Aku pulang ke apartemen, ada beberapa karyawan dan manajer Lea memintaku untuk hang-out bersama di kafetaria. Kafetaria agensi yang katanya mahsyur karena kelezatannya... nyatanya aku tak pernah makan di sana.. aku memilih memasak makananku sendiri. Aku ingin cepat pulang ke apartemen.. karena ingin langsung menelepon ibu. Aku benar-benar penasaran dengan pendapatnya tentang video yang dikirim.
Aku sampai di apartemenku, sebuah unit bergaya modern dengan furniture canggih. Aku membuka sepatu dan melepas tas laptopku. Aku langsung mengambil air mineral di dalam kulkas dan meminumnya di meja makan. Aku mendial dan meminta panggilan video call dengan ibu.
"Ibu!" Panggilku saat terhubung. Aku tertawa ...."Pesan darimu.. hampir membuatku tertawa di sepanjang rapat penting di sini."
"Hha.. ha. Benarkah? Kubilang apa! Fay memang menyebarkan virus bahagia."
Aku tertawa. Memang harus kuakui.. ia sangat lucu. Ibuku tadi mengirim email berisi tautan update video Instagram Fay terbaru, aku melihatnya... ia sedang menyanyi di sebuah acara penggalangan dana... walaupun suaranya kacau balau... gadis itu dengan sangat percaya diri melanjutkan lagu... walau para penonton berjengit dan menutup telinganya. Dalam caption video itu... ia menulis, 'giant versi cewek kece!' Bahkan aku tak mengencangkan suaranya, dari reaksi para penonton... aku bisa tahu... suaranya sangat hancur.
"Ibu saja tak bisa berhenti tertawa. Dia tak bisa menyanyi... tapi kenapa di suruh menyanyi di panggung penggalangan dana itu! Sepertinya temannya mengejek... lucunya ia tetap menyanyi... dan sangat percaya diri!" Ibuku melanjutkan ceritanya sambil tertawa kecil. Aku bisa melihat wajah ibu yang matanya sedikit menyipit... karena tertawa.
Kalau memang Ibu sangat senang dengan gadis itu... dan hanya melihat instagramnya saja.. ibu bisa tertawa selepas ini.... apa tega aku menolak perjodohan ini?
"Ya. Aku belum mengencangkan volumenya... dan aku sudah tertawa! Konyol sekali!"
"Kau sudah makan Ben?" Tanya ibu setelah pulih dari tawanya.
Aku menggeleng. "Aku kemarin sudah berbelanja... mungkin aku nanti makan makanan tinggal goreng saja. Ibu tahu... aku lebih suka masak sendiri."
"Ya. Semoga Fay bisa memasak yaa..."
"Hha. Iya." Jawabku spontan. Apa aku sudah menerima perjodohan ini? Mungkin iya.
Aku membuka ponsel dan mencari video yang ibu maksud di Instagramnya.
"Ah.. ini dia." Aku memencet tombol play dan terlihat wajah gadis itu sedang memegang mic dan rona wajah sangat percaya diri.
"Aku akan bernyanyi untuk kelancaran acara penggalangan dana ini.... demi kalian!" Ucapnya lalu banyak orang bersorak-sorai.
"Kalian jadi yang pertama mendengar suaraku... get ready!" Ucapnya memberi aba-aba agar musik di setel.
Ada sebuah back song terkenal dari Alicia Keys, dengan judul Falling. Ia bernyanyi sangat menghayati.... aku tertawa terbahak-bahak.. mendengar suaranya yang lebih hancur dari istilah hancur. Apakah ia berpura-pura? Kenapa bisa... perempuan secantik dia memiliki suara hancur-lebur seperti ini.
Aku menontonnya sebanyak dua kali... dan tak bisa menahan tawa. Sangat konyol. Benar-benar Giant versi wanita.
Aku melihat ada notifikasi baru, sebuah video dengan background gadis itu. Sepertinya acaranya telah usai. Wajahnya terlihat lelah dengan rambut yang diikat asal-asalan.
"Hai gais..." Ucapnya dalam bahasa Indonesia. Mungkin ia mengkhususkan video ini bagi teman senegaranya.
"Jadi... gw dapet excel dong... jadi bisa selesai and lulus bentar lagi. Gw sengaja nyari dosen pembimbing yang baik hati dan tak sombong.. nyogok pake bakpia khas dari Jawa tengah... doi pernah ke Jogja dan jatuh cinta ama bakpia... hehhe. Jadi ceritanya gw mau lulus... maksud hati.. biar cepet kerja di sini... cari pengalaman... cari pacar bule... Ha.. Ha.. beneran serius gw! Niat banget gw kan! Soalnya bokap bilang.. 'kalau belum wisuda... ga usah banyak gaya, pake pacaran-pacaranan!' Lah, sekarang gw udah mau lulus.. udah ngincer mau nembak bule kece dong. Tau gak?! Gw disuruh pulang Ama bokap? Kok tau sih si bokap... gw lulusnya dapet program kilat! Terus gimana dong... program gw pacaran sama bule?!" Ocehnya di video itu.
Aku membaca beberapa komentar yang dikirim beberapa temannya. Video yang diupload memang baru dua menit yang lalu. Mungkin gadis itu sedang memantengi layar ponselnya dan membaca komentar yang ada.
"Nasip lu Fay! Awas dikawinin lu!" Tulis komentar teratas. Lalu langsung muncul sebuah komentar balasan dari si empunya akun.
"Ogah! Amit-amit...! Gw masih muda! Gw belom pernah pacaran .. gw belom pernah ditembak! Tembak Dede dong Bang!" Aku sukses tertawa dengan balasannya itu.
Aku membaca komentar kedua. "Yay.. ketemuan Fay! Traktir gw pokonya... nanti gw bawain cowo kece buat nembak elu... banyak yang ngincer lu di sini Fay! Lu satu-satunya cewek kece dan cantik tapi otaknya agak miring! Hha!"
Ada sebuah balasan dari Fay. "Awas... gw santet online! Bisa ga sih santet antar negara?" Aku menggeleng, mungkin memang gadis ini sangat konyol.
Aku mengetik sebuah komentar di bawah balasan terakhirnya.
"Jangan pacaran! Itu dosa! Nikah aja!" Send. Aku menunggu sebuah balasan. Semenit selanjutnya ada sebuah balasan dari perempuan yang sebentar lagi lulus itu.
"Lah.. ini! Jangan-jangan ini bokap gw?! Tapi si Bokap ga maen IG. Mas... mas! Om ... situ bukan bapak saya kan?" Jawabnya.
Aku langsung membalas, "tidak. Tapi saya memang om-om." Send.
Kurang dari semenit... ada sebuah balasan. "Duh... om-om! Kirain masih muda... baru aja gw mau minta tembak! Hha... becanda Om! Tapi Om.. bukan mata-mata bapak saya kan?!"
Aku bingung mau jawab apa. Aku hanya diam dan menatap ponselku... berpikir mau memberi balasan apa.
Lalu ada sebuah balasan darinya. "Duh... mata-mata beneran ya? Om... saya ga jadi deh mau pacaran... saya tobat Om.. tobat! Jangan aduin ke bapak saya ya Om!" Aku menggeleng saat membacanya.
Ada sebuah balasan dari temannya yang berkomentar di awal. "Lu kalo gw kenalin sama temen gw, anak Korsel mau kaga? Mukanya 11-12 sama GDragon!"
Ia langsung mengirim sebuah balasan. "Kalau gitu gw ga jadi tobat! Mudah-mudahan si Om itu ga liat... hhe. Kalau liat .. elah Om! Namanya juga anak muda. Hha." Balasnya. Aku mematikan ponsel. Kenapa aku jadi mengikuti obrolan anak remaja ini. Ia benar-benar menebar virus tertawa.
Aku menyiapkan makan malamku di dalam apartemen sampai ada bunyi bel terdengar. Aneh sekali, padahal aku belum memiliki teman di sini. Aku berjalan dan membuka pintu. Wah luar biasa, ada tamu besar.
"Silahkan masuk Tuan Yang!" Sang big boss menyambangi apartemenku.
Aku memintanya masuk ke ruang tamuku yang berukuran mini. Hanya ada sebuah sofa berukuran sedang berwarna abu-abu dan meja tamu kecil. Aku langsung berjalan cepat ke dapur dan mengambil dua buah minuman kaleng. Aku juga membawa sepiring martabak telur dan sausnya, menu makan malamku hari ini. Biarlah kusugukan dulu kepada tamu... aku bisa mengulangnya lagi.
"Wah... aku jadi senang bertamu ke sini! Kau bisa masak?" Tanya Mr. Yang.
Aku hanya meringis kecil. "Sedikit. Tak terlalu ahli. Aku muslim, jadi lebih nyaman kalau memasak sendiri."
"Ah .. ya. Aku paham. Boleh kucoba? Apa namanya?"
"Martabak telur."
"Makanan khas Brunei?" Tanyanya lagi, karena ia tahu aku berasal dari negara itu.
"Sebenarnya lebih dari Indonesia... saya sering berkunjung ke sana... pernah belajar dari salah satu sahabat saya... yang saat ini sudah menjadi pengacara pribadi saya." Jelasku membicarakan Reno. Pria itu yang mengajariku membuat martabak telur.. karena aku terlanjur jatuh cinta dengan menu telur di kocok bersama daging dan bumbu itu.
"Ah... ya." Mr. Yang mencoba satu potong martabak buatanku. "Nikmat. Aku sepertinya jatuh cinta. Ha..ha."
Aku tersenyum kecil. Perutku sebenarnya sudah berbunyi tapi... tak sopan kalau aku ikut memakan, jadilah aku meminum sebuah minuman soda kalengan. Ah.. asalam lambungku... berbaik hatilah kau denganku.
"Aku datang ke sini karena projek Lea. Ada yang ingin kubicarakan." Ucap Mr. Yang.
"Ya. Silahkan." Jawabku meminum soda dengan berbagai macam doa lebih dulu... agar minuman ini tak akan membuat ke perutku kumat.
"Lea... penyanyi berbakat... dance bagus... image bagus, dan ia pekerja giat. Tapi ada satu masalahnya! Ini yang ingin kuberitahu kepadamu."
Aku diam dan mendengarkan dengan seksama. Memang sebagai orang yang akan mengurusi seorang artis... dan memproduserinya... aku harus tahu sang artis itu sendiri.
"Ia punya trauma... ia tidak bisa berpakaian terlalu seksi. Ia pernah dilecehkan. Ia pernah bercerita kepadaku. Saat ia masih bersama girlbandnya yang dulu.... ia menangis histeris saat disuruh memakai atasan berjaring-jaring dan terlihat perutnya. Sejak saat itu kami merubah konsep untuk grupnya. Saat ini .. Lea mau mencoba genre ini... tapi mungkin... kita jangan melangkah terlalu drastis... kalau bisa kau nanti kordinasi dengan penata gaya... agar tak memberikannya pakaian terlalu seksi dan terbuka.... kau paham maksudku?"
"Seksi.. tak harus terbuka... kita bisa bangun image... mungkin dari make-up.... kita bisa lebih tonjolkan." Usulku. Memang sedari awal.. aku tak suka dengan gaya berpakaian para artis atau penyanyi dengan lagu yang bertema dewasa dan seksi... menurutku pakaian yang terlalu terbuka... lebih berkesan murahan dibanding seksi. Menurutku... mungkin karena aku memiliki adat ketimuran dan berkesan kuno, yang jelas aku tak nyaman melihatnya.
"Aku setuju." Jawabnya. Ia mengambil lagi satu potong martabak telurku. Ah... aku bertambah lapar.
Aku kembali datang ke kantor ke esokan harinya. Aku langsung menuju ke ruanganku, di sana sudah ada Lea dan manajernya Su Min."Sudah menunggu lama?" Sapaku saat aku masuk ke dalam ruangan yang berisi perlengkapanku bekerja dan membuat musik. Bisa dibilang ini adalah mini studio tempatku bekarya dan menghasilkan musik plus lirik lagu. Aku bisa memainkan beberapa alat musik seperti gitar, piano dan keyboard bahkan drum... tapi dengan kemajuan tekhnologi aku bisa cepat menguasai semua alat musik."Ah... tidak. Kami baru sebentar di sini." Sapa Su Min. Ia pria yang hampir seusia denganku, aku beberapa kali terlibat perbincangan ringan dengannya.Lea berdiri, ia seperti biasa membungkuk 45 derajat dan menyapaku selamat pagi. Aku mengangguk dan menjawab sapaannya. Aku duduk di kursiku dan mengeluarkan bungkusan berisi roti lapis selai yang kubungkus dari apartemen. Aku membawa beka
Hari ini adalah moment-moment terakhirku di Aussy, saat ini aku sedang berdiri di lounge bandara internasional Sydney. Sambil menyesap iced caramel macchiato yang kupesan dari cafe bandara ini, aku menikmati saat-saat terakhirku disini, well... gak sepenuhnya saat terakhir sih, aku bisa minta tiket sama Papi untuk liburan lagi ke sini kapanpun aku mau, tapi yah.. tetap aja.. my last day in Aussy, sebelum kepulanganku ke Jakarta, mengingat si bokap yang ga ngertiin aku banget, hiks.Baruu.. aja aku wisuda, dan baruu.. aja aku merdeka dari kata 'BELAJAR'.. eh.. disuruh pulang ke Jakarta."You've had enough fun already!!" Katanya.. ishhh.... kupandangi sekelilingku.. hummh.. pemandangan yang selalu membuat segar mata semua kaum hawa, lelaki pirang dengan tubuh tinggi berisi, seliweran kesana-kesini. Mau yang pakai setelan kerja.. ada, mau yang rocker-style.. ada, mau yang church-boy style pun ada, tinggal pilih dan yang pasti hampir semua orang yang kutegur disini a
"Astaghfirullah... kamu tu!! masuk rumah, bukannya Assalamualaikum.. malah teriak-teriak begitu!!" Omel papi sambil berjalan menghampiriku, kulihat beliau sudah dengan setelan kerjanya.Kubuka tanganku dan tersenyum semanis mungkin, menunggu pelukan selamat datang dari ayah yang merangkap ibuku sejak lima belas tahun yang lalu. Yang ditunggu pelukannya malah melotot seram kearahku, "Ih.. kok gitu si papi.." dumelku dalam hati."Kamu..!" Ucapnya sambil menunjuk ke arahku dengan jari telunjuknya. "Keluar lagi lewat pintu itu sekarang juga, dan masuk lagi ke dalam dengan memberi salam yang baik dan benar," lanjut papi sambil melipat tangannya di dada.Kok... Jadi garang begini papiku.. takut dengan pemandangan menyeramkan si papi, aku langsung keluar rumah dan menutup pintu dengan tergesa-gesa. "Itu.. Papikan..?" Ucapku pelan sambil meyakinkan diri, kalau aku tak salah masuk rumah orang.Aku mengetuk sekali pintu rumah, lalu membukanya sambil men
Aku masuk ke kamarku dan menyalakan laptopku sambil berbaring di kasur super empukku, aku akan menghubungi Evan, si superman yang merangkap pengikut setiaku lewat aplikasi skype. Kuhubungi dia dan dalam dua kali panggilan, muncullah wajah Clark Kent kw.3 di monitor laptopku."Evan... you must help me..!" Aku berteriak pelan ke headset yang kupasang agar pembicaraanku tidak didengar siapapun."Help?" Tanyanya gak connect, bingung dengan ekspresi lebayku barusan."Yup... Bokap gw mau ngawinin gw sama om-om dari Brunei..!!" Jawabku dengan dramatis ke sohib kelahiran Melbourneku ini."Soo...??" Jawabnya lagi.. ihh ni anak, otaknya rakitan mana sih.. lemot banget gak loading-loading. Aku diam sambil memelototi layar laptop, menunggu si superman abal ini nyambung dan menangkap maksudku."Oh... my... Gosh... really??" Teriaknya lebay, "tell me... tell me..," dan akhirnya aku menceritakan kejadian aku di sofa ruang tamuku itu.Evan
Aku berdiri di depan pintu kayu rumah megah ini, memandang ke bawah melihat penampilanku. Coat pink selutut dengan renda keluaran ModCloth dipadu dengan dark wash jeans dan sepatu balet pink keluaran JimmyChoo, secara keseluruhan penampilanku sangat layak dan sopan.Kuketuk pintu di hadapanku sekali,... tak ada jawaban, kuketuk lagi pintu itu, ... tak ada jawaban lagi."Humm... pertanda buruk dari langit!!" Ucapku pelan dengan kesal.Kuketuk lagi pintu di depanku dengan kesal, dan masih tak ada jawaban, kulihat tanganku yang sudah memerah akibat mengetuk, no.. no.. menggedor lebih tepatnya pintu nyebelin di depanku ini.Supir yang tadi mengantarku akhirnya datang menghampiriku dengan senyum ramah, pria yang rambutnya semua berwarna abu-abu mungkin 50an menurutku, dia memencet bel rumah yang... ternyata oh ternyata ada di sebelah kananku, tepatnya di dinding dan berada 10 centi dari kepalaku."Memang orang Brunei jangkung-
Aku sudah ditelepon oleh ibu jauh-jauh hari. Ibu bilang bahwa sang calon akan datang sore ini. Memang sudah dari jauh-jauh hari Pak Reza memberitahuku jadwal kepulangan anak satu-satunya itu. Aku sudah memesan tiket penerbangan pulang, dan semua persiapan debut projek Lea juga sudah mau rampung, hanya menunggu beberapa MOU dari beberapa perusahaan untuk mendukung promosi debut Lea, dan thanks God bukan urusan aku, semua kerjaanku di sini selesai… aku sudah ijin dengan bos Yang, aku harus pulang karena diminta oleh ibu. Aku jujur kepadanya.. bahwa aku akan menikah, awalnya ia kaget dan tak setuju karena beralasan aku tak bisa fokus seperti semula, namun aku berkilah.. kalau aku tak menikah sekarang, ibuku akan terus khawatir. Akhirnya ia setuju dan memintaku merahasiakan ini semua dari rekan kerja yang lain.. karena bisa membuat iri.Pak Reza sudah mengirimkan foto tiket penerbangan anaknya.. hanya berbeda satu jam pendaratannya denganku. Aku akan meminta sa
Pagi hari, di hari yang telah ditetapkan oleh ibuku, setelah subuh, rumahku sudah sangat ramai. Ada beberapa orang yang keluar masuk kamarku. Seorang perias dan petugas yang membantuku memakaikan pakaian yang akan kupakai nanti saat akad nikah. Ya… hanya akan ada akad nikah, tak akan ada respesi. Pak Reza juga mau pernikahan anak satu-satunya sederhana. Enath kenapa seperti itu.Ada seorang pria yang membantuku memakai pakaian melayu dengan aksen bordir, sebuah adat pernikahan di sini. Ia melilit sarung dengan sangat rapih dan memakaikanku peci yang diberi beberapa bordir putih melati. Aku diberi wewangian dari dupa yang harum, aku diasapi. Lucu memang… tapi menurut ibuku dengan cara ini harumku akan berbeda.. dan akan lebih tahan lama. Aku jadi termenung, sambil menunggu proses pengasapan ini selesai, kesan pertamaku saat melihat gadis itu beberapa hari yang lalu, lucu... imut dengan fisik berisi… padahal aku sering melihat close-up wajahnya dari akun sosial medianya, tap
Keajaiban yang kunanti tak kunjung datang, karena saat ini di depanku Ben berjabat tangan dengan Ayahku, mengucapkan ijab qabul. Ben berpakaian tradisional dan aku menggunakan baju kurung khas melayu dengan tema emas dan peach. Beberapa perhiasan emas di sematkan kepadaku, dan disempurnakan dengan mahkota berbatu ruby di puncak kepalaku.Gadis cantik, kece, seksi sepertiku ber ending menikah dengan om-om ubanan dengan baju kurung pula, bukannya menghina... pakaian ini memang indah dan berkelas, tapi mimpiku sejak kecil menikah dengan gaun berekor panjang dengan belahan dada yang seksi.Ben walau tersenyum, wajahnya terlihat dingin. Alisnya taut lebat berwarna hitam kecoklatan. Bahunya tegak dengan dada bidang dibungkus baju koko berhias bordir dengan sarung tradisional terikat di pinggangnya.Ben menoleh ke arahku, wajahnya tanpa ekspresi dan aku berjalan mendekat. Ibunya mengarahkan untuk memasangkan cincin di tanganku, lalu menyu
"Ben! Kamu itu..." Aku memukul bahu Ben, saat ia baru saja datang ke kamar. Wajahnya kaget dengan seranganku yang tanpa pemanasan. "Eh...what? Apa? Kenapa?" Tanyanya bingung. "Nih!" Ucapku menyodorkan ponselnya. "Kau dapat video dari mantan pacarmu!" Ucapku setengah berteriak. Ia duduk di atas kasur dan membuka isi video itu. Ia mendengarkan denganw ajah datar, aku memperhatikan reaksi wajahnya yang sama sekali tak berubah dari awal sampai akhir. "So?" Tanyanya kepadaku, seperti menantang. "Itu mantanmu minta balikan... Secara gak langsung nyuruh kamu pisah sama aku kan? Dia mau nunggu sampai kamu single lagi..." Ucapku setengah berteriak. Saat marah seperti ini, aku menjadi bar-bar. "Kan dia yang bilang...bukan aku." Ucapnya lagi. He? Apa dia bilang, aku seperti sudah dibutakan oleh amarah. Serasa ada asap yang menguap di k
Su Min : Aku tahu, kau dan Fay adalah sepasang kekasih.Aku hampir saja memekik saat ikut membacanya. Ben menoleh dan memberi kode dengan matanya, agar aku diam tak bersuara.Ia dengan tenang membalas isi pesan itu.Ben: Maaf kau salah menyimpulkan.Ucapnya lalu dengan tenang mematikan ponselnya. Aku dengan otomatis memgang tangan Ben. Kalau sampai orang tahu, karirnya bisa selesai, dan aku akan sangat menyesal kalau itu semua karena aku."Ben...gimana kalau ketahuan?" Bisikku."Tak usah risau... Aku takkan jatuh miskin kalau tak bekerja sebagai produser." Jawabnya tenang, kami sudah memasangkan seat belt karena pesawat akan mau take off. Ia menjawab tanpa menoleh ke arahku. Namun genggamannya meremas telapak tanganku.Aku diam, ada banyak yang ingin kutanyakan nanti. Saat tiba di Busan...semoga kami punya waktu berduaan untuk
Kami berujung...berkendara bersama, kami akan pergi ke Busan dengan pesawat, karena akan memakan waktu sekitar empat sampai lima jam untuk tiba di sana dengan mobil, jalur paling cepat adalah pesawat…hanya akan memakan waktu kurang lebih satu jam di udara.“Kita akan langsung ke hotel, dan aku akan rapat dengan manajernya. Kalian bisa beristirahat dulu.” Ucap Ben, Lea dan Su Min akhirnya ikut mobil Ben ke bandara karena tim lainnya sudah berangkat dengan kereta cepat, yang hanya memakan waktu dua jam lebih perjalanan. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan kereta itu, tapi Ben sepertinya sangat buru-buru.Aku duduk di kursi depan, hasil kelincahanku di parkiran, Lea sebenarnya sudah membuka kursi penumpang depan, dan aku dengan sangat jenius langsung menunduk dan duduk di depan. Ia sempat protes, tapi Ben sudah meneriaki agar cepat karena penerbangan kami sudah sangat mepet.Di bandara aku merengek ingin caramel macchiato, aku belum
Aku duduk seperti biasa di kursi tamu milik Ben, sebuah sofa kecil di pinggir ruangan. Lea duduk di depan Ben, ia dengan pakaian formalnya…sebuah blazer dan celana skinny. Ia mengikat rambutnya agar berkesan pintar. Apakah ia pintar? Aku pun tak paham. Tuan Su Min terlihat santai duduk di sampingku.“Kau terlihat santai..” Sapaku kepada Su Min.“Kau terlihat bersinar..” Ucap Su Min yang membuatku duduk lebih tegak.“What do you mean?”“Kau dan Ben… terlihat berbeda…ada aura yang bersinar. Kalau kalian bukan sepupu… aku pasti akan curiga kalian seorang suami istri.” Ucapnya santai, ia masih memainkan sebuah game di ponselnya.Jeder! Kok bisa Su Min bicara seperti itu?Mencoba untuk tak terpengaruh, aku alihkan topic. “Kau ikut ke Busan?”Su Min mengangguk.“Padat acara di sana?”Ia menggeleng, “kebanyakan sudah diu
Ben sudah lebih dahulu mandi dan bersiap, saat kemarin ia bilang hari itu hanya untuk aku dan ia, ia benar-benar melakukannya. Seharian aku dan Ben hanya berada di kamar… walau sekali kami melakukannya di ruang tamu. Ah… sepertinya aku tak bisa lagi berpikiran lurus kalau melihat sofa hitam tua yang empuk itu. Ben…dengan segala idenya yang meledakkan kepalaku.“Fay… aku ada rapat di Busan mungkin akan seharian, kau mau ikut?” Tawar Ben.“Hmm…?” Aku masih bermalas-malasan ria, aku sudah mandi…jangan slah! Sebelum subuh… aku sudah mandi dan beribadah, tapi tidur lagi. Hehe…“Aku mau ke Busan, rapat untuk road tour.” Ulang Ben yang sudah rapih dengan kemeja plus celana jeansnya.“Oo… ok.”“Kamu mau ikut? Aku sepertinya akan seharian di sana… mungkin tengah malam baru pulang.
Kami tiba di apartemen Ben, hampir tengan hari di hari berikutnya. Ben sudah meemsan makanan yang akan diantar dalam beberala menit. Sebuah mie jjampong dengan logo halal. Yumm."Mau mandi?" Tanya Ben, ia melepaskan Jeansnya. Sekarang ia hanya mengenakan celana boxernya. Aish.."Gak deh. Kamu aja." Jawabku malu. Kenapa jadi canggung seperti ini sih? Tapi salah dia juga...ngapain pake buka-buka baju segala!"Bareng...yok!" Ucapnya lagi sudah berjalan menuju tempatku berdiri."Mmh.. dingin. Malas, mmmh..nanti aja!" Jawabku sekenanya."Ada aku ..yang bisa buat kamu hangat." Ucapnya dengan pandangan mata yang penuh maksud.Tapi aku cringe! Pake banget! Gimana dong!"Mmh..."Ben tak menjawab lagi, ia langsung menggandengku masuk ke dalam kamar mandi."Ben..." Rengekku dengan suara kecil. Aku benci diri
Aku menghabiskan waktu sampai sebelum tengah hari. Untung Ben sudah memberitahu jadwal kepulangan kami, dan aku sudah berkemas, karena sesampainya di rumah Aisha kami hanya mengambil koper dan pamit. Kami akan langsung berangkat ke bandara…menuju terminal airport internasional Surabaya, lalu melanjutkan ke Seoul.“Kenapa sangat cepat, Ben?” Tanya Ibu Aisha memeluk Ben dengan erat, wajahnya amsih penuh dengan sedih, kehilangan suaminya.“Ben, ada yang harus dikerjakan di Seoul.” Jawab Ben dengan sabar. Ibu Fatimah juga akan langsung pulang ke Brunei, kami akan pergi bersama menuju Surabaya, lalu berpisah di penerbangan yang berbeda.“Aku mau main ke sana… nanti aku kabari ya!” Ucap Aisha yang hanya dijawab senyuman kecil dari Ben. Ingin rasanya aku mencubit perutnya saat ini, agar ia menjawab tidak.Ben dan aku, bersama Ibu Fatimah berangkat dengan supir yang akan membawa kami ke bandara. Di sepanjang perjalanan Ibu Fatimah tertidur
Aku dan Ben sekarang sedang berada di sebuah pantai, di pinggiran kabupaten Malang. Aku melihatnya di google dna tertarik dengan pemandangan pantai ini , yang mengingatkanku dengan Bali.Ia menyewa sebuah mobil dan mengemudi ke tempat ini dengan bantuan google map. Ibu Fatimah menolak ikut, karena ia sudah merasa lelah mendengar bahwa jarak tempuh yang lumayan jauh. Kami berkendara lebih dari tiga jam, baru sampai di pantai ini.Aku sempat kesal, saat Aisha memaksa untuk ikut, beruntung ia belum mandi dan siap-siap, sehingga aku beralasan takut kemalaman kalau tak berangkat saat ini juga.Ha..ha..ha. berhasil!Kami hanya berduaan, duduk di atas pasir putih kekcoklatan pantai Balekambang. Aku menikmati angin dan mataku sangat dimanjakan dengan pemadangan di depanku. Ombak yang cukup besar mematahkan air pantai yang terkadang tenang. Ada sebuah aliran kecil di pinggir pantai, dan digunakan untuk para anak kecil bermain air. Aliran it
Jadi semalaman mereka bersama?Aku tidur, dan ia asik-asikan sama si mantan?Haish….Rasanya amarahku mau menyembur keluar seperti gunung meletus. Aku kesal luar biasa. Bukan karena aku cemburu…no! aku merasa ini tak adil!Aku masuk ke dalam kamar dan memasukkan semua bajuku ke dalam koper. Ia suka tak suka, aku mau pergi dari tempat ini hari ini.Setelah selesai, aku masuk ke dalam kamar mandi dan berganti pakaian. Aku melampiaskan amarahku dengan memukuli sebuah curtain untuk mandi sampai ia jatuh dari tempatnya. Masa bodoh!Aku keluar dalam keadaan rambut basah dan sudah berpakaian baru. Dan disaat yang sama… Ben masuk ke dalam kamar, ia memandangiku dengan bingung, alisnya terangkat dan ada sedikit kerutan di dahinya saat melihatku dengan rambut basah kuyup dan mulut menggumam tak jelas.“Kau sudah mandi?” Tanyanya melihatku dari atas ke bawah.“Sudah.” Jawabku ketus, aku ke depan meja ria