Aku kembali datang ke kantor ke esokan harinya. Aku langsung menuju ke ruanganku, di sana sudah ada Lea dan manajernya Su Min.
"Sudah menunggu lama?" Sapaku saat aku masuk ke dalam ruangan yang berisi perlengkapanku bekerja dan membuat musik. Bisa dibilang ini adalah mini studio tempatku bekarya dan menghasilkan musik plus lirik lagu. Aku bisa memainkan beberapa alat musik seperti gitar, piano dan keyboard bahkan drum... tapi dengan kemajuan tekhnologi aku bisa cepat menguasai semua alat musik.
"Ah... tidak. Kami baru sebentar di sini." Sapa Su Min. Ia pria yang hampir seusia denganku, aku beberapa kali terlibat perbincangan ringan dengannya.
Lea berdiri, ia seperti biasa membungkuk 45 derajat dan menyapaku selamat pagi. Aku mengangguk dan menjawab sapaannya. Aku duduk di kursiku dan mengeluarkan bungkusan berisi roti lapis selai yang kubungkus dari apartemen. Aku membawa bekal sederhana... maksud hati untuk sekalian menjadi cemilan nanti siang.. tapi berhubung ada mereka berdua... aku tak enak hati mau menyantapnya sendiri.
"Silahkan. Sudah sarapan?" Tawarku. Lea menggeleng antusias dan mengambil sepasang roti yang sudah kuberi selai kacang. Su Min akhirnya mengambil juga, aku memakan setangkup roti ini untuk mengisi perutku yang sudah lapar. Aku mengeluarkan laptop dan menyalakan komputerku... menunggu keduanya untuk stand by dan bisa di operasikan.
"Enak sekali!" Puji Lea.
"Ha... hanya sebuah roti dan selai kacang." Jawabku santai.
"Tapi memang enak, ya kan Oppa?" Ia menoleh ke arah Su Min yang sepertinya sependapat. Ia mengacungkan ibu jarinya tanda setuju.
Aku menghabiskan roti dengan senyuman. Lalu mengelap tanganku dengan tisu kering. Aku mulai mengoperasionalkan komputerku. Aku sudah mempersiapkan selembar kertas berisi lirik lagu untuk Lea .. hari ini memang dijadwalkan ia mempelajari lagu denganku, aku diminta memberi ia penjelasan dan point-point penting di lirik ini. Ada tempat ia harus merendahkan suara... seperti seorang yang mendesah... ada bagian ia setengah teriak dengan suara perutnya.
Lea melakukan apa yang kuperintahkan, ada beberapa bagian yang ia harus latih terlebih dahulu.. karena mungkin ini kali pertamanya menyanyi dengan cara yang berbeda. Aku hanya berurusan dengan lagu dan liriknya.. untuk dance move... akan ada koreo khusus yang melatihnya.
Setelah dua jam berada di ruanganku, akhirnya pertemuan kami disudahi. Ia punya janji dengan koreografernya.. besok ia berjanji akan datang dan menguasai tehnik yang aku minta. Aku hanya mengangguk pelan saat ia pamit dengan cara khasnya yang terlalu imut.
Pekerjaanku selesai. Baru jam sebelas, aku mungkin akan pulang pas jam dua belas... sekalian aku menyiapkan makan siang. Aku tak ada kerjaan saat ini, mungkin nanti aku akan menghubungi Reno dan bertanya kemajuan projek di Jakarta.
Aku iseng... sambil menunggu waktu membuka Instagram milik gadis pencuri hati ibuku. Aku melihat ada beberapa postingan baru hari ini. Dua buah foto yang menunjukkan potret depan kampusnya dan fakultasnya. Ia mengambil jurusan fotografi. Lalu ada sebuah video dirinya dan seorang pria. Aku memencet layar agar memainkan video tersebut.
"Hai.. it's me Fay..." Ucap gadis berkuncir asal itu, ia mengenakan sebuah sweater panjang tebal dan wajahnya bersih dari make-up. "....and me Evan!" Ucap pria di sampingnya. Fay terlihat cuek dan santai dengan pria itu... mungkin sahabatnya. "I just want you to know that.... I Will leave this amazing country.... aku akan meninggalkan negara yang luar biasa ini dalam beberapa hari lagi... thats all... mungkin aku tak kembali!" Ucap Fay dengan nada sedikit muram.
Pria di sampingnya mencibir, "...drama queen!"
"Intinya.. kalau kalian mau menghubungiku... kalian bisa tanya pria tampan tapi tak waras di sampingku ini... dia tahu nomorku di Indonesia. Semua media sosial mungkin akan kututup karena Papiku gak mau anak tercantiknya ini wajahnya di nikmati pria tampan di seluruh dunia." Pria di sampingnya mencebik.
"Kau anak satu-satunya...!"
"Whatever! Kalau aku punya hutang... tagih sama Evan aja ya gaes!" Lanjutnya dan memutus video.
Ah... jadi dia mau pulang ke Jarkarta. Aku jadi kagum dengan Pak Reza, ia mendidik putrinya dengan sangat baik dan tegas.
Aku mendial nomor ibu. Ingin menanyakan kabar.
"Ben! Kau sudah dengar Fay mau pulang ke Jakarta?" Sambut ibu... kenapa antennanya sangat terkonek denganku. Apa mungkin, ibu juga baru saja melihat video perpisahan ala Fay di Instagramnya?
"Oh ya?" Jawabku pura-pura tak paham.
"Ben... cepat kalau kau memang suka... cepat lamar Fay... keburu dilamar orang lain!" Pinta Ibu langsung ke topik masalah.
"Hah?"
"Kamu mau ibu senangkan?"
"Iya Bu!" Jawabku tegas. "Ya baik. Akan kuhubungi Pak Reza."
"Ah... bagus sekali. Ibu akan persiapkan acara pernikahan kalian!"
"Bu. Bahkan anak itu belum setuju!" Protesku. Bahkan gadis itu pasti belum tahu urusan ini. Dia hanya tahu akan balik ke Jakarta. Belum tentu ia mau dinikahi seorang duda yang berusia jauh di atasnya... mungkin ia baru 25 tahun.. dan aku sepuluh tahun lebih tua darinya. Kemungkinan besar ia akan menolak ... kan?
"Ah... dia pasti setuju. Anak itu sangat menurut dengan ayahnya! Percaya sama ibu." Ucap ibu lalu mematikan sambungan. Apakah hal ini benar? Pasti ibu sedang memilih busana dan hiasan untuk pernikahan... Ibuku selalu sigap untuk urusan seperti ini.
Aku mendial nomor Pak Reza. Aku akan mengatakan setuju dengan niatannya menjodohkan putrinya denganku.
"Selamat siang Pak Reza." Salamku saat sambungan sudah tersambung.
"Ah... Nak Ben. Bagaimana? Sehat?" Suaranya terdengar senang saat mendengarku.
"Iya. Terima kasih. Saya mau memberitahu tentang tawaran Bapak tentang perjodohan..."
"Ah... ya. Ibumu sudah telepon tadi pagi... dia sedang menyiapkan persiapannya. Mungkin bulan depan anak saya pulang ke Jakarta."
Ah.. ibu. Seperti yang sudah kuduga. "Ya. Baik Pak. Terima kasih." Ucapku lalu memutus panggilan. Urusanku dengannya model bisnis properti saja ..singkat, padat dan jelas.
Aku mengecek ada pesan dari Reno. Ia sudah memberi kabar positif tentang rencana projekku di Jakarta. Ya mungkin Minggu depan aku bisa menandatangani perjanjian jual beli tanah sekaligus bertemu dengan sang calon mertua.
Sesampainya aku di apartemen. Aku mendapatkan pesan dari Ibu, yang ternyata sudah berkoresponden dengan Pak Reza, mengenai rencana pernikahan aku dan gadis itu. Acaranya akan dilangsungkan di rumahku di Brunei.. gadis itu akan datang dua atau satu hari sebelum acara. Ibu sudah mengatur segalanya... bahkan katanya Pak Reza sudah memberikan dokumen yang dibutuhkan untuk mengurus dokumen perijinan nikah di Brunei. Wow. Luar biasa para orang tua ini. Tapi... apa gadis itu mau dinikahi denganku? Seorang yang lebih tua dan berstatus duda? Kalau ia menolak ayah dan ibuku pasti akan sangat terpukul.
Selepas makan malam. Aku melihat dan memantau akun Instagramnya. Diam-diam aku menjadi seorang stalker dari gadis bernama Faiza Suseno. Aku tertawa sarkas dari dalam hati. Ia kembali memposting sebuah pemandangan sunset yang telrihat dari gedung tinggi, mungkin apartemennya, ada sebuah caption. 'I'll Miss this place!'
Aku melihat ulang beberapa videonya yang terdahulu, mencoba mengenal wajahnya yang kata ibuku sangat manis. Aku melihat beberapa video berisi wajahnya dalam close-up. Memang manis.. bahkan cantik, tapi ia sangat cerewet. Apakah aku sanggup memiliki istri model seperti ini?
Hari ini adalah moment-moment terakhirku di Aussy, saat ini aku sedang berdiri di lounge bandara internasional Sydney. Sambil menyesap iced caramel macchiato yang kupesan dari cafe bandara ini, aku menikmati saat-saat terakhirku disini, well... gak sepenuhnya saat terakhir sih, aku bisa minta tiket sama Papi untuk liburan lagi ke sini kapanpun aku mau, tapi yah.. tetap aja.. my last day in Aussy, sebelum kepulanganku ke Jakarta, mengingat si bokap yang ga ngertiin aku banget, hiks.Baruu.. aja aku wisuda, dan baruu.. aja aku merdeka dari kata 'BELAJAR'.. eh.. disuruh pulang ke Jakarta."You've had enough fun already!!" Katanya.. ishhh.... kupandangi sekelilingku.. hummh.. pemandangan yang selalu membuat segar mata semua kaum hawa, lelaki pirang dengan tubuh tinggi berisi, seliweran kesana-kesini. Mau yang pakai setelan kerja.. ada, mau yang rocker-style.. ada, mau yang church-boy style pun ada, tinggal pilih dan yang pasti hampir semua orang yang kutegur disini a
"Astaghfirullah... kamu tu!! masuk rumah, bukannya Assalamualaikum.. malah teriak-teriak begitu!!" Omel papi sambil berjalan menghampiriku, kulihat beliau sudah dengan setelan kerjanya.Kubuka tanganku dan tersenyum semanis mungkin, menunggu pelukan selamat datang dari ayah yang merangkap ibuku sejak lima belas tahun yang lalu. Yang ditunggu pelukannya malah melotot seram kearahku, "Ih.. kok gitu si papi.." dumelku dalam hati."Kamu..!" Ucapnya sambil menunjuk ke arahku dengan jari telunjuknya. "Keluar lagi lewat pintu itu sekarang juga, dan masuk lagi ke dalam dengan memberi salam yang baik dan benar," lanjut papi sambil melipat tangannya di dada.Kok... Jadi garang begini papiku.. takut dengan pemandangan menyeramkan si papi, aku langsung keluar rumah dan menutup pintu dengan tergesa-gesa. "Itu.. Papikan..?" Ucapku pelan sambil meyakinkan diri, kalau aku tak salah masuk rumah orang.Aku mengetuk sekali pintu rumah, lalu membukanya sambil men
Aku masuk ke kamarku dan menyalakan laptopku sambil berbaring di kasur super empukku, aku akan menghubungi Evan, si superman yang merangkap pengikut setiaku lewat aplikasi skype. Kuhubungi dia dan dalam dua kali panggilan, muncullah wajah Clark Kent kw.3 di monitor laptopku."Evan... you must help me..!" Aku berteriak pelan ke headset yang kupasang agar pembicaraanku tidak didengar siapapun."Help?" Tanyanya gak connect, bingung dengan ekspresi lebayku barusan."Yup... Bokap gw mau ngawinin gw sama om-om dari Brunei..!!" Jawabku dengan dramatis ke sohib kelahiran Melbourneku ini."Soo...??" Jawabnya lagi.. ihh ni anak, otaknya rakitan mana sih.. lemot banget gak loading-loading. Aku diam sambil memelototi layar laptop, menunggu si superman abal ini nyambung dan menangkap maksudku."Oh... my... Gosh... really??" Teriaknya lebay, "tell me... tell me..," dan akhirnya aku menceritakan kejadian aku di sofa ruang tamuku itu.Evan
Aku berdiri di depan pintu kayu rumah megah ini, memandang ke bawah melihat penampilanku. Coat pink selutut dengan renda keluaran ModCloth dipadu dengan dark wash jeans dan sepatu balet pink keluaran JimmyChoo, secara keseluruhan penampilanku sangat layak dan sopan.Kuketuk pintu di hadapanku sekali,... tak ada jawaban, kuketuk lagi pintu itu, ... tak ada jawaban lagi."Humm... pertanda buruk dari langit!!" Ucapku pelan dengan kesal.Kuketuk lagi pintu di depanku dengan kesal, dan masih tak ada jawaban, kulihat tanganku yang sudah memerah akibat mengetuk, no.. no.. menggedor lebih tepatnya pintu nyebelin di depanku ini.Supir yang tadi mengantarku akhirnya datang menghampiriku dengan senyum ramah, pria yang rambutnya semua berwarna abu-abu mungkin 50an menurutku, dia memencet bel rumah yang... ternyata oh ternyata ada di sebelah kananku, tepatnya di dinding dan berada 10 centi dari kepalaku."Memang orang Brunei jangkung-
Aku sudah ditelepon oleh ibu jauh-jauh hari. Ibu bilang bahwa sang calon akan datang sore ini. Memang sudah dari jauh-jauh hari Pak Reza memberitahuku jadwal kepulangan anak satu-satunya itu. Aku sudah memesan tiket penerbangan pulang, dan semua persiapan debut projek Lea juga sudah mau rampung, hanya menunggu beberapa MOU dari beberapa perusahaan untuk mendukung promosi debut Lea, dan thanks God bukan urusan aku, semua kerjaanku di sini selesai… aku sudah ijin dengan bos Yang, aku harus pulang karena diminta oleh ibu. Aku jujur kepadanya.. bahwa aku akan menikah, awalnya ia kaget dan tak setuju karena beralasan aku tak bisa fokus seperti semula, namun aku berkilah.. kalau aku tak menikah sekarang, ibuku akan terus khawatir. Akhirnya ia setuju dan memintaku merahasiakan ini semua dari rekan kerja yang lain.. karena bisa membuat iri.Pak Reza sudah mengirimkan foto tiket penerbangan anaknya.. hanya berbeda satu jam pendaratannya denganku. Aku akan meminta sa
Pagi hari, di hari yang telah ditetapkan oleh ibuku, setelah subuh, rumahku sudah sangat ramai. Ada beberapa orang yang keluar masuk kamarku. Seorang perias dan petugas yang membantuku memakaikan pakaian yang akan kupakai nanti saat akad nikah. Ya… hanya akan ada akad nikah, tak akan ada respesi. Pak Reza juga mau pernikahan anak satu-satunya sederhana. Enath kenapa seperti itu.Ada seorang pria yang membantuku memakai pakaian melayu dengan aksen bordir, sebuah adat pernikahan di sini. Ia melilit sarung dengan sangat rapih dan memakaikanku peci yang diberi beberapa bordir putih melati. Aku diberi wewangian dari dupa yang harum, aku diasapi. Lucu memang… tapi menurut ibuku dengan cara ini harumku akan berbeda.. dan akan lebih tahan lama. Aku jadi termenung, sambil menunggu proses pengasapan ini selesai, kesan pertamaku saat melihat gadis itu beberapa hari yang lalu, lucu... imut dengan fisik berisi… padahal aku sering melihat close-up wajahnya dari akun sosial medianya, tap
Keajaiban yang kunanti tak kunjung datang, karena saat ini di depanku Ben berjabat tangan dengan Ayahku, mengucapkan ijab qabul. Ben berpakaian tradisional dan aku menggunakan baju kurung khas melayu dengan tema emas dan peach. Beberapa perhiasan emas di sematkan kepadaku, dan disempurnakan dengan mahkota berbatu ruby di puncak kepalaku.Gadis cantik, kece, seksi sepertiku ber ending menikah dengan om-om ubanan dengan baju kurung pula, bukannya menghina... pakaian ini memang indah dan berkelas, tapi mimpiku sejak kecil menikah dengan gaun berekor panjang dengan belahan dada yang seksi.Ben walau tersenyum, wajahnya terlihat dingin. Alisnya taut lebat berwarna hitam kecoklatan. Bahunya tegak dengan dada bidang dibungkus baju koko berhias bordir dengan sarung tradisional terikat di pinggangnya.Ben menoleh ke arahku, wajahnya tanpa ekspresi dan aku berjalan mendekat. Ibunya mengarahkan untuk memasangkan cincin di tanganku, lalu menyu
Apartemen Ben terletak di pusat kota Seoul, tak jauh dari kantornya. Ia bilang baru saja membeli mobil dan mobil baru Ben itu, di parkir di basecamp agensi besar itu. Aku dengan segala daya-upaya, merengek agar bisa ikut Ben hari ini, walau Ben bilang ia akan rapat seharian, aku tetap kekeh. Cafetaria YG kan terkenal dengan kelezatan makanannya, ah... kali aja kaya di drakor gitu... pas lagi di cafe nabrak GD yang lagi lunch... ah so sweet... adek rela di tabrak abang GD.. Suwerr deh Bang."Jangan sampai ada yang tau kalau kita sudah nikah! Ngerti kan? Aku ada kontrak untuk stay single!" Ucap Ben ketus.Entah setelah sampai di Seoul ia jadi manusia kejam, dingin, ketus. Aku bodo amatlah, aku akan enjoy se-enjoy yang kubisa, hidup di lingkaran tempat tinggal grup idol favoriteku, kali aja si babang-babang tampan mau nyulik aku sambil nyanyiin lagu khusus buatku."Iya... Iya... aku juga single berarti ya...!" Balasku tak terima.
"Ben! Kamu itu..." Aku memukul bahu Ben, saat ia baru saja datang ke kamar. Wajahnya kaget dengan seranganku yang tanpa pemanasan. "Eh...what? Apa? Kenapa?" Tanyanya bingung. "Nih!" Ucapku menyodorkan ponselnya. "Kau dapat video dari mantan pacarmu!" Ucapku setengah berteriak. Ia duduk di atas kasur dan membuka isi video itu. Ia mendengarkan denganw ajah datar, aku memperhatikan reaksi wajahnya yang sama sekali tak berubah dari awal sampai akhir. "So?" Tanyanya kepadaku, seperti menantang. "Itu mantanmu minta balikan... Secara gak langsung nyuruh kamu pisah sama aku kan? Dia mau nunggu sampai kamu single lagi..." Ucapku setengah berteriak. Saat marah seperti ini, aku menjadi bar-bar. "Kan dia yang bilang...bukan aku." Ucapnya lagi. He? Apa dia bilang, aku seperti sudah dibutakan oleh amarah. Serasa ada asap yang menguap di k
Su Min : Aku tahu, kau dan Fay adalah sepasang kekasih.Aku hampir saja memekik saat ikut membacanya. Ben menoleh dan memberi kode dengan matanya, agar aku diam tak bersuara.Ia dengan tenang membalas isi pesan itu.Ben: Maaf kau salah menyimpulkan.Ucapnya lalu dengan tenang mematikan ponselnya. Aku dengan otomatis memgang tangan Ben. Kalau sampai orang tahu, karirnya bisa selesai, dan aku akan sangat menyesal kalau itu semua karena aku."Ben...gimana kalau ketahuan?" Bisikku."Tak usah risau... Aku takkan jatuh miskin kalau tak bekerja sebagai produser." Jawabnya tenang, kami sudah memasangkan seat belt karena pesawat akan mau take off. Ia menjawab tanpa menoleh ke arahku. Namun genggamannya meremas telapak tanganku.Aku diam, ada banyak yang ingin kutanyakan nanti. Saat tiba di Busan...semoga kami punya waktu berduaan untuk
Kami berujung...berkendara bersama, kami akan pergi ke Busan dengan pesawat, karena akan memakan waktu sekitar empat sampai lima jam untuk tiba di sana dengan mobil, jalur paling cepat adalah pesawat…hanya akan memakan waktu kurang lebih satu jam di udara.“Kita akan langsung ke hotel, dan aku akan rapat dengan manajernya. Kalian bisa beristirahat dulu.” Ucap Ben, Lea dan Su Min akhirnya ikut mobil Ben ke bandara karena tim lainnya sudah berangkat dengan kereta cepat, yang hanya memakan waktu dua jam lebih perjalanan. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan kereta itu, tapi Ben sepertinya sangat buru-buru.Aku duduk di kursi depan, hasil kelincahanku di parkiran, Lea sebenarnya sudah membuka kursi penumpang depan, dan aku dengan sangat jenius langsung menunduk dan duduk di depan. Ia sempat protes, tapi Ben sudah meneriaki agar cepat karena penerbangan kami sudah sangat mepet.Di bandara aku merengek ingin caramel macchiato, aku belum
Aku duduk seperti biasa di kursi tamu milik Ben, sebuah sofa kecil di pinggir ruangan. Lea duduk di depan Ben, ia dengan pakaian formalnya…sebuah blazer dan celana skinny. Ia mengikat rambutnya agar berkesan pintar. Apakah ia pintar? Aku pun tak paham. Tuan Su Min terlihat santai duduk di sampingku.“Kau terlihat santai..” Sapaku kepada Su Min.“Kau terlihat bersinar..” Ucap Su Min yang membuatku duduk lebih tegak.“What do you mean?”“Kau dan Ben… terlihat berbeda…ada aura yang bersinar. Kalau kalian bukan sepupu… aku pasti akan curiga kalian seorang suami istri.” Ucapnya santai, ia masih memainkan sebuah game di ponselnya.Jeder! Kok bisa Su Min bicara seperti itu?Mencoba untuk tak terpengaruh, aku alihkan topic. “Kau ikut ke Busan?”Su Min mengangguk.“Padat acara di sana?”Ia menggeleng, “kebanyakan sudah diu
Ben sudah lebih dahulu mandi dan bersiap, saat kemarin ia bilang hari itu hanya untuk aku dan ia, ia benar-benar melakukannya. Seharian aku dan Ben hanya berada di kamar… walau sekali kami melakukannya di ruang tamu. Ah… sepertinya aku tak bisa lagi berpikiran lurus kalau melihat sofa hitam tua yang empuk itu. Ben…dengan segala idenya yang meledakkan kepalaku.“Fay… aku ada rapat di Busan mungkin akan seharian, kau mau ikut?” Tawar Ben.“Hmm…?” Aku masih bermalas-malasan ria, aku sudah mandi…jangan slah! Sebelum subuh… aku sudah mandi dan beribadah, tapi tidur lagi. Hehe…“Aku mau ke Busan, rapat untuk road tour.” Ulang Ben yang sudah rapih dengan kemeja plus celana jeansnya.“Oo… ok.”“Kamu mau ikut? Aku sepertinya akan seharian di sana… mungkin tengah malam baru pulang.
Kami tiba di apartemen Ben, hampir tengan hari di hari berikutnya. Ben sudah meemsan makanan yang akan diantar dalam beberala menit. Sebuah mie jjampong dengan logo halal. Yumm."Mau mandi?" Tanya Ben, ia melepaskan Jeansnya. Sekarang ia hanya mengenakan celana boxernya. Aish.."Gak deh. Kamu aja." Jawabku malu. Kenapa jadi canggung seperti ini sih? Tapi salah dia juga...ngapain pake buka-buka baju segala!"Bareng...yok!" Ucapnya lagi sudah berjalan menuju tempatku berdiri."Mmh.. dingin. Malas, mmmh..nanti aja!" Jawabku sekenanya."Ada aku ..yang bisa buat kamu hangat." Ucapnya dengan pandangan mata yang penuh maksud.Tapi aku cringe! Pake banget! Gimana dong!"Mmh..."Ben tak menjawab lagi, ia langsung menggandengku masuk ke dalam kamar mandi."Ben..." Rengekku dengan suara kecil. Aku benci diri
Aku menghabiskan waktu sampai sebelum tengah hari. Untung Ben sudah memberitahu jadwal kepulangan kami, dan aku sudah berkemas, karena sesampainya di rumah Aisha kami hanya mengambil koper dan pamit. Kami akan langsung berangkat ke bandara…menuju terminal airport internasional Surabaya, lalu melanjutkan ke Seoul.“Kenapa sangat cepat, Ben?” Tanya Ibu Aisha memeluk Ben dengan erat, wajahnya amsih penuh dengan sedih, kehilangan suaminya.“Ben, ada yang harus dikerjakan di Seoul.” Jawab Ben dengan sabar. Ibu Fatimah juga akan langsung pulang ke Brunei, kami akan pergi bersama menuju Surabaya, lalu berpisah di penerbangan yang berbeda.“Aku mau main ke sana… nanti aku kabari ya!” Ucap Aisha yang hanya dijawab senyuman kecil dari Ben. Ingin rasanya aku mencubit perutnya saat ini, agar ia menjawab tidak.Ben dan aku, bersama Ibu Fatimah berangkat dengan supir yang akan membawa kami ke bandara. Di sepanjang perjalanan Ibu Fatimah tertidur
Aku dan Ben sekarang sedang berada di sebuah pantai, di pinggiran kabupaten Malang. Aku melihatnya di google dna tertarik dengan pemandangan pantai ini , yang mengingatkanku dengan Bali.Ia menyewa sebuah mobil dan mengemudi ke tempat ini dengan bantuan google map. Ibu Fatimah menolak ikut, karena ia sudah merasa lelah mendengar bahwa jarak tempuh yang lumayan jauh. Kami berkendara lebih dari tiga jam, baru sampai di pantai ini.Aku sempat kesal, saat Aisha memaksa untuk ikut, beruntung ia belum mandi dan siap-siap, sehingga aku beralasan takut kemalaman kalau tak berangkat saat ini juga.Ha..ha..ha. berhasil!Kami hanya berduaan, duduk di atas pasir putih kekcoklatan pantai Balekambang. Aku menikmati angin dan mataku sangat dimanjakan dengan pemadangan di depanku. Ombak yang cukup besar mematahkan air pantai yang terkadang tenang. Ada sebuah aliran kecil di pinggir pantai, dan digunakan untuk para anak kecil bermain air. Aliran it
Jadi semalaman mereka bersama?Aku tidur, dan ia asik-asikan sama si mantan?Haish….Rasanya amarahku mau menyembur keluar seperti gunung meletus. Aku kesal luar biasa. Bukan karena aku cemburu…no! aku merasa ini tak adil!Aku masuk ke dalam kamar dan memasukkan semua bajuku ke dalam koper. Ia suka tak suka, aku mau pergi dari tempat ini hari ini.Setelah selesai, aku masuk ke dalam kamar mandi dan berganti pakaian. Aku melampiaskan amarahku dengan memukuli sebuah curtain untuk mandi sampai ia jatuh dari tempatnya. Masa bodoh!Aku keluar dalam keadaan rambut basah dan sudah berpakaian baru. Dan disaat yang sama… Ben masuk ke dalam kamar, ia memandangiku dengan bingung, alisnya terangkat dan ada sedikit kerutan di dahinya saat melihatku dengan rambut basah kuyup dan mulut menggumam tak jelas.“Kau sudah mandi?” Tanyanya melihatku dari atas ke bawah.“Sudah.” Jawabku ketus, aku ke depan meja ria