Jihan dan Kalista tertawa terbahak-bahak setelah meninggalkan Bian sendirian di kamar Kalista. Kalista sendiri malah diajak Jihan untuk tidur di kamarnya. Mereka baru saja menghukum Bian di kasur. Bian ditinggalkan dalam keadaan kedua tangan diikat rantai yang dikaitkan ke gagang pintu. Bian telak salah paham dan pasrah, karena kedua istrinya bersatu menghukumnya.
Bian saja yang terlalu pervert. Ia malah berpikir jorok bila kedua istrinya akan melayaninya bersama. Harusnya Bian tahu bila sebinal-binalnya Kalista dan semalas-malasnya Jihan di tempat tidur, tentu mereka tidak akan berpikiran sampai mau main bertiga. Bian saja yang terlalu nakal. Bian membenci pikiran negatifnya. Semenjak melakukannya sekali dengan Kalista, Bian merasakan sesuatu yang berbeda dari pola gairahnya. Hal itu pula yang membuatnya tampak bodoh di mata kedua istrinya. Terpaksa malam itu, Bian tidur sendirian dengan kedua tangan dirantai. Jihan dan Kalista sepert"Kalian tidak sarapan dulu?" Jihan baru saja menata makanan di meja. Bian dan Kalista yang baru turun dari kamar mereka di lantai dua tampak terburu-buru ingin menuju keluar. "Ah, sorry, Sayang!" Bian memeluk Jihan dan mengecupi wajahnya,"ada hal mendesak pagi ini. Makanya aku terburu-buru. Aku akan sarapan nanti saja.""Mas, setidaknya bawa bekal. Tunggu aku siapkan sebentar.""Tidak perlu. Aku terburu-buru." Bian sudah berbalik menghadap luar dengan kedua tangan yang mengisyaratkan enggan menunggu Jihan membuatkan bekal. "Han, siapkan bekalnya. Biar ku bantu," sahut Kalista yang membuat Bian membalikkan badan lagi. Kemudian ia melihat kedua istrinya sibuk memasukkan makanan di dua kotak bekal berbeda. "Kami pergi dulu. Maaf tidak bisa menemanimu sarapan. Bagaimana kalau kita makan siang bersama di luar nanti?""Boleh. Nanti aku kabari tempatnya.""Siap," ucap Kalisha yang sekarang melambaikan tangan untuk Jihan yang
Jihan dan Kalista usai memenuhi janji makan siang berdua. Kalista harus pergi lebih dulu, karena harus masuk kerja kembali. Kalista bersyukur, karena Jihan dilihatnya banyak tertawa ketika mengobrol sambil makan siang tadi. Ketika Jihan ingin beranjak, seseorang memanggilnya. Jihan tersenyum ketika sangat mengenali pemuda gagah yang sekarang ikut duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Kalista.“Rikki, apa kabar? Lumayan lama tak bertemu. Ke mana saja selama ini?”“Biasalah. Ada beberapa project yang deadlinenya nyaris bersamaan. Oh iya, bulan lalu, baru saja aku menyelesaikan satu design paling memuaskan yang aku punya. Sebuah villa di daerah Golden Hill. Kau pasti mengetahui itu. Sekali lagi, aku sangat tersentuh dengan kebaikanmu. Kau malah memberikan villa itu untuk wanita yang tadi makan bersamamu. Dia kerabat jauhmu, bukan?”Jihan menatap heran pada Rikki. Villa? Saudara jauh? Apa maksud Rikki?“Bian dan aku mendiskusikan
"Val, jangan-jangan mereka salah Kalista. Kalista yang mereka maksud pasti tante-tante kaya raya yang perhiasannya berlian dan tasnya bermerk," bisik Kalista pada Liam yang juga tampak tidak mengerti situasi. "Tapi mereka apa mungkin salah Liam? Mereka tadi menyebut apa setelah Nyonya Kalista membooking seluruh kedai untuk malam ini? Bersama Tuan Liam, juga boleh masuk. So?""Nanti bagaimana caranya aku membayar? Aku belum gajian." Kalista ingin menangis. Pasti memalukan kalau tiba-tiba ia ditagih bill. "Telepon saja Bian. Kau istrinya, bukan? Suruh dia yang membayar." Usulan Liam terdengar masuk akal. Hanya saja Kalista teringat bila Bian ada kemungkinan marah gara-gara tidak suka saat dirinya pulang bersama Liam nanti. "Val, kau saja yang bayar dulu bagaimana? Nanti aku ganti. Janji." Liam tidak sempat menyahut saat dua cangkir es krim dihidangkan di meja mereka. Liam membelalak saat melihat sajian es krim di hadapannya. S
Kalista pulang diantar Liam. Jihan yang melihat mereka pulang bersama sontak bertanya-tanya. Tak lupa kembali mengingat dengan pernyataan Nevan tadi siang bila ada kemungkinan orang-orang yang selama ini berada di belakangnya, perlahan condong ke Kalista. Apalagi mengingat kepribadian Kalista yang tidak cupu untuk berinteraksi dengan orang lain. Liam bahkan terlihat begitu ramah sekarang. Sungguh jauh berbeda dari pengakuan sebelumnya apabila ia tidak suka Kalista. Bahkan Liam dulu sempat mencurigai Kalista akan ngelunjak bila terus-menerus diberi kebaikan. Namun, lagi-lagi Jihan sendiri yang meminta Liam agar memperhatikan Kalista saat di kantor. Bahkan Jihan juga meyakinkan Liam untuk berangsur berhenti membenci. Sepertinya semua yang diinginkan Jihan terkabul. Kalista pun masuk dan berpapasan dengan Jihan di ruang depan. "Kal, tidak bersama Mas Bian pulangnya?" Kalista membalas senyum lebar sahabatnya terlebih dahulu. Ba
"Kal, boleh aku melihat ponselmu?" Tiba-tiba saja Bian meminta izin demikian setelah mandi dan memakai jubah tidur yang tampak mahal. Bian tidak langsung masuk ke inti pembicaraan. Bian rengkuh dulu Kalista dan mengobrol basa-basi. Setelahnya, barulah Bian bertanya seperti tadi. "Ada yang ingin kau ketahui sampai-sampai harus memeriksa ponselku?""Ya." Tangan kanan Bian sudah menengadah. Namun Kalista enggan memberi. "Aku tidak bisa. Bukankah itu melanggar privasi?" Bian mendengus kasar,"Aku suamimu. Kau tidak mempercayaiku? Memangnya ada apa di ponselmu?""Kau tidak berhak tahu. Meski tidak ada yang ku tutupi." Kalista tidak merasa harus terlalu terbuka pada Bian. "Jika memang tak ada yang kau tutupi, tolong izinkan aku memeriksa ponselmu.""Untuk apa? Aku tidak bersedia ranah privasiku dimasuki.""Kal, jika kau bersikap begini, kau malah membuatku ingin memaksa.""Ada apa denganmu? Kau s
Kalista tidak bisa menyalahkan Jihan. Bila Kalista berada di posisi sahabatnya, pasti dirinya juga berat untuk tidak cemburu dan terus menunjukkan senyum lebar seolah dirinya baik-baik saja. Nyatanya sikap Jihan sekarang justru membuat Kalista merasa malu dan bersalah. Bila itu Kalista, pasti Bian sudah terkena marah ditambah pukulan seraya menyalurkan rasa sakit hati pada sang suami. Teringat ketika Kalista pernah cemburu dengan Nevan dulu. Waktu itu, Kalista baru hamil muda. Tubuhnya masih kurang stabil, karena lemah akibat morning sickness cukup parah. Lydia, ibunya Nevan kembali berbuat ulah dengan memanas-manasi Kalista bila Nevan mengantar salah satu bawahannya di kantor. Kalista yang ketika hamil memiliki emosi tak menentu, akhirnya mencari tahu dengan menghubungi salah satu rekan kerja Nevan. Rupanya benar jika Nevan mengantar staf perempuan tersebut. Bahkan rekannya Nevan mengatakan tidak hanya satu kali. Melainkan beberapa kali. Tak ayal lagi,
Hukuman Bian yang menurut Kalista hanya terjadi malam itu. Nyatanya masih berlangsung seminggu lebih. Bahkan di akhir pekan yang harusnya Bian bermalam di kamar Jihan, lelaki itu malah diam-diam menelusup ke kamar Kalista untuk meminta dipuaskan. Kalista harus lebih repot akibat membawa baju ganti saat ke kantor. Kalista suka digempur ketika karyawan sudah pulang. Kalista mulai kewalahan melayani Bian yang entah mengapa, menurut Kalista malah menjadi hyper. "Mas, aku lelah sumpah. Lagipula malam ini giliran kau tidur dengan Jihan. Mengapa kau ke sini? Nanti Jihan terbangun dan mendapati kau tidak ada di sampingnya, apa lagi alasan yang akan kau beri? Kita akhir-akhir ini sering kucing-kucingan dengan Jihan. Kau tahu tidak bila Jihan akhir-akhir ini seperti kurang fit? Harusnya kau panggilkan dokter." Kalista saja sebenarnya tidak enak badan akibat setiap hari melayani gairah Bian yang semakin diluar batas. Liam saja sampai bertanya-tanya ketik
Margareth menghela napas. Sebenarnya ia malas melakukan hal tadi jika saja putranya tidak membuat ulah. "Kira-kira sebagai sesama laki-laki, apa yang menjadi daya tarik nona Kalista di matamu, Sayang?" Margareth sebenarnya tahu bila perasaan putranya telah bercabang. Namun Margareth jelas kecewa dan tidak akan pernah menyambut baik terhadap hal yang dilakukan putranya. "Aku tidak tahu. Dilihat saja banyak menang Jihan dari segi apapun.""Tentu saja. Menantu kita yang terbaik tentunya." Margareth mendesah kesal,"Mengapa harus mandul, sih? Semoga saja Jihan bersedia mengikuti usulku untuk membuat perjanjian pernikahan kontrak saja antara Bian dan Kalista.""Sepertinya Kalista tidak masalah bila ada perjanjian itu. Dia juga mengatakan akan pergi selepas melahirkan cucu kita. Itu bagus. Sepertinya Kalista tadi kurang sehat. Wajahnya pucat. Apakah itu tanda-tanda awal kehamilan? Aku ingat saat pertama kali kau hamil Bian. Kau puca