Beranda / Romansa / Dipaksa Putus Karena Perjodohan / Bab 4. Pertemuan Yang Tak Disengaja

Share

Bab 4. Pertemuan Yang Tak Disengaja

Penulis: Menook We
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-06 16:54:10

Satu Minggu telah berlalu...

Angin begitu semilir, menggoyangkan dedaunan di bawah sinar mentari yang masih hangat tepat di hari Minggu.

Menemani perjalan Alira, dengan menggunakan motor matic yang dikendarainya, melajukan motornya dengan kecepatan sedang menembus jalanan kota yang terlihat lenggang.

Dengan perasaannya yang sedikit bahagia, setelah dua Minggu lamanya menahan nestapa.

Karena kedatangan sang pujaan hatinya yang baru pulang dari luar kota, membuatnya tak sabar ingin segera bertemu di sebuah kafe tempat biasanya saling ngobrol dan bercerita.

Sementara itu di tempat lainnya, tampak Satria, mengulaskan senyum semringahnya, menggenggam erat tangan seorang gadis cantik berambut panjang, yang sedang duduk di kursi penumpang depan di sebelahnya.

Beberapa kali menolehkan kepalanya, saling bicara dan bercanda, bersama dengan Azkia, wanita pujaan hatinya, menikmati kencan di hari Minggu layaknya pasangan yang lainnya.

"Aku lapar Yank, aku belum sarapan," celetuk Azkia, di sela obrolannya.

"Lapar?" tanya Satria, masih membagi fokusnya antara jalanan dan kekasihnya beradu pandang.

"Kamu mau makan apa?" lanjut Satria.

"Makan kamu...," manja Azkia, dengan senyum menggoda dan kerlingan di matanya menciptakan tawa di bibir kekasihnya.

"Oke...," jawab Satria, kembali fokus dengan stir yang di kendalikannya, menepikan laju mobilnya untuk di hentikannya di tepi jalan.

"Lo, kenapa ini? kenapa berhenti disini?" tanya Azkia, mengedarkan pandangannya ke sembarang arah sebelum mengalihkannya lagi menatap Satria.

"Katanya mau makan aku? sini sarapan dulu," jawab Satria, mencondongkan kepalanya mendekati kekasihnya.

Dengan memajukan bibirnya ke wajah kekasihnya, tak membuat Azkia bersuara hanya tertawa melihat tingkah kekasihnya.

"Dih!" dengus Azkia, memukul pelan bibir Satria, masih dengan tawa bahagia yang mengembang di bibirnya.

"Auuu," tipu Satria, menegakkan kembali duduknya menyentuh bibirnya.

Dengan ekpresi wajahnya yang di buat merintih menahan sakit.

"Nggak sakit Yank! kan pelan aku mukulnya!" ucap Azkia.

"Sakit Yank!"

"Nggak Yank!"

"Astaga...iya Yank, sakit Yank!"

"Nggak Yank!" ucap Azkia sesaat sebelum

Cup

Kecupan bibirnya mendarat tepat di bibir Satria, membulatkan mata Satria dengan senyum yang mengembang.

"Iya Yank nggak sakit!" jawab Satria, dengan kerlingan manja di mata menyentuh bibirnya.

Menciptakan tawa di bibir keduanya, dengan perasan keduanya yang begitu bahagia.

Terutama Satria, yang tak ingin terkungkung di dalam kesedihan dan rasa kesalnya mengenai perjodohan yang di paksa Papanya, ingin menikmati kebersamaannya bersama dengan penghuni hatinya, wanita yang sangat dicintainya, Azkia.

***

Di Kafe Elnina

Alira mengayunkan langkahnya, segera masuk ke dalam kafe, sesaat setelah memarkirkan motornya dengan baik di tempat parkir yang ada di halaman depan kafe Elnina.

Sebelum mengulaskan senyumnya, beradu pandang dengan lelaki tampan pujaan hatinya yang melambaikan tangan menyambut kedatangannya.

Dengan hatinya yang berdesir, sangat hangat, membuatnya lupa akan nestapa yang ada di hatinya.

Karena senyum manis di wajah tampan kekasih hatinya, sudah berdiri dari duduk menyambut kedatangannya.

Membuatnya tak sabar, dengan bibirnya yang bergetar menahan tangis, karena rasa sesaknya yang kembali datang.

Mengiringi langkahnya dalam berlari, mendekati Adam Setyawan 25 tahun, lelaki tampan pekerja keras, yang sudah menjabat sebagai Manager Marketing di sebuah purusahaan ternama yang ada di kotanya.

"Wau wau wau...," kekeh Adam, melihat langkah Alira, setengah berlari berhambur ke dalam pelukannya.

"Begitu kangennya ya kamu sama aku?" bisik Adam, dengan tawa Renyahnya membalas pelukan kekasihnya.

Tak membuat Alira bersuara hanya mengangguk pelan, dengan isakan tangis mengiyakan kalimat kekasihnya.

Membuat Adam terdiam, dengan helaan nafas di bibirnya menghentikan kekehannya.

"Ada apa Sayang?" tanya Adam, dengan intonasinya yang sangat lembut menyadari kesedihan Alira.

Masih tak bisa membuat Alira bersuara, hanya terisak, menggelengkan kepalanya pelan di pelukan Adam.

"Aku hanya kangen sama kamu Dam, aku sangat kangen sama kamu," jawab Alira, masih dengan tangisannya mengeratkan pelukannya.

"Kita duduk dulu ya? nggak enak di lihat orang," ucap Adam, mendorong pelan tubuh kekasihnya.

"Aduh duh... anaknya Bu Rani nangis," goda Adam, menyeka aliran air mata di pipi kekasihnya, menciptakan senyum bercampur tangis di bibir Alira.

"Nah gitu dong tersenyum, sudah cantik, senyumnya cantik, aduh... tambah jatuh hati deh si Adam sama kamu," lanjut Adam, setelah menyeka sisa air mata di pipi Alira mencubit gemas pipi kekasihnya.

Menciptakan tawa bercampur tangis di bibir Alira, menyeka air matanya sendiri.

"Ayo duduk," ucap Adam, menggandeng tangan Alira, mengarahkan kekasihnya itu untuk duduk di atas kursi kosong tempatnya menunggu.

"Ayo minum dulu Ra, tenangin hati kamu terus cerita sama aku ya?" ucap Adam, sesaat setelah duduk di seberang kekasihnya, memberikan jus apel yang sudah di pesannya.

"Terimaksih Dam," jawab Alira, menyeka sisa air matanya, segera menyedot jus apel nya.

"Sudah minumnya?" tanya Adam yang di jawab dengan anggukan pelan kepala Alira.

"Sekarang di makan makanannya," lanjut Adam, dengan senyum di bibirnya, menyuapkan sesendok makanan yang sudah di pesannya ke dalam mulut kekasihnya.

Lagi-lagi tak membuat Alira bersuara, hanya mengulaskan senyum tipis membuka mulutnya.

"Enak nggak?" tanya Adam, beradu pandang dengan Alira yang mengangguk pelan.

"Mau lagi?" tanya Adam, dengan binar cinta di mata teduhnya memanjakan kekasihnya.

Kembali menyesakkan hati Alira, karena rasa yang begitu sakit, membayangkan dirinya yang tak akan bisa hidup bersama Adam.

Kekasih terbaiknya, lelaki tampan penghuni hatinya, yang paling mengerti akan hati dan perasaannya.

"Aku di jodohkan Dam," batin Alira, menundukkan kepala menahan tangisnya.

Karena dirinya yang tak kuasa, untuk menceritakan masalah yang sebenarnya.

Hatinya sungguh tak mampu, membuat  lidah nya terasa kelu, selain karena dirinya yang tak ingin menyakiti, juga karena dirinya yang tak ingin kehilangan.

"Ada masalah apa?" tanya Adam, dengan intonasi lembutnya, meletakkan sendok yang di bawanya di atas piring.

mencondongkan badannya mendekati Alira, seraya menekuk kedua tangannya di atas meja menatap dalam.

Hingga mengalihkan pandangan Alira menegakkan kepalanya, beradu pandang dengan Adam yang menghela nafas pelan mengulurkan tangan kirinya ke depannya.

"Sini tangannya pinjam sebentar," ucap Adam, dengan senyum tipis dibibirnya, mendesirkan hati Alira, sedikit mengurai rasa sesak yang menghimpit perasaanya.

Menciptakan senyum tipis di bibir Alira, segera menyeka air matanya cepat, sebelum menggerakkan tangan kanannya untuk menyambut uluran tangan kekasihnya.

"Kenapa? ada apa?" tanya Adam lagi, berusaha bersabar dengan keingintahuannya yang meninggi menggenggam erat tangan Alira.

"Aku hanya kangen sama kamu Dam, kamu terlalu lama di luar kotanya, apa kamu nggak tahu gimana perasaanku saat ini? kangen," kilah Alira, berusaha menahan air matanya, tak ingin lagi menangis di depan kekasihnya.

"Baru juga dua Minggu lo Ra aku di luar kota! belum juga dua tahun!"

"Ish!" dengus Alira, menyentakkan pelan tangan Adam, melepaskan genggaman tangan kekasihnya.

Dengan wajah cemberutnya, tak mengalihkan pandangannya dari Adam yang terkekeh menatapnya senang.

"Bercanda Ra, jangan marah dong...," kekeh Adam.

"Ahhh...aku tahu ini, sepertinya aku tahu kenapa kamu nangis begini," lanjut Adam, mencoba untuk menebak dan menerka mencondongkan kepalanya mendekati Alira.

"Tau apa?"

"Kamu mens ya? datang bulan pasti ini...,  jadi bawaannya kepingin nangis, kenapa? perut kamu sakit ya?" lirih Adam.

Menciptakan tawa di bibir Alira menyeka sisa air matanya pelan.

"Lha kok tertawa? serius ini!" lanjut Adam tertawa.

"Nggak Dam! aku nggak Mens, sudah di bilangin aku kangen sama kamu,"

"Cie cie yang kangen sama aku sampai nangis begitu..., memangnya kamu cinta banget ya sama aku?" goda Adam, dengan kerlingan manjanya di matanya.

"Sedikit,"

"Sedikit kok nangis begini," kekeh Adam, menyeruput minumannya sendiri tak mengalihkan pandangan.

Sementara itu di tempat yang sama,  terlihat Satria, menggandeng tangan Azkia, mengayunkan langkah bersama menuju kursi kosong yang tak begitu jauh dari tempat duduk Alira.

"Duduk Yank," ucap Satria, menarik salah satu kursi kosong untuk kekasih hatinya Azkia.

"Aduh... baik banget sih kamu," jawab Azkia, dengan senyum mengembangnya segera duduk di atas kursinya.

Tak membuat Satria bersuara, hanya tersenyum, membelai puncak kepala Azkia. Hendak mengayunkan langkahnya untuk duduk di seberang kekasihnya.

"Pesen Yank," titah Satria, mengalihkan pandangannya ke arah pelayan yang mendekatinya.

Sebelum merogoh tas selempang yang di pakainya untuk mengambil ponselnya yang bergetar.

"Papa?" batin Satria, melihat nama yang tertera di layar ponselnya yang menyala.

"Sebentar ya Yank? ada telepon dari Papa," pamit Satria, segera berdiri dari duduknya, menganggukkan kepala kekasihnya.

"Halo Pa," jawab Satria, sudah menggeser layar ponselnya, menerima panggilan telopon dari Papanya.

"Dimana kamu?"

"Lagi jalan sama teman, ada apa?"

"Undang Alira makan malam dirumah ya Sat, Papa kirim nomor teleponnya ya, kamu telepon dia," jawab Papa Bagaskara, tanpa basa basi membulatkan mata anaknya.

"Ngapain sih Pa?"

"Kok ngapain? ya biar kita bisa makan malam bersama Sat! kamu kan belum ketemu dia setelah acara lamaran kemarin? kamu pendekatan sama Alira, itung-itung pertemuan pertama kalian setelah lamaran! agar kalian bisa lebih dekat lagi sebelum belajar saling mencintai!" jawab Papa Bagaskara, menciptakan helaan nafas di bibir Satria mengedarkan pandangan.

"Mencintai apanya? sudah di bilang aku mencintai Azkia!" batin Satria, menahan rasa kesal di hatinya, seraya menggosok pelan dahinya dengan ekspresi tak sukanya.

"Papa kirim sekarang nomornya ya? undang dia dan kamu jemput dia!"

"Hemmmm,"

"Hemmm apa?"

"Iya Pa, iya!" jawab Satria, dengan rasa frustasinya yang meninggi.

"Bagus, Ingat ya Sat! baik-baik kamu sama calon istri kamu!"

"Hemmmm,"

"Jangan hem hem aja kamu! Papa serius ini! kamu harus mulai pendekatan sama Alira!"

"Astaga..., iya Pa! iya!" dongkol Satria.

"Aku ke toilet dulu ya Dam," pamit Alira, seraya berdiri dari duduknya, menganggukkan kepala Adam.

"Sebentar ya," tambah Alira, segera mengayunkan langkahnya cepat, menuju kamar mandi, meninggalkan Adam yang terdiam memperhatikannya.

"Sudah ya Pa? aku tutup dulu," ucap Satria, masih berdiri di tempatnya mengedarkan pandangannya.

Sebelum terdiam, melihat langkah wanita yang tak asing di pandangannya.

"Alira?" batinnya, sesaat setelah memutus panggilan teleponnya, tak mengalihkan pandangannya dari Alira yang terlihat tergesa masuk ke dalam lorong kafe menuju toilet.

"Iya itu Alira," gumamnya lagi, sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Azkia yang terlihat tenang, duduk manis menuggu makanan yang di pesan.

Segera mengayunkan langkahnya menuju lorong toilet, hendak menemui Alira calon istri yang tak di inginkannya.

Beberapa menit kemudian.

"Alira," panggil Satria, berdiri di depan toilet wanita

Sebelum beradu pandang dengan Alira yang membuka pintu kamar mandi, mengalihkan pandangan menatapnya diam.

"Mas Satria? ngapain dia disini?" batin Alira tak membuang pandangannya.

"Ada apa ya?" tanya Alira, dengan perasaan gugupnya, merasa tak nyaman dengan pertemuannya.

"Kamu ingat aku kan?" tanya Satria, masih  dengan wajah datarnya menganggukkan kepala Alira.

"Ada apa?"

"Ada undangan makan malam dari Papa, nanti sore jam enam kamu siap-siap, aku akan menjemputmu,"

"Aku nggak bisa," tolak Alira.

Memancing emosi di diri Satria, merubah sorot matanya menjadi tajam mengintimidasi.

"Kamu harus bisa!" ucap Satria, menciptakan helaan nafas di bibir Alira, hanya terdiam, sebelum membuang pandangannya ke sembarang arah.

"Mohon maaf, aku nggak bisa,"  jawab Alira, dengan sorot mata tajamnya menekankan.

Hendak mengayunkan langkahnya, sebelum terhenti karena cekalan tangan Satria yang menahan lengannya.

"Jangan buat masalah! aku juga nggak mau di jodohkan sama kamu! aku hanya menuruti keinginan Papa! jadi jangan bersikap seolah- olah aku membutuhkanmu!" lirih Satria, dengan tatapan tajamnya menahan geram

Kembali bersitatap dengan Alira yang terdiam menatapnya kesal.

"Yank...," panggil Azkia, menyentakkan hati Satria.

Melepaskan sentuhan tangannya spontan di lengan Alira, bersamaan dengan gerakan kepalanya yang menoleh, beradu pandang dengan Azkia yang berdiri, mengayunkan langkah mendekatinya.

"Ngapain kamu?" tanya Azkia.

Bersambung.

Bab terkait

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 5. Surat Perjanjian Pernikahan

    "Yank...," panggil Azkia, menyentakkan hati Satria.Melepaskan sentuhan tangannya spontan di lengan Alira, bersamaan dengan gerakan kepalanya yang menoleh, beradu pandang dengan Azkia yang berdiri, mengayunkan langkah mendekatinya."Ngapain kamu?" tanya Azkia.Tak membuat Satria bersuara, hanya berdiri tegak mengusap dahinya perlahan tak mengalihkan pandangannya."Siapa wanita ini? kamu mengenalnya?" tanya Azkia, menoleh ke arah Alira yang terdiam tak ingin ikut campur di dalam urusan Satria."Aku permisi," ucap Alira, segera mengayunkan langkahnya cepat, keluar dari lorong kamar mandi meninggalkan Satria dan Azkia yang terdiam menyaksikan kepergiannya."Siapa dia Yank?" tanya Azkia lagi, dengan jiwa ke ingin tahuannya yang meninggi, tak sabar dengan jawaban Satria."Dia anak dari teman Papa Yank," jawab Satria akhirnya, mengerutkan kening Azkia menatapnya dalam."Anak teman Papa

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 6. Makan Malam

    "Apa ini?" tanya Alira."Surat perjanjian pernikahan," jawab Satria, menyentakkan hati Alira segera membuka berkas di tangannya.Sebelum mengulaskan senyumnya, membekap mulutnya sendiri, dengan detak jantungnya yang tak karuan membaca surat perjanjian pernikahan.Mengerutkan kening Satria, tak menyangka dengan ekspresi yang di lihatnya di wajah calon istrinya."Surat perjanjian pernikahan kita?" tanya Alira, tak menyadari binar bahagia di manik indahnya, beradu pandang dengan Satria yang terdiam."Kamu buta huruf? baca aja!" jawab Satria, tak melukai hati Alira, karena rasa bahagianya yang begitu bergelora.Menyejukkan hatinya yang sempat merana, karena surat perjanjian pernikahan yang a

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 7. Makan Malam 2

    "Ya sudah nggak papa, biar aku nanti ketemu sama Aksa di rumah kamu, sayang makanannya Ra, sudah aku bungkusin banyak,""Astaga...," batin Alira frustasi, meraup wajahnya kasar mencoba berpikir untuk mencari alasan.Karena dirinya yang tak ingin, kedua orang tuanya menceritakan perihal perjodohannya kepada Adam."Kita ketemu aja ya? aku akan pulang sekarang, kita bertemu di taman Puspa ya?" ucap Alira, mencoba untuk mengendalikan keadaan.Karena dirinya yang tak ingin kehilangan Adam karena perjodohan yang tak di inginkan ini."Please Dam jangan ke rumah," batin Alira, sebelum mengulaskan senyumnya karena kalimat kekasihnya."Ya sudah, aku tunggu ya? kita ketemu di taman Puspa,"&

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 8. Kedatangan Adam

    H-10Satria telah memutuskan sendiri tanggal pernikahannya, tepat setelah satu hari keberangkatan Azkia keluar negeri dalam melakukan tugasnya sebagai seorang pramugari.Membuat Satria sedikit tenang, berbeda dengan Alira, hatinya tak tenang, di selimuti dengan rasa gundah dan gelisah.Begitu takut jika kekasihnya mendengar kabar resepsi pernikahannya.Bertemankan sinar mentari yang beranjak naik, tepat di pukul 10:00.Terlihat Alira, hanya duduk termenung sendirian di kursi panjang yang ada di teras rumahnya, memikirkan pernikahan yang tak di inginkannya semakin mendekat karena waktu yang berputar dengan sangat cepat.Membuatnya frustasi, meskipun sudah ada perjanjian pernikahan dengan calon suaminya, meskipun masih ada harapan untuknya bisa bersama dengan Adam setelah perceraian.Tapi bayangan Adam terus saja terbayang di pikirannya, banyangan akan kemarahan Adam jika mengetahui segala kebohongannya, apa Adam masih mau m

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 9. Undangan Pernikahan

    "Alira? Adam?" panggil Bu Rani, sesaat setelah berdiri di depan pintu utama mengalihkan pandangan Adam dan juga Alira.Menyentakkan hati Alira, dengan matanya yang membulat reflek berdiri dari duduknya."Bu," ucap Alira, dengan degup jantungnya yang kembali tak karuan menyeka cepat air matanya beradu pandang."Tante," sapa Adam, mengulaskan senyum termanisnya berdiri dari duduknya.Beradu pandang dengan Bu Rani yang terdiam, mengalihkan pandangan Alira panik menatapnya gelisah."Apa kabar Tante?" tanya Adam, sesaat setelah mencium tangan ibu dari kekasihnya tak mengalihkan pandangannya."Sehat Dam, kamu gimana kabarnya? kok duduk di sini? nggak masuk ke dalam?""Alhamdulillah Tante, saya juga sehat, nggak Papa Tante, duduk disini saja, sekalian cari angin," jawab Adam, dengan intonasi sopannya tak menghilangkan senyum di bibirnya.Memejamkan mata Alira, karena hatinya yang begitu ngilu, melihat kesempurnaan Adam, le

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 10. Pernikahan

    Sinar mentari di pagi hari begitu cerah, bertemankan semilirnya angin menggoyang dedaunan yang ada di halaman hotel bintang lima yang terlihat luas.Terlihat banyaknya mobil, dari pihak keluarga, sanak saudara dan juga teman-teman dari Papa Bagaskara dan Ayah Pras.Ingin menyaksikan pernikahan dari Satria dan juga Alira yang akan di langsungkan secara tertutup, dengan penjagaan yang begitu ketat.Terlihat Alira, tampak begitu cantik dan anggun, dengan kebaya putih tulang, di lengkapi dengan riasan dan juga sanggul khas daerahnya. Duduk bersebelahan dengan Satria yang terlihat tampan, gagah dan rupawan, menggunakan setelan jas putih pengantin menunggu kalimat ijab dari Ayah Pras yang ada di depannya."Saya nikahkan engkau, dan saya kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Alira Maulidina binti Prasetya, dengan mas kawin satu set perhiasan emas seberat 20 gram, beserta seperangkat alat sholat dibayar tunai". Ucap Ayah Pras, dengan degup jan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 11. Tikaman di Hati Ada.

    Langit mulai menggelap, tanpa sinar rembulan maupun sang bintang, karena awan mendung yang bergelayut menutupi keindahan malam di atas hotel bintang lima tempat resepsi pernikahan Satria dan juga Alira di langsungkan.Di meriahkan alunan musik dan juga lagu yang terdengar merdu, dari suara penyanyi penghibur yang sedang berdiri dan bergoyang santai di atas panggung di samping pelaminan.Terlihat Alira, begitu cantik dan anggunnya, mengenakan gaun pengantin modern berwarna putih, di penuhi dengan hiasan payet bernuansa silver berdiri tegak di atas pelaminan.Berdampingan dengan Satria, di temani oleh kedua orang tua dan juga Papa mertuanya yang duduk bersanding di samping kanan dan kiri kursinya."Terimakasih Om," jawab Satria, terlihat begitu tampan dengan setelan jas putihnya, senada dengan gaun elegan yang dipakai istrinya mengulaskan senyum tipis di bibirnya.Beradu pandang dengan salah satu klien perusahaannya, sahabat dari papanya sendiri memb

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 12. Hancur Sudah

    "Alira? istri Pak Satria pacar kamu?" tanya Anton.Memecahkan tawa Adam, sebuah tawa pilu penuh luka, menertawakan kisah cintanya sendiri bersama dengan wanita yang sangat di cintainya, wanita yang selalu di jaganya namun mengkhianatinya.Menikah dengan lelaki lain di belakangnya, menciptakan luka yang begitu dalam mengoyak perasannya, karena tikaman Alira, begitu kuat menusuk tepat di hatinya.Membuatnya terlihat pilu, begitu memprihatinkan di depan beberapa tamu undangan di depan ballroom.Memperhatikannya dengan kasak kusuk yang terdengar membicarakannya."Kita pulang saja Dam," tawar Anton, masih menahan tubuh temannya.Beradu pandang dengan Adam, menggeleng cepat tak menyetujui kalimatnya."Aku harus memperkenalkan kamu sama Alira An! kamu harus berkenalan sama dia," jawab Adam, berusaha menegakkan kakinya yang gemetar.Menahan rasa s

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20

Bab terbaru

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 98. Mencintai Seutuhnya, Bersama Selamanyay

    Kebahagiaan yang sudah menyelimuti, merasa saling membutuhkan dan terlebih lagi mencintai. Setelah kehilangan yang begitu sangat menyakiti hati, dan di tambah lagi dengan kesalahpahaman yang menyesakkan, menyayat perih luka hati yang sudah saling mencintai.Setelah dua Minggu berlalu, Alira yang kini telah menyadari untuk siapa sebenarnya hatinya di labuhkan, setelah dilema panjang yang menderanya, dan masih belum bisa melupakan Adam secara sempurna.Tapi kali ini, dirinya sudah memantapkan nya, memilih untuk mencintai sepenuh hati. Satria, sang suami, pendamping hidupnya pemilik hatinya.Tanpa bayang bayang Adam yang membayangi, tanpa bayangan dari kisah cinta lamanya yang telah ia lepaskan seutuhnya."Mas," panggil Alira suatu sore, tepat di hari minggu di ruang tengah di dalam apartemennya.Mengalihkan pandangan Satria, yang sedang menikmati buah apel hasil irisan tangannya, m

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 97. Penghinaan Untuk Azkia

    Kemarahan yang menguasai, membuat Satria tak lagi bisa mengontrol diri. Sudah berada di dalam perjalanan, sedang mencoba menelepon mantan kekasihnya."Dimana?" sengit Satria, dengan sorot mata tajamnya. Duduk di kursi depan di mobilnya yang di kemudikan Adi."Di kafe, kenapa? mau kesini?" jawab Azkia, dengan suaranya yang terdengar biasa, sama sekali tak mengetahui gemuruh di dalam dada Satria."Share lokasi, aku kesana sekarang,""Jadi ngajak ketemu terus ya sekarang? goda Azkia terdengar senang. "Apa mungkin kamu sudah mulai..."Mengembangkan amarah di hati Satria, segera mematikan panggilan teleponnya spontan. Karena dirinya yang merasa tak sabar, untuk memberikan mantan kekasihnya itu pelajaran."Ke kafe Memory," suara Satria, sesaat setelah menerima pesan dari Azkia.Dan tak membuat sahabatnya itu bersuara, hanya menginjak gas mobil

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 96. Pembalasan Satria

    Keheningan menyelimuti, di antara Alira dan juga Satria yang saling diam, membisu tak ada yang bersuara di dalam ruang rawat Alira.Sudah duduk berdampingan di atas sofa, dengan pandangan keduanya yang menatap lurus ke depan."Azkia yang memasang penyadap di apartemen kita," suara Satria Akhirnya, setelah membisu beberapa saat tak mengalihkan pandangan Alira."Aku kesana untuk menyelesaikan semuanya, untuk menanyakan alasan kenapa dan apa maksudnya dia melakukan hal gila seperti itu.""Aku sudah berniat untuk menemuinya di apartemennya, tapi dia memintaku untuk menemuinya di Super Land.""Dan aku juga sudah menolak untuk bermain bersama dengan dia, tapi dia menarikku, memaksaku untuk bermain bersama." Berusaha untuk menjelaskan semuanya, dengan harapan di hatinya, semoga istrinya itu mengerti."Aku minta maaf," lanjut Satria lagi, hendak menyentuh punggung tangan istrinya namun tak bisa. Karena Alira yang

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 95. Berbaikan

    Keheningan menyelimuti, di antara Alira dan juga Satria yang saling diam, membisu tak ada yang bersuara di dalam ruang rawat Alira.Sudah duduk berdampingan di atas sofa, dengan pandangan keduanya yang menatap lurus ke depan."Azkia yang memasang penyadap di apartemen kita," suara Satria Akhirnya, setelah membisu beberapa saat tak mengalihkan pandangan Alira."Aku kesana untuk menyelesaikan semuanya, untuk menanyakan alasan kenapa dan apa maksudnya dia melakukan hal gila seperti itu.""Aku sudah berniat untuk menemuinya di apartemennya, tapi dia memintaku untuk menemuinya di Super Land.""Dan aku juga sudah menolak untuk bermain bersama dengan dia, tapi dia menarikku, memaksaku untuk bermain bersama." Berusaha untuk menjelaskan semuanya, dengan harapan di hatinya, semoga istrinya itu mengerti."Aku minta maaf," lanjut Satria lagi, hendak menyentuh punggung tangan istrinya namun tak bisa. Karena Alira yang

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 94. Rasa Rindu di Sela Rasa Marah

    "Gila kamu Sat," lirih Adi, sesaat setelah mendengarkan cerita dari Satria, mengenai situasi yang sebenarnya sama sekali tak menyangka. "Bodoh sekali kamu,""Aku tahu," sahut Satria, semakin sendu membuang pandangan. "Dan aku menyesalinya.""Apa kamu tahu apa yang sudah aku katakan kemarin ke Alira saat kamu pergi menemui Azkia dalam keadaan marah?"Mengalihkan pandangan Satria menatapnya diam."Jangan panik Ra, Satria lebih tahu apa yang harus di lakukannya, dia hanya sedang menjaga dan melindungi kamu," menirukan ucapannya sendiri mencebikkan bibirnya."Dan aku benar benar malu dengan kalimatku itu Sat, kamu nggak sebaik yang aku kira, kamu nggak tahu apa yang harus kamu lakukan, bukannya menjaga istri kamu, kamu malah... ck," berdecak kesal."Lebih baik kamu masuk ke dalam sekarang Di! lihat kondisinya Alira, daripada terus menyalahkan ku dan semakin membu

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 93. Cari Tahu dan Bawa Kesini

    Suasana dingin yang menguasai, menambahkan aura ketegangan yang terjadi antara Papa Bagaskara dan juga Satria, saling membisu, sudah duduk di atas sofa yang ada di dalam ruang tamu saling membuang pandangan.Setelah melakukan pembicaraan sengit, saling berdebat. Papa Bagaskara yang terus saja menyalahkan putranya, dan Satria yang tetap kekeh dengan pembelaan atas dirinya.Sudah menjelaskan semuanya, mengenai penyadap yang di temukannya di Apartemen, hingga berakhir di sebuah pertemuannya dengan Azkia dan berujung ke kesalahpahaman.Tak terkecuali rasa curiga yang ada di dalam pikirannya, sudah memerintahkan Adi untuk mencari tahu kenapa istrinya itu bisa tertabrak.Membuat keduanya seperti ini, saling diam dan membisu, tak ada lagi yang bersuara demi untuk bisa mengendalikan rasa di hati yang berkecamuk tak karuan, menghela nafas kompak."Bodoh sekali kamu Sat! bodoh! benar benar Bodoh!" umpat Papa Bagaskara, t

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 92. Tamparan Papa Bagaskara

    Suasana dingin yang menguasai, menambahkan aura ketegangan yang terjadi antara Papa Bagaskara dan juga Satria, saling membisu, sudah duduk di atas sofa yang ada di dalam ruang tamu saling membuang pandangan.Setelah melakukan pembicaraan sengit, saling berdebat. Papa Bagaskara yang terus saja menyalahkan putranya, dan Satria yang tetap kekeh dengan pembelaan atas dirinya.Sudah menjelaskan semuanya, mengenai penyadap yang di temukannya di Apartemen, hingga berakhir di sebuah pertemuannya dengan Azkia dan berujung ke kesalahpahaman.Tak terkecuali rasa curiga yang ada di dalam pikirannya, sudah memerintahkan Adi untuk mencari tahu kenapa istrinya itu bisa tertabrak.Membuat keduanya seperti ini, saling diam dan membisu, tak ada lagi yang bersuara demi untuk bisa mengendalikan rasa di hati yang berkecamuk tak karuan, menghela nafas kompak."Bodoh sekali kamu Sat! bodoh! benar benar Bodoh!" umpat Papa Bagaskara, t

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 91. Tamparan Papa Bagaskara

    "Apa maksud kamu Ra?" tanya Bu Rani.Membisukan Alira, menyadari kalimatnya yang tak terkontrol membuang pandangan."Alira, bisa jelaskan ke Ibu maksudnya apa? surat perjanjian? surat perjanjian Apa?" semakin tak sabar menuntut jawaban."Pernikahan," menelan salivanya pelan menundukkan kepalanya.Tak mengetahui sorot mata terkejut di netra Ibunya, semakin tersentak dengan jawabannya tak percaya."Sewaktu makan malam dulu, saat pertama kalinya aku ke rumah Papa untuk menghadiri undangan makan malam dari Papa. Ibu mengingatnya?"Menganggukkan lemah kepala Bu Rani. "Kenapa dengan makam malamnya?""Mas Satria memberikanku surat perjanjian pernikahan."Semakin mempercepat degup jantung Bu Rani membekap mulutnya sendiri. "Ya Allah" gumamnya lirih.Sama sekali tak menyangka dengan apa yang baru di dengar

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 90. Membenci Satria?

    Flashback sebelum pertemuan Satria dan Azkia."Selamat siang, Antariksa Group di sini, ada yang bisa saya bantu?" suara wanita, terdengar begitu sopan dari dalam layar ponsel Azkia yang menyala."Selamat siang, bisa bicara dengan Alira?""Bu Alira di bagian apa Bu?""Keuangan," bagian Alira yang diketahuinya dari alat penyadap yang di pasangnya."Maaf dengan Ibu siapa saya berbicara?" Membisukan Azkia, mengingat nama salah satu teman Alira yang sudah meyerang nya menyembunyikan identitasnya. "Rani,"Dan terdiam, menunggu teleponnya yang sedang di sambungkan, mendengar alunan musik sebagai nada tunggunya."Halo Ran, kok tumben telepon kantor?" terdengar suara Alira, menciptakan seulas senyum seringai di bibir Azkia."Hai, apa kabar?"

DMCA.com Protection Status