Share

Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak
Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak
Penulis: fnzaxa

Bab 1

"Fianna!"

Suara seseorang menggema di ruangan itu, membuat semua mata sejenak beralih  pada seseorang yang baru saja datang dengan segenggam kertas di tangannya. Seorang pria dengan kemeja biru pastel yang dipadukan dengan vest putih rapi dan celana hitam datang mendekat ke arah Fianna yang masih bergeming pada posisinya, tidak mendengar panggilan itu karena terlalu fokus pada pekerjaan.

Ditepuknya pundak sang wanita pelan, membuat Fianna sedikit terlonjak dan menoleh dengan cepat. Headphone buru-buru ia lepaskan dan antensinya kini berpindah pada pria yang tengah menatapnya. "Ada apa, Pak Aryan?" tanya Fianna setelah ia menguasai diri.

Aryan Aiden Mikhael, Manajer Pemasaran itu tersenyum maklum. "Dipanggil Pak Abian ke ruangannya sekarang,"

Kedua alis Fianna bertaut tak mengerti. "Pak Abian?"

Raut wajah Fianna berubah menjadi cemas saat Aryan mengangguk mengiyakan. Hari yang awalnya dipenuhi oleh bunga-bunga bermekaran kini seolah berubah menjadi hari yang kelam dan dipenuhi oleh awan hitam. Dalam hati, Fianna mempertanyakan ada apakah gerangan Abian, Manajer Keuangan yang baru itu memanggil dirinya.

Aryan melipat kedua tangannya di depan dada. "Jangan buat Pak Abian menunggu, ya, Fianna. Kalau beliau marah, kita yang bakalan dipersulit."

Sebuah senyum karir yang kelewat lebar muncul di wajah Fianna, sontak ia lantas berdiri seraya mengangguk. Sebuah jempol kini terangkat pada Ryan yang tengah intens menatapnya. "Siap, Pak Aryan. Terima kasih untuk informasinya."

Senyuman Ryan semakin lebar tanpa bisa ia cegah, membuat sepasang dimple yang tersembunyi kini menampakkan wujudnya. Tanpa kata, langkahnya kini berputar dan melangkah menuju meja lain di mana anggota divisi pemasaran tengah membentuk lingkaran untuk mendiskusikan sesuatu.

"Ke mana?" tanya seorang pria yang kini menatap Fianna dengan tatapan bingung.

Tirta Juanda namanya, rekan yang Fianna miliki di Divisi Kreatif. Sosoknya yang memang selalu terlihat lesu dan lemas itu terlihat kacau dibandingkan hari-hari sebelumnya. Kantung mata di bawah kedua matanya terlihat jelas dengan rambut berantakan karena sedari pagi, selain melakukan editing, Tirta terus saja mengacak rambutnya sebagai bentuk pelampiasan rasa frustrasi yang hadir karena deadline yang dikerjakan.

"Dipanggil Pak Abian," jawab Fianna sembari berjalan berlalu.

Ruangan Divisi Keuangan tepat berada di samping ruangan Divisi Pemasaran di mana Fianna bekerja, hanya terpisah lorong dan tangga, namun terasa seperti menyebrang ke alam lain. Divisi yang dipimpin oleh seseorang bernama Abian Aidan Mikhail, si beruang kutub dengan tempramen buruk itu senantiasa sunyi dan sepi, membuat Fianna sedikitnya merasa takut.

Pikirannya kini menerka kesalahan apa atau hal apa yang membuatnya dipanggil oleh Abian.

"Kak Soraya, Pak Abian, ada?" tanya Fianna pada seorang wanita pada saat ia sampai di ruangan keuangan.

Soraya Anasthasia, salah satu anggota Divisi Keuangan itu mendongak. Jemari lentiknya bergerak untuk membetulkan letak kacamata yang melorot sembari menatap dalam diam sosok Fianna yang tengah tersenyum canggung.

"Ada," jawab Soraya singkat lalu dengan segera ia berdiri dan memimpin Fianna untuk menuju ruangan bertuliskan 'Manager's Room' itu.

"Sekedar info, mood Pak Abian lagi gak bagus, jadi hati-hati," bisik Soraya pada Fianna sebelum tangannya mengetuk pintu ruangan dengan hati-hati.

Tatapan Fianna memincing dalam diam dan menghakimi ucapan yang baru saja terlontar. Abian, pria itu, memangnya kapan memiliki suasana hati yang bagus?! Bahkan semenjak kedatangannya ke perusahaan dua hari lalu, mood pria itu selalu buruk.

"Masuk."

Soraya membukakan pintu saat suara dari dalam ruangan terdengar dan mempersilahkan Fianna untuk masuk. Dan saat kakinya sudah menapaki ruangan dari Abian, tanpa diduga, Soraya kembali menutup pintu ruangan tanpa berniat menemani sejenak Fianna yang kini tengah menatap bingung ke arah pintu.

KACAUUU! ucap Fianna dalam hati. Batinnya kini mencoba untuk menguatkan diri.

"Mau sampai kapan kamu di sana?"

Suara yang terdengar berat itu menyadarkan Fianna pada kenyataan. Dengan sigap, ia berdehem dan berjalan mendekat pada Abian yang kini tengah duduk di kursi kebesarannya.

Sepasang mata itu menatap tajam gerak-gerik Fianna dengan alis tebal yang senantiasa menukik seperti Angry Bird. “Duduk,” ucapnya dengan dingin.

Situasi ini jauh lebih menyeramkan dibandingkan saat Fianna bertemu hantu di parkiran saat sehabis lembur tempo hari. Dan dengan keberanian yang ada, Fianna tersenyum dan mengangguk kecil lalu duduk tepat di hadapan Abian. “Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu, Pak?”

Abian mengeluarkan sebuah buku keuangan tahunan dan menatap Fianna dengan sorot mata tajam. "Desain buku keuangan tahunan ini perlu diubah. Saya ingin sesuatu yang lebih elegan dan profesional. Saya ingin kamu desain buku ini dengan anggaran yang sudah saya sesuaikan dan hasilnya harus ada di atas meja saya besok pagi."

Selembar kertas tersodor di hadapan Fianna dan terdapat nominal anggaran yang diajukan untuk projek desain yang Abian inginkan. Fianna terdiam sejenak dan kedua matanya berkedip beberapa kali sebelum akhirnya bisa menguasai diri. “Maaf, Pak Abian, untuk hasilnya besok sepertinya akan sedikit sulit karena estimasi percetakan paling cepat itu biasanya 2 hari, dan untuk anggaran, ini jauh di bawah harga pasar, nomimal ini biasanya untuk buku ukuran kecil dan pengerjaannya reguler, sekitar 7 hari kerja,” jelas Fianna.

Abian mengerutkan alisnya. "Fianna, saya tidak peduli dengan masalah percetakan. Saya butuh hasilnya besok pagi dengan harga itu. Kamu mengerti?"

Ah, sial. Ini adalah hal yang paling Fianna hindari, berhadapan langsung dengan Abian dan tingkah menyebalkannya seperti dalam rumor yang beredar.

Fianna menghela napas diam-diam dan mencoba untuk tetap tenang di tengah gempuran badai yang Abian lakukan. "Saya mengerti, tapi yang saya tidak mengerti adalah permintaan Pak Abian yang tidak masuk akal. Dengan anggaran yang Pak Abian siapkan itu tidak bisa. Jika Pak Abian mau besok pagi hasilnya sudah ada, anggarannya lebih besar dari ini,"

“Anggaran lebih besar?” tanya Abian dengan nada yang mulai meninggi. “Kamu meminta anggaran lebih besar untuk bisa kamu manfaatkan sisanya, bukan?”

“Jangan salah paham, Pak Abian,” jawab Fianna yang tengah menahan emosi setelah dituduh hal yang tidak-tidak. “Jika Pak Abian ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat, maka harus ada anggaran yang sesuai, saay bicara berdasarkan harga rata-rata di setiap percetakan yang sudah pernah saya datangi.”

"Jangan buat saya marah, Fianna," potong Abian dengan cepat. Wajahnya tampak mengeras karena kekesalan yang memuncak. “Lakukan saja yang saya katakan, saya tidak butuh alasan.”

Fianna menatap balik, mencoba menahan diri saat kekesalannya sudah ada di ambang batas. "Tapi, Pak-"

“Saya tidak mau tahu, desainnya saya tunggu sore ini. Minimal 3 desain yang kamu ajukan nanti,”

"Tidak bisa begitu dong, Pak!" jawab Fianna dengan tegas. “Anggarannya tidak cukup!”

Fianna bisa mendengar helaan napas Abian dengan jelas. Pria itu melangkah mendekatinya, matanya menajam menatapnya. Fianna tercekat. “K-Kenapa, Pak?”

“Kamu…” Abian membungkukkan badannya hingga wajahnya sejajar dengan Fianna. “Ingin korupsi?”

“A-Apa?”

“Anggaran yang saya berikan harusnya cukup. Jangan-jangan, justru kamu yang memiliki motif lain untuk menggunakan uang perusahaan!” tuduh Abian.

Fianna kesal dituduh seperti itu. Namun, terpaan napas Abian di hadapannya sangat menggoda. Wangi mint dan citrus membuatnya ingin tetap bungkam dan melupakan kekesalannya.

“Benar, ya? Kamu punya motif lain? Atau justru, kamu ingin berlama-lama dengan saya di sini sehingga kamu mendebat saya terus-menerus?”

Sayangnya, kali ini Fianna naik pitam. Tak disangkanya kalau lelaki di hadapannya ini kelewat narsis. Fianna tak tahan lagi.

“Saya permisi, Pak!”

Tak ingin terus berada di sana, dengan cepat Fianna keluar ruangan. Ia menutup pintu dan mengacungkan dua jari tengahnya pada daun pintu yang tertutup.

Seluruh mata di ruangan menatap Fianna terkejut namun Fianna tak memperdulikan hal itu. Dengan langkah cepat ia kini berjalan untuk kembali ke ruangannya dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda dibandingkan harus menghadapi Abian.

"Fianna!"

Baru saja Fianna duduk di kursinya, Soraya datang menghampiri dengan langkah yang terbilang cepat. Kedatangan Soraya tentu saja membuat anggota tim pemasaran bingung.

Alis Fianna berkerut bingung. "Kenapa Kak Soraya?"

"Kamu dipanggil lagi ke ruangan Pak Abian, sekarang," ucap Soraya dengan terengah dan ada penekanan di akhir kalimat yang ia ucapkan.

Astaga, ada apalagi ini?!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status