Share

Dipaksa Menikah dengan Suami Sahabatku
Dipaksa Menikah dengan Suami Sahabatku
Penulis: Squirrel Crush

AUTHOR GENRE ADULT ROMANCE

Langkah kaki tak bersuara itu memasuki kamar. Dilihatnya sang putri sedang asyik mengetik sesuatu di microsoft word dengan begitu serius, seakan-akan yang putrinya ketik adalah pemikiran yang menguras seluruh idenya hingga menghasilkan peluh, meskipun kamar tersebut diliputi pendingin ruangan yang berasal dari air conditioner.

Si ibu tersenyum. Merasa bangga dan sedikit haru dengan sang putri yang tidak terus terpuruk usai bercerai dengan sang mantan suami setengah tahun silam.

Melisa merasa senang, karena putrinya memiliki kesibukan baru sekarang.

"Kalista," sapa Melisa lembut seraya meletakkan segelas susu hangat dan sepiring pisang goreng bertabur parutan keju dan coklat di samping laptop.

Kalista reflek mengganti lembar kerjanya di laptop yang menampilkan laporan hasil belajar siswa dan tersenyum sangat lebar akibat rasa gugup yang tiba-tiba menyergap.

"Ibu!"

Melisa mengernyit dan balas tersenyum, memandang putrinya sedikit curiga.

"Sibuk, Sayang?"

"Hmm, ya. Seperti biasa. Aku mengetik."

Kalista terkekeh canggung, berharap Melisa tidak melihat apa yang ia ketik. Melisa menarik kursi bulat dan mendekat ke Kalista.

"Nak, ibu boleh bertanya?"

"Boleh, Bu. Langsung tanya saja."

"Perasaanmu sekarang bagaimana?"

Kalista tahu maksud dari pertanyaan itu. Tentu perasaannya sekarang sedang tidak baik-baik saja. Menata hati pasca perceraiannya dengan Nevan bukanlah hal yang mudah. Namun, Kalista tidak ingin dipandang sebagai perempuan nelangsa.

"Perasaanku baik. Aku harus baik-baik saja. Dan aku memang sangat-sangat baik, Bu. Ibu jangan khawatir."

Melisa percaya sepenuhnya pada Kalista. Lantas wanita paruh baya itu berdiri dan meninggalkan Kalista kembali sendirian. Kalista lekas bangkit dan mengunci pintu kamar. Bahaya sekali kalau dirinya sudah sangat berkonsentrasi menulis novel online. Sampai ada orang disamping saja tidak sadar.

Ibunya dan orang-orang disekitarnya hanya tahu jika Kalista adalah seorang guru Sekolah Dasar. Tidak ada yang tahu jika Kalista adalah seorang penulis novel online bertema dewasa dengan rate dua puluh satu plus-plus.

Kalista yang memiliki nama pena purplelloide di dunia tulis-menulis, memiliki basis penggemar yang tak main-main. Genre romansa dewasa yang Kalista usung, rupanya menyeret pembaca berbondong-bondong untuk menikmati semua karyanya.

"Oke. Bab seratus tujuh selesai. Kita posting sekarang. Wait, wait! Apa kira-kira sub judulnya?" Kalista berpikir sejenak sebelum senyum miringnya terkembang begitu saja.

"Gairah Harsa," ejanya sambil mengetikkan satu per satu huruf. Kalista mengklik tombol publikasi dan senyumnya tiba-tiba berganti decihan kesal, ketika ada salah satu komentar yang terkesan meremehkannya.

("Jadi ini author adult romance yang katanya doyan menganiaya tokoh utamanya sendiri? Baru saja membaca bab satunya, sudah tidak tertarik. Cerita rumah tangga pasaran. Paling-paling penulisnya belum menikah, tapi sok-sokan menulis cerita bertema rumah tangga.")

"A-pa?!" Kalista mengelus dada dan menarik napas. Bisa-bisanya ada orang sok tahu yang mengatakan dirinya tak pernah berumah tangga?

Kalista pun kembali membaca komentar salah satu pembaca tersebut yang sudah dipenuhi ratusan komentar. Kalista jadi penasaran dan membaca usernamenya.

"Vallent?! M-maksudnya Vallent, si author juara best seller?!"

Kalista mengecek username itu berulang kali untuk memastikan ditambah komentar-komentar bejibun yang menimpali komentar Vallent tadi yang menyebutkan kalau dirinya dinotice oleh author kelas atas.

Kalista mengacak rambutnya yang masih basah, karena tadi ia mandi keramas.

"Astaga! Vallent yang itu? Vallent penulis buku Perempuan di Tepi Jalan, Seni Bercinta, Slut, dan banyak lagi?!" Kalista langsung menutup wajahnya.

Perasaan malu bercampur insecure menyergap begitu saja. Soalnya Vallent adalah rajanya penulis online. Bila Kalista banyak memiliki pembaca, maka Vallent jauh lebih banyak lagi. Bahkan semua pembaca karya Kalista adalah pembacanya karya Vallent juga.

Namun setelah Kalista pikir-pikir, harusnya Vallent tidak memberi kritik di kolom komentarnya. Padahal ada fitur pesan yang bisa Vallent gunakan untuk mengajaknya diskusi sesama penulis.

Sebenarnya Kalista menerima secara terbuka untuk kritik, saran, bahkan komentar kebencian dari pembaca. Masalahnya, dikritik oleh author lain apalagi sekelas Vallent malah membuat Kalista merasa terancam. Kalista khawatir bila pembaca yang sudah ia kumpulkan susah payah malah berbalik menghina karyanya.

Maka Kalista pun tak akan membiarkan Vallent bebas berkicau di lapak bukunya. Ia memutuskan untuk mengirimkan pesan pribadi untuk Vallent lewat fitur yang memang sudah disediakan oleh aplikasi menulis novel online tersebut.

("Maaf sebelumnya. Saya author purplelloide ingin berterima kasih dan sangat terkesan, karena Bang Vallent bersedia mampir untuk membaca karya saya. Terima kasih juga sudah memberikan kritik. Namun saya merasa keberatan bila dikritik sesama author lewat kolom komentar. Mohon lewat fitur pesan ini saja. Terima kasih.")

Kalista menghela napas. Lantas membuka lemari untuk berpakaian. Setelah mengambil baju tidur berwarna kuning gading, Kalista pun kembali ke depan laptopnya memastikan apakah ada balasan dari Vallent.

Kalista tersenyum sinis. Rupanya Vallent merespon pesan dari Kalista.

("Maaf, kalau aku bertindak kurang sopan di kolom komentar karyamu. Aku membaca bukumu, karena sempat masuk rekomendasi author beberapa kali. Aku sedang gabut dan iseng membacanya. Dan itulah yang ku rasakan sehabis membaca karyamu.")

Kalista mengetikkan protes yang sedikit nge-gas untuk Vallent.

("Apa maksudmu kalau penulisnya tahu sok-sokan? Dan tentang aku sudah menikah atau bukan, tidak seharusnya dibahas? Itu privasi. Lagipula pemikiranmu itu tak berdasar. Hanya menggiring opini pembaca lain sebagai hasutan.")

Namun Vallent yang seorang penulis kondang di platform, jelas terpancar kesombongannya.

("Sorry, kau terkesan amatir untuk menulis novel rumah tangga.")

Kalista menghentakkan kedua kakinya. la total marah. Memangnya sebagus apa karyanya Vallent ini jadi sampai hati mengkritik karya orang lain?

Kalista pun mengetikkan nama Vallent di kolom pencarian buku. Tidak sulit untuk membuat jejeran bukunya terpampang di layar laptop. Ada total belasan buku yang semuanya rata-rata ramai pembaca.

Kalista mengklik salah satu judul buku karya Vallent dan mulai membaca babnya. Awalnya, Kalista membacanya biasa saja. Namun semakin ke belakang, Kalista seperti terhanyut. Jantungnya berdebar tidak karuan seiring keringat yang membasahi kulitnya. Suasana mendadak lebih gelisah dan sesuatu yang basah di matanya, membuat Kalista tidak nyaman.

Dan ketika Kalista selesai membaca bab tersebut, Kalista pun mengakui bila narasinya Vallent jauh lebih bagus. Rincian awal adegan yang langsung puncak konflik yang ia jabarkan begitu merasuk ke dalam emosi.

Kalista semakin merasa insecure. Namun, rasa gengsinya seakan enggan mengakui kalau karyanya itu tidak layak dikritik oleh Vallent.

("Bang, jangan sok tahu dengan mengatakan aku amatir atau tidak. Toh, pembacaku suka-suka saja saat membacanya. Apa pedulimu?")

Kalista menekan keyboard sampai ketukannya terdengar lebih berisik dari ketika ia mengetik novel.

("Mbak, aku cuma memberitahu jujur. Bahkan aku pernah membaca karya author lain yang pembacanya tidak seramai karyamu, tapi penggambaran adegannya lebih bagus. Tidak cuma dialog marah-marah tidak penting saja untuk menambah jumlah kata. Mbak harus mengerti kalau esensi konflik novel itu tidak hanya sekadar marah-marah dan bikin tegang. Segala sesuatunya ada seninya. Jangan ditulis asal. Mending mbak menulis romance biasa saja. Narasi mbaknya lebih bagus untuk penjabaran perasaan. Ya, begini resikonya kalau belum pernah berumah tangga, tapi nekat menulis konflik rumah tangga. Lepas jadinya.")

Kalista nyaris menonjok laptopnya. Namun ia tidak mungkin melakukannya, karena laptop tersebut adalah salah satu penunjang nafkahnya usai bercerai. Jadi ia hanya meninju bantal di kasurnya untuk pelampiasan amarah.

Lagi, ia mengencangkan protes kepada Vallent.

("Kau sok tahu. Mending kau melanjutkan karyamu saja sana! Novelmu juga tidak bagus-bagus amat. Jadi jangan sok mengkritik karya author lain!")

Kalista langsung menekan icon X setelah selesai mengirim pesannya ke Vallent. Kalista marah besar. Sepertinya Vallent akan menjadi ancaman untuk dirinya.

"Nak!" Ibunya memanggil dari balik pintu kamar.

Kalista terkesiap saat mendengar suara ketukan.

"Nak, ada Jihan di depan!"

"Iya, Bu. Tunggu!"

Kalista jauh lebih bersemangat sekarang. Sahabatnya, Jihan yang baik hati datang mengunjunginya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status