkan kepala seperti itu apa kamu tidak ingat lagi denganku?" Nikolas memegang bahu Kristian.Bukannya menj
Kembali harus menelan kekecewaan karena semua rencananya gagal total, Yeni mulai menyusun rencana lain untuk menghancurkan keluarga Nikolas dan mengambil harta mantan calon suami itu. Namun, ia tidak memiliki uang untuk membayar jasa preman. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya meminta bantuan mantan suaminya yang tukang mabuk itu."Tommy, lelaki bodoh itu. Apa saja yang dia lakukan selama ini? Apa mungkin dia sudah memiliki rencana lain selain menculik Laura?" gumam Yeni. Ia mengambil ponsel yang tergeletak dari atas meja usang di ruang tengah rumah gubuknya. "Aku harus mencari penginapan untuk malam ini, karena sepertinya hujan akan turun. Aku tidak ingin kebasahan karena atap di rumah ini bocor," gumamnya sambil menekan nomor ponsel menghubungi Tommy. Tak berapa lama ... telepon darinya diterima oleh Tommy."Ada apa? Apa kamu merindukanku? Kamu ingin merasakan rudalku lagi? Sayangnya aku tidak tahu kamu berada di mana sekarang," raca
Steve menanti jawaban dari dokter yang menangani Laura, hatinya belum tenang. Justru semakin gelisah saat ia melihat raut wajah sendu dokter yang baru saja keluar dari ruangan pemeriksaan kandungan. Pertanyaan Steve belum dijawab oleh dokter tersebut, lalu Steve mengulangi pertanyaannya lagi, "Bagaimana kondisi istri dan bayi di kandungannya, Dok? Istri dan calon anak saya, baik baik saja kan?"Kali ini dokter menjawab pertanyaan Steve, "Kondisi kandungan istri Anda sangat lemah. Nyaris saja dia mengalami keguguran, andai saja dia terlambat mendapatkan penangan dari kami. Saya sarankan istri Anda melakukan bedrest total di rumah, jangan melakukan aktivitas apapun untuk beberapa bulan ke depan."Mendengar penjelasan dari dokter, perasaan Steve sedikit tenang. Ia menghela napas lega sambil mengucap syukur atas keselamatan anak dan calon istrinya. Namun, emosinya pada sang ayah belum reda. Dia masih ingin memberikan pelajaran pada ayahnya itu agar
"Gagal! Dia berhasil kabur. Aku gagal menculiknya. Wanita itu sangat gesit. Apa kamu tahu tempat lain yang biasa dia kunjungi? Kalau aku menculiknya di rumah sakit, bisa bisa aku menjadi amukan orang orang." "Aku tidak tahu ke mana saja dia pergi, atau kamu datangi saja apartemennya yang ada di pusat kota. Dia tinggal di Hotel bersama ibunya." "Oke, aku akan mendatangi rumah sakit itu." "Tunggu dulu, apa ada orang yang melihat aksimu tadi? Kamu bilang dia berhasil lari?" "Tidak ada. Dia lari saat melihatku. Aku juga tidak mengerti mengapa dia melakukan itu, apa mungkin instingnya sangat kuat sampai sampai dia tahu kalau aku ingin berbuat jahat?" "Entahlah. Mungkin saja yang ingin berbuat jahat padanya bukan hanya kamu. Seingatku ayah dari lelaki yang menghamilinya tidak menyetujui anaknya menikah dengan Laura mungkin dia juga berbuat jahat padanya." "Masuk akal." "Sebaiknya kamu pergi dari rumah sakit itu sebelum ada yang melihat." "Aku sudah tahu, aku sudah berada di angkot."
Setelah mengetahui rencana sang ayah yang ingin mencelakai kandungan Laura, Steve panik dan berlari keluar dari ruangan. Di ruang tengah rumahnya, Steve berpapasan dengan sang ibu, tetapi dia tidak bisa menjelaskan apapun karena terburu-buru. Yohana hanya menatap bingung pada anaknya yang panik. "Ada apa?" Steve terus berlari keluar dari rumahnya lalu masuk ke mobil."Kamu mau ke mana, Steve?" tanya Yohana mengejar anaknya ke halaman rumah.Steve tak menjawab, bahkan menatap ibunya saja tidak. Hal itu tentu menjadi pertanyaan besar bagi Yohana, mengingat Steve tidak pernah bersikap seperti itu padanya. Rasa penasaran menghantui hati wanita cantik itu, ia kembali berjalan cepat memasuki ruang menuju ruangan suaminya untuk bertanya ada apa sebenarnya.Apa mungkin Steve bertengkar dengan ayahnya sendiri? Deg!Sama seperti Steve tadi, wajah Kristian terlihat tegang saat keluar dari ruang kerjanya.
Setelah menjalani perawatan dan menemani Laura beberapa hari, Steve pulang ke rumah untuk menemui kedua orang tuanya."Ma, Mama," panggil Steve sambil menyapu pandang ke seluruh ruangan rumah mewah tersebut. "Mama.""Iya, Sayang," sahut Yohana menghampiri anaknya. "Ada apa? Kamu sudah pulang? Bagaimana dengan Laura? Apa dia sudah kembali ke rumahnya?"Steve masih mengedarkan pandangan. "Papa mana, Ma? Apa Papa ada di ruangannya? Bisa tolong panggil Papa sebentar? Aku ingin bicara dengannya.""Lebih baik kamu ke ruangan Papa, Mama tidak yakin Papa mau menemuimu di sini." Steve menganggukkan kepala lalu berjalan menuju ruangan sang ayah. "Pa, aku ingin bicara," kata Steve saat melihat ayahnya di ruang kerja. "Duduk, Papa juga ingin bicara denganmu," kata Kristian menunjuk kursi di depannya.Steve duduk di depan sang ayah. "Aku yang lebih dulu bicara," tegasnya. "Okey, bicaralah," angguk Kristian melet
Sementara itu di tempat berbeda, Kristian tengah duduk termenung di ruang kerjanya sambil memikirkan hubungan sang anak dengan artis pendatang baru itu. Ia tidak pernah setuju anaknya menjalin hubungan dengan wanita miskin seperti Laura."Aku tidak ingin tahu pokoknya kalian harus bisa mengugurkan kandungan Laura, agar anakku tidak memiliki alasan lagi untuk menikahi wanita mu-rahan itu. Aku tidak sudi memiliki menantu miskin dan hanya berprofesi sebagai seorang artis kelas rendahan sepertinya," titah Kristian pada orang kepercayaan. "Baik Tuan, kami akan melakukan tugas yang Tuan perintahkan dengan baik," ucap anak buahnya. "Bagus, jalankan semua rencana dengan mulus. Aku akan menambah bayaran sesuai dengan pekerjaan kalian. Pokoknya, jangan sampai ada yang tahu tentang rencana ini.""Baik Tuan. Semua rahasia Tuan aman di tangan kami, dan kami akan melakukan pekerjaan kami dengan sebaik mungkin.""Bagus. Aku suka dengan cara kerja kali
Steve memperkenalkan diri dengan sopan sambil tersenyum hangat. Melihat kedatangan Laura dan Steve Nikolas tertegun pun dengan Grace yang tak berkedip. Tak lama Grace berdiri sambil tersenyum menyambut kedatangan Steve. "Kamu lelaki yang bernama Steve?" Grace mengulurkan tangannya pada lelaki tampan itu. "Iya, saya Steve. Maaf karena saya baru datang menemui kedua orang tua Laura karena sebenarnya .... " Steve menggantung ucapannya, tidak tahu ingin menjelaskan apa. "Mama sudah mendengar semuanya dari Laura. Tidak ada yang perlu di salahkan. Yang terpenting sekarang kamu mau untuk bertanggung jawab atas kehamilan Laura," senyum Grace. Sikap ramah dan hangat Grace itu berbanding terbaik dengan Nikolas yang menatap Steve tajam. "Tapi Papa belum tahu cerita awalnya. Tolong jelaskan pada Papa semuanya. Dari awal sampai akhir," kata Nikolas d