Fallen berdiri mematung sembari menundukkan kepalanya. Ia terlihat begitu takut, terlebih lagi karena Arjun mendengar apa yang ia katakan tentang ketenangan ketika tidak ada Arjun.
"Kau tadi mengatakan apa? Aku ingin mendengarnya lagi." Arjun berjalan mendekati Fallen dan yang kini bergetar ketakutan.
Saat sudah berada di hadapan Fallen, Arjun langsung mencengkram tangan Fallen lalu menarik gadis itu mendekatinya. Ia pun berbisik di telinga Fallen. "Apa aku harus mengulangi pertanyaan ku? Karena jika aku mengulanginya, maka kau akan kehilangan satu telingamu." Menghembuskan nafas ke telinga Fallen hingga membuatnya semakin ketakutan.
"Ketika tidak ada Tuan, saya merasa tenang. Ma-maafkan saya, Tuan." Fallen berusaha menahan air matanya.
"Oh, jadi kau menginginkan aku tetap berada di luar agar kau selalu tenang? Kau mengusirku dari rumahku sendiri? Baiklah, aku akan pergi dari rumah ini sekarang juga."
Arjun berjalan menuju ke lemari pakaiannya, lalu mengambil koper. Fallen mengikutinya.
Saat Arjun akan mengemasi pakaiannya, ia langsung menahan tangan pria itu hingga kini matanya melirik tajam.
"Saya mohon jangan lakukan ini, Tuan." Fallen berusaha menutupi rasa takutnya.
"Kenapa aku harus menuruti perkataan mu?"
"Ka-karena, karena Tuan suami saya. Suami dan istri tidak boleh tinggal terpisah."
"Apa alasannya?"
"Karena di dalam agama tidak diperbolehkan, Tuan."
"Lalu apa yang harusnya suami istri lakukan?"
"Tinggal dalam satu rumah."
"Lalu."
"Saling me-menyayangi dan me-mengasihi."
"Hahaha, kau mengatakan seolah aku menganggap mu sebagai istri. Bagiku, kau adalah sampah kecil. Lihat dirimu. Bertubuh pendek dan kurus, berwajah bulat, kau pikir kau itu seleraku? Kau itu hanya sampah kecil yang tidak pernah aku anggap ada." Arjun memandang rendah Fallen.
"Tuan, meskipun Tuan tidak mengaggap saya istri, tetapi saya harus tetap menghormati Tuan sebagai suami dan kita tidak boleh tinggal terpisah."
"Katakan kenapa kau takut aku pergi."
"Ini rumah Tuan. Jika,,,,Tuan pergi,,,,,Sa,,,saya tidak akan sanggup menggaji semua pelayan dan pengawal." Fallen menundukkan wajahnya. Itu adalah pemikiran yang paling bodoh. Namun, tidak mungkin jika ia mengatakan kalau jika Arjun pergi, ia takut kalau sang CEO akan kembali dengan membawa buldoser, menghancurkan rumah dengan ia di dalamnya.
"Hahaha! Dasar gadis bodoh!" Arjun tergelak mendengar ucapan bodoh Fallen. Mau bagaimana lagi? Kebodohan adalah hal yang bisa Fallen lakukan untuk mencegah tindakan berbahaya yang mungkin dilakukan Arjun.
Setelah tertawa dengan puas, Arjun kembali menatap Fallen dengan tatapan devilnya.
"Sekarang katakan kenapa kau tidur di lantai dan membuat aku harus mengobati mu agar kau tidak mati di sini!"
"Saya masih ingin rambut saya tetap utuh, Tuan." Fallen memejamkan matanya. Kalimat yang keluar dari mulutnya benar-benar keluar begitu saja karena rasa takut yang telah menguasainya.
"Oh, jadi kau sengaja sakit agar aku tidak jadi menghukum mu?"
"Tidak, bukan begitu, Tuan. Saya hanya merasa lelah sehingga ketiduran di lantai."
"Berarti kau orang yang sangat payah, lemah, dan penyakitan." Arjun mendorong kening Fallen dengan jari telunjuknya hingga membuat Fallen mundur ke belakang.
"Maafkan saya yang penyakitan ini, Tuan."
"Hahaha, kau sangat bodoh dan payah. Sudahlah, sekarang pergilah ke kamar sebelah, aku ingin menggunakan kamar ini."
"Sebelah mana, Tuan?"
"Kau harus menebaknya." Arjun mendorong Fallen keluar pintu lalu menutup pintu setelah menunjukkan senyuman devilnya.
Fallen terlihat bingung. Ia tidak tahu harus kemana. Jika diingat, sepertinya Arjun lebih sering menghabiskan waktu di kamar yang ada di sebelah barat, yaitu kamar kerjanya. Itu artinya? Kamar satunya, yang ada di sebelah timur adalah kamar yang dimaksud Arjun.
Fallen melangkahkan kakinya ke kamar tersebut. Ia masuk setelah menggeser pintu. Ia heran melihat bentuk dan tatanan kamar yang sama persis dengan kamar yang ditempati Arjun saat ini. Bentuk ranjang, denah ruangan, isi meja rias, jenis dan warna sprei, gorden jendela, bentuk dan ukiran lemari, serta isi kamar mandi, semua sama persis.
"Aneh, kenapa dua kamar ini bentuk dan isinya sama. Apa Tuan Arjun menyukai tatanan yang seperti ini di setiap kamar?" gumam Fallen.
Ia pun segera menuju ruang ganti untuk melihat pakaiannya. Dan ternyata, pakaiannya juga sama persis dengan yang ada di kamar sebelah. Bahkan untuk dalaman pun sama. Fallen semakin heran dengan hal yang ia rasa janggal di rumah itu.
Fallen kembali ke ranjang lalu mendudukinya. Ia tiba-tiba teringat dengan foto ibunya. Ia pun menangis sesenggukan mengingat satu-satunya hal yang mengingatkannya pada ibunya telah hilang.
"Jika saja ingatanku tidak hilang, pasti saat ini, aku tengah berbahagia, aku akan tersenyum mengingat kenangan indah saat aku kecil bersama ibu. Kenapa aku harus kehilangan ibu beserta ingatanku? Dan kenapa ayah begitu membenciku?"
Fallen berbaring di atas ranjang dengan air mata yang terus menetes.
Hingga beberapa jam kemudian, ia pun terbangun karena Maghrib sudah tiba. Ia pun melakukan sholat Maghrib di kamar tersebut dengan kain panjang yang ia balut seperti mukena. Karena mukena miliknya, ada di kamar yang ditempati Arjun. Ia mendapatkan mukena itu dari Asti saat pertama kali menjejaki rumah itu.
Setelah selesai sholat, ia pun kembali ke ranjang untuk sekadar merapikan sprei yang kusut. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat ada sebuah foto terselip di sebuah bantal. Ia segera mengambil foto tersebut, lalu menangis sembari mencium foto yang merupakan foto ibunya.
"Ya Allah, terimakasih, karena Engkau telah mengembalikan foto ibuku." Fallen mengusap air matanya yang menetes di foto ibunya. Ia tidak ingin foto tersebut rusak karena air mata kebahagiaannya.
Lama ia menangis, akhirnya ia menyadari sesuatu.
"Siapa yang meletakkan foto ini di sini?" gumamnya sambil melihat ke sembarang arah.
Namun, keheranannya terjawab saat Asti datang, mengajaknya untuk turun dan makan malam. Asti tersenyum padanya saat ia sedang memegangi foto ibunya. Ya, ia yakin pasti Asti lah yang meletakkan foto tersebut.
"Asti, terimakasih, ya," ucap Fallen saat mereka sedang menuruni lift menuju ruang makan.
Asti hanya mengangguk dan tersenyum. Fallen duduk di kursi saat ia sudah sampai. Matanya menyapu seluruh sudut ruangan untuk melihat keberadaan Arjun.
"Tuan sedang ada pekerjaan penting sehingga beliau makan di kamarnya, Nona. Nona makanlah, tetapi harus dihabiskan, jangan ada yang tersisa di piring."
Fallen hanya mengangguk, lalu menunduk malu karena ketahuan sedang mencari keberadaan Arjun.
Fallen pun akhirnya dapat memakan makan malamnya dengan perasaan yang tenang. Selain ia bahagia karena Asti telah mengembalikan foto ibunya, ia juga senang karena tidak perlu menelan makanan dengan perasaan takut sebab tidak ada Arjun di sana yang akan memelototi atau meneriakinya sepanjang makan. Aneh memang, untuk makan saja rasanya sulit menelan karena seseorang yang sangat membuatnya takut.
Setelah selesai makan, Fallen pun kembali ke kamar. Ia bermaksud ingin sedikit membaca buku untuk menghilangkan rasa bosannya. Namun, Asti datang dan memberikan sebuah perintah dari Arjun. "Nona, Tuan Arjun berpesan agar mulai besok, Nona jangan keluar kamar sebelum Tuan pergi bekerja, tepatnya sebelum jam delapan, Nona harus tetap berada di dalam kamar." "Tapi kenapa, Asti?" Fallen heran dengan ucapan Asti. Perintah Arjun benar-benar membuatnya terkejut. "Nona, saya belum selesai bicara. Selain itu, saat jam pulang kerja Tuan Arjun, Nona juga harus sudah berada di kamar. Makan malam akan di antar ke kamar Nona." "Asti, apa maksudnya ini? Kenapa Tuan Arjun menghindari ku? Apa aku punya salah padanya? Katakan, Asti." Fallen memegang tangan Asti sembari menangis. Seketika ia merasa bahwa ini adalah rumahnya sendiri, dimana ayahnya selalu menghindarinya meski hanya untuk beradu tatap saja. Rasa
Arjun baru saja sampai di rumah. Tubuhnya terasa sangat letih. Karena setelah pertemuan dari Gunanda tadi, ia langsung pergi menghadiri beberapa meeting penting.Arjun berjalan ke sebuah kamar yang ia lupa bahwa di kamar itu ada Fallen. Yang ia ingat, setiap hari ia memang suka berpindah kamar. Karena itu ada tiga kamar di lantai tersebut.Ia sudah bermalam di ruang kerjanya, maka malam ini, ia akan bermalam di kamar tengah. Sementara kamar yang ada di bagian timur adalah kamar ketiga.Arjun memasuki kamar tersebut. Merenggangkan dasinya, lalu berjalan menuju kamar mandi. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar air hidup dari dalam kamar mandi. Ia tertegun, apakah air sedang rusak? Perlahan ia membuka pintu yang tidak terkunci itu. Dan alangkah terkejutnya saat ia melihat sosok Fallen sedang berendam di dalam bathtub dengan busa dan kelopak bunga mawar. Mata Fallen masih tertutup karena ia sepertinya ketiduran.
Hari-hari dilalui Fallen dengan rasa kesepian dan kesendirian. Tanpa terasa sudah dua sebulan lamanya ia tidak bertatap muka dengan Arjun. Hal positif yang ia terima, yaitu tidak menerima perlakuan kasar, teriakan, bentakan, ataupun ketakutan yang luar biasa. Berat badannya pun sudah ideal karena pola makan yang teratur wajib habis jika ingin tetap hidup.Setiap hari, Fallen hanya duduk di taman pada siang hari, dan menghabiskan waktu di kamar pada malam harinya. Menonton televisi, menatap foto ibunya, atau memandangi pemandangan dari balkon kamarnya. Sama seperti saat di rumah ayahnya.Asti masuk ke dalam kamar Fallen saat ia sedang duduk merenung di sofa kamarnya. Ia memberikan sarapan untuk Fallen nikmati pagi ini.Fallen menerimanya sembari tersenyum. "Terimakasih, Asti."Asti mengangguk dan tersenyum."Asti, bolehkah aku bertanya? Mengapa Tuan Arjun selalu berpindah kamar se
Arjun baru saja pulang dari kantor. Ia terlihat begitu letih karena hari ini jadwalnya begitu padat. Menemui klien, mengecek proyek langsung ke lapangan, hingga berteriak dan marah-marah pada bawahannya yang berbuat kesalahan kecil seperti saat sang sekretaris memberikan map padanya dalam keadaan terbalik.Arjun menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia mengendurkan dasinya, mengangkat kakinya lalu meletakkan di atas meja."Asti.""Ya, Tuan.""Buatkan aku teh hijau," ucap Arjun sambil memegangi kepalanya yang agak pusing."Baik, Tuan." Asti membungkuk, lalu pergi ke dapur, menyuruh pelayan membuatkan teh hijau, lalu memberikannya pada Arjun.Arjun menyeruput teh tersebut. Rasanya sangat enak dan membuatnya merasa nyaman. Namun, baru saja ia hendak menyandarkan kepalanya, terdengar suara gaduh di belakang rumah itu.Arjun berdecak kesal karena ke
Keesokan harinya, Arjun baru saja pulang dari kantornya. Namun, ketika ia memasuki rumah, ia terkejut melihat seseorang berambut sepunggung tengah duduk di sofa ruang tamu sembari memperhatikan sebuah bunga plastik di dalam vas di atas meja. Ia seperti ingin menyentuhnya, namun enggan. Berkali-kali tangannya hendak menyentuh, namun ia kembali menarik tangannya."Apa bunga itu sangat menarik bagimu, sehingga kau ingin menyentuhnya tanpa seizin ku?" tanya Arjun sembari berjalan menghampiri Fallen yang posisinya membelakanginya, sehingga wajahnya tidak terlihat.Mendengar hal itu, Fallen langsung berdiri tanpa berbalik. Wajahnya menjadi tegang, ia terus menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Kau kira kau siapa sehing,,,,," Ucapan Arjun terhenti setelah ia melihat wajah Fallen yang kini tampak berbeda.Tidak ada wajah pucat seperti hantu, karena saat ini wajahnya sudah dilapisi oleh bedak dan li
Seminggu telah berlalu. Kaki Fallen sudah pulih, sehingga pagi ini,,,,,,Byurrrrrr. Seember air tumpah ruah di atas ranjang yang ditiduri Fallen. Ia pun langsung terbangun dengan ekspresi gelagapan. Ia seperti tenggelam di atas ranjang besar tersebut."Dasar pemalas!" Arjun meneriaki Fallen yang masih mengumpulkan kesadarannya.Fallen mengusap wajahnya. Membiarkan sisa air dari wajahnya jatuh ke bawah. Ia melihat ke arah jendela, ternyata sudah hampir siang.Ia mengutuk dirinya sendiri karena bergadang membaca buku hingga subuh. Setelah melaksanakan sholat subuh, ia tertidur hingga sekarang, jam sebelas siang.Kenapa Arjun masih ada di rumah di jam itu, karena ini adalah hari Minggu."Ma-maafkan saya, Tuan. Saya akan membersihkan ranjang ini." Fallen bangkit dari posisinya, lalu berdiri hendak membersihkan ranjang yang sudah banjir itu."Sudah, tidak u
Sore hari pun tiba. Saat ini, adalah saat yang paling di tunggu Fallen. Bagaimana tidak? Ia akan menyaksikan matahari terbenam secara langsung. Ia sudah membersihkan diri di hotel, lalu kembali ke pantai untuk menyaksikan saat-saat matahari terbenam.Ia sudah berdiri menghadap arah matahari, melihat waktu di mana mataharimenghilang di bawah gariscakrawala di sebelah barat.Setelah menyaksikan peristiwa indah itu, ia menyeka sudut matanya. "Ternyata dia sangat indah.""Menurut ku tidak.""Mana mungkin, matahari yang,,,,,," Fallen menghentikan ucapannya saat menyadari bahwa ada orang lain selain dirinya yang menyaksikan matahari yang terbenam itu. Ia menoleh ke sumber suara dan terkejut melihat keberadaan Arjun di belakangnya."Tu,,Tuan.""Ternyata kau kesini hanya untuk melihat peristiwa membosankan ini?" Arjun menatap heran."
Keesokan harinya, suasana di rumah Arjun menjadi riuh. Bagaimana tidak, saat Arjun membuka ponselnya, ia melihat banyak artikel yang memuat foto Fallen dan dirinya saat berada di pantai semalam. Foto diambil saat mereka baru sampai di pantai itu. Tak hanya itu, foto saat mereka melihat matahari terbenam pun ikut terpampang jelas.Berbagai judul artikel menjadi trending topik di jagat Internet.Arjun Wijaya ternyata memiliki kekasih. Siapakah wanita misterius yang berhasil meluluhkan hati Big Boss tersebut?Ternyata, Arjun Wijaya diam-diam sudah mempunyai pacar. Mengapa ia menyembunyikan hal tersebut?Seperti apakah sosok yang berhasil mencuri hati sang dewa bisnis?Diduga, pacaran diam-diam, beginilah potret kekasih Arjun Wijaya."Aaarrrggghhh, sial! Kenapa liburan kemarin bisa bocor?!" Arjun melempar ponselnya ke lantai hingga menyebabkan ponsel tersebut han