Share

Bab 8. Kedatangan Adam

Penulis: Menook We
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-20 07:56:56

H-10

Satria telah memutuskan sendiri tanggal pernikahannya, tepat setelah satu hari keberangkatan Azkia keluar negeri dalam melakukan tugasnya sebagai seorang pramugari.

Membuat Satria sedikit tenang, berbeda dengan Alira, hatinya tak tenang, di selimuti dengan rasa gundah dan gelisah.

Begitu takut jika kekasihnya mendengar kabar resepsi pernikahannya.

Bertemankan sinar mentari yang beranjak naik, tepat di pukul 10:00.

 Terlihat Alira, hanya duduk termenung sendirian di kursi panjang yang ada di teras rumahnya, memikirkan pernikahan yang tak di inginkannya semakin mendekat karena waktu yang berputar dengan sangat cepat.

Membuatnya frustasi, meskipun sudah ada perjanjian pernikahan dengan calon suaminya, meskipun masih ada harapan untuknya bisa bersama dengan Adam setelah perceraian.

Tapi bayangan Adam terus saja terbayang di pikirannya, banyangan akan  kemarahan Adam jika mengetahui segala kebohongannya, apa Adam masih mau memaafkan dan menerimanya?

Karena bagaimanapun situasinya sekarang, terlepas dari suka atau tidak sukanya dia dengan pernikahan paksanya, intinya tetap sama, dia seorang kekasih yang telah menghianati kekasihnya sendiri.

Kekasih yang sangat dicintainya, juga mencintainya setulus hati.

"Ya Allah," batin Alira, menutup wajahnya menikmati denyutan luka akibat rasa berdosanya kepada Adam.

Sebelum tersentak, menurunkan kedua  tangannya karena panggilan Aksa yang hendak duduk di sebelahnya.

"Kenapa Mbak? galau ya?" sindir Aksa.

"Kalau Adam tahu pernikahan ini gimana ya Dek?" lirih Alira.

"Ya marah lah! nggak mungkin tertawa kan?" jawab Aksa dengan entengnya, semakin menambah rasa frustasi Alira, membuang pandangan ke sembarang arah.

"Mas Adam belum tahu ya?" tanya Aksa.

"Belum," jawab Alira, menggelengkan kepalanya pelan, dengan pandangannya lurus ke depan.

"Kenapa nggak bilang?" 

"Karena aku nggak mau kehilangan Adam Dek! aku sangat mencintainya!"

"Ya nggak bisa lah Mbak, hidup itu pilihan, kamu nggak mungkin bisa pacaran sama Mas Adam setelah kamu menikah dengan si Baja hitam," ucap Aksa, mengalihkan pandangan Kakaknya menatapnya dalam.

"Siapa itu Baja hitam?"

"Ya itu calon kamu itu, namanya kan Satria, Satria apa kalau nggak Satria baja Hitam?" jawab Aksa, dengan ekpresi datarnya beradu pandang. 

"Gila kamu ya! nggak sopan tahu nggak?" gerutu Alira menciptakan kekehan di bibir Aksa.

"Aku juga nggak mau menikah sama Mas Satria, aku ingginnya nikah sama Adam, bahkan aku sudah membayangkan bagaimana wajah calon anak kami nanti, pasti tampan dan cantik kalau hidungnya mancung sama seperti Adam," lirih Alira, dengan senyum getirnya menatap kedepan.

"Kubur saja Mbak bayangan kamu itu!"

"Aku nggak mau menguburnya,"

"Kamu menikahnya sama Mas Satria Mbak, bukan sama Mas Adam!" timpal Aksa, menciptakan decakan kesal di bibir Alira menatapnya tajam.

"Benerkan kalimatku? jangan ngayal lah Mbak, nggak mungkin kan kamu nikahnya sama Mas Satria tapi wajah anak kamu nanti mirip sama Mas Adam?" cibir Aksa.

Sebelum tertawa karena dorongan Alira di lengannya.

"Pergi sana! jangan disini! buat aku frustasi tau nggak kamu!" sewot Alira.

Tak membuat Aksa bersuara, hanya tertawa melihat kemarahan kakak perempuannya.

"Nggak usah marah gitu lah Mbak," jawab Aksa, masih dengan tawa di bibirnya masih duduk di tempatnya.

"Seneng ya kamu lihat nasibku seperti ini?"

"Lha gimana? itu pilihan kamu sendiri Mbak!' 

"Aku nggak memilihnya! Ayah yang memilihkannya!"

"Nikmati saja lah Mbak," 

"Kurang ajar kamu ya!" omel Alira, kembali mendorong lengan Adiknya yang terkekeh.

"Masuk sana!" usir Alira.

Sebelum mengalihkan pandangan mereka kompak, ke arah pagar tralis rumahnya yang sedikit terbuka.

"Mas Adam Mbak,"

"Adam,"

Ucap Alira dan Aksa kompak, merasa tersentak dengan kehadiran Adam yang begitu tiba-tiba.

"Gimana ini Dek? kenapa Adam kesini?" tanya Alira, dengan rasa paniknya yang meninggi, segera berdiri dari duduknya tak mengalihkan pandangannya.

"Ya Nggak tahu aku Mbak, mungkin Mas Adam ingin tanya masalah pernikahan kamu," 

"Gila kamu ya! Adek kurang ajar kamu ya!" sewot Alira, dengan degup jantungnya yang tak karuan memukul bahu adiknya.

Sebelum mengulaskan senyumnya, berusaha bersikap tenang beradu pandang dengan Adam.

Masih mengayunkan langkah sudah membuka pintu pagar tralis hendak mendekatinya.

"Sudah sana di sambut Mas Adamnya Mbak, ngapain masih berdiri di sini?" ucap Aksa, masih duduk di tempatnya mengalihkan pandangan Alira.

"Jangan bicara macam-macam kamu ya!" ancam Alira, segera mengayunkan langkahnya cepat mendekati  kekasihnya.

"Assalamualaikum," ucap Adam, mengulaskan senyum termanisnya, seraya  menenteng satu kantong kresek di tangan kirinya beradu pandang.

"Kok nggak bilang kalau mau kesini Dam? nggak kerja?" tanya Alira, sudah berdiri di depan kekasihnya.

"Iya, tadi ada ketemuan sama orang di kafe dekat sini, sekalian saja mampir," jawab Adam, memberikan kantong kresek yang di bawanya.

"Apa ini?" 

"Jeruk manis kesukaan kamu," jawab Adam sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Aksa yang bersuara.

"Untuk aku nggak ada Mas?" tanya Aksa, mengayunkan langkahnya mendekati Kekasih kakaknya.

"Ada Sa, di dalam situ juga ada apel kesukaan kamu," jawab Adam, menciptakan senyum tipis di bibir Aksa, menyembunyikan perasaan ibanya kepada Adam, lelaki baik penghuni hati kakaknya.

"Terimakasih ya?" ucap Alira, sebelum membalikkan badannya, seraya memberikan kantong kresek pemberian Adam kepada adiknya.

"Bawa masuk Dek," lanjut Alira.

"Aku masuk ya Mas? terimakasih apelnya," ucap Aksa, sesaat setelah mengambil alih kantong kresek menunjukkannya kepada Adam.

"Okeh! sama-sama," jawab Adam, dengan intonasi lirihnya mengulaskan senyumnya.

Sebelum mengalihkan pandangannya, menatap Alira yang terdiam, terlihat tak tenang mengedarkan pandangan ke dalam rumah.

"Kenapa Ra? cari siapa kamu?" tanya Adam, ikut mengalihkan pandangannya menyentakkan hati kekasihnya.

"Ha? nggak cari siapa-siapa Dam," jawab Alira, secepat mungkin berusaha untuk bersikap tenang, menyembunyikan degup jantungnya yang tak karuan.

Karena perasaan takutnya jika Adam bertemu dengan Ibunya yang ada di dalam rumah.

"Nggak nyuruh aku masuk? capek lo berdiri terus," sindir Adam.

"Ah, iya Dam, ayo masuk," jawab Alira, segera mengayunkan langkahnya mendekati kursi yang ada di teras rumahnya.

"Kita duduk di sini aja ya Dam?" tawar Alira.

Beradu pandang dengan Adam yang mengangguk pelan mengiyakan tawarannya.

 

"Ibu kamu mana?" tanya Adam, seraya duduk di atas kursi, tak mengalihkan pandangannya, menatap Alira yang terlihat gelagapan.

"Ibu?" tanya Alira, masih berdiri di tempatnya mengalihkan pandangannya.

Mengerutkan kening Adam, merasa aneh dengan sikap kekasihnya.

"Kamu kenapa sih Ra? kok gelisah begitu?" tanya Adam.

"Nggak Dam, aku nggak gelisah," kilah Alira, menggelengkan kepalanya cepat segera duduk di samping kekasihnya.

"Ibu ada di dalam, lagi tidur," 

"Tidur? Tante Rani sakit? jam segini kok tidur?"

"Nggak Dam Ibu nggak sakit, mungkin lelah," jawab Alira, masih dengan kebohongannya, tak ingin Adam bertemu dengan Ibunya.

"Please Bu jangan keluar," batin Alira, meremas jemarinya di atas pangkuan, berusaha menenangkan degup jantungnya yang tak mau tenang mengedarkan pandangannya.

"Kamu ngga papa kan?" tanya Adam, dengan perasaan bingungnya melihat tingkah kekasihnya.

"Nggak papa," jawab Alira, mengulaskan senyum tipisnya menggelengkan kepalanya pelan.

"Kenapa tiba-tiba kesini? apa ada yang mau kamu bicarakan sama aku Dam?" 

"Besok aku harus ke luar kota lagi Ra, aku kesini mau pamit sama kamu, aku ingin ketemu kamu dulu sebelum berangkat dan kangen-kangenan," 

"Keluar kota? berapa lama?" tanya Alira yang di sambut dengan anggukan pelan kepala Adam.

"Dua Minggu,"

 

"Dua Minggu?" lirih Alira, membuang pandangannya, menahan senyum di bibirnya.

"Iya dua Minggu, kenapa? lama ya? maaf ya?" ucap Adam, kembali mengalihkan pandangan Alira beradu pandang.

"Aku pasti kangen sekali sama kamu Dam,"

"Setidaknya kamu nggak ada di sini saat pernikahanku nanti Dam," batin Alira.

Menciptakan senyum di bibir Adam, sebelum membelai lembut pipi kekasihnya.

"Aku lebih kangen lagi Sayang," jawab Adam sebelum menggeser posisi duduknya lebih menghadap kekasihnya.

"Tapi aku punya kabar baik untuk kamu," lanjut Adam, dengan antusiasnya menciptakan binar di kedua matanya.

"Oh ya? kabar baik apa?"

"Ini tugas terakhirku ke luar kota Ra, karena setelah ini aku akan di pindahkan ke kantor pusat, dan aku hanya akan di tugaskan di dalam kota." jawab Adam.

Menyentakkan hati Alira beradu pandang.

"Jadi kita akan terus bertemu Ra, kita nggak akan dipisahkan lagi oleh jarak, gimana? Kamu senang kan?" tanya Adam lagi, dengan antusiasnya.

Menundukkan kepala Alira memejamkan matanya dalam.

"Ya Allah..., harusnya aku senang Dam, tapi bagaimana bisa aku menyembunyikan pernikahanku ini dari kamu Dam, selama setahun jika kamu tidak ada lagi tugas ke luar kota," batin Alira, dengan perasan pilunya tak tahu harus berbuat apa.

"Kenapa? kok gitu ekspresinya? kamu nggak senang ya?" tanya Adam, menegakkan kepala Alira yang terdiam.

Mencoba untuk tersenyum, menutupi perasaan pilunya menggelengkan kepalanya.

"Aku senang Dam," jawab Alira.

"Ya Allah..., tolong bantu aku, sungguh aku nggak ingin kehilangan Adam, Engkau pasti tahu bukan? aku sangat mencintainya, aku begitu takut kehilangannya," batin Alira, menciptakan buliran bening di matanya segera membuang pandangannya ke sembarang arah.

"Kamu kenapa? kok nangis?" tanya Adam, menyentuh pipi kekasihnya, mengarahkan kembali pandangan kekasihnya.

"Aku nggak papa Dam, aku hanya senang," lirih Alira, menahan rasa sakit di hatinya kembali membohongi kekasihnya.

Menciptakan senyum tipis di bibir Adam, mencubit gemas pipi mulus Alira.

"Kalau senang ya jangan nangis begini," ucap Adam, masih dengan senyum termanisnya membelai lembut pipi kekasihnya.

Karena ketulusan hatinya, karena rasa cinta yang dia punya, membuatnya terluka jika melihat kekasih hatinya menangis di depan matanya.

"I Love You," lirih Adam, dengan binar cinta dimatanya, begitu tulus dan teduh, menggetarkan bibir Alira.

Dengan air matanya yang telah tumpah, menahan rasa sesak di hatinya, kembali menyeruak bertemankan rasa perih begitu ngilu.

"I Love you too Dam, aku sangat mencintaimu Dam, sungguh Dam aku sangat mencintai kamu," jawab Alira, dengan intonasi lirihnya menitikan air matanya.

Sebelum menundukkan kepalanya, tak kuasa menanggung beban dosa penghianatan yang di lakukannya, membuatnya tak mampu memandang lebih lama sorot mata lembut kekasih hatinya.

"Maaf," batin Alira, kembali memejamkan matanya dalam, menahan gejolak rasa, akibat goresan luka yang di torehkannya ke hati Adam.

Sementara itu di dalam rumahnya, Ibu Rani mengayunkan langkahnya dari arah dapur masuk ke ruang tengah.

Mendekati Aksa yang terlihat santai duduk bersandar di atas sofa, dengan buah apel di tangan kiri dan ponsel di tangan kanan, bertemankan banyaknya buah di atas meja. 

"Kok banyak buah Sa? kapan belinya?" tanya Bu Rani, tak mengalihkan pandangan putranya.

"Di kasih Mas Adam," jawab Aksa dengan entengnya, masih menikmati apel menyentakkan hati ibunya.

Sebelum membulatkan matanya menyadari keberadaan Ibunya dan juga jawabannya.

"Adam?" tanya Bu Rani, tak membuat Aksa bersuara, hanya terdiam segera duduk tegak membuang pandangannya.

"Adam kesini?" tanya Bu Rani, tak membuat Aksa bersuara, hanya mengangguk pelan sebelum memejamkan matanya dalam.

Bersamaan dengan langkah Bu Rani, sudah mengayunkan langkahnya meninggalkan Aksa menuju ruang tamu.

Sebelum mengedarkan pandangannya, melihat bayangan Alira bersama dengan laki-laki di balik kaca ruang tamunya.

Kembali mengayunkan langkahnya hendak mendekati putri dan kekasih hati putrinya.

Yang harus menjadi mantan karena pernikahan putrinya dengan lelaki pilihan suaminya.

"Alira? Adam?" panggil Bu Rani, sesaat setelah berdiri di depan pintu utama mengalihkan pandangan Adam dan juga Alira.

Menyentakkan hati Alira, dengan matanya yang membulat reflek berdiri dari duduknya.

 "Bu," ucap Alira, dengan degup jantungnya yang kembali tak karuan menyeka cepat air matanya beradu pandang.

Bersambung

Bab terkait

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 9. Undangan Pernikahan

    "Alira? Adam?" panggil Bu Rani, sesaat setelah berdiri di depan pintu utama mengalihkan pandangan Adam dan juga Alira.Menyentakkan hati Alira, dengan matanya yang membulat reflek berdiri dari duduknya."Bu," ucap Alira, dengan degup jantungnya yang kembali tak karuan menyeka cepat air matanya beradu pandang."Tante," sapa Adam, mengulaskan senyum termanisnya berdiri dari duduknya.Beradu pandang dengan Bu Rani yang terdiam, mengalihkan pandangan Alira panik menatapnya gelisah."Apa kabar Tante?" tanya Adam, sesaat setelah mencium tangan ibu dari kekasihnya tak mengalihkan pandangannya."Sehat Dam, kamu gimana kabarnya? kok duduk di sini? nggak masuk ke dalam?""Alhamdulillah Tante, saya juga sehat, nggak Papa Tante, duduk disini saja, sekalian cari angin," jawab Adam, dengan intonasi sopannya tak menghilangkan senyum di bibirnya.Memejamkan mata Alira, karena hatinya yang begitu ngilu, melihat kesempurnaan Adam, le

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 10. Pernikahan

    Sinar mentari di pagi hari begitu cerah, bertemankan semilirnya angin menggoyang dedaunan yang ada di halaman hotel bintang lima yang terlihat luas.Terlihat banyaknya mobil, dari pihak keluarga, sanak saudara dan juga teman-teman dari Papa Bagaskara dan Ayah Pras.Ingin menyaksikan pernikahan dari Satria dan juga Alira yang akan di langsungkan secara tertutup, dengan penjagaan yang begitu ketat.Terlihat Alira, tampak begitu cantik dan anggun, dengan kebaya putih tulang, di lengkapi dengan riasan dan juga sanggul khas daerahnya. Duduk bersebelahan dengan Satria yang terlihat tampan, gagah dan rupawan, menggunakan setelan jas putih pengantin menunggu kalimat ijab dari Ayah Pras yang ada di depannya."Saya nikahkan engkau, dan saya kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Alira Maulidina binti Prasetya, dengan mas kawin satu set perhiasan emas seberat 20 gram, beserta seperangkat alat sholat dibayar tunai". Ucap Ayah Pras, dengan degup jan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 11. Tikaman di Hati Ada.

    Langit mulai menggelap, tanpa sinar rembulan maupun sang bintang, karena awan mendung yang bergelayut menutupi keindahan malam di atas hotel bintang lima tempat resepsi pernikahan Satria dan juga Alira di langsungkan.Di meriahkan alunan musik dan juga lagu yang terdengar merdu, dari suara penyanyi penghibur yang sedang berdiri dan bergoyang santai di atas panggung di samping pelaminan.Terlihat Alira, begitu cantik dan anggunnya, mengenakan gaun pengantin modern berwarna putih, di penuhi dengan hiasan payet bernuansa silver berdiri tegak di atas pelaminan.Berdampingan dengan Satria, di temani oleh kedua orang tua dan juga Papa mertuanya yang duduk bersanding di samping kanan dan kiri kursinya."Terimakasih Om," jawab Satria, terlihat begitu tampan dengan setelan jas putihnya, senada dengan gaun elegan yang dipakai istrinya mengulaskan senyum tipis di bibirnya.Beradu pandang dengan salah satu klien perusahaannya, sahabat dari papanya sendiri memb

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 12. Hancur Sudah

    "Alira? istri Pak Satria pacar kamu?" tanya Anton.Memecahkan tawa Adam, sebuah tawa pilu penuh luka, menertawakan kisah cintanya sendiri bersama dengan wanita yang sangat di cintainya, wanita yang selalu di jaganya namun mengkhianatinya.Menikah dengan lelaki lain di belakangnya, menciptakan luka yang begitu dalam mengoyak perasannya, karena tikaman Alira, begitu kuat menusuk tepat di hatinya.Membuatnya terlihat pilu, begitu memprihatinkan di depan beberapa tamu undangan di depan ballroom.Memperhatikannya dengan kasak kusuk yang terdengar membicarakannya."Kita pulang saja Dam," tawar Anton, masih menahan tubuh temannya.Beradu pandang dengan Adam, menggeleng cepat tak menyetujui kalimatnya."Aku harus memperkenalkan kamu sama Alira An! kamu harus berkenalan sama dia," jawab Adam, berusaha menegakkan kakinya yang gemetar.Menahan rasa s

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 13. Berusaha Menjelaskan

    Langit menggelap tanpa bintang dan rembulan, karena guyuran hujan, begitu derasnya membasahi halaman hotel yang telihat ramai oleh motor dan juga mobil di area parkiran.Terlihat Alira, si pengantin perempuan yang harusnya berbahagia, namun terluka oleh pernikahan paksa yang membuatnya merana.Hanya menangis, mengangkat gaun panjang yang di pakainya, berlari semampunya."Aku bisa jelasin semuanya Dam, ini nggak seperti yang kamu pikirkan," gumamnya pelan, masih berlari mengacuhkan semua orang yang melihatnya.Karena hatinya, begitu sakit oleh bayangan kemarahan Adam yang terus saja berputar di kepalanya.Membuatnya pilu dengan tangisannya yang terisak, terus berlari, hendak menerobos derasnya hujan namun tertahan.Oleh gerakan tangan Satria, mencekal lengan tangannya menghentikan langkahnya."Apa kamu buta? lihat hujannya deras begini!" sentak Satria

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-20
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 14. Pulang Ke Rumah Alira

    "Nggak usah nangis!" ucap Satria, sudah duduk di kursi belakang mobilnya menuju ke apartemennya, bersebelahan dengan Alira yang menangis membelakanginya.Tak membuat Alira bersuara, hanya terdiam meratapi kisah cintanya yang begitu ironis, mencintai dan di cintai, tapi tak bisa bersanding di atas pelaminan karena perjodohan, pernikahan atas nama hutang budi yang dilakukan orang tuanya sendiri.Flashback di apartement Adam."Lebih baik kamu pulang sekarang Ra, biarkan aku sendiri, aku masih belum bisa menerima dan percaya sama semua ini," ucap Adam, meletakkan kembali ponsel Satria di atas ranjang, sesaat setelah membaca isi yang ada di dalam foto kontrak pernikahan."Kamu harus percaya Dam, pernikahan ini hanya kontrak, setahun lagi kami akan bercerai!" ucap Alira, menyeka air matanya kasar, mencoba meyakinkan hati Adam yang terdiam menatapnya sendu."Kita tetap

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 15. Lelaki Dingin Tak Punya Hati

    Semilirnya angin malam, begitu dingin menerobos masuk ke dalam jendela kamar Alira yang belum tertutup sempurna.Terlihat Alira, masuk ke dalam kamarnya, sambil membawa dua porsi nasi diatas nampan yang di bawanya.Mengayunkan langkahnya, mendekati nakas sebelum meletakkan nampan di atasnya.Masih dengan wajah murungnya, harus melayani Satria, karena statusnya sebagai seorang istri di dalam permainan pernikahan yang sedang di jalaninya.Sebelum mengayunkan kembali langkahnya, membuka jendela kamarnya, untuk berdiri, terdiam dan menyendekapkan kedua tangannya di atas dada.Menikmati gelapnya malam, terlihat begitu kelabu tanpa bintang, karena mendung yang bergelayut sama seperti suasana hatinya yang begitu sendu.Kembali mengingat kemarahan Adam, air mata Adam di dalam sorot mata kecewa kekasihnya.Menciptakan rasa sesak yang menyeruak, me

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 16. Mulai Tinggal Bersama

    Sang surya beranjak naik, tepat dia atas kepala dengan sinarnya yang begitu terik tak lagi hangat dan bersahabat.Terlihat Alira, baru keluar dari dalam lift, mengayunkan langkahnya di belakang Satria, sambil menarik koper hitam berisi barang barangnya, melewati lorong gedung Apartement, menuju unit apartement suaminya di lantai sepuluh.Tak bersuara, hanya membisu menekuk wajah cantiknya, karena beban di hatinya tak ingin meninggalkan rumah orang tuanya untuk tinggal bersama dengan lelaki dingin yang baru saja menikahinya.Segera menghentikan langkahnya, menatap diam Satria yang bersuara, memerintahkannya berjalan cepat."Kenapa berhenti? ayo cepat!" ucap Satria, ikut menghentikan langkahnya, membiarkan istrinya membawa koper tak berniat untuk membantunya.Menciptakan helaan nafas kasar di bibir Alira, segera membuang pandangannya ke sembarang arah tak menyukai sikap Satria.Kembali mengayunkan langkahnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22

Bab terbaru

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 98. Mencintai Seutuhnya, Bersama Selamanyay

    Kebahagiaan yang sudah menyelimuti, merasa saling membutuhkan dan terlebih lagi mencintai. Setelah kehilangan yang begitu sangat menyakiti hati, dan di tambah lagi dengan kesalahpahaman yang menyesakkan, menyayat perih luka hati yang sudah saling mencintai.Setelah dua Minggu berlalu, Alira yang kini telah menyadari untuk siapa sebenarnya hatinya di labuhkan, setelah dilema panjang yang menderanya, dan masih belum bisa melupakan Adam secara sempurna.Tapi kali ini, dirinya sudah memantapkan nya, memilih untuk mencintai sepenuh hati. Satria, sang suami, pendamping hidupnya pemilik hatinya.Tanpa bayang bayang Adam yang membayangi, tanpa bayangan dari kisah cinta lamanya yang telah ia lepaskan seutuhnya."Mas," panggil Alira suatu sore, tepat di hari minggu di ruang tengah di dalam apartemennya.Mengalihkan pandangan Satria, yang sedang menikmati buah apel hasil irisan tangannya, m

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 97. Penghinaan Untuk Azkia

    Kemarahan yang menguasai, membuat Satria tak lagi bisa mengontrol diri. Sudah berada di dalam perjalanan, sedang mencoba menelepon mantan kekasihnya."Dimana?" sengit Satria, dengan sorot mata tajamnya. Duduk di kursi depan di mobilnya yang di kemudikan Adi."Di kafe, kenapa? mau kesini?" jawab Azkia, dengan suaranya yang terdengar biasa, sama sekali tak mengetahui gemuruh di dalam dada Satria."Share lokasi, aku kesana sekarang,""Jadi ngajak ketemu terus ya sekarang? goda Azkia terdengar senang. "Apa mungkin kamu sudah mulai..."Mengembangkan amarah di hati Satria, segera mematikan panggilan teleponnya spontan. Karena dirinya yang merasa tak sabar, untuk memberikan mantan kekasihnya itu pelajaran."Ke kafe Memory," suara Satria, sesaat setelah menerima pesan dari Azkia.Dan tak membuat sahabatnya itu bersuara, hanya menginjak gas mobil

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 96. Pembalasan Satria

    Keheningan menyelimuti, di antara Alira dan juga Satria yang saling diam, membisu tak ada yang bersuara di dalam ruang rawat Alira.Sudah duduk berdampingan di atas sofa, dengan pandangan keduanya yang menatap lurus ke depan."Azkia yang memasang penyadap di apartemen kita," suara Satria Akhirnya, setelah membisu beberapa saat tak mengalihkan pandangan Alira."Aku kesana untuk menyelesaikan semuanya, untuk menanyakan alasan kenapa dan apa maksudnya dia melakukan hal gila seperti itu.""Aku sudah berniat untuk menemuinya di apartemennya, tapi dia memintaku untuk menemuinya di Super Land.""Dan aku juga sudah menolak untuk bermain bersama dengan dia, tapi dia menarikku, memaksaku untuk bermain bersama." Berusaha untuk menjelaskan semuanya, dengan harapan di hatinya, semoga istrinya itu mengerti."Aku minta maaf," lanjut Satria lagi, hendak menyentuh punggung tangan istrinya namun tak bisa. Karena Alira yang

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 95. Berbaikan

    Keheningan menyelimuti, di antara Alira dan juga Satria yang saling diam, membisu tak ada yang bersuara di dalam ruang rawat Alira.Sudah duduk berdampingan di atas sofa, dengan pandangan keduanya yang menatap lurus ke depan."Azkia yang memasang penyadap di apartemen kita," suara Satria Akhirnya, setelah membisu beberapa saat tak mengalihkan pandangan Alira."Aku kesana untuk menyelesaikan semuanya, untuk menanyakan alasan kenapa dan apa maksudnya dia melakukan hal gila seperti itu.""Aku sudah berniat untuk menemuinya di apartemennya, tapi dia memintaku untuk menemuinya di Super Land.""Dan aku juga sudah menolak untuk bermain bersama dengan dia, tapi dia menarikku, memaksaku untuk bermain bersama." Berusaha untuk menjelaskan semuanya, dengan harapan di hatinya, semoga istrinya itu mengerti."Aku minta maaf," lanjut Satria lagi, hendak menyentuh punggung tangan istrinya namun tak bisa. Karena Alira yang

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 94. Rasa Rindu di Sela Rasa Marah

    "Gila kamu Sat," lirih Adi, sesaat setelah mendengarkan cerita dari Satria, mengenai situasi yang sebenarnya sama sekali tak menyangka. "Bodoh sekali kamu,""Aku tahu," sahut Satria, semakin sendu membuang pandangan. "Dan aku menyesalinya.""Apa kamu tahu apa yang sudah aku katakan kemarin ke Alira saat kamu pergi menemui Azkia dalam keadaan marah?"Mengalihkan pandangan Satria menatapnya diam."Jangan panik Ra, Satria lebih tahu apa yang harus di lakukannya, dia hanya sedang menjaga dan melindungi kamu," menirukan ucapannya sendiri mencebikkan bibirnya."Dan aku benar benar malu dengan kalimatku itu Sat, kamu nggak sebaik yang aku kira, kamu nggak tahu apa yang harus kamu lakukan, bukannya menjaga istri kamu, kamu malah... ck," berdecak kesal."Lebih baik kamu masuk ke dalam sekarang Di! lihat kondisinya Alira, daripada terus menyalahkan ku dan semakin membu

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 93. Cari Tahu dan Bawa Kesini

    Suasana dingin yang menguasai, menambahkan aura ketegangan yang terjadi antara Papa Bagaskara dan juga Satria, saling membisu, sudah duduk di atas sofa yang ada di dalam ruang tamu saling membuang pandangan.Setelah melakukan pembicaraan sengit, saling berdebat. Papa Bagaskara yang terus saja menyalahkan putranya, dan Satria yang tetap kekeh dengan pembelaan atas dirinya.Sudah menjelaskan semuanya, mengenai penyadap yang di temukannya di Apartemen, hingga berakhir di sebuah pertemuannya dengan Azkia dan berujung ke kesalahpahaman.Tak terkecuali rasa curiga yang ada di dalam pikirannya, sudah memerintahkan Adi untuk mencari tahu kenapa istrinya itu bisa tertabrak.Membuat keduanya seperti ini, saling diam dan membisu, tak ada lagi yang bersuara demi untuk bisa mengendalikan rasa di hati yang berkecamuk tak karuan, menghela nafas kompak."Bodoh sekali kamu Sat! bodoh! benar benar Bodoh!" umpat Papa Bagaskara, t

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 92. Tamparan Papa Bagaskara

    Suasana dingin yang menguasai, menambahkan aura ketegangan yang terjadi antara Papa Bagaskara dan juga Satria, saling membisu, sudah duduk di atas sofa yang ada di dalam ruang tamu saling membuang pandangan.Setelah melakukan pembicaraan sengit, saling berdebat. Papa Bagaskara yang terus saja menyalahkan putranya, dan Satria yang tetap kekeh dengan pembelaan atas dirinya.Sudah menjelaskan semuanya, mengenai penyadap yang di temukannya di Apartemen, hingga berakhir di sebuah pertemuannya dengan Azkia dan berujung ke kesalahpahaman.Tak terkecuali rasa curiga yang ada di dalam pikirannya, sudah memerintahkan Adi untuk mencari tahu kenapa istrinya itu bisa tertabrak.Membuat keduanya seperti ini, saling diam dan membisu, tak ada lagi yang bersuara demi untuk bisa mengendalikan rasa di hati yang berkecamuk tak karuan, menghela nafas kompak."Bodoh sekali kamu Sat! bodoh! benar benar Bodoh!" umpat Papa Bagaskara, t

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 91. Tamparan Papa Bagaskara

    "Apa maksud kamu Ra?" tanya Bu Rani.Membisukan Alira, menyadari kalimatnya yang tak terkontrol membuang pandangan."Alira, bisa jelaskan ke Ibu maksudnya apa? surat perjanjian? surat perjanjian Apa?" semakin tak sabar menuntut jawaban."Pernikahan," menelan salivanya pelan menundukkan kepalanya.Tak mengetahui sorot mata terkejut di netra Ibunya, semakin tersentak dengan jawabannya tak percaya."Sewaktu makan malam dulu, saat pertama kalinya aku ke rumah Papa untuk menghadiri undangan makan malam dari Papa. Ibu mengingatnya?"Menganggukkan lemah kepala Bu Rani. "Kenapa dengan makam malamnya?""Mas Satria memberikanku surat perjanjian pernikahan."Semakin mempercepat degup jantung Bu Rani membekap mulutnya sendiri. "Ya Allah" gumamnya lirih.Sama sekali tak menyangka dengan apa yang baru di dengar

  • Dipaksa Putus Karena Perjodohan    Bab 90. Membenci Satria?

    Flashback sebelum pertemuan Satria dan Azkia."Selamat siang, Antariksa Group di sini, ada yang bisa saya bantu?" suara wanita, terdengar begitu sopan dari dalam layar ponsel Azkia yang menyala."Selamat siang, bisa bicara dengan Alira?""Bu Alira di bagian apa Bu?""Keuangan," bagian Alira yang diketahuinya dari alat penyadap yang di pasangnya."Maaf dengan Ibu siapa saya berbicara?" Membisukan Azkia, mengingat nama salah satu teman Alira yang sudah meyerang nya menyembunyikan identitasnya. "Rani,"Dan terdiam, menunggu teleponnya yang sedang di sambungkan, mendengar alunan musik sebagai nada tunggunya."Halo Ran, kok tumben telepon kantor?" terdengar suara Alira, menciptakan seulas senyum seringai di bibir Azkia."Hai, apa kabar?"

DMCA.com Protection Status