Arjun baru saja sampai di rumah. Tubuhnya terasa sangat letih. Karena setelah pertemuan dari Gunanda tadi, ia langsung pergi menghadiri beberapa meeting penting.
Arjun berjalan ke sebuah kamar yang ia lupa bahwa di kamar itu ada Fallen. Yang ia ingat, setiap hari ia memang suka berpindah kamar. Karena itu ada tiga kamar di lantai tersebut.
Ia sudah bermalam di ruang kerjanya, maka malam ini, ia akan bermalam di kamar tengah. Sementara kamar yang ada di bagian timur adalah kamar ketiga.
Arjun memasuki kamar tersebut. Merenggangkan dasinya, lalu berjalan menuju kamar mandi. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar air hidup dari dalam kamar mandi. Ia tertegun, apakah air sedang rusak? Perlahan ia membuka pintu yang tidak terkunci itu. Dan alangkah terkejutnya saat ia melihat sosok Fallen sedang berendam di dalam bathtub dengan busa dan kelopak bunga mawar. Mata Fallen masih tertutup karena ia sepertinya ketiduran.
Buru-buru Arjun menutup pintu kembali. Ia pun segera melangkahkan kakinya menuju luar. Berkali-kali ia menggerutu. "Kenapa aku bisa lupa? Kenapa aku melihatnya mandi? Dan kenapa dia malah tertidur, dasar bodoh."
Arjun pun langsung memanggil kepala pelayan.
"Masuk ke kamarnya dan pastikan bahwa tidak ada barang-barang yang dirubah posisinya."
Asti langsung mengangguk dan menuju kamar Fallen. Ia tidak menemukan keberadaan Fallen di dalam kamar yang sebenarnya posisinya sudah benar. Namun karena Fallen tidak ada, Asti berinisiatif untuk mencarinya.
Ia mengetuk kamar mandi hingga akhirnya membangunkan Fallen. Fallen menyadari bahwa ia ketiduran. Lekas ia menyahut panggilan dari Asti dari dalam kamar mandi.
Setelah mengetahui bahwa Fallen berada di kamar mandi, Asti pun segera keluar. Ia masih heran dengan perintah Arjun yang menurutnya sangat tidak penting dan posisi Fallen yang ada di dalam kamar mandi.
Arjun merebahkan dirinya ke ranjang ruang kerjanya. Ia menghela nafas panjang. Membiarkan tubuhnya terlentang diantara bantal dan guling yang masih berada di posisinya.
Ia memejamkan matanya sejenak, hingga akhirnya ia terlarut dalam tidur.
"Aaaaaakkhhh, sakit Bu! Ampuuuun!!"
"Rasakan ini, dasar anak sialan! Kau seharusnya tidak hidup di dunia ini!! Seharusnya kau mati saja!! Aku menyesal membiarkan mu lahir ke dunia ini. Setiap melihatmu, rasanya aku ingin sekali membunuhmu! Kau adalah anak yang menjijikkan!!!"
"Aaaaaaakkkkh, sakit, Bu! Jangan cambuk aku lagi. Sakiiiit!!"
"Semoga dengan cara ini kau lekas mati!! Pergilah dari dunia ini, pergi!!!"
"Tidaaaaaak!!!" Arjun terbangun dengan wajah penuh keringat. Betapa ia sungguh tidak ingin mengenang masa itu, namun mimpi buruk itu terus terulang, terlebih ketika ia lelah, pasti mimpi buruk itu selalu hadir dengan berbagai kenangan buruk.
Arjun melihat Arlojinya. Ternyata sudah satu jam ia tertidur. Ia pun segera membersihkan diri ke kamar mandi. Ia berendam di dalam bathtub dengan air hangat. Ia kembali teringat akan mimpinya. Begitu perih luka hati yang ia terima. Sudah terluka fisik, batin pun juga tersiksa mendengar cacian dan makian seolah kelahirannya tidak diinginkan.
"Aku juga tidak sudi mempunyai ibu seperti mu. Kau ibu kandung ku, tetapi sikapmu seperti ibu tiri. Tidak, kau bukan hanya seperti ibu tiri, tetapi juga monster yang sangat kejam. Aku tidak akan pernah memaafkan dirimu!" Arjun menatap tajam ke sembarang arah di antara air mata yang meleleh membasahi pipinya.
*****
"Airin, bolehkah ibu jujur pada Arjun?" tanya Rania pada Airin yang terbaring dengan mata yang terus menatap ke langit-langit.
Terlihat Airin langsung menggeleng. Tubuhnya memang tidak bisa bergerak, tetapi kepalanya masih bisa merespon seperti membuka mulut, menangis, atau bahkan menggeleng.
"Biarkan dia tahu yang sebenarnya. Setidaknya dia tahu alasan apa yang membuatmu sangat membencinya. Dengan begitu dia bisa memberikan maaf padamu. Bukankah ini keinginanmu? Mendapatkan maaf dari anakmu?"
Airin masih menggeleng. Matanya semakin melotot tajam. Air matanya meleleh membasahi pelipisnya.
Rania semakin menangis tersedu-sedu. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Jika Arjun mengetahui rahasia ini, memang, ia akan sangat sedih, namun setidaknya ia mengetahui apa yang membuat ibunya sangat membenci dirinya.
Airin memejamkan mata. Tampak nafasnya kembang kempis pertanda dirinya berusaha untuk mengontrol rasa marahnya.
Sejak lima tahun yang lalu, yaitu sejak sang suami meninggal, Airin syok dan terkena stroke berat. Menyebabkan seluruh anggota tubuhnya lumpuh hingga sekarang. Bahkan beberapa kali ia sempat mengalami kritis. Hanya satu yang ia inginkan, yaitu maaf dari sang anak yang selama ini ia siksa karena satu alasan.
*****
Fallen duduk di balkon kamarnya. Menatap foto ibunya, sembari memandangi sore hari yang damai. Sebenarnya ia punya satu impian, yaitu melihat matahari terbenam di pantai. Namun itu hanya impian belaka, karena sampai detik ini, ia tak pernah tahu seperti apa pantai itu? Seperti apa pasir tanpa kotoran kucing, dan seperti apa air laut yang kata orang mempunyai rasa asin.
"Bu, apakah kita dulu pernah ke pantai? Jika pernah, apakah kita pernah membuat istana? Atau,,,apakah aku pernah berenang di dalamnya? Pernahkah aku merasakan asin di mulut saat tertelan air laut? Keinginanku sangat sederhana saja, Bu. Aku ingin melihat matahari terbenam di pantai." Fallen tersenyum getir. Bulir air mata kembali membasahi pipinya.
"Impianku sangat kekanak-kanakan, ya, Bu? Tapi sayang, aku tidak akan pernah melihatnya. Mungkin memang takdirku untuk terkurung selamanya di rumah. Tanpa pernah tahu apa itu pantai, mall, sekolah, bahkan teman. Tidak tahukah ibu betapa perihnya hidup dalam kesepian seperti ini? Aku tidak punya tempat untuk mencurahkan segala isi hatiku. Aku tidak punya tempat untuk mengadu, bersandar, atau sekadar tersenyum. Mengapa hidupku sangat menyedihkan, Ibu?" Fallen menangis meratap. Beginilah ia. Cengeng, penakut, dan bodoh. Entah kapan ia akan bahagia.
Lelah menangis, Fallen kembali ke kamar. Merebahkan dirinya ke atas ranjang, sembari menunggu adzan Maghrib berkumandang.
Sementara itu, Arjun sedang bekerja dengan laptopnya. Malam ini ia akan makan di dalam, karena itu, ia berpesan kepada Asti untuk menyuruh Fallen makan di lantai bawah.
Entah apa yang melatarbelakangi sikapnya yang tiba-tiba menghindari Fallen. Padahal, Fallen bukanlah orang yang akan menyakiti dirinya sehingga harus dihindari.
Ia terus berfokus pada laptop di depannya. Inilah risiko yang harus ia tanggung karena tidak mempercayai orang lain. Semua harus ia kerjakan sendiri, tanpa bantuan dari siapapun. Bahkan Jim yang selalu setia berada di sampingnya pun tidak ia percayai. Baginya, semua orang sama saja. Berwajah manis, namun berhati busuk. Ia selalu berhati-hati pada siapapun. Namun keberadaan Fallen justru membuatnya lupa bahwa Fallen adalah orang asing yang ia terima tinggal di rumahnya.
Hari-hari dilalui Fallen dengan rasa kesepian dan kesendirian. Tanpa terasa sudah dua sebulan lamanya ia tidak bertatap muka dengan Arjun. Hal positif yang ia terima, yaitu tidak menerima perlakuan kasar, teriakan, bentakan, ataupun ketakutan yang luar biasa. Berat badannya pun sudah ideal karena pola makan yang teratur wajib habis jika ingin tetap hidup.Setiap hari, Fallen hanya duduk di taman pada siang hari, dan menghabiskan waktu di kamar pada malam harinya. Menonton televisi, menatap foto ibunya, atau memandangi pemandangan dari balkon kamarnya. Sama seperti saat di rumah ayahnya.Asti masuk ke dalam kamar Fallen saat ia sedang duduk merenung di sofa kamarnya. Ia memberikan sarapan untuk Fallen nikmati pagi ini.Fallen menerimanya sembari tersenyum. "Terimakasih, Asti."Asti mengangguk dan tersenyum."Asti, bolehkah aku bertanya? Mengapa Tuan Arjun selalu berpindah kamar se
Arjun baru saja pulang dari kantor. Ia terlihat begitu letih karena hari ini jadwalnya begitu padat. Menemui klien, mengecek proyek langsung ke lapangan, hingga berteriak dan marah-marah pada bawahannya yang berbuat kesalahan kecil seperti saat sang sekretaris memberikan map padanya dalam keadaan terbalik.Arjun menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia mengendurkan dasinya, mengangkat kakinya lalu meletakkan di atas meja."Asti.""Ya, Tuan.""Buatkan aku teh hijau," ucap Arjun sambil memegangi kepalanya yang agak pusing."Baik, Tuan." Asti membungkuk, lalu pergi ke dapur, menyuruh pelayan membuatkan teh hijau, lalu memberikannya pada Arjun.Arjun menyeruput teh tersebut. Rasanya sangat enak dan membuatnya merasa nyaman. Namun, baru saja ia hendak menyandarkan kepalanya, terdengar suara gaduh di belakang rumah itu.Arjun berdecak kesal karena ke
Keesokan harinya, Arjun baru saja pulang dari kantornya. Namun, ketika ia memasuki rumah, ia terkejut melihat seseorang berambut sepunggung tengah duduk di sofa ruang tamu sembari memperhatikan sebuah bunga plastik di dalam vas di atas meja. Ia seperti ingin menyentuhnya, namun enggan. Berkali-kali tangannya hendak menyentuh, namun ia kembali menarik tangannya."Apa bunga itu sangat menarik bagimu, sehingga kau ingin menyentuhnya tanpa seizin ku?" tanya Arjun sembari berjalan menghampiri Fallen yang posisinya membelakanginya, sehingga wajahnya tidak terlihat.Mendengar hal itu, Fallen langsung berdiri tanpa berbalik. Wajahnya menjadi tegang, ia terus menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Kau kira kau siapa sehing,,,,," Ucapan Arjun terhenti setelah ia melihat wajah Fallen yang kini tampak berbeda.Tidak ada wajah pucat seperti hantu, karena saat ini wajahnya sudah dilapisi oleh bedak dan li
Seminggu telah berlalu. Kaki Fallen sudah pulih, sehingga pagi ini,,,,,,Byurrrrrr. Seember air tumpah ruah di atas ranjang yang ditiduri Fallen. Ia pun langsung terbangun dengan ekspresi gelagapan. Ia seperti tenggelam di atas ranjang besar tersebut."Dasar pemalas!" Arjun meneriaki Fallen yang masih mengumpulkan kesadarannya.Fallen mengusap wajahnya. Membiarkan sisa air dari wajahnya jatuh ke bawah. Ia melihat ke arah jendela, ternyata sudah hampir siang.Ia mengutuk dirinya sendiri karena bergadang membaca buku hingga subuh. Setelah melaksanakan sholat subuh, ia tertidur hingga sekarang, jam sebelas siang.Kenapa Arjun masih ada di rumah di jam itu, karena ini adalah hari Minggu."Ma-maafkan saya, Tuan. Saya akan membersihkan ranjang ini." Fallen bangkit dari posisinya, lalu berdiri hendak membersihkan ranjang yang sudah banjir itu."Sudah, tidak u
Sore hari pun tiba. Saat ini, adalah saat yang paling di tunggu Fallen. Bagaimana tidak? Ia akan menyaksikan matahari terbenam secara langsung. Ia sudah membersihkan diri di hotel, lalu kembali ke pantai untuk menyaksikan saat-saat matahari terbenam.Ia sudah berdiri menghadap arah matahari, melihat waktu di mana mataharimenghilang di bawah gariscakrawala di sebelah barat.Setelah menyaksikan peristiwa indah itu, ia menyeka sudut matanya. "Ternyata dia sangat indah.""Menurut ku tidak.""Mana mungkin, matahari yang,,,,,," Fallen menghentikan ucapannya saat menyadari bahwa ada orang lain selain dirinya yang menyaksikan matahari yang terbenam itu. Ia menoleh ke sumber suara dan terkejut melihat keberadaan Arjun di belakangnya."Tu,,Tuan.""Ternyata kau kesini hanya untuk melihat peristiwa membosankan ini?" Arjun menatap heran."
Keesokan harinya, suasana di rumah Arjun menjadi riuh. Bagaimana tidak, saat Arjun membuka ponselnya, ia melihat banyak artikel yang memuat foto Fallen dan dirinya saat berada di pantai semalam. Foto diambil saat mereka baru sampai di pantai itu. Tak hanya itu, foto saat mereka melihat matahari terbenam pun ikut terpampang jelas.Berbagai judul artikel menjadi trending topik di jagat Internet.Arjun Wijaya ternyata memiliki kekasih. Siapakah wanita misterius yang berhasil meluluhkan hati Big Boss tersebut?Ternyata, Arjun Wijaya diam-diam sudah mempunyai pacar. Mengapa ia menyembunyikan hal tersebut?Seperti apakah sosok yang berhasil mencuri hati sang dewa bisnis?Diduga, pacaran diam-diam, beginilah potret kekasih Arjun Wijaya."Aaarrrggghhh, sial! Kenapa liburan kemarin bisa bocor?!" Arjun melempar ponselnya ke lantai hingga menyebabkan ponsel tersebut han
Pada malam harinya, Fallen sudah bersiap. Ia mengenakan gaun terbaik, dirias secantik mungkin, hingga Arjun nyaris tak dapat mengenalinya. Ya, saat ini, Arjun tengah menatap Fallen dari atas hingga ke bawah. Sempurna! Penampilan seperti inilah yang Arjun sukai. Berbalut gaun panjang, rambut ikal sepunggung, dipadu dengan make up yang terlihat senatural mungkin.Fallen tampak tertunduk dipandangi seperti itu oleh Arjun. Segera, Arjun tersadar dari lamunannya, mengalihkan pandangan ke arah lain."Jim, apakah semua sudah siap?""Sudah, Tuan.""Baiklah, ayo." Arjun pun mengajak Fallen pergi ke atap rumahnya.Awalnya Fallen merasa heran, kenapa Arjun malah mengajaknya ke atap, bukan ke mobil. Namun, saat ia melihat sebuah helikopter mendarat tepat di atap rumah besar dan luas itu, barulah ia sadar, bahwa mereka akan pergi dengan helikopter tersebut.Fallen gemetar
Makan malam telah selesai, klarifikasi Arjun pun telah diterima dengan baik oleh mereka. Tibalah saatnya mereka membubarkan diri dari kapal pesiar mewah itu.Setelah melepas kepergian para kliennya, Arjun dan Fallen pun segera naik helikopter dan pulang ke rumah.Sesampainya di rumah, Arjun berjalan beriringan dengan Fallen. Tanpa sengaja, tangannya bersentuhan dengan tangan Fallen yang terasa sangat dingin."Kenapa kau dingin sekali?" tanya Arjun di tengah derap langkahnya."Saya rasa karena udara laut yang dingin, suamiku. Saya tidak pernah berada di ketinggian kapal pesiar dan menikmati angin laut yang menusuk tulang.""Dasar payah, begitu saja kau sudah sakit.""Maafkan saya, suamiku.""Bisakah kau tidak menggunakan bahasa formal? Aku risih mendengarnya.""Maafkan saya, eh, maafkan aku, suamiku."