Share

Bab 2 | Lembur

Author: fnzaxa
last update Huling Na-update: 2024-08-04 21:33:28

Dari berbagai beban hidup yang pernah Fianna alami, tak pernah terlintas sekalipun dalam pikirannya bahwa bekerja di bawah pengawasan Abian Aiden akan menjadi beban paling berat sejauh ini. Bahkan saat orang tuanya bercerai dulu, kondisi mentalnya bahkan tak separah sekarang.

“Coba bandingkan hasilnya dengan yang sebelumnya,” suara Abian terdengar tepat di belakang punggungnya.

Hari sial memang tidak tercetak di kalender—dan hari ini Fianna menjalaninya.

Abian, si beruang pemarah itu, kini berdiri tegap di belakangnya. Bersidekap dada, dengan tatapan tajam yang menelanjangi layar komputer Fianna tanpa ampun. Bahkan keberadaannya lebih menyeramkan dibandingkan hantu.

“Baik, Pak,” jawab Fianna dengan pasrah. Menurut lebih aman daripada memicu ledakan emosi pria itu. “Hasilnya sama seperti sebelumnya, Pak Abian. Hanya saja sudut pandang dan data yang berbeda menyebabkan—”

“Saya tidak butuh pendapat kamu.”

Fianna langsung mengatupkan mulut. Rasanya ingin sekali melempar kursi putar yang ia duduki sekarang. Sudah hampir satu jam pria itu berdiri di belakangnya, dan ruangan divisi pemasaran yang biasanya ribut kini mendadak sunyi seperti perpustakaan setelah jam operasional.

“Maaf, Pak,” gumamnya akhirnya, menahan letupan kesal.

Ia tak berani menoleh. Berhadapan langsung dengan wajah datar Abian seperti menyerahkan diri untuk disayat dengan kritik. Pandangannya justru melayang pada dinding kubikelnya, tepat ke arah photo strip kecil—dirinya, Tirta, Aryan, dan Sonia tertawa lepas di dalamnya. Setidaknya, masih ada hal yang bisa mengalihkan pikirannya.

“Hhh…” helaan napas berat terdengar dari belakang.

Fianna menelan ludah. Napas itu lebih menakutkan daripada teriakan.

“Hari ini kita harus lembur.”

Kalimat singkat itu terdengar seperti palu godam bagi Fianna—cukup untuk membuatnya ingin mengibarkan bendera putih, lalu bersembunyi di balik meja sampai dunia berubah lebih ramah.

Sejak Abian masuk ke perusahaan ini, lembur jadi menu utama harian. Fianna bahkan nyaris lupa bagaimana rasanya pulang tepat waktu, menyentuh matahari sore, atau mencium bau gorengan abang-abang depan kantor.

Usai menjatuhkan bom waktu itu, Abian langsung berjalan menuju Aryan yang tampak sibuk mengetik—entah memang fokus atau sekadar pura-pura terhisap ke dunia spreadsheet.

Bahunya Fianna merosot lemah. Helaan napas panjang lolos begitu saja dari mulutnya.

Kalau dunia ini sebuah permainan strategi, maka Abian jelas boss final-nya. Bahkan tirani dunia pun mungkin perlu berguru padanya. Tidak ada yang bisa mengalahkan kekejaman Abian Aiden itu dalam hal perbudakan.

Dan tanpa sadar, waktu melaju seperti kereta tanpa rem. Fianna mulai merenggangkan tubuhnya yang sudah kaku seperti papan uji coba yoga. Leher pegal, punggung protes, dan matanya ngambek sejak dua jam yang lalu.

Ia melirik jam digital mungil di mejanya. 23:02. Hampir tengah malam.

Satu per satu temannya sudah pamit pulang, menyisakan sunyi dan dengungan AC yang kini terdengar lebih lantang. Fianna menoleh pelan ke belakang. Abian masih duduk di sana, menatap layar komputer dengan ekspresi default: dingin, tajam, fokus.

“Ok.”

Satu kata singkat itu terdengar bagai suara malaikat bersayap glitter, seruan kemerdekaan dari lembur yang tak berujung. Fianna menatap Abian, memastikan ia tidak berhalusinasi.

Benar. Abian mengangguk pelan, tanpa melepaskan pandangan dari layar.

Dan dengan itu, Fianna tahu—akhirnya, ia boleh pulang.

Kalau saja tidak terlalu lelah, mungkin ia akan lari kecil keluar ruangan sambil meneriakkan, "Merdekaaa!" Tapi cukup dalam hati pun sudah terasa seperti parade kemenangan.

Setelah bekerja bagai di neraka—lengkap dengan pengawasan super intens dari Abian dan kritik dari setiap klik mouse yang ia lakukan—Fianna akhirnya bisa lepas dari pria itu.

Dengan senyum lega, ia mulai membereskan barang-barangnya. Pikirannya hanya dipenuhi bayangan kasur empuk dan rencana mulia: tidur seharian besok. Ya, besok hari libur. Sebuah anugerah dari semesta.

Abian sudah tak terlihat. Seperti biasa, keberadaannya misterius. Ia datang dan pergi sesuka hati, seperti hantu shift malam. Tapi Fianna tak peduli. Lebih baik begitu.

Ia mematikan lampu ruangan, lalu melangkah ringan menuju parkiran. Kegelapan tak mengganggunya. Bahkan dinginnya lorong kantor yang biasanya bikin merinding, malam ini terasa biasa saja.

Karena Fianna tahu satu hal pasti, tak ada hantu yang lebih menakutkan… daripada Abian.

Fianna berdiri di depan lift yang kosong. Ia menekan tombol, lalu bersandar di dinding, menatap pantulan dirinya di permukaan logam pintu lift yang mulai buram.

Wajahnya lelah. Rambutnya kusut. Tapi senyumnya... ikhlas.

Ikhlas untuk pulang. Ikhlas untuk tidak memikirkan Abian. Ikhlas untuk menerima bahwa dunia ini memang penuh ketidakadilan dan lembur tanpa batas.

Ting!

Pintu lift terbuka. Ia masuk dan berdiri sendirian di dalamnya. Musik instrumental lembut mengalun samar. Ironisnya, lagu itu adalah versi instrumental Happy milik Pharrell. Seolah hidup ini menyenangkan. Seolah lembur adalah pilihan gaya hidup.

Fianna tertawa kecil. "Lucu, ya,” gumamnya.

Bukan karena ada yang lucu. Tapi karena kalau tidak ditertawakan, mungkin ia sudah menangis sejak jam tujuh tadi.

Begitu lift tiba di lantai dasar, ia melangkah keluar dengan semangat sisa-sisa. Kantor sudah sepi. Hanya lampu darurat yang menyala, mewarnai lorong dengan cahaya oranye pucat.

Sunyi.

Tapi tidak mencekam.

Karena Fianna tahu—sunyi bukanlah hal yang menakutkan.

Yang menakutkan adalah saat sunyi itu diselingi suara Abian berkata, "Fianna, revisiannya salah lagi.”

Untung malam ini tidak.

Dan untuk pertama kalinya minggu ini, Fianna merasa seperti ditolong keajaiban.

Semoga mimpi malam ini nyenyak.

Dan semoga... Abian tidak ikut muncul di dalamnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 3 | Sial!

    Suasana malam terasa menenangkan. Fianna mengendarai motornya dengan santai, menikmati semilir angin yang menampar wajahnya pelan-pelan. Ia bersenandung riang, entah lagu apa, yang penting nadanya bahagia. Walau senja tak menemani acara pulang kantornya kali ini, tak apa. Sorot lampu jalanan yang berderet rapi seolah mengantarnya pulang, langkah demi langkah, roda demi roda. Hingga tiba-tiba, sebuah pemandangan tak biasa membuat Fianna melambatkan laju motornya. Sebuah mobil terparkir di pinggir jalan, dengan kap depan terbuka dan asap mengepul dari dalamnya. “Wih, kenapa tuh?” gumamnya, alis mengernyit penasaran. Ia mendekat perlahan. Dan di balik kepulan asap... berdirilah seorang pria dengan lengan kemeja digulung dan dua kancing atas terbuka—seperti adegan pembuka iklan parfum mahal. Fianna mengerjap. Itu Abian. Sungguh, secara objektif, pria itu tampan. Tapi, wajah tampan itu juga pemilik dari ekspresi kaku permanen dan aura intimidasi level dewa. Tak ada satu pun wanita di

    Huling Na-update : 2024-08-04
  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 4 | Selalu sial!

    Keduanya kini berjalan menuntun motor Fianna yang—ajaibnya—tetap cling tanpa satu pun goresan atau noda lumpur. Mungkin karena motor itu punya kekuatan magis, atau mungkin karena semua lumpurnya pindah ke tubuh mereka berdua. Fianna melirik ke sebelah, melihat Abian menyeret langkah dengan wajah datar, rambut masih meneteskan air, dan baju kantor yang sudah tidak layak tampil di publik. Dirinya sendiri juga tak kalah mengenaskan—kaus basah, celana belepotan, dan bau got yang entah kenapa makin terasa jelas tiap kali angin lewat. Beberapa meter kemudian, rumah Abian muncul di hadapan mereka. Sebuah rumah besar bergaya modern yang tampak rapi dan sunyi, dengan garasi terbuka yang langsung menyambut kedatangan dua manusia setengah hidup ini. Abian menyuruh Fianna untuk memasukkan motor itu ke dalam teras garasi sementara dirinya melangkah masuk. Fianna hanya bisa ternganga saat Abian, tanpa banyak bicara, mengambil selang dari sudut garasi lalu memutar keran. “Eh, Pak. Bapak mau—”

    Huling Na-update : 2024-08-06
  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 5 | Sudah Sah!

    Kejadian begitu saja terjadi tanpa bisa Fianna cerna terlebih dahulu. Kini, Fianna hanya bisa memandang kosong langit-langit kamar Abian dengan tatapan menerawang dan merenungi nasib buruk yang baru saja ia alami. Sangat amat menyesali mengapa ia harus membantu Abian jika begini jadinya. Tahu begini, ia biarkan saja Abian dan mobil mogoknya itu. "Arghhh!" Fianna menjambak rambutnya lalu berguling ke kanan dan ke kiri di atas ranjang empuk berukuran besar itu membuat sprei yang mulanya rapih kini menjadi sedikit berantakan. Diraihnya ponsel yang sempat menganggur dan matanya menatap sebal ke arah potret dirinya dan Abian yang berdiri di atas pelaminan tadi siang dengan keluarga masing-masing. Jemari Fianna menggulirkan foto ke samping, dan lagi-lagi potret dirinya dan Abian yang sedang menunjukkan buku pernikahan. Fianna memperbesar foto itu dan memperhatikan raut wajah Abian yang tampak tersenyum lebar, berbeda dengan dirinya yang terlihat seperti senyuman karir. Astaga, dosa

    Huling Na-update : 2024-08-06
  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 6 | Tengah Malam

    Fianna sama sekali tidak bisa tidur malam ini. Bukan karena tempat asing atau suasana rumah besar yang sunyi, tapi satu hal pasti: tidak ada guling kesayangannya. Sebagai orang yang terbiasa tidur sambil memeluk sesuatu, ini adalah mimpi buruk. Sayangnya, ia harus menerima kenyataan pahit — guling tidak boleh masuk kamar. Bukan tanpa alasan. Abian, sang suami dadakan itu, punya ketakutan absurd terhadap guling. Fakta ini sempat membuat Fianna ngakak beberapa hari lalu saat Aryan menceritakannya. Tapi sekarang? Ia jadi korban atas fobia konyol itu. Menghargai tuan rumah galak yang kini tidur di sebelahnya, Fianna memilih menahan diri. Namun rasa tidak nyaman itu semakin menjadi. Ia ingin bergerak tapi takut membangunkan Abian. Maka dengan sangat pelan, ia menyingkap selimut dan mengintip ke arah pria itu. Abian tidur nyenyak. Dada naik-turun teratur. Tenang. Damai. Menggemaskan—ah sial, kenapa pikirannya ke sana? Fianna mendesah pelan, lalu bangkit dari ranjang dengan hati-hati.

    Huling Na-update : 2024-08-08
  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 7 | Syarat

    Fianna kini tengah tengkurap di atas ranjang, rambutnya dikuncir asal-asalan dan tangan sibuk mencorat-coret lembaran kertas. Beberapa kertas lain sudah bertebaran di atas kasur, berserakan bersama laptop yang menyala dan bolpoin warna-warni hasil pinjaman dari Aryan. Di sisi ruangan, Abian duduk bersila dengan tenang di atas karpet, bahunya disandarkan ke sisi ranjang. Ia memegang selembar kertas dan tampak serius menulis sesuatu—wajahnya penuh konsentrasi seperti sedang mengatur strategi perang. Mereka berdua sedang membuat perjanjian pernikahan, versi mereka sendiri. Demi rumah tangga yang harmonis dan samawa, katanya. Fianna sesekali melirik ke arah Abian dari balik rambutnya, mencoba mencuri inspirasi. "Pak, Bapak nulis apa sih? Saya liatin dari tadi serius banget kayak nulis kontrak proyek senilai triliunan." tanyanya penasaran. Abian tak mengalihkan pandangan dari kertasnya, hanya menjawab singkat, "Rahasia." Fianna mengerucutkan bibirnya. “Pak, pelit banget.” Tanpa malu

    Huling Na-update : 2024-08-12
  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 8 | Pagi dan Gosip

    Fianna dan Abian turun bersamaan dengan pakaian rapi—siap kembali bekerja di hari Senin yang cerah ini. Suasana dapur masih sepi, tentu saja. Mereka sengaja bersiap lebih awal agar tidak bertemu siapa pun dan kembali jadi sasaran lelucon Aryan dan yang lainnya. Fianna menggulung sedikit lengan kemejanya, bersiap memasak bekal makan siang untuk mereka berdua. Sementara itu, Abian sudah menyiapkan roti dalam pemanggang dan mulai menuang minuman untuk sarapan. Kerja sama mereka terasa natural, seperti pasangan yang sudah bertahun-tahun hidup bersama. "Kamu mau paha atau dada, hmm... Mas?" tanya Fianna, suaranya nyaris tercekat. Ia belum terbiasa memanggil Abian begitu, dan rasanya harga dirinya seperti terjun bebas dari lantai tiga. “Paha,” jawab Abian singkat, berusaha tetap tenang. “Kamu coklat atau keju?” “Coklat keju, hehe…” Setelah itu, keduanya kembali sibuk. Abian menyusun sarapan mereka di atas bar dapur. Tapi karena tahu Fianna pasti belum selesai dalam waktu dekat, ia menga

    Huling Na-update : 2024-08-22
  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 9 | Terbongkar?

    Fianna keluar dari ruangan Abian dengan langkah gontai. Pagi ini ia dimarahin habis-habisan hanya karena kesalahan kecil—warna desain yang tidak sesuai brief. Sepele, tapi cukup bikin kupingnya panas dan mentalnya nyungsep. Dan ini rekor! Dari semua karyawan, Fianna sudah dimarahin Abian sebanyak empat kali. Empat, Best! Bukan sekali, bukan dua, tapi empat. Ia menarik kembali pernyataannya soal Abian sebagai suami idaman. Di kantor, laki-laki itu kembali jadi beruang pemarah yang rasanya ingin dia ruqyah di tempat. Fianna menjatuhkan tubuhnya ke kursi, menatap jam dinding dengan tatapan kosong. Kepalanya rasanya mau meledak. Masalah datang bertubi-tubi seperti paket COD yang nggak bisa ditolak. Belum selesai mencerna pernikahan dadakan, pekerjaannya menumpuk layaknya cucian akhir bulan, ditambah gosip yang makin panas soal siapa sebenarnya istri Abian. Semua gara-gara Aryan yang iseng upload foto ijab kabul Abian. Meskipun pengantin perempuannya dipotong, tetap saja itu berisiko.

    Huling Na-update : 2024-08-30
  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 10 | Makan Siang

    "Haduhh..." Fianna menghela napas, agak menyesali keputusannya mengenakan rok hari ini. Gara-gara itu, ia kesulitan untuk naik ke atas pohon. Ia mendongak ke atas, menatap Tirta dan Sonia yang sudah duduk santai di cabang pohon sambil membuka bekal makan siang mereka. "Bisa gak, Best?" tanya Tirta, nada suaranya malas tapi terdengar menyebalkan, jelas tidak berniat membantu. "Tumben, monyet gak bisa naik pohon." Fianna melotot kesal. Ia buru-buru melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang yang melihat, lalu nekat menaikkan sedikit roknya dan memanjat. Saat berhasil duduk di atas cabang pohon, tepuk tangan dan tawa mengejek dari Tirta dan Sonia langsung menyambut. Pohon jambu ini adalah basecamp mereka sejak hari pertama masuk kerja. Tempat yang teduh, jauh dari keramaian, dan sempurna untuk mengurangi stres akibat pekerjaan. Di sinilah mereka bisa bebas menggosip, curhat, atau bersembunyi dari orang-orang yang dulu suka mengusik mereka. "Ian kayaknya lagi disidang, tuh. Gegar

    Huling Na-update : 2025-04-17

Pinakabagong kabanata

  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 12 | Lembur

    Lembur telah usai. Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Hari sudah berganti, tapi esok—lebih tepatnya nanti—Fianna tetap harus kembali bekerja. Dengan langkah gontai, ia berjalan ke pojok ruangan, tempat teman-temannya telah menggelar karpet, bantal, dan selimut. Perlengkapan lengkap yang memang sengaja disiapkan untuk menghadapi malam-malam mendadak lembur seperti ini. Fianna langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas karpet. Otot-ototnya yang sempat kaku mulai rileks, rasa lelah menyergap seluruh tubuhnya. Teman-temannya juga ikut merebahkan diri, tidur berjajar sambil menatap langit-langit seperti sekumpulan korban peperangan yang kehabisan energi. “Beres juga,” desah Andrew lemah, lalu langsung memeluk Tirta dari samping. “Kapan gue punya pacar kalau lembur terus…” “Gak lembur aja gak ada yang mau sama lo,” ucap Tirta dengan ketus sambil mendorong tubuh Andrew. “Jauh jauh lo!” “Lo bisa ngomong gitu ke gue kalau lo juga punya pacar ya, Tirta! Kurang ajar lo!” Bahkan dalam kondisi

  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 11 | Siapa Khael?

    Fianna masuk ke dalam ruangannya dengan terburu-buru dengan sepatu masih di tangan dan wajah yang merah padam seperti kepiting rebus. Begitu sampai di kursinya, ia langsung duduk dan membenamkan wajahnya di telapak tangan. Ruangan pemasaran masih sepi—hampir semua orang sedang keluar mencari udara segar atau kopi di jam istirahat. Tangan Fianna kini menutup bibirnya, terbayang jelas momen beberapa menit lalu saat wajah Abian begitu dekat dengannya terlalu dekat. Perutnya seperti dikerubungi kupu-kupu, bukan karena lapar, tapi karena gugup yang tak ada ujung. Ia langsung menjatuhkan kepala ke meja dengan satu tarikan napas panjang. "LOH, Fianna! Kita nyariin kamu loh!" Suara Tirta mengejutkannya. Fianna langsung mendongak dengan rambut yang berantakan, pipi memerah, dan sorot matanya terlihat menerawang. "Are you okay, besttt? Kamu kenapa?" Tirta berjalan mendekat, meletakkan tumbler kopi di meja Fianna. "Tadi aman kan sama Pak Abian? Gak dimarahin lagi, kan?" Fianna hanya me

  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 10 | Makan Siang

    "Haduhh..." Fianna menghela napas, agak menyesali keputusannya mengenakan rok hari ini. Gara-gara itu, ia kesulitan untuk naik ke atas pohon. Ia mendongak ke atas, menatap Tirta dan Sonia yang sudah duduk santai di cabang pohon sambil membuka bekal makan siang mereka. "Bisa gak, Best?" tanya Tirta, nada suaranya malas tapi terdengar menyebalkan, jelas tidak berniat membantu. "Tumben, monyet gak bisa naik pohon." Fianna melotot kesal. Ia buru-buru melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang yang melihat, lalu nekat menaikkan sedikit roknya dan memanjat. Saat berhasil duduk di atas cabang pohon, tepuk tangan dan tawa mengejek dari Tirta dan Sonia langsung menyambut. Pohon jambu ini adalah basecamp mereka sejak hari pertama masuk kerja. Tempat yang teduh, jauh dari keramaian, dan sempurna untuk mengurangi stres akibat pekerjaan. Di sinilah mereka bisa bebas menggosip, curhat, atau bersembunyi dari orang-orang yang dulu suka mengusik mereka. "Ian kayaknya lagi disidang, tuh. Gegar

  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 9 | Terbongkar?

    Fianna keluar dari ruangan Abian dengan langkah gontai. Pagi ini ia dimarahin habis-habisan hanya karena kesalahan kecil—warna desain yang tidak sesuai brief. Sepele, tapi cukup bikin kupingnya panas dan mentalnya nyungsep. Dan ini rekor! Dari semua karyawan, Fianna sudah dimarahin Abian sebanyak empat kali. Empat, Best! Bukan sekali, bukan dua, tapi empat. Ia menarik kembali pernyataannya soal Abian sebagai suami idaman. Di kantor, laki-laki itu kembali jadi beruang pemarah yang rasanya ingin dia ruqyah di tempat. Fianna menjatuhkan tubuhnya ke kursi, menatap jam dinding dengan tatapan kosong. Kepalanya rasanya mau meledak. Masalah datang bertubi-tubi seperti paket COD yang nggak bisa ditolak. Belum selesai mencerna pernikahan dadakan, pekerjaannya menumpuk layaknya cucian akhir bulan, ditambah gosip yang makin panas soal siapa sebenarnya istri Abian. Semua gara-gara Aryan yang iseng upload foto ijab kabul Abian. Meskipun pengantin perempuannya dipotong, tetap saja itu berisiko.

  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 8 | Pagi dan Gosip

    Fianna dan Abian turun bersamaan dengan pakaian rapi—siap kembali bekerja di hari Senin yang cerah ini. Suasana dapur masih sepi, tentu saja. Mereka sengaja bersiap lebih awal agar tidak bertemu siapa pun dan kembali jadi sasaran lelucon Aryan dan yang lainnya. Fianna menggulung sedikit lengan kemejanya, bersiap memasak bekal makan siang untuk mereka berdua. Sementara itu, Abian sudah menyiapkan roti dalam pemanggang dan mulai menuang minuman untuk sarapan. Kerja sama mereka terasa natural, seperti pasangan yang sudah bertahun-tahun hidup bersama. "Kamu mau paha atau dada, hmm... Mas?" tanya Fianna, suaranya nyaris tercekat. Ia belum terbiasa memanggil Abian begitu, dan rasanya harga dirinya seperti terjun bebas dari lantai tiga. “Paha,” jawab Abian singkat, berusaha tetap tenang. “Kamu coklat atau keju?” “Coklat keju, hehe…” Setelah itu, keduanya kembali sibuk. Abian menyusun sarapan mereka di atas bar dapur. Tapi karena tahu Fianna pasti belum selesai dalam waktu dekat, ia menga

  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 7 | Syarat

    Fianna kini tengah tengkurap di atas ranjang, rambutnya dikuncir asal-asalan dan tangan sibuk mencorat-coret lembaran kertas. Beberapa kertas lain sudah bertebaran di atas kasur, berserakan bersama laptop yang menyala dan bolpoin warna-warni hasil pinjaman dari Aryan. Di sisi ruangan, Abian duduk bersila dengan tenang di atas karpet, bahunya disandarkan ke sisi ranjang. Ia memegang selembar kertas dan tampak serius menulis sesuatu—wajahnya penuh konsentrasi seperti sedang mengatur strategi perang. Mereka berdua sedang membuat perjanjian pernikahan, versi mereka sendiri. Demi rumah tangga yang harmonis dan samawa, katanya. Fianna sesekali melirik ke arah Abian dari balik rambutnya, mencoba mencuri inspirasi. "Pak, Bapak nulis apa sih? Saya liatin dari tadi serius banget kayak nulis kontrak proyek senilai triliunan." tanyanya penasaran. Abian tak mengalihkan pandangan dari kertasnya, hanya menjawab singkat, "Rahasia." Fianna mengerucutkan bibirnya. “Pak, pelit banget.” Tanpa malu

  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 6 | Tengah Malam

    Fianna sama sekali tidak bisa tidur malam ini. Bukan karena tempat asing atau suasana rumah besar yang sunyi, tapi satu hal pasti: tidak ada guling kesayangannya. Sebagai orang yang terbiasa tidur sambil memeluk sesuatu, ini adalah mimpi buruk. Sayangnya, ia harus menerima kenyataan pahit — guling tidak boleh masuk kamar. Bukan tanpa alasan. Abian, sang suami dadakan itu, punya ketakutan absurd terhadap guling. Fakta ini sempat membuat Fianna ngakak beberapa hari lalu saat Aryan menceritakannya. Tapi sekarang? Ia jadi korban atas fobia konyol itu. Menghargai tuan rumah galak yang kini tidur di sebelahnya, Fianna memilih menahan diri. Namun rasa tidak nyaman itu semakin menjadi. Ia ingin bergerak tapi takut membangunkan Abian. Maka dengan sangat pelan, ia menyingkap selimut dan mengintip ke arah pria itu. Abian tidur nyenyak. Dada naik-turun teratur. Tenang. Damai. Menggemaskan—ah sial, kenapa pikirannya ke sana? Fianna mendesah pelan, lalu bangkit dari ranjang dengan hati-hati.

  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 5 | Sudah Sah!

    Kejadian begitu saja terjadi tanpa bisa Fianna cerna terlebih dahulu. Kini, Fianna hanya bisa memandang kosong langit-langit kamar Abian dengan tatapan menerawang dan merenungi nasib buruk yang baru saja ia alami. Sangat amat menyesali mengapa ia harus membantu Abian jika begini jadinya. Tahu begini, ia biarkan saja Abian dan mobil mogoknya itu. "Arghhh!" Fianna menjambak rambutnya lalu berguling ke kanan dan ke kiri di atas ranjang empuk berukuran besar itu membuat sprei yang mulanya rapih kini menjadi sedikit berantakan. Diraihnya ponsel yang sempat menganggur dan matanya menatap sebal ke arah potret dirinya dan Abian yang berdiri di atas pelaminan tadi siang dengan keluarga masing-masing. Jemari Fianna menggulirkan foto ke samping, dan lagi-lagi potret dirinya dan Abian yang sedang menunjukkan buku pernikahan. Fianna memperbesar foto itu dan memperhatikan raut wajah Abian yang tampak tersenyum lebar, berbeda dengan dirinya yang terlihat seperti senyuman karir. Astaga, dosa

  • Dipersunting Dadakan oleh Bos Galak   Bab 4 | Selalu sial!

    Keduanya kini berjalan menuntun motor Fianna yang—ajaibnya—tetap cling tanpa satu pun goresan atau noda lumpur. Mungkin karena motor itu punya kekuatan magis, atau mungkin karena semua lumpurnya pindah ke tubuh mereka berdua. Fianna melirik ke sebelah, melihat Abian menyeret langkah dengan wajah datar, rambut masih meneteskan air, dan baju kantor yang sudah tidak layak tampil di publik. Dirinya sendiri juga tak kalah mengenaskan—kaus basah, celana belepotan, dan bau got yang entah kenapa makin terasa jelas tiap kali angin lewat. Beberapa meter kemudian, rumah Abian muncul di hadapan mereka. Sebuah rumah besar bergaya modern yang tampak rapi dan sunyi, dengan garasi terbuka yang langsung menyambut kedatangan dua manusia setengah hidup ini. Abian menyuruh Fianna untuk memasukkan motor itu ke dalam teras garasi sementara dirinya melangkah masuk. Fianna hanya bisa ternganga saat Abian, tanpa banyak bicara, mengambil selang dari sudut garasi lalu memutar keran. “Eh, Pak. Bapak mau—”

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status