Aku tiba di Seoul saat dini hari. Aku langsung menyewa taksi dan memberitahu alamat apartemenku. Aku sengaja menyewa apartemen tak jauh dari kantor agensi besar dan populer di negara ini, agar mobilitasku dan aktivitas sehari-hari lebih mudah. Aku biasanya hanya berjalan kaki menuju kantor. Jam kerjaku tidak seperti jam kerja karyawan lainnya, aku bebas masuk kapan saja... tapi terkadang, aku tidak bisa pulang untuk menyelesaikan satu buah project seperti saat ini, aku sedang memulai sebuah project mengorbitkan seorang Idol Solo perempuan bernama Lea. Ia dulu pernah debut bersama girlbandnya dari agensi yang sama.
Tahun ini, ia akan didebutkan menjadi penyanyi solo. Aku yang bertanggung jawab penuh atas semua lagu, musik, lirik bahkan pembuatan video klipnya. Sang big boss mempercayakan project Lea kepadaku dan memang sejak awal dicetuskannya ide ini, aku sudah memikirkan banyak konsep dan rencana-rencana ke depan untuk karir solo perempuan asal Seoul itu.
Aku berencana beristirahat saja untuk hari ini, aku akan mulai masuk besok pagi... sepertinya kehadiranku sudah sangat diinginkan oleh si bigbos, karena menurutnya atensi rakyat dan netizen sangat besar terhadap penampilan solo Lea. Ia salah satu pentolan member yang paling terkenal dalam girlband sebelumnya. Jadi wajar saja kalau sudah banyak yang menanti kedatangan Lea sebagai penyanyi solo. Aku mematikan ponselku dan memilih untuk beristirahat untuk seharian ini, besok aku harus berkonsentrasi penuh dengan project Lea.
Aku beristirahat sesuai dengan jadwalku. Iseng aku membuka Instagram dan memfollow akun Faiza Suseno, sang perempuan yang diinginkan ibu untuk dijadikan menantunya. Aku melihat akunnya yang memang di private, hanya yang menjadi temannya yang bisa melihat. Aku melihat sosial media lain... Ternyata ia tak ada. Hanya berselang dua menit, ia langsung memfollow aku kembali, aku bisa melihat akunnya. Perempuan berusia dua puluh lima tahun... dengan rambut hitam kecoklatan sebahu, memakai kacamata estetik dan bermulut pink ranum, mungkin hasil lipgloss plus sebuah perawatan filler. Lama tinggal di Seoul, aku mulai bisa menganalisa wajah seseorang, dan tidak langsung terpesona dengan keindahan wajah dan tubuh para kaum hawa .. karena jaman sekarang kecantikan bisa didapat asal punya uang dan kemauan.
Aku melihat sebuah video dirinya yang seperti sedang berada di festival yang diadakan kampusnya. Gadis itu mengikat rambutnya asal dan sedang mengunyah sebuah permen karet, ia menatap kesal ke arah kamera dengan wajah bersedih yang di lebih-lebihkan.
'Mini konserku dibatalkan.... kenapa mereka sekejam itu? Padahal aku sangat berbakat! Bahkan Giant di film Doraemon pun akan kalah dariku!' Ucapnya dan direspon tawa kencang dari beberapa orang di sampingnya. Akupun yang mendengar ikut tersenyum mendengar monolog konyolnya. Mungkin... akun sosial media gadis ini bisa dijadikan sarana penghiburku disaat suntuk.
Aku mencari sebuah video lain yang berbackground dirinya sendiri... Ia sangat lucu saat bermonolog di depan kamera. Beberapa video di akunnya berisi keindahan sebuah danau yang selalu ia tulis caption, 'relaxing.... Vitamin Sea'. Sepertinya ia senang dengan air dan pantai.
Ada sebuah video berlatar gadis itu memakai seragam sepertinya saat ia di SMA di Indonesia. 'Gaes.... ini moment terakhirku di Jakarta. Besok aku langsung flight ke Aussy. Terima kasih Jakarta .. kau memberikan sebuah memori yang manis tapi kebanyakan pahitnya.... makanya jangan nyebelin! Akhirnya aku hijrahkan! Udahlah... semoga Aussy bisa bikin cewek kece badai aduhai ini HEPI! Bye Jakarta. To all my friends ... jangan ngamuk yaa kalau ada reunian, aku gak dateng. Mahal BOK? Tiket Aussy Jakarta cuma buat reunian... walau dikata si Bokap horang kaya... Tetep aja gaes. Uang is uang. Dah lah .. mau mandi ... Seharian gak mandi gara-gara ngantri ngambil ijazah.. disuruh pake seragam pula! Hadeh. Bye!' Aku tersenyum saat video itu berakhir. Di video itu masih terlihat sisi anak-anak gadis itu. Baru lulus SMA, jauh berbeda dengan videonya di Sydney .. ia seperti seorang fashionista, trendy dan manis. Bukan berarti aku menyukainya .. hanya kugunakan sebagai hiburan... lagipula aku tak ada kerjaan...kan?
Aku meminum kopi hangatku, Seoul cukup dingin belakangan ini. Entah karena memang sudah memasuki autumn.. atau memang anginnya yang sedang mengamuk. Aku melihat ada notifikasi pesan. Aku membuka dari ibu. Aku tersenyum.
"Sudah sampai?"
Aku mengetik sambil tersenyum. "Sudah dini hari. Aku belum masuk kerja... besok kurasa. Aku sedang santai minum kopi hangat." Aku mengirim-send.
Tak lama ada balasan dari ibu. "Ibu kesepian, kalau saja punya menantu."
Aku tertawa kencang. Ibuku kalau sudah memiliki keinginan pasti tak kenal lelah untuk berusaha sampai berhasil.
"Suruh Salim menikah." Balasku cepat.
"Salim susah... tak mau dengar Ibu. Seorang Benjamin Yusuf adalah harapan ibu mempunyai menantu dalam waktu dekat. Syukur teramat sangat... kalau bisa cepat punya cucu yang lucu dan comel... macam ibunya." Balas ibu. Aku tersenyum sendiri. Ibu sangat cerdas... seorang perencana ulung... ia bisa memulai percakapan normal... namun berujung sebuah niat terselubung... seperti saat ini.
"Memang siapa ibunya?" Tanyaku pura-pura bodoh. Aku menunggu jawaban dari ibu.
"Kamu menggoda ibu yaa? Kau kan sudah tahu."
Aku tak sanggup lagi, aku memencet tombol telepon. Aku suka bergurau dengan ibu. Satu-satunya orang di muka bumi ini .. aku bisa menjadi diriku yang tak berpura-pura. Aku bisa menjadi anak kecil yang rewel dan menyebalkan di depannya.
"Ibu..." Sapaku. Aku melakukan sebuah video call. Aku bisa melihat wajah tua ibuku. Seorang perempuan hebat yang membesarkan aku dan adikku sendiri setelah kepergian Ayah. Seorang perempuan yang setia bahkan. Saat suaminya sudah berpulang lebih dulu... bahkan sampai sekarang ia tetap setia menjanda.
"Kau sudah lihat video yang ibu kirim?" Tanya sang ibu dengan wajah tersenyum kecil.
Ben memainkan perannya. "Sudah." Jawabnya polos.
"Lalu bagaimana menurutmu?"
"Baik-baik saja." Jawabku.
"Hmm... Ben, maksud ibu, Bagaimana? Apa kau suka? Kan ada foto... ada beberapa video! Kalau kau mau lihat langsung, kau bisa lihat langsung di instagram-nya. Ibu sudah berteman dengannya sejak beberapa tahun yang lalu. Kalau kau mau dan memang kau cocok setelah melihat fotonya, kita bisa lihat dia langsung agar kau lebih yakin. Ibu mau menemanimu ke Sydney."
Aku tertawa lebar. "Ibu... kenapa... Ibu ini selalu terlihat sangat jelas kalau memiliki sebuah niatan?" Tanyaku. Sejak awal... semua kalimat dan pertanyaan ibu sudah menjurus ke arah sana.
Ibu meringis kecil. "Kau kan tahu... ibu sudah tua Ben! Ibu ingin melihat kau bahagia nak, sudah cukup kesulitan dalam hidupmu... kau berhak mendapatkan kebahagiaan. Pernikahan itu indah dan nikmat, kalau diniatkan untuk ibadah. Ibu yakin kau bisa jadi imam yang baik untuk Faiza, begitu juga sebaliknya... ditambah ia adalah anak mendiang sahabat ibu. Dan sejak kecil anak itu sudah sering ibu jaga. Ibu sudah menganggapnya seperti anak ibu sendiri, kalau saja Salim mau menuruti perintah ibu... ibu sudah menjodohkannya dengan dia." Ucap Ibu sepertinya keceplosan.
"Nah... itu! Bagaimana dengan Salim dulu!" Ucapku memberi saran. "Lagi pula perbedaan usianya tidak akan terlalu jauh kan? Berbeda denganku yang sudah terlampau tua." Aku sudah tahu, ibuku sudah dengan keputusannya untuk menjodohkanku dengan perempuan itu, hanya.... aku sengaja menggodanya.
"Apa? Salim dijodohkan? Bisa gempar negara ini!" Jawab ibu dengan sarkas. "Anak itu sejak kecil tidak bisa diatur oleh ibu. Hanya ayahmu yang bisa mengaturnya."
"Kalau aku?"
"Kau adalah anak ibu yang manis, penurut dan suka membahagiakan orang tuanya sejak kecil. Mau selalu berusaha untuk membuat Ibu tersenyum." Aku tertawa, ibuku sudah mulai dengan niatnya lagi.
"Ya ya. Ibu, aku sudah mengerti. Berikan aku waktu ya.... untuk berpikir."
"Ya nak. baiklah. Tapi... jangan lama-lama ya!" Pinta ibuku lalu memutuskan sambungan telepon.
Oh.. ternyata ibuku benar-benar menyukai gadis itu. Seorang perempuan yang kata ayahnya, selalu membuat tawa di dalam keluarga. Seorang anak gadis... anak dari mendiang sahabat ibuku dengan masa lalu yang pedih, namun ia tumbuh menjadi gadis yang periang. Apakah hal itu mungkin terjadi?
Aku berjalan menuju kantor agensi ternama di Seoul. Hari ini, rencananya aku akan rapat dengan pemilik utama agency ini dan membahas mengenai kelanjutan Project Lea. Jarak antara apartemenku dan tempat ini cukup dekat, aku memilih berjalan kaki, dan memang selama aku di Seoul aku belum membeli mobil, selain pajaknya yang cukup mahal, aku juga lebih suka berjalan.Aku disapa beberapa karyawan internal dari agency ini, aku juga termasuk dalam tim manajemen... selain menjadi produser. Pengalamanku bekerja di beberapa perusahaan dan mengelola bisnis ayahku, membuat sang owner memintaku untuk membantunya mengelola di bagian promosi... khususnya urusan konser artis asuhannya.Aku berjalan menuju lantai 3 gedung eksentrik ini. Di beberapa lantai di khususkan untuk studio dan tempat berlatih, baik vocal dan dance. Aku menghuni lantai empat, di sana aku memiliki satu ruangan tempatku membuat musik dan lagu untuk artis asuhan agensi ini.
Aku pulang ke apartemen, ada beberapa karyawan dan manajer Lea memintaku untuk hang-out bersama di kafetaria. Kafetaria agensi yang katanya mahsyur karena kelezatannya... nyatanya aku tak pernah makan di sana.. aku memilih memasak makananku sendiri. Aku ingin cepat pulang ke apartemen.. karena ingin langsung menelepon ibu. Aku benar-benar penasaran dengan pendapatnya tentang video yang dikirim.Aku sampai di apartemenku, sebuah unit bergaya modern dengan furniture canggih. Aku membuka sepatu dan melepas tas laptopku. Aku langsung mengambil air mineral di dalam kulkas dan meminumnya di meja makan. Aku mendial dan meminta panggilan video call dengan ibu."Ibu!" Panggilku saat terhubung. Aku tertawa ...."Pesan darimu.. hampir membuatku tertawa di sepanjang rapat penting di sini.""Hha.. ha. Benarkah? Kubilang apa! Fay memang menyebarkan virus bahagia."Aku tertawa. Memang harus kuakui.. ia sangat lucu. Ibuku tadi mengi
Aku kembali datang ke kantor ke esokan harinya. Aku langsung menuju ke ruanganku, di sana sudah ada Lea dan manajernya Su Min."Sudah menunggu lama?" Sapaku saat aku masuk ke dalam ruangan yang berisi perlengkapanku bekerja dan membuat musik. Bisa dibilang ini adalah mini studio tempatku bekarya dan menghasilkan musik plus lirik lagu. Aku bisa memainkan beberapa alat musik seperti gitar, piano dan keyboard bahkan drum... tapi dengan kemajuan tekhnologi aku bisa cepat menguasai semua alat musik."Ah... tidak. Kami baru sebentar di sini." Sapa Su Min. Ia pria yang hampir seusia denganku, aku beberapa kali terlibat perbincangan ringan dengannya.Lea berdiri, ia seperti biasa membungkuk 45 derajat dan menyapaku selamat pagi. Aku mengangguk dan menjawab sapaannya. Aku duduk di kursiku dan mengeluarkan bungkusan berisi roti lapis selai yang kubungkus dari apartemen. Aku membawa beka
Hari ini adalah moment-moment terakhirku di Aussy, saat ini aku sedang berdiri di lounge bandara internasional Sydney. Sambil menyesap iced caramel macchiato yang kupesan dari cafe bandara ini, aku menikmati saat-saat terakhirku disini, well... gak sepenuhnya saat terakhir sih, aku bisa minta tiket sama Papi untuk liburan lagi ke sini kapanpun aku mau, tapi yah.. tetap aja.. my last day in Aussy, sebelum kepulanganku ke Jakarta, mengingat si bokap yang ga ngertiin aku banget, hiks.Baruu.. aja aku wisuda, dan baruu.. aja aku merdeka dari kata 'BELAJAR'.. eh.. disuruh pulang ke Jakarta."You've had enough fun already!!" Katanya.. ishhh.... kupandangi sekelilingku.. hummh.. pemandangan yang selalu membuat segar mata semua kaum hawa, lelaki pirang dengan tubuh tinggi berisi, seliweran kesana-kesini. Mau yang pakai setelan kerja.. ada, mau yang rocker-style.. ada, mau yang church-boy style pun ada, tinggal pilih dan yang pasti hampir semua orang yang kutegur disini a
"Astaghfirullah... kamu tu!! masuk rumah, bukannya Assalamualaikum.. malah teriak-teriak begitu!!" Omel papi sambil berjalan menghampiriku, kulihat beliau sudah dengan setelan kerjanya.Kubuka tanganku dan tersenyum semanis mungkin, menunggu pelukan selamat datang dari ayah yang merangkap ibuku sejak lima belas tahun yang lalu. Yang ditunggu pelukannya malah melotot seram kearahku, "Ih.. kok gitu si papi.." dumelku dalam hati."Kamu..!" Ucapnya sambil menunjuk ke arahku dengan jari telunjuknya. "Keluar lagi lewat pintu itu sekarang juga, dan masuk lagi ke dalam dengan memberi salam yang baik dan benar," lanjut papi sambil melipat tangannya di dada.Kok... Jadi garang begini papiku.. takut dengan pemandangan menyeramkan si papi, aku langsung keluar rumah dan menutup pintu dengan tergesa-gesa. "Itu.. Papikan..?" Ucapku pelan sambil meyakinkan diri, kalau aku tak salah masuk rumah orang.Aku mengetuk sekali pintu rumah, lalu membukanya sambil men
Aku masuk ke kamarku dan menyalakan laptopku sambil berbaring di kasur super empukku, aku akan menghubungi Evan, si superman yang merangkap pengikut setiaku lewat aplikasi skype. Kuhubungi dia dan dalam dua kali panggilan, muncullah wajah Clark Kent kw.3 di monitor laptopku."Evan... you must help me..!" Aku berteriak pelan ke headset yang kupasang agar pembicaraanku tidak didengar siapapun."Help?" Tanyanya gak connect, bingung dengan ekspresi lebayku barusan."Yup... Bokap gw mau ngawinin gw sama om-om dari Brunei..!!" Jawabku dengan dramatis ke sohib kelahiran Melbourneku ini."Soo...??" Jawabnya lagi.. ihh ni anak, otaknya rakitan mana sih.. lemot banget gak loading-loading. Aku diam sambil memelototi layar laptop, menunggu si superman abal ini nyambung dan menangkap maksudku."Oh... my... Gosh... really??" Teriaknya lebay, "tell me... tell me..," dan akhirnya aku menceritakan kejadian aku di sofa ruang tamuku itu.Evan
Aku berdiri di depan pintu kayu rumah megah ini, memandang ke bawah melihat penampilanku. Coat pink selutut dengan renda keluaran ModCloth dipadu dengan dark wash jeans dan sepatu balet pink keluaran JimmyChoo, secara keseluruhan penampilanku sangat layak dan sopan.Kuketuk pintu di hadapanku sekali,... tak ada jawaban, kuketuk lagi pintu itu, ... tak ada jawaban lagi."Humm... pertanda buruk dari langit!!" Ucapku pelan dengan kesal.Kuketuk lagi pintu di depanku dengan kesal, dan masih tak ada jawaban, kulihat tanganku yang sudah memerah akibat mengetuk, no.. no.. menggedor lebih tepatnya pintu nyebelin di depanku ini.Supir yang tadi mengantarku akhirnya datang menghampiriku dengan senyum ramah, pria yang rambutnya semua berwarna abu-abu mungkin 50an menurutku, dia memencet bel rumah yang... ternyata oh ternyata ada di sebelah kananku, tepatnya di dinding dan berada 10 centi dari kepalaku."Memang orang Brunei jangkung-
Aku sudah ditelepon oleh ibu jauh-jauh hari. Ibu bilang bahwa sang calon akan datang sore ini. Memang sudah dari jauh-jauh hari Pak Reza memberitahuku jadwal kepulangan anak satu-satunya itu. Aku sudah memesan tiket penerbangan pulang, dan semua persiapan debut projek Lea juga sudah mau rampung, hanya menunggu beberapa MOU dari beberapa perusahaan untuk mendukung promosi debut Lea, dan thanks God bukan urusan aku, semua kerjaanku di sini selesai… aku sudah ijin dengan bos Yang, aku harus pulang karena diminta oleh ibu. Aku jujur kepadanya.. bahwa aku akan menikah, awalnya ia kaget dan tak setuju karena beralasan aku tak bisa fokus seperti semula, namun aku berkilah.. kalau aku tak menikah sekarang, ibuku akan terus khawatir. Akhirnya ia setuju dan memintaku merahasiakan ini semua dari rekan kerja yang lain.. karena bisa membuat iri.Pak Reza sudah mengirimkan foto tiket penerbangan anaknya.. hanya berbeda satu jam pendaratannya denganku. Aku akan meminta sa
"Ben! Kamu itu..." Aku memukul bahu Ben, saat ia baru saja datang ke kamar. Wajahnya kaget dengan seranganku yang tanpa pemanasan. "Eh...what? Apa? Kenapa?" Tanyanya bingung. "Nih!" Ucapku menyodorkan ponselnya. "Kau dapat video dari mantan pacarmu!" Ucapku setengah berteriak. Ia duduk di atas kasur dan membuka isi video itu. Ia mendengarkan denganw ajah datar, aku memperhatikan reaksi wajahnya yang sama sekali tak berubah dari awal sampai akhir. "So?" Tanyanya kepadaku, seperti menantang. "Itu mantanmu minta balikan... Secara gak langsung nyuruh kamu pisah sama aku kan? Dia mau nunggu sampai kamu single lagi..." Ucapku setengah berteriak. Saat marah seperti ini, aku menjadi bar-bar. "Kan dia yang bilang...bukan aku." Ucapnya lagi. He? Apa dia bilang, aku seperti sudah dibutakan oleh amarah. Serasa ada asap yang menguap di k
Su Min : Aku tahu, kau dan Fay adalah sepasang kekasih.Aku hampir saja memekik saat ikut membacanya. Ben menoleh dan memberi kode dengan matanya, agar aku diam tak bersuara.Ia dengan tenang membalas isi pesan itu.Ben: Maaf kau salah menyimpulkan.Ucapnya lalu dengan tenang mematikan ponselnya. Aku dengan otomatis memgang tangan Ben. Kalau sampai orang tahu, karirnya bisa selesai, dan aku akan sangat menyesal kalau itu semua karena aku."Ben...gimana kalau ketahuan?" Bisikku."Tak usah risau... Aku takkan jatuh miskin kalau tak bekerja sebagai produser." Jawabnya tenang, kami sudah memasangkan seat belt karena pesawat akan mau take off. Ia menjawab tanpa menoleh ke arahku. Namun genggamannya meremas telapak tanganku.Aku diam, ada banyak yang ingin kutanyakan nanti. Saat tiba di Busan...semoga kami punya waktu berduaan untuk
Kami berujung...berkendara bersama, kami akan pergi ke Busan dengan pesawat, karena akan memakan waktu sekitar empat sampai lima jam untuk tiba di sana dengan mobil, jalur paling cepat adalah pesawat…hanya akan memakan waktu kurang lebih satu jam di udara.“Kita akan langsung ke hotel, dan aku akan rapat dengan manajernya. Kalian bisa beristirahat dulu.” Ucap Ben, Lea dan Su Min akhirnya ikut mobil Ben ke bandara karena tim lainnya sudah berangkat dengan kereta cepat, yang hanya memakan waktu dua jam lebih perjalanan. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan kereta itu, tapi Ben sepertinya sangat buru-buru.Aku duduk di kursi depan, hasil kelincahanku di parkiran, Lea sebenarnya sudah membuka kursi penumpang depan, dan aku dengan sangat jenius langsung menunduk dan duduk di depan. Ia sempat protes, tapi Ben sudah meneriaki agar cepat karena penerbangan kami sudah sangat mepet.Di bandara aku merengek ingin caramel macchiato, aku belum
Aku duduk seperti biasa di kursi tamu milik Ben, sebuah sofa kecil di pinggir ruangan. Lea duduk di depan Ben, ia dengan pakaian formalnya…sebuah blazer dan celana skinny. Ia mengikat rambutnya agar berkesan pintar. Apakah ia pintar? Aku pun tak paham. Tuan Su Min terlihat santai duduk di sampingku.“Kau terlihat santai..” Sapaku kepada Su Min.“Kau terlihat bersinar..” Ucap Su Min yang membuatku duduk lebih tegak.“What do you mean?”“Kau dan Ben… terlihat berbeda…ada aura yang bersinar. Kalau kalian bukan sepupu… aku pasti akan curiga kalian seorang suami istri.” Ucapnya santai, ia masih memainkan sebuah game di ponselnya.Jeder! Kok bisa Su Min bicara seperti itu?Mencoba untuk tak terpengaruh, aku alihkan topic. “Kau ikut ke Busan?”Su Min mengangguk.“Padat acara di sana?”Ia menggeleng, “kebanyakan sudah diu
Ben sudah lebih dahulu mandi dan bersiap, saat kemarin ia bilang hari itu hanya untuk aku dan ia, ia benar-benar melakukannya. Seharian aku dan Ben hanya berada di kamar… walau sekali kami melakukannya di ruang tamu. Ah… sepertinya aku tak bisa lagi berpikiran lurus kalau melihat sofa hitam tua yang empuk itu. Ben…dengan segala idenya yang meledakkan kepalaku.“Fay… aku ada rapat di Busan mungkin akan seharian, kau mau ikut?” Tawar Ben.“Hmm…?” Aku masih bermalas-malasan ria, aku sudah mandi…jangan slah! Sebelum subuh… aku sudah mandi dan beribadah, tapi tidur lagi. Hehe…“Aku mau ke Busan, rapat untuk road tour.” Ulang Ben yang sudah rapih dengan kemeja plus celana jeansnya.“Oo… ok.”“Kamu mau ikut? Aku sepertinya akan seharian di sana… mungkin tengah malam baru pulang.
Kami tiba di apartemen Ben, hampir tengan hari di hari berikutnya. Ben sudah meemsan makanan yang akan diantar dalam beberala menit. Sebuah mie jjampong dengan logo halal. Yumm."Mau mandi?" Tanya Ben, ia melepaskan Jeansnya. Sekarang ia hanya mengenakan celana boxernya. Aish.."Gak deh. Kamu aja." Jawabku malu. Kenapa jadi canggung seperti ini sih? Tapi salah dia juga...ngapain pake buka-buka baju segala!"Bareng...yok!" Ucapnya lagi sudah berjalan menuju tempatku berdiri."Mmh.. dingin. Malas, mmmh..nanti aja!" Jawabku sekenanya."Ada aku ..yang bisa buat kamu hangat." Ucapnya dengan pandangan mata yang penuh maksud.Tapi aku cringe! Pake banget! Gimana dong!"Mmh..."Ben tak menjawab lagi, ia langsung menggandengku masuk ke dalam kamar mandi."Ben..." Rengekku dengan suara kecil. Aku benci diri
Aku menghabiskan waktu sampai sebelum tengah hari. Untung Ben sudah memberitahu jadwal kepulangan kami, dan aku sudah berkemas, karena sesampainya di rumah Aisha kami hanya mengambil koper dan pamit. Kami akan langsung berangkat ke bandara…menuju terminal airport internasional Surabaya, lalu melanjutkan ke Seoul.“Kenapa sangat cepat, Ben?” Tanya Ibu Aisha memeluk Ben dengan erat, wajahnya amsih penuh dengan sedih, kehilangan suaminya.“Ben, ada yang harus dikerjakan di Seoul.” Jawab Ben dengan sabar. Ibu Fatimah juga akan langsung pulang ke Brunei, kami akan pergi bersama menuju Surabaya, lalu berpisah di penerbangan yang berbeda.“Aku mau main ke sana… nanti aku kabari ya!” Ucap Aisha yang hanya dijawab senyuman kecil dari Ben. Ingin rasanya aku mencubit perutnya saat ini, agar ia menjawab tidak.Ben dan aku, bersama Ibu Fatimah berangkat dengan supir yang akan membawa kami ke bandara. Di sepanjang perjalanan Ibu Fatimah tertidur
Aku dan Ben sekarang sedang berada di sebuah pantai, di pinggiran kabupaten Malang. Aku melihatnya di google dna tertarik dengan pemandangan pantai ini , yang mengingatkanku dengan Bali.Ia menyewa sebuah mobil dan mengemudi ke tempat ini dengan bantuan google map. Ibu Fatimah menolak ikut, karena ia sudah merasa lelah mendengar bahwa jarak tempuh yang lumayan jauh. Kami berkendara lebih dari tiga jam, baru sampai di pantai ini.Aku sempat kesal, saat Aisha memaksa untuk ikut, beruntung ia belum mandi dan siap-siap, sehingga aku beralasan takut kemalaman kalau tak berangkat saat ini juga.Ha..ha..ha. berhasil!Kami hanya berduaan, duduk di atas pasir putih kekcoklatan pantai Balekambang. Aku menikmati angin dan mataku sangat dimanjakan dengan pemadangan di depanku. Ombak yang cukup besar mematahkan air pantai yang terkadang tenang. Ada sebuah aliran kecil di pinggir pantai, dan digunakan untuk para anak kecil bermain air. Aliran it
Jadi semalaman mereka bersama?Aku tidur, dan ia asik-asikan sama si mantan?Haish….Rasanya amarahku mau menyembur keluar seperti gunung meletus. Aku kesal luar biasa. Bukan karena aku cemburu…no! aku merasa ini tak adil!Aku masuk ke dalam kamar dan memasukkan semua bajuku ke dalam koper. Ia suka tak suka, aku mau pergi dari tempat ini hari ini.Setelah selesai, aku masuk ke dalam kamar mandi dan berganti pakaian. Aku melampiaskan amarahku dengan memukuli sebuah curtain untuk mandi sampai ia jatuh dari tempatnya. Masa bodoh!Aku keluar dalam keadaan rambut basah dan sudah berpakaian baru. Dan disaat yang sama… Ben masuk ke dalam kamar, ia memandangiku dengan bingung, alisnya terangkat dan ada sedikit kerutan di dahinya saat melihatku dengan rambut basah kuyup dan mulut menggumam tak jelas.“Kau sudah mandi?” Tanyanya melihatku dari atas ke bawah.“Sudah.” Jawabku ketus, aku ke depan meja ria