Share

AKU INGIN KAU MENJADI ISTRI KEDUA MAS BIAN, KAL.

"Menyebalkan. Siapa sih Vallent ini sebenarnya? Bisa-bisanya sekarang mengkritik narasiku lagi?!"

Suasana hati Kalista sukses terjun sampai dasar. Sudah dipusingkan oleh masalah real lifenya. Sekarang di dunia pelariannya, malah disenggol oleh Vallent. Bahkan beberapa pembaca mulai mendukung pendapat Vallent.

("Benar kata Bang Vallent. Tidak kasihan apa dengan tokoh utama sendiri ? Kesialannya bertubi sekali. Nanti kena karma ke author sendiri, lho!")

Kalista emosi membaca salah satu komentar pembaca yang sudah tergiring oleh Vallent.

"Dasar, jari kurang ajar! Apa haknya mengatakan demikian?"

Vallent benar-benar menggiring opini para pembaca untuk menghardik Kalista.

("Sepertinya ini cerita penulis aslinya. Kasihan hidupnya. Saya doakan bahagia untuk author.")

Aish!

Kalista akui hidupnya memang kurang beruntung dan tidak bisa dikatakan bahagia. Namun dirinya sudah sangat berusaha untuk tidak berkeluh kesah apalagi larut dalam kesedihan berkelanjutan.

Memangnya tahu apa mereka soal menderita?

Menulis adalah bentuk pelarian Kalista dari kehidupan nyata yang kurang berpihak kepadanya. Entah apakah ada kolerasinya dengan novel-novelnya yang berbau angst. Kalista pandai memainkan emosi pembaca sampai ke ubun-ubun. Komentar di novelnya ramai menebak alur cerita sampai memaki si tokoh jahat. Bahkan akhir-akhir ini bertambah menjadi komentar kebencian.

Tidak ingin makin pening, Kalista mematikan laptopnya. Lalu memilih untuk menyiapkan perlengkapan yang akan ia bawa besok untuk mengajar.

Bohong bila Kalista tidak insecure dengan hidupnya sekarang. Kalista pernah punya masa-masa cemerlang. Selalu juara kelas, mengikuti banyak lomba kecerdasan akademik mewakili sekolah, dan memiliki IPK tiga koma keatas saat lulus kuliah. Teman-temannya pun banyak, waktu itu.

Sekarang, teman-temannya yang dulu selalu bersamanya, sudah menjalani hidupnya masing-masing. Bahkan Kalista menilai hidup mereka lebih sukses dibanding dirinya yang dianggap paling cerdas. Mereka memiliki pekerjaan bagus, gaji yang besar, pasangan yang penuh cinta, dan keluarga yang bahagia.

Sedangkan Kalista, masih harus bersabar dengan gaji honorer yang tidak seberapa. Namun dirinya harus tetap bersyukur dengan nominal berapa pun yang ia dapat. Setidaknya dia bukan pengangguran yang cuma menumpang hidup di rumah ibunya. Walau yang bisa ia bantu hanya mengisi token, membayar air, membayar luran sampah, dan tetap memberi jatah bulanan.

Kalista juga merasa terbantu dengan hasil menulisnya yang lumayan meski tidak banyak-banyak amat.

Keesokan hari pun tiba. Acara pesta ulang tahun pernikahan Jihan dan Bian diadakan jam delapan malam. Namun Kalista sudah tiba pada pukul tujuh. Jihan langsung mempersilakan Kalista untuk mengenakan kebaya yang ia pilih.

"Memang dresscodenya pakai kebaya ya, Han? Aku punya kebaya sendiri padahal. Apa biar kita kembaran?"

Jihan tersenyum tipis. Seperti ada yang disembunyikan. Namun Kalista tidak bertanya.

"Kal, aku ingin menemui Mas Bian dulu."

Kalista mengangguk. Kalista tampak puas dengan kebaya cantik yang ia kenakan. Sangat cocok di tubuh langsingnya. Kalista pun tak lupa membetulkan dandanan sederhananya agar terlihat lebih baik.

Kalista menanti Jihan setelahnya. Hampir empat puluh menit berlalu, sahabatnya tidak muncul-muncul. Apa ia langsung saja keluar dari ruang ganti?

Kalista pun beranjak dari sana. Dalam perjalanan, Kalista tak sengaja melihat Jihan sedang berbicara serius dengan suaminya di kamar yang pintunya terbuka setengah. Kalista tidak berniat menguping jadi dirinya melewati begitu saja.

Namun suara Bian yang cukup melengking, seketika menghentikan langkah Kalista.

Kalista melirik ke arah kamar. Jelas sekali kalau Bian menyebut namanya. Atau Kalista salah dengar?

Setelahnya Kalista mendengar Jihan dan Bian saling bersahutan seperti dua orang yang berdebat. Namun Kalista tidak mendengar jelas, tentang apa yang membuat mereka berselisih.

Karena Kalista tidak ingin dituduh menguping, ia pun segera turun ke lantai bawah, bergabung dengan tamu lain. Namun saat ia memandangi wajah-wajah tamu yang datang, Kalista menjadi canggung. Tidak ada yang dikenalnya sama sekali.

Kalista pun memilih untuk menepi sembari mengulir ponsel di tangan. Kalista kembali membaca komentar-komentar panas di bawah komentar Vallent mengenai review novelnya.

Kalista benar-benar kembali terpancing dengan penulis yang menempati jawara rank best seller tersebut. Apa urusannya dengan Kalista yang menyiksa tokoh utamanya? Toh, tidak membuat jumlah pembaca Vallent menurun? Mengapa Vallent dua hari ini suka mencari gara-gara, sih?

Ketika Kalista asyik membalas pesan Vallent dengan capslock yang diaktifkan, Jihan dan Bian muncul di tengah para tamu. Keduanya begitu serasi dan mesra.

Kalista yang melihatnya langsung menyimpan ponselnya dan jadi tak percaya kalau tadi habis mendengar keduanya bertengkar.

Kalista tersenyum bahagia melihat kehidupan sahabatnya. Benar kata ibunya, Jihan memang beruntung.

"Selamat malam semuanya." Jihan menyapa para tamu. Seluruh atensi sontak tertuju kepadanya.

"Terima kasih karena sudah berhadir di malam acara ulang tahun pernikahan saya dan Mas Bian. Dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin memberitahukan satu pengumuman penting kalau suami saya tercinta akan saya nikahkan dengan seorang wanita pilihan saya sendiri, yaitu sahabat saya tercinta, Kalista Laila Jaffa."

Semua tamu terhenyak. Bian memejamkan kedua matanya dan tampak pasrah. Kalista melongo tak percaya.

Jihan berjalan ke arah Kalista dan menuntun sahabatnya ke depan. Kalista mendadak mendapat serangan panik. Semua mata tertuju padanya. Bian membuang muka dan pergi meninggalkan lokasi begitu saja.

Kalista bertanya-tanya, mengenai apa maksud perkataan Jihan.

"Aku ingin kau menjadi istri kedua Mas Bian, Kal."

Kalista mengerjap tak percaya, "Apa kau mabuk?"

"Aku sangat sadar dan aku ingin kalian menikah malam ini juga "

Bisik-bisik tamu lain jelas menjadi riuh.

Kalista tersenyum kesal," Jihan, sadarlah dengan apa yang kau katakan. Ini sama sekali tidak lucu. Kau sedang membuat prank atau ingin membuatku dihujat?"

"Kalista, dengarkan aku. Kau hanya perlu menyetujuinya. Kau tidak perlu memikirkan hal lainnya. Ibumu sudah setuju dengan pernikahan ini. Mas Bian juga."

Kalista semakin syok sekarang. Ibunya setuju? Astaga! Permainan apa sebenarnya yang sedang dimainkan Jihan?

Kalista melepas gandengan Jihan dan segera keluar dari area pesta. Sialnya, Kalista malah berpapasan dengan Bian yang sedang menatapnya tak ramah.

"Kalista, aku mohon!" Jihan menyusul Kalista dan menarik lengannya.

"Jihan, stop it! Jangan mengatakan hal konyol lagi padaku." Kalista menepis pegangan tangan Jihan.

"Kal, please. Tolong, aku! Hanya kau yang bisa ku percaya untuk mendampingi Mas Bian." Jihan memohon dengan sangat.

"Sudah ku katakan, Sayang, untuk tidak mengusulkan hal seperti ini. Jangan mempermainkan pernikahan kita. Apalagi ini malam peringatan ulang tahun pernikahan kita." Bian pun menolak usul gila dari Jihan. Bian tidak mengerti jalan pikiran istrinya tersebut.

"Aku tidak peduli kau mandul atau apa. Kita bisa mengadopsi anak, Sayang. Please, jangan menyuruhku mendua."

Kalista yang mendengarnya seketika terhenyak. Jihan mandul? Kalista baru tahu fakta itu, karena Jihan tidak pernah cerita. Namun meskipun begitu, bukan berarti Kalista ikhlas saja dinikahkan dengan suaminya.

"Tidak, Mas. Kau harus memiliki anak hasil dari darah dagingmu sendiri. Dan aku sudah memilihkan calon ibu yang paling ku percaya dan paling baik dari yang terbaik yang pernah ku kenal."

"Jihan, jangan! Aku tidak bisa. Kau sadarlah! Kau sudah tahu kan kalau aku sudah memutuskan untuk sendiri sampai mati. Aku tidak akan menikah dengan siapa-siapa apalagi memiliki anak. Sorry, Han. Aku tidak bisa."

Kalista mencoba mengingatkan Jihan tentang keputusannya yang pernah ia ceritakan sebelumnya.

"Kalista, Mas Bian. Kalian menyayangiku, kan?"

"Tentu, Han."

"Tentu, Sayang."

Bian dan Kalista menyahut hampir bersamaan.

Kalau begitu tolong menikah. Kalian menikah malam ini. Kalian berdua adalah orang yang paling aku percaya di dunia. Hormati keputusan yang ku buat dengan sangat berat ini."

"Tidak bisa, Jihan," ucap Kalista mantap.

Bian semakin gusar dan terus memohon agar Jihan berhenti mengusulkan hal konyol tersebut.

"Kalau kalian menolak, aku akan mengakhiri hidupku malam ini." Jihan melangkah ke tepi balkon dan nekat memanjat pagar.

"Jihan!" teriak Kalista dan Bian bersamaan.

Jihan nekat melompat dan untung saja reflek Bian dengan cekatan berhasil menangkap tangan istrinya.

Kalista dan Bian tahu kalau Jihan tak bisa dibantah, maka keduanya sontak menarik Jihan bersamaan dan mengiyakan pernikahan dengan sangat berat hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status