Setelah selesai makan, Fallen pun kembali ke kamar. Ia bermaksud ingin sedikit membaca buku untuk menghilangkan rasa bosannya. Namun, Asti datang dan memberikan sebuah perintah dari Arjun.
"Nona, Tuan Arjun berpesan agar mulai besok, Nona jangan keluar kamar sebelum Tuan pergi bekerja, tepatnya sebelum jam delapan, Nona harus tetap berada di dalam kamar."
"Tapi kenapa, Asti?" Fallen heran dengan ucapan Asti. Perintah Arjun benar-benar membuatnya terkejut.
"Nona, saya belum selesai bicara. Selain itu, saat jam pulang kerja Tuan Arjun, Nona juga harus sudah berada di kamar. Makan malam akan di antar ke kamar Nona."
"Asti, apa maksudnya ini? Kenapa Tuan Arjun menghindari ku? Apa aku punya salah padanya? Katakan, Asti." Fallen memegang tangan Asti sembari menangis. Seketika ia merasa bahwa ini adalah rumahnya sendiri, dimana ayahnya selalu menghindarinya meski hanya untuk beradu tatap saja. Rasa kecewa memenuhi hatinya. Apakah hidupnya hanya untuk dibenci dan di kurung?
"Nona, satu hal yang tidak akan mungkin saya lakukan, yaitu berpendapat tentang Tuan Arjun. Maafkan saya, Nona. Saya sarankan agar Nona tidak membantah perintah Tuan Arjun atau Nona akan menerima akibat yang sangat fatal." Asti mengingatkan. Ia menatap raut wajah kecewa Fallen dengan tatapan prihatin.
Fallen segera menghapus air matanya. "Baik, aku mengerti. Terimakasih, ya. Setidaknya kau telah mengembalikan benda yang paling berharga dalam hidupku, untuk menemaniku saat aku kesepian." Mencoba tersenyum.
Asti mengangguk dan tersenyum, lalu pergi dari kamar itu.
Fallen kembali terduduk di ranjangnya. Ia mengambil foto ibunya yang tadi ia simpan di bawah bantal. Bulir air mata kembali membasahi pipinya.
"Apa salahku, ibu? Kenapa semua orang menghindari ku. Bahkan orang paling kejam sekalipun juga tidak ingin bertemu denganku lagi. Sebenarnya seberapa menjijikkannya diriku ini, ibu." Fallen menangis tersedu-sedu hingga ia pun tertidur akibat lelah menangis.
*****
"Fallen, sebenarnya kau adalah,,,,,"
"Ibu!!" Fallen terbangun sembari berteriak dengan keringat memenuhi kepalanya tepat sebelum subuh menjelang.
Nafasnya tersengal-sengal. Ia meraih sebuah gelas di atas nakas, lalu meminum isinya. Setelah itu, ia mulai mengatur nafasnya.
"Kenapa mimpi itu terus saja terulang? Ini aneh, aku tidak mengingat masa-masa bersama ibu, tetapi aku selalu memimpikan dirinya seakan itu nyata. Apakah itu adalah sebagian dari ingatanku yang mulai pulih? Tapi kenapa mimpi itu tidak tuntas. Aku selalu memimpikan ibu akan mengatakan tentang siapa aku, tetapi tidak pernah sampai akhir." Fallen bergumam sendiri.
Lamunannya terhenti saat suara adzan berkumandang. Ia pun segera melaksanakan sholat dan tak lupa ia mendoakan ibunya.
Selesai sholat, ia langsung membersihkan dirinya, lalu kembali duduk di sofa kamar itu. Ia harus menunggu Arjun berangkat bekerja, barulah ia bisa keluar.
Satu jam kemudian, Asti datang membawakan sarapannya. Fallen menerimanya lalu mengucapkan terimakasih.
Ia memakan sarapan pagi itu dengan lahap. Porsinya lumayan banyak, namun ia harus menghabiskannya.
Selesai sarapan, Fallen memilih pergi ke balkon kamar itu untuk menghirup udara segar atau sekadar melihat pemandangan di sekitar rumah Arjun. Tampak halaman luas terbentang mengelilingi rumah itu. Pepohonan, kebun bunga, dan kolam renang mengisi kehampaan di sana. Sayangnya, Fallen tidak bisa menikmati itu semua. Ia terlalu takut bahkan untuk menyentuh fasilitas rumah itu.
Tepat jam delapan lewat sepuluh menit, Fallen melangkahkan kakinya Keluar kamar. Ia menoleh ke kamar kerja Arjun yang sepertinya sudah tidak berpenghuni lagi karena Arjun telah pergi bekerja.
Fallen pun bergegas ke taman belakang sekadar untuk melihat kebun bunga yang indah namun tidak boleh disentuh. Cukup lama ia memandang, hingga akhirnya rasa jenuh mulai menghampirinya. Ia pun pergi ke dalam kamar. Menyalakan televisi, lalu menonton serial India kesukaannya. Yaitu kisah gadis yang dijodohkan sejak kecil, namun sampai dewasa terus mendapatkan ujian yang bertubi-tubi bahkan dari suaminya sendiri.
*****
Arjun sedang berkutat dengan laptopnya. Ia terlihat serius mengerjakan data-data penting untuk presentasi dengan kliennya. Sama halnya seperti di rumah, di kantor pun ia tidak mempercayai sekretaris maupun wakilnya. Mengenai data-data perusahaan atau untuk tender, hanya ia sendiri yang boleh melihat dan mengerjakan. Perihal laporan dan surat menyurat, barulah diembankan kepada sang sekretaris.
Saat jam makan siang, ia pun bergegas ke sebuah restoran untuk bertemu dengan seorang yaitu Gunanda. Sebenarnya itu bukanlah sebuah meeting. Lebih tepatnya disebut sebuah permohonan dari Gunanda untuk menyuntikkan dana pada perusahaannya yang lagi-lagi mengalami penurunan omset hingga mengakibatkan kerugian di perusahaannya.
Mereka makan di sebuah restoran tepatnya di sebuah ruang khusus yang mana hanya untuk satu meja saja.
Arjun menatap Gunanda yang kini berada di depannya, sedang melihat daftar menu untuk dipesan.
Selesai dengan menu, pelayan segera pergi dari ruangan tersebut.
"Kenapa perusahaan Anda bisa kembali goyah? Apa yang terjadi?"
"Penjualan produk saya turun drastis karena ada perusahaan baru yang menyaingi produk saya." Gunanda menjelaskan.
"Anda punya banyak investor, kenapa malah meminta saya menyuntikkan dana?"
"Karena hanya Anda yang memiliki kekuasaan di atas kekuasaan. Tidak ada yang dapat menyaingi kekayaan dan keagungan Anda." Gunanda menambahkan.
"Hmm, baiklah, aku akan menyuntikkan dana ke perusahaan mu."
Mendengar ucapan Arjun, senyuman pun merekah di bibir Gunanda. Ia tidak menyangka jika Arjun dengan mudah langsung mengiyakan saja. Apa mungkin karena ia adalah mertuanya?
"Tapi semua tidak sesuai perkiraan mu. Tidak ada yang gratis di dunia ini." Arjun menyunggihkan senyumannya.
"Apa maksud Anda, Tuan Arjun? Bukankah dengan Anda menyuntikkan dana lagi, Anda akan mendapatkan keuntungan yang lebih setiap bulannya dari perusahaan saya? Saham Anda bertambah di perusahaan saya." Gunanda menatap heran.
"Jika hanya itu, saya tidak perlu repot-repot menyuntikkan dana pada Anda. Ingat saat suntikan pertama saya? Anda menjual putri Anda kepada saya? Lantas sekarang? Apa yang akan Anda tawarkan? Perlu saya ingatkan, bahwa Wijaya tidak sembarang menjadi investor di perusahaan lain."
Gunanda terdiam. Ia tidak mengerti maksud perkataan Arjun. Bukankah Arjun sudah mendapatkan Fallen? Lalu sekarang ia mau apa? Nyawa Gunanda?
"Tuan, apa yang harus saya berikan kepada Tuan?" tanya Gunanda.
"Aku suka membuat anak Anda menebak hingga ia hampir terkena serangan jantung. Sekarang giliran Anda." Arjun tersenyum licik.
"Tuan, apa yang harus saya tebak? Saya tidak mengerti." Gunanda terlihat kebingungan.
"Jika Anda tidak mengerti, maka Anda harus bertanya pada putri Anda tentang tebakan apa yang sering saya berikan padanya. Perlu Anda ketahui, saya selalu mengultimatum dirinya. Jika ia gagal menebak, maka jarinya harus dipotong, rambutnya harus dicabut lima puluh helai secara bersamaan, tapi sayangnya dia berhasil menebak. Jika dia gagal, maka sekarang pasti dia sudah cacat. Namun pagi ini, saya telah mematahkan tangannya karena salah menebak lagi." Arjun menunjukkan senyuman devilnya.
Namun ia tak melihat ekspresi terkejut di wajah Gunanda saat tahu putrinya baru saja mengalami patah di bagian tangan. Gunanda malah memandang ke lain arah sembari tersenyum tipis.
'Dasar manusia hina.'
Arjun baru saja sampai di rumah. Tubuhnya terasa sangat letih. Karena setelah pertemuan dari Gunanda tadi, ia langsung pergi menghadiri beberapa meeting penting.Arjun berjalan ke sebuah kamar yang ia lupa bahwa di kamar itu ada Fallen. Yang ia ingat, setiap hari ia memang suka berpindah kamar. Karena itu ada tiga kamar di lantai tersebut.Ia sudah bermalam di ruang kerjanya, maka malam ini, ia akan bermalam di kamar tengah. Sementara kamar yang ada di bagian timur adalah kamar ketiga.Arjun memasuki kamar tersebut. Merenggangkan dasinya, lalu berjalan menuju kamar mandi. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar air hidup dari dalam kamar mandi. Ia tertegun, apakah air sedang rusak? Perlahan ia membuka pintu yang tidak terkunci itu. Dan alangkah terkejutnya saat ia melihat sosok Fallen sedang berendam di dalam bathtub dengan busa dan kelopak bunga mawar. Mata Fallen masih tertutup karena ia sepertinya ketiduran.
Hari-hari dilalui Fallen dengan rasa kesepian dan kesendirian. Tanpa terasa sudah dua sebulan lamanya ia tidak bertatap muka dengan Arjun. Hal positif yang ia terima, yaitu tidak menerima perlakuan kasar, teriakan, bentakan, ataupun ketakutan yang luar biasa. Berat badannya pun sudah ideal karena pola makan yang teratur wajib habis jika ingin tetap hidup.Setiap hari, Fallen hanya duduk di taman pada siang hari, dan menghabiskan waktu di kamar pada malam harinya. Menonton televisi, menatap foto ibunya, atau memandangi pemandangan dari balkon kamarnya. Sama seperti saat di rumah ayahnya.Asti masuk ke dalam kamar Fallen saat ia sedang duduk merenung di sofa kamarnya. Ia memberikan sarapan untuk Fallen nikmati pagi ini.Fallen menerimanya sembari tersenyum. "Terimakasih, Asti."Asti mengangguk dan tersenyum."Asti, bolehkah aku bertanya? Mengapa Tuan Arjun selalu berpindah kamar se
Arjun baru saja pulang dari kantor. Ia terlihat begitu letih karena hari ini jadwalnya begitu padat. Menemui klien, mengecek proyek langsung ke lapangan, hingga berteriak dan marah-marah pada bawahannya yang berbuat kesalahan kecil seperti saat sang sekretaris memberikan map padanya dalam keadaan terbalik.Arjun menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia mengendurkan dasinya, mengangkat kakinya lalu meletakkan di atas meja."Asti.""Ya, Tuan.""Buatkan aku teh hijau," ucap Arjun sambil memegangi kepalanya yang agak pusing."Baik, Tuan." Asti membungkuk, lalu pergi ke dapur, menyuruh pelayan membuatkan teh hijau, lalu memberikannya pada Arjun.Arjun menyeruput teh tersebut. Rasanya sangat enak dan membuatnya merasa nyaman. Namun, baru saja ia hendak menyandarkan kepalanya, terdengar suara gaduh di belakang rumah itu.Arjun berdecak kesal karena ke
Keesokan harinya, Arjun baru saja pulang dari kantornya. Namun, ketika ia memasuki rumah, ia terkejut melihat seseorang berambut sepunggung tengah duduk di sofa ruang tamu sembari memperhatikan sebuah bunga plastik di dalam vas di atas meja. Ia seperti ingin menyentuhnya, namun enggan. Berkali-kali tangannya hendak menyentuh, namun ia kembali menarik tangannya."Apa bunga itu sangat menarik bagimu, sehingga kau ingin menyentuhnya tanpa seizin ku?" tanya Arjun sembari berjalan menghampiri Fallen yang posisinya membelakanginya, sehingga wajahnya tidak terlihat.Mendengar hal itu, Fallen langsung berdiri tanpa berbalik. Wajahnya menjadi tegang, ia terus menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya."Kau kira kau siapa sehing,,,,," Ucapan Arjun terhenti setelah ia melihat wajah Fallen yang kini tampak berbeda.Tidak ada wajah pucat seperti hantu, karena saat ini wajahnya sudah dilapisi oleh bedak dan li
Seminggu telah berlalu. Kaki Fallen sudah pulih, sehingga pagi ini,,,,,,Byurrrrrr. Seember air tumpah ruah di atas ranjang yang ditiduri Fallen. Ia pun langsung terbangun dengan ekspresi gelagapan. Ia seperti tenggelam di atas ranjang besar tersebut."Dasar pemalas!" Arjun meneriaki Fallen yang masih mengumpulkan kesadarannya.Fallen mengusap wajahnya. Membiarkan sisa air dari wajahnya jatuh ke bawah. Ia melihat ke arah jendela, ternyata sudah hampir siang.Ia mengutuk dirinya sendiri karena bergadang membaca buku hingga subuh. Setelah melaksanakan sholat subuh, ia tertidur hingga sekarang, jam sebelas siang.Kenapa Arjun masih ada di rumah di jam itu, karena ini adalah hari Minggu."Ma-maafkan saya, Tuan. Saya akan membersihkan ranjang ini." Fallen bangkit dari posisinya, lalu berdiri hendak membersihkan ranjang yang sudah banjir itu."Sudah, tidak u
Sore hari pun tiba. Saat ini, adalah saat yang paling di tunggu Fallen. Bagaimana tidak? Ia akan menyaksikan matahari terbenam secara langsung. Ia sudah membersihkan diri di hotel, lalu kembali ke pantai untuk menyaksikan saat-saat matahari terbenam.Ia sudah berdiri menghadap arah matahari, melihat waktu di mana mataharimenghilang di bawah gariscakrawala di sebelah barat.Setelah menyaksikan peristiwa indah itu, ia menyeka sudut matanya. "Ternyata dia sangat indah.""Menurut ku tidak.""Mana mungkin, matahari yang,,,,,," Fallen menghentikan ucapannya saat menyadari bahwa ada orang lain selain dirinya yang menyaksikan matahari yang terbenam itu. Ia menoleh ke sumber suara dan terkejut melihat keberadaan Arjun di belakangnya."Tu,,Tuan.""Ternyata kau kesini hanya untuk melihat peristiwa membosankan ini?" Arjun menatap heran."
Keesokan harinya, suasana di rumah Arjun menjadi riuh. Bagaimana tidak, saat Arjun membuka ponselnya, ia melihat banyak artikel yang memuat foto Fallen dan dirinya saat berada di pantai semalam. Foto diambil saat mereka baru sampai di pantai itu. Tak hanya itu, foto saat mereka melihat matahari terbenam pun ikut terpampang jelas.Berbagai judul artikel menjadi trending topik di jagat Internet.Arjun Wijaya ternyata memiliki kekasih. Siapakah wanita misterius yang berhasil meluluhkan hati Big Boss tersebut?Ternyata, Arjun Wijaya diam-diam sudah mempunyai pacar. Mengapa ia menyembunyikan hal tersebut?Seperti apakah sosok yang berhasil mencuri hati sang dewa bisnis?Diduga, pacaran diam-diam, beginilah potret kekasih Arjun Wijaya."Aaarrrggghhh, sial! Kenapa liburan kemarin bisa bocor?!" Arjun melempar ponselnya ke lantai hingga menyebabkan ponsel tersebut han
Pada malam harinya, Fallen sudah bersiap. Ia mengenakan gaun terbaik, dirias secantik mungkin, hingga Arjun nyaris tak dapat mengenalinya. Ya, saat ini, Arjun tengah menatap Fallen dari atas hingga ke bawah. Sempurna! Penampilan seperti inilah yang Arjun sukai. Berbalut gaun panjang, rambut ikal sepunggung, dipadu dengan make up yang terlihat senatural mungkin.Fallen tampak tertunduk dipandangi seperti itu oleh Arjun. Segera, Arjun tersadar dari lamunannya, mengalihkan pandangan ke arah lain."Jim, apakah semua sudah siap?""Sudah, Tuan.""Baiklah, ayo." Arjun pun mengajak Fallen pergi ke atap rumahnya.Awalnya Fallen merasa heran, kenapa Arjun malah mengajaknya ke atap, bukan ke mobil. Namun, saat ia melihat sebuah helikopter mendarat tepat di atap rumah besar dan luas itu, barulah ia sadar, bahwa mereka akan pergi dengan helikopter tersebut.Fallen gemetar
Sore harinya, terdengar suara tawa dari taman belakang.Kate yang merasa heran langsung mendatangi adanya sumber suara itu."Bagaimana? Terasa, kan?" tanya Fallen sambil menempelkan kepala Arjun di perutnya."Hahaha, dia baru saja menendangku." Arjun tergelak saat merasakan tendangan di bagian pipinya."Sepertinya dia ingin menjadi pemain sepak bola." Fallen menanggapi."Ya, kalau begitu, aku harus mempersiapkan lapangan sepak bola untuknya nanti," sahut Arjun dengan antusias."Jadi benar, anaknya laki-laki?" tanya Kate yang baru saja datang menghampiri mereka."Siapa yang bilang?" tanya Arjun."Kau ingin membelikannya lapangan sepak bola. Dia pasti laki-laki, iya, kan? Kalian tidak mau memberitahu kami hasil USG. Memangnya apa salahnya kalau kami tahu.""Kakak, bukan begitu, kami hanya tida
"Arjun!" teriak Airin yang sedang berdiri di ambang pintu kamar Arjun dan Fallen. "Hmmm, ada apa, Bu? Kenapa teriak-teriak?" tanya Arjun yang masih berbaring di atas ranjangnya dengan pakaian kerjanya. "Sedang apa kau di sini, Nak. Apa kau tahu, Kate kerepotan karena mengurus klien yang kau tinggalkan di restoran barusan." Arjun bangkit dari posisi berbaring nya. "Aku terpaksa meninggalkan mereka karena Fallen tiba-tiba saja memintaku pulang dengan sebuah tangisan dari seberang telepon." "Hah? Ada apa dengannya?" tanya Airin dengan khawatir. "Mau melahirkan? Tapi kan masih beberapa minggu lagi." "Tidak, Bu. Ternyata dia hanya merindukan aku. Dia bahkan tidak mau berpisah jauh-jauh dariku. Dan sekarang aku disuruh menunggunya yang sedang mandi." Arjun menjelaskan. "Astaga, ibu kira apa. Lalu, kenapa kau terlihat mengantuk sekali?" Airin berja
Beberapa bulan telah berlalu. Kini, hidup Arjun maupun Fallen sudah bahagia. Mereka tengah menantikan kehadiran buah hati yang sebentar lagi akan lahir ke dunia ini, hanya tinggal menghitung minggu.Rania dan Airin tinggal di sebelah rumah Arjun. Ya, Arjun membeli rumah untuk nenek dan ibunya tepat di samping rumahnya agar ia mudah jika ingin bertemu dengan mereka. Terlebih lagi, Fallen yang tengah hamil trimester ke-tiga itu tidak bisa terlalu lama melakukan perjalanan.Pagi ini, bertepatan dengan hari libur, mereka tengah bersantai di taman belakang rumah. Ditemani Kate dan Airin. Sedangkan Rania sedang ada acara arisan di rumah temannya."Indah sekali pagi ini, ya, Bu." Arjun menatap langit yang sama sekali tidak ada matahari karena tertutup awan mendung."Indah apanya? Ini sedang mendung," gerutu Kate."Aku berkata pada ibu ku, bukan pada mu." Arjun menatap Kate dengan kesal.
Seminggu telah berlalu, hari ini adalah hari yang ditunggu oleh seluruh stasiun televisi. Pasalnya, hari ini, jam ini, detik ini tengah diadakan konferensi pers oleh Arjun dan Fallen di sebuah gedung yang merupakan milik Arjun.Para reporter mengajukan beberapa pertanyaan pada mereka. Dengan jelas, Arjun menceritakan setiap detail kejadian yang mereka alami. Begitu juga dengan Fallen, ia menceritakan bagaimana kejahatan ayahnya terbongkar."Jadi, karena kecelakaan yang disengaja oleh Gunanda, makanya Nona Fallen berhasil mengingat kenangan masa kecil yang menyimpan rahasia besar tersebut?" tanya seorang reporter."Benar, bisa dikatakan, bahwa Gunanda sendirilah yang telah membuat kejahatannya selama ini terbongkar." Arjun menjawab."Tuan, kami dengar, Anda membantu anak dari orang yang dijadikan kambing hitam, setelah ditelusuri, ternyata suami dari wanita itu adalah Tuan Danu, yang mempunyai hutang
Arjun merangkul pundak Fallen, menemaninya berjalan keluar dari lapas tersebut setelah polisi memastikan semua bukti yang ada di kartu memori yang ia bawa adalah asli. Dengan begitu, Gunanda akan segera diproses hukum sebagaimana mestinya.Sepanjang perjalanan Fallen masih saja menangis. Bukan karena kenyataan pahit yang kini ia terima, melainkan karena ia adalah seorang yatim piatu. Tiada ayah dan ibu, hanya sebatang kara di dunia ini."Bahkan dulu aku sangat menyayanginya meski dia sangat membenciku." Fallen menangis tersedu-sedu."Tenangkan dirimu, Sayang." Arjun memeluk Fallen, lalu mengusap rambutnya dengan lembut."Aku bahkan menyesali kenapa ingatanku malah pulih. Lebih baik aku hilang ingatan seumur hidup, daripada mengetahui bahwa kenyataan sepahit ini.""Sayang, dengarkan aku, ini semua adalah takdir. Kau tidak boleh menyesalinya. Bayangkan jika saat ini ingatanmu belum
Flashback On Setelah kecelakaan yang menimpa Arjun, Fallen, serta Kate, satu persatu ingatan Fallen mulai muncul. Semula, ia berpikir bahwa itu adalah mimpi. Namun, lama-kelamaan bayangan itu semakin jelas. Beberapa kali ia mengingat peristiwa kecelakaan yang menimpa dirinya serta ibunya yang ternyata disebabkan mobil yang kehilangan kendali karena dikejar seseorang. Hingga saat ia sudah pulang dari rumah sakit, ia akhirnya mengingat seluruh memori yang selama ini hilang. Dan salah satunya adalah penyebab kecelakaan dan ucapan sang ibu yang selama ini selalu mengisi mimpinya namun hanya sepenggal. Sedangkan kali ini, ucapan ibunya terngiang sangat jelas. Saat Arjun menanyakan perihal sikapnya yang aneh, Fallen belum berani mengatakan perihal ingatannya. Namun, setelah ia mendengar bahwa Gunanda berusaha mencelakai mereka, barulah ia bertekad membuka kedok Gunanda. Pagi ini, setelah Arjun perg
Beberapa hari kemudian.Seorang pebisnis yang bernama Gunanda Permana diamankan pihak kepolisian setelah terbukti melakukan tindakan percobaan pembunuhan terhadap Arjun Wijaya.Begitulah berita yang saat ini tengah menggemparkan dunia bisnis. Ya, Gunanda ditangkap pagi ini setelah Arjun menyerahkan semua bukti atas tindak kriminal yang ia lakukan.Ditemui di kediamannya, Arjun tak banyak bicara saat ia melewati para wartawan yang telah menunggunya di depan gerbang rumahnya.Dengan mobil mewahnya, ia pun melaju ke kantor polisi untuk menemui Gunanda untuk mendapatkan jawaban atas apa yang telah ia perbuat.Sepanjang jalan, Arjun hanya diam. Ia masih memikirkan Fallen yang memang terlihat sangat aneh belakangan ini. Contohnya seperti malam tadi.Flashback OnArjun dan Fallen baru selesai makan malam. Mereka pun duduk di sofa kamar itu.
Hari ini, Kate dan Fallen sudah boleh pulang ke rumah. Dengan dituntun Arjun, Fallen melangkah dengan perlahan menuju pintu utama rumah mereka.Sedangkan Kate dituntun Jim meskipun berkali-kali menolak, bahkan menginjak kaki Jim."Kate, bisakah kau bersikap sedikit lembut pada Jim?" tanya Arjun saat mereka sudah sampai ruang tamu rumah itu."Salah sendiri kenapa tidak menurut. Aku tidak hamil dan aku bukan wanita tua yang harus dituntun," gerutu Kate tanpa memperdulikan keberadaan Jim di samping Arjun."Maafkan kakak ipar, ya, Jim." Fallen menambahkan.Jim hanya mengangguk dan tersenyum. Ia tidak begitu peduli tentang hal yang mereka ucapkan, yang penting sekarang, kakinya seakan mati rasa karena terlalu sakit. Tenaga Kate memang lumayan kuat hingga injakan kakinya membuat Jim kesakitan."Sekarang katakan, apakah pelakunya sudah ditangkap?" tanya Kate pada Ar
Beberapa hari telah berlalu. Keadaan Fallen maupun Kate sudah berangsur membaik. Saat ini, Arjun tengah duduk di depan seorang wanita yang merupakan tersangka atas kasus kecelakaan yang menimpanya beberapa waktu lalu, yaitu Farah, wanita separuh baya yang pernah ia tolong, kedua anaknya pun selalu dijaga dan diberikan santunan setiap bulan.Farah ditetapkan sebagai tersangka setelah liontin miliknya yang berisikan fotonya dan keluarganya ada di sana.Saat kejadian kecelakaan itu pun, Farah tidak berada di rumah. Dan ketika ia berdalih, ia tidak punya alibi karena ia keluar tanpa bertemu dengan seseorang yang bisa menguatkan alibinya."Farah, apa salahku padamu? Setelah apa yang aku lakukan untukmu, kau malah mencoba membunuh keluarga ku." Arjun menatap Farah dengan tatapan penuh kekecewaan."Aku bersumpah, Arjun. Aku tidak mencelakai keluarga mu! Ku mohon, percayalah padaku!" Farah memohon sembari me