Hukuman Bian yang menurut Kalista hanya terjadi malam itu. Nyatanya masih berlangsung seminggu lebih. Bahkan di akhir pekan yang harusnya Bian bermalam di kamar Jihan, lelaki itu malah diam-diam menelusup ke kamar Kalista untuk meminta dipuaskan.
Kalista harus lebih repot akibat membawa baju ganti saat ke kantor. Kalista suka digempur ketika karyawan sudah pulang. Kalista mulai kewalahan melayani Bian yang entah mengapa, menurut Kalista malah menjadi hyper."Mas, aku lelah sumpah. Lagipula malam ini giliran kau tidur dengan Jihan. Mengapa kau ke sini? Nanti Jihan terbangun dan mendapati kau tidak ada di sampingnya, apa lagi alasan yang akan kau beri? Kita akhir-akhir ini sering kucing-kucingan dengan Jihan. Kau tahu tidak bila Jihan akhir-akhir ini seperti kurang fit? Harusnya kau panggilkan dokter."Kalista saja sebenarnya tidak enak badan akibat setiap hari melayani gairah Bian yang semakin diluar batas.Liam saja sampai bertanya-tanya ketikMargareth menghela napas. Sebenarnya ia malas melakukan hal tadi jika saja putranya tidak membuat ulah. "Kira-kira sebagai sesama laki-laki, apa yang menjadi daya tarik nona Kalista di matamu, Sayang?" Margareth sebenarnya tahu bila perasaan putranya telah bercabang. Namun Margareth jelas kecewa dan tidak akan pernah menyambut baik terhadap hal yang dilakukan putranya. "Aku tidak tahu. Dilihat saja banyak menang Jihan dari segi apapun.""Tentu saja. Menantu kita yang terbaik tentunya." Margareth mendesah kesal,"Mengapa harus mandul, sih? Semoga saja Jihan bersedia mengikuti usulku untuk membuat perjanjian pernikahan kontrak saja antara Bian dan Kalista.""Sepertinya Kalista tidak masalah bila ada perjanjian itu. Dia juga mengatakan akan pergi selepas melahirkan cucu kita. Itu bagus. Sepertinya Kalista tadi kurang sehat. Wajahnya pucat. Apakah itu tanda-tanda awal kehamilan? Aku ingat saat pertama kali kau hamil Bian. Kau puca
Sepulang kerja, Kalista dan Liam tiba di restoran yang dimaksud. Liam cukup takjub dengan pemilihan restoran yang direkomendasikan Kalista. "Aku kaget kau memilih perayaan di sini. Ini sih perayaan mewah," ucap Liam setelah pelayan meninggalkan mereka sehabis memesan menu. "Sejujurnya beberapa hari yang lalu, ayah dan ibunya Bian mengajakku ke sini."Liam tampak bertanya dari ekspresinya.Untuk apa om dan tantenya membawa Kalista makan di restoran mewah? Liam mulai berpikiran bila mereka mulai menerima Kalista sebagai menantu mereka. "Sayangnya waktu itu aku tidak sempat makan, karena mereka marah padaku." "Marah kenapa? Apa terjadi sesuatu?"Kalista ragu untuk mengatakannya. Namun sebenarnya ia butuh saran. "Mereka hanya kembali memperingatkanku agar aku tidak melewati batas dengan Bian. Itu saja. Oh, iya. Apa di restoran ini bisa melakukan reservasi lebih dulu?""Tentu.""Apa kau bisa me
Sudah beberapa hari ini, Bian lebih memilih tidur sendirian di paviliun. Jihan dan Kalista seperti kompak mendiamkannya. Namun Bian merasa pantas diperlakukan mereka demikian. Yang dilakukannya memang sungguh keterlaluan. Seharusnya ia tidak pernah melakukan itu sama sekali. Bian hanya takut menyakiti satu sama lain. Bian sungguh tidak ingin baik Jihan atau Kalista merasa dibedakan. Waktu itu, Bian berpikir tidak jadi memberikan villa tersebut untuk Jihan, karena merasa belum memberikan kediaman untuk sosok baru yang memenuhi kepalanya satu bulan terakhir. Jihan sudah punya tiga villa sebelumnya. Bian juga sering membelikan barang-barang mahal untuk Jihan tanpa perhitungan. Lantas Bian merasa juga harus melakukannya untuk Kalista. Rasa untuk membahagiakan wanita itu terlalu kuat akhir-akhir ini. Meski Bian turut didiamkan Kalista, nyatanya pria itu tetap membelikan beberapa hal untuk istri keduanya. Dan semuanya, ia letakkan di villa yang sudah beratas
Bian ceroboh. Ketika ia ingin menarik kembali pesannya, sudah terlanjur bercentang biru dua buah. Bian menampar jemarinya frustasi. Betapa bodohnya dia untuk tidak hati-hati dalam mengetik. Bisa-bisanya ia malah mengatai Kalista sebagai iblis. (“Cocok. Yang satu sok malaikat dan yang satu iblis betina. Kita berdua memang terlalu brengsek berada di tengah Jihan yang the real angel.”)Kalista selalu punya cara untuk membalas Bian. (“Kal, aku tidak bermaksud mengataimu. Maafkan aku. Kau dimana sekarang?”)Kalista membalas bila ia masih tidak ingin bertemu dengan Bian.(“Tapi kita di kantor bertemu terus.”)Dan Kalista membalas jika bekerja itu berada dalam ranah profesional. (“Maafkan aku. Jariku kadang tremor dengan mengetik hal nista.”)Dan Kalista meminta sesuatu dari Bian.(“Dengan satu syarat, maka aku akan memaafkanmu.”)Bian menanyakan syarat apa itu.Bian melega sedikit. Setida
"Bekalnya sudah Jihan persiapkan. Kotak yang warna kuning."Meski hari sabtu, Bian memiliki schedulle sendiri hari itu. Bian memang tidak ke kantor hari itu. Ia ada agenda di luar kantor dengan seseorang. Agendanya hari itu cukup membuatnya lebih bersemangat dari biasanya. Apalagi bila mengingat malamnya akan dinner romantis bersama Kalista. Ah, terbayang wajah Kalista yang melongo ketika menerima semua hadiah yang sudah dipersiapkan Bian. Akan Bian pastikan bila Kalista tidak akan menolak pemberiannya. "Sayang, Mas berangkat dulu." Bian membubuhkan satu kecupan singkat di kening Jihan. "Telepon Jihan, ya, kalau sudah sampai. Untuk villa, biarkan atas nama Kalista saja. Kalau dipikir-pikir, untuk apa juga punya villa banyak-banyak. Selama itu berbagi dengan Kalista, Jihan ikhlas."Hati Bian mencelos rasanya. Entah perbuatan baik apa yang dilakukan Bian di kehidupan lalu sampai-sampai ia bisa menjadi suami dari seorang wanita yang baik
"Kau selalu mengatakan hal positif tentangnya. Ketika aku mengenalnya langsung dan hampir setiap hari melihat wajahnya, semakin terlihat pula berbagai macam kekurangannya."Jihan terkekeh mendengar penuturan Kalista."Kau saat sekolah dulu sangat mengaguminya. Ku pikir kau akan mencintainya dengan mudah."Kalista menggeleng,"Sulit. Bukan karena soal sifat Bian, tapi karena dia suamimu.""Suamimu juga. Suami kita," sahut Jihan dengan entengnya. Kalista tersenyum kesal,"Hentikan mengatakan itu. Aku tidak akan pernah terbiasa dengan kata kita. Aku tahu kita berdua sering berbagi. Memakai baju bergantian, sepatu, tas, sampai jepit rambut yang sama. Namun aku tak menyangka punya suami yang sama denganmu.""Nanti kita juga akan punya anak yang sama."Kalista mendesah pasrah. "Kal, kau pasti lelah, ya, karena harus memenuhi ekspektasiku?" Kalista menggeleng,"Kau pasti lebih lelah dari diriku, karena lebih b
Bian nyaris mematahkan hidung Nevan jika saja ia tak segera menghindar dari tinjunya. Pengunjung restoran memekik tertahan menyaksikan kericuhan yang disebabkan dua pria parlente tersebut. "Jangan melecehkan istriku, Brengsek!" Bian tak pernah merasa semarah ini. Rasanya begitu terbakar ketika Nevan dengan mulut tak sopannya menyindir tentang perilaku Kalista di tempat tidur. "Dia ibu dari putraku, Bodoh! Kau sekarang mendua?" Nevan masih bisa menyeringai kala Bian menendang meja, membaliknya hingga menimbulkan berantakan yang abstrak. "Terlambat, sialan! Kau sudah menyia-nyiakannya dan aku tidak akan memberimu kesempatan kedua. Kalista milikku dan akan tetap menjadi milikku selamanya." Bian kembali melayangkan tinju. Nevan siap menghindar dan bersamaan dengan itu, dua orang security bersama seorang manager restoran datang untuk melerai, lebih tepatnya mengusir Bian dan Nevan yang tentu membuat suasana restoran tidak kondusif dan menimbulkan k
Jihan begitu bahagia malam itu. Dibantu Kalista, ia merias dirinya dengan harapan Bian akan jatuh cinta kembali. Jihan mengenakan gaun terbaiknya yang akhirnya bisa ia tunjukkan pada Bian. Sepanjang jalan, Jihan begitu gugup. Jihan terus menggenggam tangan Kalista yang sibuk terkekeh, karena Jihan seolah terserah serangan panik. Kalista berulang kali menenangkannya, khawatir kalau Jihan berkeringat, maka akan mengurangi penampilannya. Walau Jihan menggunakan make up waterproof, tetap saja Kalista tidak mau ada keringat yang nyempil di wajah cantik Jihan. "Harusnya kau spa dulu ya tadi siang. Terus luluran.""Apa sih, Kal? Jadi seperti mau menikah saja pakai seperti itu." Jihan tertawa lebar. "Ya kan biar Mas Bian jatuh cinta lagi. Eh, tapi sepertinya si Bian memang tidak bisa tidak jatuh cinta denganmu. Soalnya dia suka sekali memujimu."Jihan semakin malu saat Kalista mengatakan hal demikian. Kalista memang suka sekali mengg