Ben sudah lebih dahulu mandi dan bersiap, saat kemarin ia bilang hari itu hanya untuk aku dan ia, ia benar-benar melakukannya. Seharian aku dan Ben hanya berada di kamar… walau sekali kami melakukannya di ruang tamu. Ah… sepertinya aku tak bisa lagi berpikiran lurus kalau melihat sofa hitam tua yang empuk itu. Ben…dengan segala idenya yang meledakkan kepalaku.
“Fay… aku ada rapat di Busan mungkin akan seharian, kau mau ikut?” Tawar Ben. “Hmm…?” Aku masih bermalas-malasan ria, aku sudah mandi…jangan slah! Sebelum subuh… aku sudah mandi dan beribadah, tapi tidur lagi. Hehe… “Aku mau ke Busan, rapat untuk road tour.” Ulang Ben yang sudah rapih dengan kemeja plus celana jeansnya. “Oo… ok.” “Kamu mau ikut? Aku sepertinya akan seharian di sana… mungkin tengah malam baru pulang.Aku duduk seperti biasa di kursi tamu milik Ben, sebuah sofa kecil di pinggir ruangan. Lea duduk di depan Ben, ia dengan pakaian formalnya…sebuah blazer dan celana skinny. Ia mengikat rambutnya agar berkesan pintar. Apakah ia pintar? Aku pun tak paham. Tuan Su Min terlihat santai duduk di sampingku.“Kau terlihat santai..” Sapaku kepada Su Min.“Kau terlihat bersinar..” Ucap Su Min yang membuatku duduk lebih tegak.“What do you mean?”“Kau dan Ben… terlihat berbeda…ada aura yang bersinar. Kalau kalian bukan sepupu… aku pasti akan curiga kalian seorang suami istri.” Ucapnya santai, ia masih memainkan sebuah game di ponselnya.Jeder! Kok bisa Su Min bicara seperti itu?Mencoba untuk tak terpengaruh, aku alihkan topic. “Kau ikut ke Busan?”Su Min mengangguk.“Padat acara di sana?”Ia menggeleng, “kebanyakan sudah diu
Kami berujung...berkendara bersama, kami akan pergi ke Busan dengan pesawat, karena akan memakan waktu sekitar empat sampai lima jam untuk tiba di sana dengan mobil, jalur paling cepat adalah pesawat…hanya akan memakan waktu kurang lebih satu jam di udara.“Kita akan langsung ke hotel, dan aku akan rapat dengan manajernya. Kalian bisa beristirahat dulu.” Ucap Ben, Lea dan Su Min akhirnya ikut mobil Ben ke bandara karena tim lainnya sudah berangkat dengan kereta cepat, yang hanya memakan waktu dua jam lebih perjalanan. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan kereta itu, tapi Ben sepertinya sangat buru-buru.Aku duduk di kursi depan, hasil kelincahanku di parkiran, Lea sebenarnya sudah membuka kursi penumpang depan, dan aku dengan sangat jenius langsung menunduk dan duduk di depan. Ia sempat protes, tapi Ben sudah meneriaki agar cepat karena penerbangan kami sudah sangat mepet.Di bandara aku merengek ingin caramel macchiato, aku belum
Su Min : Aku tahu, kau dan Fay adalah sepasang kekasih.Aku hampir saja memekik saat ikut membacanya. Ben menoleh dan memberi kode dengan matanya, agar aku diam tak bersuara.Ia dengan tenang membalas isi pesan itu.Ben: Maaf kau salah menyimpulkan.Ucapnya lalu dengan tenang mematikan ponselnya. Aku dengan otomatis memgang tangan Ben. Kalau sampai orang tahu, karirnya bisa selesai, dan aku akan sangat menyesal kalau itu semua karena aku."Ben...gimana kalau ketahuan?" Bisikku."Tak usah risau... Aku takkan jatuh miskin kalau tak bekerja sebagai produser." Jawabnya tenang, kami sudah memasangkan seat belt karena pesawat akan mau take off. Ia menjawab tanpa menoleh ke arahku. Namun genggamannya meremas telapak tanganku.Aku diam, ada banyak yang ingin kutanyakan nanti. Saat tiba di Busan...semoga kami punya waktu berduaan untuk
"Ben! Kamu itu..." Aku memukul bahu Ben, saat ia baru saja datang ke kamar. Wajahnya kaget dengan seranganku yang tanpa pemanasan. "Eh...what? Apa? Kenapa?" Tanyanya bingung. "Nih!" Ucapku menyodorkan ponselnya. "Kau dapat video dari mantan pacarmu!" Ucapku setengah berteriak. Ia duduk di atas kasur dan membuka isi video itu. Ia mendengarkan denganw ajah datar, aku memperhatikan reaksi wajahnya yang sama sekali tak berubah dari awal sampai akhir. "So?" Tanyanya kepadaku, seperti menantang. "Itu mantanmu minta balikan... Secara gak langsung nyuruh kamu pisah sama aku kan? Dia mau nunggu sampai kamu single lagi..." Ucapku setengah berteriak. Saat marah seperti ini, aku menjadi bar-bar. "Kan dia yang bilang...bukan aku." Ucapnya lagi. He? Apa dia bilang, aku seperti sudah dibutakan oleh amarah. Serasa ada asap yang menguap di k
"Ben... Benjamin!" Panggil seorang perempuan paruh baya di bawah sebuah tangga besar di rumah megah yang terletak tak jauh dari Bandar Seri Begawan."Iya Ibu..." Jawabku. Aku terburu-buru membenarkan jasku yang kupakai asal tadi saat keluar dari kamar. Aku berlari menuruni tangga sudah lengkap dengan pakaian kerja dan rambut tersisir rapih."Kamu jadi hari ini ....kan? Ada penerbangan ke Jakarta?" Tanya ibunya. Nyonya Fatimah istri dari mendiang Bapak Yusuf."Iya. Nanti siang aku ada penerbangan ke Jakarta, sekarang aku mau ke kantor dulu.""Oh ya. Kirim salam ya...dengan keluarga Bapak Reza. Ibu sudah lama tidak melihat anaknya mungkin ia sudah besar sekarang." Ucap sang Ibu membenarkan letak jas yang dipakai olehku."Iya Bu!" Jawabku melihat kerutan di dahi ibu. Aku adalah anak pertama, namun satu-satunya anak ibu yang masih mau tinggal di rumah ini. Adikkku, Salim memilih tinggal
Sebuah mobil Alphard keluaran terbaru berhenti di depanku, kaca mobil diturunkan. Reno, pengacaraku yang juga sahabat lamaku sewaktu kuliah tersenyum lebar.“Ayo… masuk!” Ucapnya dari balik kemudi. Aku berdiri dan menenteng tas dan bingkisan dari Ibu, masuk ke dalam mobil.“Thanks sudah menjemput. Bagaimana keluargamu? Sehat?”“Ya. Thanks. Sehat semua, istriku sedang hamil lagi… sudah tiga bulan. Doakan ya…” Ucapnya tersenyum lebar. Ah… sebuah keluarga yang bahagia. Reno cukup beruntung, ia memiliki karir sukses dan istri yang membahagiakannya, terlihat… lerut pria ini semakin lama semakin membesar… Reno selalu bilang, istrinya pintar memasak. Sungguh beruntung. Terkadang penampilan memang tak ada harganya, value… sikap dan ahlak seorang perempuanlah yang lebih penting untuk dijadikan istri. Aku sudah melakukan kesalahan besar dulu, aku
Pak Reza seakan baru tersadar dari lamunannya mengenai gadis kesayangannya, lalu memandang ke arahku dengan senyuman lebar.“Ah…Tepat sekali Pak. Ben ini memang hidupnya muram dan suram sekali.” Ucap Reno yang ingin sekali kujambak rambutnya karena lancang. Dasar pria menyebalkan.“Lihat dulu… kalau kau mau bertemu dulu juga boleh. Walaupun ia hidup di negara berpergaulan bebas… bapak bisa jamin… ia menjaga dirinya dengan baik, urusan itu saya sampai sewa mata-mata untuk mengikutinya setiap hari.” Pak Reza meringis, ia sedikit malu dengan sikap over-protectivenya. “Dia cuma muter-muter, kampus.. apartemen… mall… restoran dan perpustakaan, sekali-kali ia pergi ke salon. Itu saja rutinitasnya setiap hari.” Jelas Pak Reza.“Wah anak jaman sekarang… gak ada tuh Pak yang model begitu… pasti pada clubbing dan hang-out malem-malem.” Ucap Reno. Aku yang sebenarnya menjadi subjek obrolan perjodohan teman ibuku dan sahabat seumuranku ha
Aku tiba di Seoul saat dini hari. Aku langsung menyewa taksi dan memberitahu alamat apartemenku. Aku sengaja menyewa apartemen tak jauh dari kantor agensi besar dan populer di negara ini, agar mobilitasku dan aktivitas sehari-hari lebih mudah. Aku biasanya hanya berjalan kaki menuju kantor. Jam kerjaku tidak seperti jam kerja karyawan lainnya, aku bebas masuk kapan saja... tapi terkadang, aku tidak bisa pulang untuk menyelesaikan satu buah project seperti saat ini, aku sedang memulai sebuah project mengorbitkan seorang Idol Solo perempuan bernama Lea. Ia dulu pernah debut bersama girlbandnya dari agensi yang sama.Tahun ini, ia akan didebutkan menjadi penyanyi solo. Aku yang bertanggung jawab penuh atas semua lagu, musik, lirik bahkan pembuatan video klipnya. Sang big boss mempercayakan project Lea kepadaku dan memang sejak awal dicetuskannya ide ini, aku sudah memikirkan banyak konsep dan rencana-rencana ke depan untuk karir solo perempuan asal Seoul itu.&nbs
"Ben! Kamu itu..." Aku memukul bahu Ben, saat ia baru saja datang ke kamar. Wajahnya kaget dengan seranganku yang tanpa pemanasan. "Eh...what? Apa? Kenapa?" Tanyanya bingung. "Nih!" Ucapku menyodorkan ponselnya. "Kau dapat video dari mantan pacarmu!" Ucapku setengah berteriak. Ia duduk di atas kasur dan membuka isi video itu. Ia mendengarkan denganw ajah datar, aku memperhatikan reaksi wajahnya yang sama sekali tak berubah dari awal sampai akhir. "So?" Tanyanya kepadaku, seperti menantang. "Itu mantanmu minta balikan... Secara gak langsung nyuruh kamu pisah sama aku kan? Dia mau nunggu sampai kamu single lagi..." Ucapku setengah berteriak. Saat marah seperti ini, aku menjadi bar-bar. "Kan dia yang bilang...bukan aku." Ucapnya lagi. He? Apa dia bilang, aku seperti sudah dibutakan oleh amarah. Serasa ada asap yang menguap di k
Su Min : Aku tahu, kau dan Fay adalah sepasang kekasih.Aku hampir saja memekik saat ikut membacanya. Ben menoleh dan memberi kode dengan matanya, agar aku diam tak bersuara.Ia dengan tenang membalas isi pesan itu.Ben: Maaf kau salah menyimpulkan.Ucapnya lalu dengan tenang mematikan ponselnya. Aku dengan otomatis memgang tangan Ben. Kalau sampai orang tahu, karirnya bisa selesai, dan aku akan sangat menyesal kalau itu semua karena aku."Ben...gimana kalau ketahuan?" Bisikku."Tak usah risau... Aku takkan jatuh miskin kalau tak bekerja sebagai produser." Jawabnya tenang, kami sudah memasangkan seat belt karena pesawat akan mau take off. Ia menjawab tanpa menoleh ke arahku. Namun genggamannya meremas telapak tanganku.Aku diam, ada banyak yang ingin kutanyakan nanti. Saat tiba di Busan...semoga kami punya waktu berduaan untuk
Kami berujung...berkendara bersama, kami akan pergi ke Busan dengan pesawat, karena akan memakan waktu sekitar empat sampai lima jam untuk tiba di sana dengan mobil, jalur paling cepat adalah pesawat…hanya akan memakan waktu kurang lebih satu jam di udara.“Kita akan langsung ke hotel, dan aku akan rapat dengan manajernya. Kalian bisa beristirahat dulu.” Ucap Ben, Lea dan Su Min akhirnya ikut mobil Ben ke bandara karena tim lainnya sudah berangkat dengan kereta cepat, yang hanya memakan waktu dua jam lebih perjalanan. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan kereta itu, tapi Ben sepertinya sangat buru-buru.Aku duduk di kursi depan, hasil kelincahanku di parkiran, Lea sebenarnya sudah membuka kursi penumpang depan, dan aku dengan sangat jenius langsung menunduk dan duduk di depan. Ia sempat protes, tapi Ben sudah meneriaki agar cepat karena penerbangan kami sudah sangat mepet.Di bandara aku merengek ingin caramel macchiato, aku belum
Aku duduk seperti biasa di kursi tamu milik Ben, sebuah sofa kecil di pinggir ruangan. Lea duduk di depan Ben, ia dengan pakaian formalnya…sebuah blazer dan celana skinny. Ia mengikat rambutnya agar berkesan pintar. Apakah ia pintar? Aku pun tak paham. Tuan Su Min terlihat santai duduk di sampingku.“Kau terlihat santai..” Sapaku kepada Su Min.“Kau terlihat bersinar..” Ucap Su Min yang membuatku duduk lebih tegak.“What do you mean?”“Kau dan Ben… terlihat berbeda…ada aura yang bersinar. Kalau kalian bukan sepupu… aku pasti akan curiga kalian seorang suami istri.” Ucapnya santai, ia masih memainkan sebuah game di ponselnya.Jeder! Kok bisa Su Min bicara seperti itu?Mencoba untuk tak terpengaruh, aku alihkan topic. “Kau ikut ke Busan?”Su Min mengangguk.“Padat acara di sana?”Ia menggeleng, “kebanyakan sudah diu
Ben sudah lebih dahulu mandi dan bersiap, saat kemarin ia bilang hari itu hanya untuk aku dan ia, ia benar-benar melakukannya. Seharian aku dan Ben hanya berada di kamar… walau sekali kami melakukannya di ruang tamu. Ah… sepertinya aku tak bisa lagi berpikiran lurus kalau melihat sofa hitam tua yang empuk itu. Ben…dengan segala idenya yang meledakkan kepalaku.“Fay… aku ada rapat di Busan mungkin akan seharian, kau mau ikut?” Tawar Ben.“Hmm…?” Aku masih bermalas-malasan ria, aku sudah mandi…jangan slah! Sebelum subuh… aku sudah mandi dan beribadah, tapi tidur lagi. Hehe…“Aku mau ke Busan, rapat untuk road tour.” Ulang Ben yang sudah rapih dengan kemeja plus celana jeansnya.“Oo… ok.”“Kamu mau ikut? Aku sepertinya akan seharian di sana… mungkin tengah malam baru pulang.
Kami tiba di apartemen Ben, hampir tengan hari di hari berikutnya. Ben sudah meemsan makanan yang akan diantar dalam beberala menit. Sebuah mie jjampong dengan logo halal. Yumm."Mau mandi?" Tanya Ben, ia melepaskan Jeansnya. Sekarang ia hanya mengenakan celana boxernya. Aish.."Gak deh. Kamu aja." Jawabku malu. Kenapa jadi canggung seperti ini sih? Tapi salah dia juga...ngapain pake buka-buka baju segala!"Bareng...yok!" Ucapnya lagi sudah berjalan menuju tempatku berdiri."Mmh.. dingin. Malas, mmmh..nanti aja!" Jawabku sekenanya."Ada aku ..yang bisa buat kamu hangat." Ucapnya dengan pandangan mata yang penuh maksud.Tapi aku cringe! Pake banget! Gimana dong!"Mmh..."Ben tak menjawab lagi, ia langsung menggandengku masuk ke dalam kamar mandi."Ben..." Rengekku dengan suara kecil. Aku benci diri
Aku menghabiskan waktu sampai sebelum tengah hari. Untung Ben sudah memberitahu jadwal kepulangan kami, dan aku sudah berkemas, karena sesampainya di rumah Aisha kami hanya mengambil koper dan pamit. Kami akan langsung berangkat ke bandara…menuju terminal airport internasional Surabaya, lalu melanjutkan ke Seoul.“Kenapa sangat cepat, Ben?” Tanya Ibu Aisha memeluk Ben dengan erat, wajahnya amsih penuh dengan sedih, kehilangan suaminya.“Ben, ada yang harus dikerjakan di Seoul.” Jawab Ben dengan sabar. Ibu Fatimah juga akan langsung pulang ke Brunei, kami akan pergi bersama menuju Surabaya, lalu berpisah di penerbangan yang berbeda.“Aku mau main ke sana… nanti aku kabari ya!” Ucap Aisha yang hanya dijawab senyuman kecil dari Ben. Ingin rasanya aku mencubit perutnya saat ini, agar ia menjawab tidak.Ben dan aku, bersama Ibu Fatimah berangkat dengan supir yang akan membawa kami ke bandara. Di sepanjang perjalanan Ibu Fatimah tertidur
Aku dan Ben sekarang sedang berada di sebuah pantai, di pinggiran kabupaten Malang. Aku melihatnya di google dna tertarik dengan pemandangan pantai ini , yang mengingatkanku dengan Bali.Ia menyewa sebuah mobil dan mengemudi ke tempat ini dengan bantuan google map. Ibu Fatimah menolak ikut, karena ia sudah merasa lelah mendengar bahwa jarak tempuh yang lumayan jauh. Kami berkendara lebih dari tiga jam, baru sampai di pantai ini.Aku sempat kesal, saat Aisha memaksa untuk ikut, beruntung ia belum mandi dan siap-siap, sehingga aku beralasan takut kemalaman kalau tak berangkat saat ini juga.Ha..ha..ha. berhasil!Kami hanya berduaan, duduk di atas pasir putih kekcoklatan pantai Balekambang. Aku menikmati angin dan mataku sangat dimanjakan dengan pemadangan di depanku. Ombak yang cukup besar mematahkan air pantai yang terkadang tenang. Ada sebuah aliran kecil di pinggir pantai, dan digunakan untuk para anak kecil bermain air. Aliran it
Jadi semalaman mereka bersama?Aku tidur, dan ia asik-asikan sama si mantan?Haish….Rasanya amarahku mau menyembur keluar seperti gunung meletus. Aku kesal luar biasa. Bukan karena aku cemburu…no! aku merasa ini tak adil!Aku masuk ke dalam kamar dan memasukkan semua bajuku ke dalam koper. Ia suka tak suka, aku mau pergi dari tempat ini hari ini.Setelah selesai, aku masuk ke dalam kamar mandi dan berganti pakaian. Aku melampiaskan amarahku dengan memukuli sebuah curtain untuk mandi sampai ia jatuh dari tempatnya. Masa bodoh!Aku keluar dalam keadaan rambut basah dan sudah berpakaian baru. Dan disaat yang sama… Ben masuk ke dalam kamar, ia memandangiku dengan bingung, alisnya terangkat dan ada sedikit kerutan di dahinya saat melihatku dengan rambut basah kuyup dan mulut menggumam tak jelas.“Kau sudah mandi?” Tanyanya melihatku dari atas ke bawah.“Sudah.” Jawabku ketus, aku ke depan meja ria