"Serius, Pak? Rumah ini saya tempati gratis?" Kalista menganga tak percaya.
Sepulang dari pantai bersama Liam, bukannya istirahat di rumah, malah memohon kepada Liam agar diantar ke kantor dengan alasan ingin meminta izin untuk besok. Ia harus mencari rumah atau sekadar kost-kostan untuk didiami.Namun Pak Kano, atasannya malah menawarkan Kalista untuk mendiami sebuah rumah kosong yang katanya dulu pernah ditinggali oleh mendiang istrinya. Jadi daripada kosong, Pak Kano menawarkan rumah itu secara gratis."Tapi Pak, masa gratis? Saya bayar sewa per bulan ya, Pak? Saya tidak enak kalau harus gratis.""Tidak perlu. Saya ikhlas meminjamkan rumahnya untukmu. Lagipula kau hanya perlu merawat rumahnya dengan benar. Itu sudah amanat dari mendiang istriku. Kami tidak punya anak, makanya daripada rumah itu kosong lebih lama lagi, saya tawarkan saja untukmu.""Saya benar-benar tidak enak jadinya." Kalista pun meminta sekali lagi untuk membayar seHari ini, Kalista akan pindahan. Semua barang yang dibutuhkan, sudah dikeluarkan dan tinggal menunggu truk pindahan saja. "Kak, katanya Kak Liam ke sini. Mengapa belum datang sampai sekarang?" Likha awalnya tidak begitu bersemangat membantu Kalista mengeluarkan barang, tapi setelah tahu bila Liam ikut membantu pindahan hari itu, Likha langsung semangat empat lima. "Tidak tahu. Padahal katanya sudah hampir tiba," sahut Kalista. "Kal, apakah semuanya sudah beres? Tidak ada barang yang ketinggalan?" Sang ibu membawa sedikit perkakas dapur untuk dibawa. Padahal Kalista sudah memberitahu ibunya untuk tidak khawatir soal hal tersebut. Namun ibunya tetap keras kepala agar Kalista membawanya. Kalista pun hanya bisa mengiyakan agar tidak kecewa. "Wah, sepertinya kalian sedang sibuk!""Ada yang ingin pergi?"Dua orang ibu-ibu yang memang merupakan tetangga mereka, menegur. Mereka kebetulan lewat dan melihat perkakas yang sudah berserak
Kalista terkekeh sendiri saat memasuki toilet rumah sewanya. Toilet duduk dengan sebuah meja lipat dan di sisinya terdapat rak kecil berisi beberapa buah buku. Buang air besarnya waktu itu menjadi serasa bermanfaat, karena tidak dilalui dengan bengong semata menatap kemasan belakang botol sabun cuci tangan. Ia bisa buang hajat sambil membaca karya Agatha Christie. Belum pas satu hari Kalista pindah, banyak hal yang membuatnya terkagum-kagum pada rumah tersebut. Awalnya Kalista pikir, karena banyak pohon, maka hawanya akan horor. Ternyata ketika malam tiba seperti sekarang, lampu yang menyala begitu terang benderang. Kalista tidak merasakan hawa takut lagi meski duduk santai di hammock sembari memandangi bulan dan bintang. Kalista juga tidak perlu khawatir dengan gigitan nyamuk. Bunga lavender rupanya tumbuh di empat buah pot yang juga berdampingan dengan bunga marigold. Di samping marigold, terdapat tanaman lidah mertua yang pernah populer di kalangan i
"Bestie, Bestie. Aku bukan bestie-mu lagi," celetuk Liam sedikit julid sembari menyetir menuju rumah Kalista. Sesampainya di rumah Kalista, gerbangnya ternyata tidak dikunci. Liam juga menemukan pintu depan terbuka lebar. "Kalista!" panggil Liam. Liam mendengar sahutan Kalista dari belakang. Liam masuk dan melihat Kalista sudah selesai menyantap lontong sayurnya. "Wah, cepat sekali kau makan! Ku pikir kau akan menungguku." Liam duduk di hadapan Kalista dan langsung membuka bungkus lontong sayurnya. "Val, lontong sayurnya enak. Di mana kau membelinya?" tanya Kalista sembari memberinya sendok. "Di dekat SMP Negeri 1 New City. Lumayan tadi diberi porsi agak banyak, karena kata ibu yang dagang, aku ganteng."Kalista tertawa mendengar kenarsisan Liam. Kalista mengambil dompet seraya menanyakan harga lontong sayurnya. Ia bermaksud mengganti uang Liam. "Ah, tidak usah! Aku membelikannya untuk Shooky. Untuk apa
Lydia turun dari mobil dengan langkah jumawa. Wajahnya penuh kebanggaan saat menatap rumah megah yang kini ditempati putra dan menantu kesayangannya. Wanita itu telah lega sepenuhnya, karena akhirnya di sisa usianya, dirinya bisa meninggalkan Nevan dengan tenang bila tutup usia kelak. Sekarang Nevan sudah memiliki pasangan yang dinilai sangat baik oleh Lydia. Lydia pun melangkah masuk dan disambut oleh pelayan. Meski di rumah itu tidak ada Nevan dan Nanda, dirinya melenggang masuk seakan-akan dialah sang pemilik rumah. Para pelayan juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena Lydia adalah ibu dari Tuan mereka.Lydia bersantai di area swimming pool sambil menikmati kue manis dan minuman segar. "Eh, ibu! Kapan datang?" Nevan mendatanginya setelah baru pulang bekerja. Nevan mencium punggung tangan Lydia dan ikut duduk di kursi santai di sampingnya. "Dua jam yang lalu mungkin. Ibu betah sekali di rumahmu. Bagaimana ini? Apa Nanda keberatan kalau ibu iku
"Kak, Kak Liam tidak ada mampir?" tanya Likha saat mereka sudah bersiap memulai makan malam. "Tidak ada. Kenapa? Kau rindu? Telepon saja. Bukannya kau punya nomornya?" ucap Kalista yang sedang membuat nasi ke piring. "Malu, Kak. Soalnya selama ini yang akrab dengan Kak Liam adalah kakak. Bukan Likha. Takut canggung saja jadinya," sahut Likha. "Likha, kau benar-benar menyukai Liam atau sekadar mengagumi saja? Kalau ibu boleh memberi saran, jangan suka pada Liam." Ucapan Melisa terdengar serius. Kalista mengendikkan bahu saat melihat reaksi Likha yang kecewa, karena rupanya tidak mendapat restu. "Apa Likha boleh tahu alasannya? Apa karena ibu lebih berharap kakak yang bersama Kak Liam?" Sontak saja Kalista terkejut dengan dugaan Likha. Ia dan Liam akhir-akhir ini memang sangat dekat. Namun itu semua murni karena mereka berteman. Likha sepertinya salah paham. "Tidak. Ibu juga tidak setuju bila Liam dan kakakmu ada hubungan leb
Hah? Nevan menyimpan foto Kalista di jurnal pribadinya? Heol, Kalista merinding sekarang! Apa maksud Nevan melakukan itu? Kalista saja sudah menghapus semua potretnya Nevan. Bahkan Kalista sudah membakar semua foto pernikahannya dengan Nevan dengan tujuan supaya move on-nya lebih totalitas. Kalista jadi bertanya-tanya, apa tujuan Nevan masih menyimpan fotonya? Apa jangan-jangan Nevan ingin mengirimkan santet kepadanya? Astaga! Mengapa Kalista malah berpikiran aneh-aneh? Jika pemikirannya salah, maka Kalista sudah berprasangka buruk pada Nevan. Kalista segera mengelus perutnya sebagai pengingat agar dirinya lebih berpikir positif dalam segala hal. Ia tidak mau segala pemikiran negatifnya dirasakan oleh Shooky. "Maaf, aku tidak bermaksud menyerangmu. Aku hanya murni ingin berdiskusi. Kita pernah bertemu sebelumnya, bukan, di Euforia World? Kau sedang bersama Liam saat itu. Aku melihat fotomu di jurnal pribadi Nevan. Aku langsung tering
"Kau baru membeli sesuatu?" tanya Nevan pada Nanda yang sedang membawa bungkusan. Nanda tidak mengiyakan. Ia hanya tersenyum tipis sambil mengajak suaminya duduk dan mengeluarkan cemilan manis yang diberikan Kalista. Nevan melihat Nanda sedang mengeluarkan isi bungkusan yang ia bawa. Satu kotak makanan berwarna ungu dibuka tutupnya oleh Jihan dan didalamnya ada beberapa camilan manis yang membuat Nevan terdiam. Nevan menatap isi kotak makanan ungu tersebut dengan tatapan sendu. Permen-permen berwarna merah muda berbungkus plastik bening, stick warna warni, biskuit hitam dengan krim putih di tengah, coklat putih berbentuk aneka hewan lucu, dan bola-bola marie susu yang membuat Nevan teringat pada Kalista. "Kau membeli ini?" tanya Nevan yang kemudian mengambil salah satu permen merah muda yang dulu sangat diinginkan Kalista ketika hamil Vano. Namun Nevan tidak pernah membelikannya, karena termakan omongan ibunya bila Kalista cuma manja. Mengidam
Nevan jelas tahu dengan mudah bila rumah yang ditempati Kalista sekarang adalah rumahnya Bian. Ketika Nevan mampir beberapa kali ke rumahnya sendiri yang waktu itu masih belum ia tinggali sebelum menikah dengan Nanda, ia juga sering melihat Bian di sana yang sedang mengawasi para pekerja yang sedang merenovasi rumah yang ditempati Kalista sekarang. "Rumah itu dulunya milik mendiang istri seseorang yang bekerja untukku. Namun lama terbengkalai dan aku membelinya. Kemudian aku memerintahkan banyak pekerja untuk merenovasi. Aku juga mempekerjakan pembuat taman agar rumah tersebut tampak indah luar dalam. Dan jadilah seperti rumah yang ditempati Kalista sekarang. Aku merenovasi rumah itu sambil membayangkan Kalista beraktivitas di setiap sudutnya. Aku bahagia ketika Kalista akhirnya mendiami rumah itu. Andai ia tahu bila rumah itu miliknya. Sayangnya aku harus merahasiakannya agar tetap bisa menjaganya."Mendengar cerita Bian, Nevan semakin merasa kerdil. Dirinya juga menyiapkan rumah un