Luisa terbangun saat azan subuh. Seperti biasa, ia turun ke bawah untuk minum. Barulah ia mandi dan solat subuh. Biasanya, Rana juga sudah ada di dapur ikut memasak bersama bibik, tetapi pagi ini, Rana tidak kelihatan."Rana ke mana, Bik?" tanya Luisa."Eh, Non Luisa, itu Mbak Rana dibawa ke dokter. Kata nyonya, perutnya sakit. Tadi malam jam satu apa jam dua belas gitu ke rumah sakitnya." "Sampai sekarang?" tanya Luisa sembari menoleh ke lantai atas. "Iya, sampai sekarang belum pulang. Nyonya sama Tuan Levi yang mengantar. Mungkin Mbak Rana dirawat." Luisa menjadi khawatir."Oh, baik, Bi, terima kasih. Saya mandi dan solat dulu, nanti saya bantu buatkan sarapan." Luisa bergegas masuk ke kamarnya. Wanita itu mandi, kemudian solat. Selesai solat subuh, Luisa mengirimkan pesan ke nomor Rana.Assalamualaikum, Rana, kamu dirawat? Memangnya kenapa? Sekarang gimana kondisi kamu?SendKarena tidak langsung centang dua biru, Luisa memutus untuk pergi ke dapur membantu bibik membuatkan sarap
"Kamu bayar semua?" tanya Pak Darmono tidak percaya, saat Luisa mengulurkan struk pembayaran dari rumah sakit. Tidak terhitung deposit awal sebesar lima puluh juta yang ia keluarkan dari rekening pribadi pemberian papanya. "Uang pemberian Papa berarti sudah habis ya. Gimana kalau Abdi masih lama di rumah sakit?" Luisa menghela napas, lalu menggenggam tangan papanya. "Bukan dari rekening Luisa, Pa, tapi dari uang jual mobil pemberian Pak Levi. Pria itu pintar, tapi aslinya bodoh. Orangnya terlalu terobsesi tanpa bisa berpikir menggunakan otaknya dengan benar." Pak Darmono terkejut."Mobil pemberian Levi? Bagaimana bisa?" bukan hanya papanya, Nisa pun tidak percaya dengan ucapan Luisa. Wanita itu pun menceritakan bagaimana sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di rumah mama dari Levi dan kesehariannya di sana. Bagaimana mama dari pria itu yang emosional dengan kehadirannya, tetapi Levi tetap memperhatikanya. Belum lagi cerita tentang Rana yang hanya diperalat untuk punya anak. Semua
Semua orang sibuk dengan masalah masing-masing. Terutama Levi yang dipusingkan dengan perginya Luisa dari rumahnya, serta mamanya yang begitu ribut urusan Rana yang sedang terbaring di rumah sakit. Levi lupa satu orang lagi yang sudah lama ia abaikan. Wanita yang ia sekap hampir satu tahun lamanya dan tidak dibiarkan keluar dari kamar sama sekali. Sebelah tangan yang diborgol, membuat wanita itu tidak berani ke mana-mana. Ia rindu matahari pagi. Ia rindu suami yang mungkin tidak pernah mencarinya, dan ia rindu tidur di rumahnya yang besar. Wanita itu adalah Christy yang malang. Disekap Levi begitu lama sampai ia kehilangan bayinya. Namun, saat ia keguguran pun, Levi tidak memperlihatkan belas kasih, ia hanya dirawat seadanya oleh dokter klinik panggilan. Pintu kamar dibuka. Seorang pria yang sampai saat ini masih menjaga Cristy datang membawakan makan Sore. "Makasih," kata Cristy pelan. Ajudan Levi tidak menyahut, ia hanya melihat tawanan sekilas, lalu pergi keluar kamar."Apa bis
Juragan Andri masih duduk di kursi kebesarannya, setelah mendapatkan telepon dari orang kepercayaannya yang mengatakan bahwa Abdi kecelakaan dan koma. Ini tentunya sangat menarik baginya karena ia masih sangat penasaran dengan wanita bernama Luisa. Istri Abdi yang memakai cadar. Ia harus menyusun strategi agar bisa segera mendapatkan Luisa. Kring! Kring"Halo.""Halo, Juragan, hari ini pulang ke rumah saya kan?" "Saya ada di rumah saya. Gak pulang ke rumah kamu. Kamu juga lagi datang bulan kan? Saya gak bisa apa-apain. Jangan ganggu, saya lagi sibuk!" Juragan Andri menutup ponselnya. Semangatnya pada istri keempatnya langsung menguap begitu saja, begitu mendengar keberadaan Luisa dan juga kondisi Abdi.Di rumahnya, Adis tengah menahan kesal. Ia mencuci piring dengan serampangan karena suaminya tidak pulang malam ini. Sudah dua malam Juragan Andri tidak pulang ke rumahnya dan ia tidak boleh menyusul ke sana. Lucu, istri tidak boleh datang melihat suaminya. Namun, tidak ada yang tidak
Adis membuktikan ucapannya untuk menyusul suaminya ke rumah utama. Ia tidak memberitahu suaminya terlebih dahulu karena ia ingin memberikan kejutan. Total empat hari Juragan Andri belum juga pulang ke rumahnya dengan alasan sibuk. Di tangannya memegang rantang berisi makan siang yang ia buatkan khusus untuk suaminya. Adis mengendarai motor milik bapaknya untuk pergi ke rumah Juragan Andri.“Suami saya ada’kan?” tanya Adis pada salah satu penjaga rumah besar suaminya.“Oh, Mbak Adis ya, istri muda juragan?” tanya pemuda itu balik. Adis mengangguk.“Juragan pergi ke Yogyakarta untuk menyusul calon istri kelima he he he ….” Adis melotot marah mendengar lelucon penjaga rumah yang menurutnya tidak lucu sama sekali.“Siapa kamu berani kurang ajar dengan saya? Saya nyonya rumah ini. Saya mau masuk, jadi jangan halangi saya!” Adis hendak memaksa masuk, tetapi pemuda itu menahan tubuh Adis. “Hey, jangan kurang ajar kamu, pakai pegang-pegang!” teriak Adis begitu melengking. Pemuda itu melepas
Halo, Nak, apa kabar? Kamu sudah keluar dari rumah sakit?”“Sudah, Pak, udah di rumah Nyonya Hera, tapi saya belum boleh pegang kerjaan rumah.’“Wah, syukur deh kalau gitu. Bapak harap, kamu dan Tuan Levi awet pernikahannya. Jangan kayak kakak kamu itu.” Kening Rana mengerut dalam.“Kenapa Mbak Adis, Pak?”“Juragan mau cari calon bini muda yang ada di Yogyakarta katanya. Wanita itu ada di sana. Kakak kamu bakalan punya madu.”Mengingat nama kota Yogyakarta, seketika itu juga, ia mengingat nama Luisa. Sudah sejak ia dirawat, Luisa baru sekali mengirimkan pesan padanya. Setelah itu, ponsel Luisa tidak aktif.“Rana, kenapa diam?”“Eh, nggak, Pak. Tiba-tiba perut Rana gak enak. Rana mau tidur dulu ya, pak. Bapak dan Mbak Adis sehat-sehat. Besk saya telepon lagi. Asalamualaykum.”Rana bergegas menutup panggilan pada bapaknya. Lalu dengan gerak cepat pula, ia menekan kontak Luisa, tetapi tidak ada nada sambung di sana. Pasti ponsel wanita itu tidak aktif lagi. Batin Rana.
“Sudah dapat kabar dari Luisa?” tanya Pak Darmono pada istrinya. Nisa melihat ke layar ponselnya, lalu menggeleng.“Udah coba telepon? Ini sudah satu jam. Tumben belum ngabarin. Katanya begitu udah naik kereta, Luisa mau kabari kita,” kata pria itu dengan perasaan cemas. Nisa menurut. Gadis itu menekan kontak anak sambungnya, tetapi tidak tersambung. “Kenapa gak bisa ya, Pa?” tanya Nisa ikut kebingungan.“Apa mungkin ponselnya mati? Ya sudah, besok pagi telepon lagi saja.” Pak Darmono terpaksa menyerah karena putrinya tidak bisa dihubungi. Sejak siang, ia mencoba mengusir rasa gundah tentang Luisa. Namun, rasa cemas semakin kuat setelah Luisa berangkat dengan taksi online.Di sebuah rumah, tempat Luisa dibawa untuk sementara, sudah ada lelaki tua yang tidak tahu diri, tengah memandangi wanita cantik berkerudung yang tengah lelap di ranjangnya. Cadar wanita itu ia buka, tetapi kerudung besarnya tetap terpasang, walau sudah tidak rapi lagi. Pria itu terus mengagumi kecantikan
“Mana? Kata kamu Luisa mau datang ke sini?” tanya Levi pada Rana. Wanita itu mengecek ponselnya, lalu mencoba menelepon Luisa.“Harusnya pagi ini sampai, Tuan. Kemarin Non Luisa bilang ke saya akan balik ke Jakarta, naik kereta api sore. ini sudah jam sembilan pagi dan harusnya sudah sampai di sini. Apa Tuan punya nomor Non Luisa yang laon? Coba telepon. Non Luisa bahkan menunjukkan nomor tiket kereta, ini!” Rana memberikan bukti screenshoot percakapannya dengan Luisa kemarin siang. Levi mengirimkan bukti chat itu ke ponselnya. “Terima kasih, Rana. Saya akan cek langsung di keberangkatan.” Rana mengangguk. Ia sama sekali tidak keberatan dengan apa yang ia lakukan, karena memaksa Levi untuk menikahinya sama saja seperti ia tengah menggali gunung Himalaya dan itu mustahil. Rana sudah memutuskan ia cukup bersikap baik pada Levi dan semua orang yang baik padanya.Levi masuk ke ruang kerjanya. Lalu ia mencatat nomor keberangkatan serta nomor kursi yang ada pada tiket kereta milik Luisa
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su