Rana tidak memedulikan pesan yang dikirimkan oleh bapaknya. Karena memang ia tidak ada uang. Ia juga tidak mungkin berani minta uang lagi pada mertuanya karena urusannya belakangan ini sudah sangat banyak dan menyusahkan sang Mertua. Dua hari sudah berlalu dan ia juga tidak mau tahu keadaan Adis. Batin dan kesedihan yang ia rasakan saat ini, tidak ada yang peduli, bahkan ucapan bela sungkawa dari bapak dan kakaknya tidak ada. Hanya tetangga di kampung dan beberapa temannya yang turut mengirim pesan ucapan duka cita. Ia sedang menunggu telepon dari Levi, tetapi sejak ia sampai di rumah kembali, suaminya sama sekali tidak ada meneleponnya. Apakah suamiya mengira hubungan ini sudah usai? Kontraknya sudah habis?Film action yang ia tonton tidak begitu menarik lagi karena ia begitu sedih di rumah hanya ditemani bibik. Sesekali mertuanya menelpon, tetapi baginya kurang. Ia ingin suaminya yang menelepon.Kring! Kring!Rana tersentak saat ponselnya berdering. Ia berharap suaminya yang menel
Rana, Mbak kamu ditalak suaminya karena memecahkan guci yang katanya antik itu seharga empat ratus juta. Kalau kamu gak bisa ganti, maka kakak kamu dipenjara. Tolong Bapak, Rana. Pinjamkan uang empat ratus juta pada suami kamu.Rana menangis membaca pesan bapaknya. Bapak yang sangat ia sayangi dan hormati peduli padanya. Mengirimkan pesan padanya hanya pada saat membutuhkan uang saja. Uang, uang, uang, uang. Hanya itu mungkin yang terlintas di kepala Pak Ramdan saat mengingat Rana. Padahal anak bungsunya itu pun bukan orang kaya. Mertuanya yang kaya, bukan suaminya, apalagi dirinya.Rana gak ada, Pak. Suami Rana masih sakit dan butuh biaya banyak untuk berobat. Kalau memang harus dipenjara ya sudah, gak papa. Mbak Adis memang harus bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan? Kenapa jadi saya yang kelimpungan? Uangnya bukan empat ratus ribu, tapi empat ratus juta. Saya melacur setiap hari selama setahun belum tentu dapat segitu banyak.SendRana yang kesal akhirnya memblokir kontak bap
Dari balik pintu kaca ruang Nicu tempat Abdi di rawat, Luisa menatap suaminya yang sedang menjalani pemeriksaan dengan tatapan sendu. Luka-luka di tubuh pria itu pasca kecelakaan, perlahan-lahan mulai membaik. Sayangnya tidak dengan ingatan Abdi yang hingga saat ini tak mengenali Luisa. Jangankan status mereka sebagai suami istri, sekadar nama Luisa saja pria itu sama sekali tidak ingat. Pun diri Abdi sendiri.“Kamu tidak akan melupakan kami untuk selamanya kan, Kang?” tanya wanita itu nelangsa seraya mengelus perutnya yang telah membuncit. Melihat Dokter dan perawat yang hendak keluar dari ruangan itu usai melakukan pemeriksaan, Luisa segera menyingkir memberi jalan.“Tidak masuk, Bu?”Dari tempatnya berdiri, lagi-lagi Luisa mendapati tatapan kasihan dari dua orang di hadapannya. Wanita itu tersenyum tipis sebagai jawaban. Alih-alih menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat, perhatian Luisa justru jatuh pada pria paruh baya yang bertanggung jawab menangani Abdi selama di ra
"Dok, kapan kira-kira suami saya bisa pulang dari rumah sakit?" tanya Luisa dengan suara serak. Banyak menangis membuat tenggorokannya tidak nyaman saat berbicara. "Ingatan suami saya mungkin bisa pulih dengan cepat saat berada di rumah," kata Luisa lagi. Ia masih berusaha membesarkan hatinya agar terus semangat untuk mengembalikan ingatan Abdi. Dokter yang memeriksa Luisa tersenyum tipis."Ibu fokus pada kesehatan Ibu saja dulu. Bayi Ibu biar tumbuh sehat. Ini sudah masuk delapan belas Minggu saya dengar dari dokter kandungan yang memeriksa Ibu." Luisa mengangguk. "Tetap saja ingatan suami saya menjadi prioritas juga, Dok. Aneh sekali rasanya dan sedih, saat suami tidak ingat kita." Luisa hampir menangis."Sudah, Ibu tenangkan diri dan jangan mikir yang macam-macam ya. Ibu sudah bolak -balik masuk rumah sakit karena kondisi yang drop. Kasihan bayinya kalau Ibu terus begini. Bayi tidak akan bertumbuh dengan baik, jika ibunya stres. Sabar ya, ini ujian dari Tuhan. Semoga Ibu kuat, ke
"Adis, Pak Darmono sakit HIV," kata Pak Ramdan pada putrinya yang sedang asik menonton televisi. Sontak Adis menoleh dengan kaget. "HIV? Bapak yakin?" "Iya, informasinya akurat dan beberala ajudannya juga diminta periksa. Mereka hasilnya negatif. Sekarang tinggal kamu dan Bapak. Kita berdua terakhir berhubungan dengan dekat juragan. Kamu malah kasih perawan kamu sama tua Bangka sialan itu. Kini, kalau kamu tertular, itu pasti karena juragan dan kita bisa minta ganti rugi berupa uang.""Pak, saya yakin gak papa. Jangan panik gitu, nanti malah beneran kenyataan tertular. Udah ah, saya mau nonton. Kalau mau saya periksa, uangnya mana? Saya udah gak punya uang. Udah dikasih semua sama Nyai Larsih yang gak bikin apa-apa juga buat saya. Uangnya diambil, tapi Jelita gak diguna-guna. Bukan cuma pejabat doang yang doyan korupsi, ternyata dukun santet juga." Pak Ramdan hanya bisa menghela napas. Benar juga apa kata Adis, jika mau periksa maka butuh uang dan uangnya pasti tidak sedikit."Kalau
"Rumah jadi wangi masakan enak gini," kata Levi begitu ia membuka pintu rumah. Kemarin ia boleh keluar dari rumah sakit dan hari ini ia kembali ke Jakarta. Tentu tidak lupa alat nebulezer yang harus selalu ia bawa ke sana kemari. Alat yang akan sangat berguna jika sesaknya kambuh."Apa yang kamu lakukan, Rana?" tanya Levi yang tiba-tiba sudah berada di belakang tubuh wanita yang tengah memakai celemek, berdiri di depan kompor. Rana menoleh terkejut."Eh, ya ampun, Tuan dan Mama udah sampai. Saya gak dengar suara mobilnya," kata Rana sedikit gugup. Ia tidak berani menatap wajah suaminya yang sudah lebih segar dari pada terakhir ia lihat di rumah sakit, seminggu yang lalu. Rana mengeringkan tangannya, lalu mencium punggung tangan suami dan mertuanya bergantian. "Saya sudah larang jangan masak, tetapi Mbak Rana mau masak juga. Katanya masak buat suami yang mau pulang. Itu suami udah pulang, Mbak. Katanya kangen, udah sana antar suami ke kamar." Bibik menggoda habis-habisan. Bukan hanya
"Ada apa sebenarnya, Rana? Keluarga kamu kenapa sampai segala ada di penjara?" tanya Levi pelan. Rana masih menangis di sampingnya karena bapaknya berlari pulang setelah mendengar Adis ditahan di kantor polisi."Mbak Adis menikah, Tuan.""Iya, yang waktu kamu pulang kampung empat hari itu'kan?" Rana mengangguk mengiyakan."Terus kenapa? Suaminya KDRT? Kita ada pengacara untuk bantu nanti. Tenang saja, saya akan bantu.""Buka, Tuan. Mbak saya nikah sama tukang kawin di kampung. Namanya Juragan Andri. Banyak ajudan dan terkenal galak. Terkenal tukang kawin dan suka jajan sana-sini. Mbak saya ke rumah suaminya, padahal suaminya sedang tidak ada di rumah. Tanpa sengaja, Mbak Rana mau berfoto di dekat guci dan guci kesenggol. Pecah guci itu dan ternyata itu guci antik yang harganya ratusan juga. Suaminya minta ganti.""Hah, suami minta ganti guci yang dipecahkan istri?" Levi menatap Rana tidak percaya."Iya, Tuan, jadi ini Mbak Rana pasti mau dipenjara karena tidak bisa ganti. Terus Mbak R
Setelah serangkaian pemeriksaan, terapi, obat, serta stimulus otot yang dilakukan oleh Abdi selama beberapa setelah ia sadar, maka dokter sudah membolehkan pria itu pulang. Bukan main senangnya hati Luisa saat mengetahui suaminya boleh pulang. Dokter mengatakan baru saja, di jam sembilan malam saat beliau visit.Tidak mungkin keluar dari rumah sakit malam hari karena loket kasir mengurus administrasi pembiyaan rawat inap pasien, sudah tutup. Buka lagi besok pagi jam delapan."Kita pulang ke mana?" tanya Abdi pada Luisa. "Kita pulang ke rumah sewa dulu yang gak jauh dari rumah sakit, Kang. Sambil nanti menunggu Papa mencari rumah sewa di Jakarta," jawab Luisa senang. Suaminya sudah mau membuka suara bertanya padanya. Sebuah kemajuan yang diluar prediksi. "Di Jakarta juga sewa?" tanya Abdi bingung. Luisa mengangguk. Ia tahu suaminya belum bisa mengingat semuanya dan ia pun tidak mau memaksa. "Rumah papa dijual. Jadinya kita sewa," kata Luisa lagi. Sambil membetulkan letak bantal suam
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su