Bian terhenyak mendengarkan cerita Kalista. Wanita itu menangis di sampingnya. Bian bisa merasakan kehancuran hati Kalista saat mengenang putranya dan perlakuan mertuanya.
"Saat saya harus dioperasi sesar saja, ibunya Nevan menolak. Tapi dokter bersikeras kalau saya dan bayi saya tidak akan selamat jika tidak dioperasi segera. Ibunya Nevan menganggap saya beban dan manja. Membuang-buang duit, karena harus sesar. Padahal saya memakai BPJS mandiri. Ibunya Nevan beralasan kalau biaya bolak-balik ke rumah sakit mahal dan harus repot-repot belanja untuk makan, karena cuma saya yang dapat jatah makan dari rumah sakit."Bian pikir tipe mertua seperti itu hanya ada di opera sabun yang sering tayang di televisi saja. Nyatanya, Kalista pernah tinggal dengan mertua demikian selama lebih dari tiga tahun.Jujur, Bian geram dengan sikap mantan suaminya Kalista yang terkesan tidak tegas bersikap. Harusnya ia lebih memperhatikan kebutuhan istrinya. Bukan malah lebih condo"Pulang, Mas. Ayah dan ibumu sudah tahu tentang Kalista. Maaf mendadak memberitahu soal ini. Mereka menuntut penjelasan. Aku sudah mencobanya sebisaku. Sepertinya mereka tidak terima. Lindungi Kalista ya, Mas?"Suara lembut Jihan mencubit hati Bian detik itu juga. Detik di mana Bian masih ditengah pergulatan panas dengan Kalista yang pasrah di bawah tubuhnya. Niat Jihan untuk memblokir nomor Bian lebih lama, jadi urung perkara kedatangan Margareth dan Nicholas ke rumahnya. Dengan cepat, mereka bersiap untuk pulang, langsung kembali ke negara asal.Kalista tidak diberi penjelasan, mengapa mereka harus pulang mendadak. Ekspresi Bian tampak serius. Keningnya berkerut tanda ia memikirkan sesuatu. Kalista tidak berani bertanya bahkan sekadar menegur.Namun Kalista tahu bila mereka pulang setelah Jihan menelepon Bian. Apa sebenarnya yang terjadi pada Jihan? Kalista penasaran, sementara Jihan tidak ada merespon pesan-pesan yang ia kirimkan sej
"Maksudnya kau menutupi bahwa dirimu mandul dari kami lalu memutuskan sendiri dengan membawa perempuan asing untuk meminjam rahimnya?""Saya tidak bermaksud menutupinya, Ayah. Saya akui bila saya terlambat memberitahu kalian tentang keadaan saya. Keputusan saya adalah satu-satunya cara yang paling mungkin ditempuh agar Mas Bian tetap bisa memiliki keturunan dari darah dagingnya sendiri. Dan satu lagi, Kalista bukan perempuan asing. Dia sahabatku. Seseorang yang sangat ku percayai melebihi Mas Bian."Hening menyergap atmosfir di sekeliling mereka. Nicholas dan Margareth masih tidak terima dengan berita poligami putra kebanggaan mereka ditambah kemandulan Jihan yang membuat mereka tampak tak berkutik.Saddam yang sedari tadi hanya diam menyaksikan bersama Liam, putranya, menertawakan tontonan menakjubkan tersebut di dalam hati. Pasti reputasi Bian akan tercoreng bila dirinya ketahuan memiliki istri simpanan. Apalagi dengan kemandulan istrinya, Sadd
Bukankah Jihan yang menginginkan itu semua? Namun mengapa Jihan merasakan sakit ketika Bian mengakuinya?Senyumannya begitu terpaksa. Lantas apalagi yang bisa Jihan lakukan di hadapan sang suami? Ia tidak ingin menunjukkan wajah muram dan masam kepada Bian. Jihan selalu menunjukkan keramahan dan kelembutannya di hadapan sang suami."Semoga Kalista cepat hamil ya, Mas? Aku rasanya sudah tidak sabar."Bian mengangguk. Ia tidak bisa jujur kalau Kalista meminum pil KB. Yang pasti Bian akan membantu pengobatan trauma Kalista terlebih dahulu. Jihan dan Bian pun menuju kamar. Bian hampir saja memejamkan kedua matanya saat Jihan menyeletuk tentang pesta perusahaan yang akan diadakan besok malam."Aku ingin mengajak Kalista. Dia harus belajar pergi ke acara seperti itu mulai sekarang.""Sayang, bukannya ayah dan ibuku meminta agar Kalista dirahasiakan?" ujar Bian."Cuma statusnya yang akan disembunyikan. Dia pasti pandai bersika
Mereka tiba di lokasi pesta yang diadakan di sebuah gedung. Kalista melangkah lebih lambat dari Jihan dan Bian, karena sengaja tidak ingin membuat tanda tanya pada tamu pesta yang lain.Alunan musik gesek segera menyambut pendengaran Kalista. Kalista mendengar alunan sejenis ini sebelumnya hanya dari aplikasi pemutar video online. Sekarang, Kalista benar-benar mendengarnya live dari sebuah pesta yang baru saja ia hadiri seumur hidup.Kalista menahan diri untuk tidak menganga atau bersikap terlalu norak, karena jujur saja, Kalista lebih dari kagum menyaksikan dekorasi pesta yang begitu mewah dan elegan. Ruangan pesta didominasi warna gold, membuat keadaan tampak berkilau di segala sisi.Kalista mendongak sedikit melihat ke atas dan terpesona melihat lampu kristal besar yang menggantung begitu berkelipan.Kalista menunduk setelahnya. Di bawah kakinya membentang permadani yang sudah bisa dipastikan begitu halus dan lembut. Ah, andai saja dirinya bisa
Kalista belum meluruskan salah paham yang terjadi antara Bian dan dirinya. Lucu juga ketika Bian malah berpikiran bila alasan Kalista pulang sendiri dan menangis semalaman sampai kedua matanya bengkak adalah karena cemburu padanya.Kalista dan Bian pergi ke kantor dengan mobil yang berbeda. Mereka tidak bisa datang bersama agar tidak menimbulkan kecurigaan.Haha. Curiga? Bukankah para karyawan Glitz Chemical adalah para tamu undangan yang berhadir di malam ulang tahun pernikahan Jihan dan Bian yang juga bertepatan dengan pernikahan dadakan Kalista dan Bian?Ditutupi apanya, sih? Ah, mungkin para karyawan sudah dibungkam dengan ancaman pemecatan kalau bergosip apalagi sampai membocorkan info ini keluar!Ketika Bian dan Kalista sudah berada di ruang kerja Bian yang begitu luas dan suasananya begitu nyaman, barulah Kalista merasa perlu meluruskan prasangka Bian."Aku tidak cemburu dengan kalian berdua. Aku pulan
Kalista langsung beranjak dari pangkuan Bian. Bian juga tampak kikuk mencerna kedatangan Jihan yang tiba-tiba. Jihan mengerjap beberapa kali. Bibirnya bergetar, tapi pada akhirnya senyumnya merekah diselingi obrolan remeh-temeh lembut yang nyatanya malah membuat Kalista merasa lebih bersalah. "Astaga, maaf mengganggu waktu kalian! Harusnya aku mengetuk pintu dulu. Aku lupa kalau Mas Bian sekarang punya dua pawang." Jihan cengengesan setelahnya. Namun Kalista menebak, kalau tingkah Jihan tersebut hanya untuk mengalihkan rasa sakit di dadanya. "Han, yang tadi tidak seperti yang kau pikirkan. Aku terjatuh, karena Mas Bian menarikku terlalu kencang." Jihan tertawa,"Apa sih? Santai saja, Kal. Kalian berciuman, juga no problem. Kalian itu sudah suami istri. Hanya saja, nanti kalau kelihatan pegawai lain akan menimbulkan gosip yang bukan-bukan." "Jihan, sedang apa kau di sini? Ah, mengantarkan bekal
"Liam?"Kalista menganga dengan kedua bola mata membelalak. Sulit dipercaya bila seorang Vallent adalah Liam Benedicta, sepupu Bian. Semesta bercanda selucu ini. Permasalahan sekarang adalah bagaimana caranya Kalista dan Liam bisa bekerja sama menulis novel bila hubungan mereka di dunia nyata saja seperti air dan minyak."Kau purplelloide?" Liam tertawa untuk mengatasi rasa terkejutnya.Sekarang Liam mengerti akhirnya, mengapa seorang purplleloide sangat sulit dihubungi. Meski Liam terlanjur tidak menyukai sosok Kalista, sisi Vallentnya justru sangat tertarik dengan sisi Purplelloide Kalista. "Well, meski aku butuh banyak penjelasan, tetap saja kita harus bersikap profesional. Silakan duduk dan pesananmu sedang dibuat."Vallent atau sekarang diketahui adalah Liam sudah memesankan makan siang untuk Kalista. Kalista pun duduk di hadapan Liam berhalangkan meja."Pantas saja kau selalu sibuk. Rupanya kau baru pulang berbul
Kalista geram rasanya ketika menatap tak percaya pada Bian dan Liam yang sama-sama babak belur. Rupanya Bian pergi keluar ruang kerjanya untuk menghajar Liam."Apa kalian pikir tindakan kalian ini keren? Kalian tak ubahnya seperti anak tadika mesra."Kalista mendengus kasar. Kotak P3K di tangannya dibuka kasar. Pertama-tama ia mendatangi Bian dan mengobati memar di sudut bibir."Bian yang lebih dulu menyerangku. Aku tidak tahu apa masalahnya. Dia tiba-tiba langsung menonjok saja," protes Liam sembari menatap jengkel pada Bian yang meringis kesakitan saat Kalista menotolkan obat untuk mengusap memarnya."Kalian ini sudah tua. Dan kau adalah pemimpin perusahaan. Jaga imagemu tetap baik di mata pegawai. Bukan malah bertindak seenaknya seperti ini, Bi.""Kal, aku melakukannya bukan tanpa alasan. Aku hanya tidak suka, karena orang ini terlalu mencampuri urusan rumah tanggaku. Dia bahkan berani sekali mengajakmu makan siang satu meja tanpa seiz