Nuha menahan diri untuk tidak mengungkapkan perasaannya sampai mereka tiba di apartemen Darren di Jakarta. Jika beradu mulut di dalam mobil akan sangat membahayakan. Dia tidak ingin membuat kekonyolan berujung pada keributan atau bahkan bisa menyebabkan kecelakaan karena Darren tidak fokus mengemudikan kendaraannya. Dua jam kemudian mereka tiba di apartemen. Darren ingin mengajak Nuha untuk beristirahat sejenak di sana sebelum pergi untuk makan malam di salah satu restoran fine in dine yang sudah dia reservasi sebelumnya. Lebih tepatnya Darren ingin menghabiskan beberapa hari di sana bersama sang istri. Darren butuh istirahat setelah menghabiskan waktunya untuk bekerja dan mengurus adiknya. Darren menempelkan kartu akses unit apartemen pada pintu masuk. Dia mempersilakan Nuha untuk masuk duluan. Darren menutup pintu dan menyusul Nuha yang memilih duduk di ruang tamu. Nuha menaruh tasnya dan mengeluarkan kembali buku yang tadi dia sempat baca sewaktu berada di klinik kecantikan. Saat
Hembusan angin begitu besar hingga menggoyangkan kain yang menutupi kepala gadis yang saat ini hendak menggiring satu per satu kakinya menginjak sanggurdi untuk tiba di atas punggung kuda. Kerudung yang lebar mirip bendera yang berkobar akibat tertiup angin sama sekali tak menghalangi ambisinya untuk bisa menaklukan seekor binatang liar berkaki empat yang sudah dijinakkan beribu-ribu tahun lamanya.“Om, lihatlah, sekarang aku bisa ‘kan menunggangi Baron? Tanpa bantuan coach lo!”Salwa menarik tali kekang kuda dan merapatkan ke dua kakinya pada badan seekor kuda sumbawa bernama Baron, mengajak kuda berwarna hitam itu berjalan mengelilingi padang rumput yang hijau membentang.Meskipun bibir tipisnya sesekali menggerutu karena kesal, dia hanya bisa diijinkan menunggangi kuda poni sendirian. Padahal dia sudah membayangkan akan menaiki kuda Arab yang berpostur tubuh tinggi sehingga terlihat keren. Mungkin Naufal khawatir Salwa jatuh sehingga hanya mengijinkannya menunggangi kuda lucu dan i
“Calon?” tanya Sahila dengan penasaran.“Ya semacam itulah, seorang pria dewasa yang ingin serius dengan saya. Hanya saja saya tidak meresponnya. Karena saya mencintai suami saya meski beliau sudah meninggal dunia,”Aruni mengungkapkan perasaan hatinya. Memikirkan pria lain saja sudah merasa sangat berdosa.“Euh, maaf,”“Selain itu Salwa anak ke dua saya, dia lah yang paling menolak keras jika ada pria yang mendekati saya.”Aruni terkekeh saat menceritakan anaknya yang satu itu. Salwa seperti sebuah benteng yang menghalangi siapapun yang berusaha mendekatinya.“Oh begitu,”Sahila akhirnya merasa lega ternyata dugaannya super duper keliru. Sosok Aruni bukanlah tipe pelakor. Dia seorang wanita setia. Bahkan dia datang ke sana dengan membawa kendaraan pribadinya yang sudah renta meski anak-anaknya memilih ikut menaiki mobil yang Naufal bawa.“Um, sekalian datang, saya khusus mengundang Mbak Sahila untuk datang ke acara resepsi pernikahan Nuha dan suaminya. Acara pernikahan diadakan di du
“Dad, maafkan aku yang selalu merepotkanmu. Aku belum bisa menjadi anak yang berbakti.”Daniel yang berada di dalam sebuah buggy car bersama Jonathan tiba-tiba memegang tangan Jonathan yang berada di sampingnya dan menatapnya dengan dalam. Jonathan sampai terkesiap melihat tangan sang anak yang menggenggamnya seolah meminta dukungan moril darinya. Kata-kata permintaan maaf Daniel terdengar sendu. Entah keberapa kali Daniel meminta maaf pada sang ayah. Hati Jonathan terasa diiris sembilu.“Jadi lelaki jangan melankolis!”Jonathan menyahuti perkataan Daniel tetapi dengan membuang wajahnya ke luar jendela dengan mata yang berkaca-kaca. Dia tak sanggup melihat kondisi Daniel pasca vonis dokter. Sebagai seorang ayah dia berusaha tegar menyikapi takdir pahit tersebut meskipun pada kenyataannya hatinya hancur.“Kau harus cepat sembuh! Kau akan bergabung dengan Masmu di perusahaan,”Jonathan menyemangati Daniel.Daniel hanya mengangguk dengan melemparkan pandangannya pada hamparan padang rump
Cahaya yang bermuasal dari lilin yang disusun sedemikian rupa di atas meja berpendar dengan begitu indahnya, mirip cahaya kunang-kunangan yang semakin menambah suasana malam itu semakin terasa hangat, romantis dan menenangkan. Harum aroma mawar berasal dari lilin aromaterapi ikut menguar, semakin membuat ke dua sejoli yang tengah duduk berhadap-hadapan betah berlama-lama memadu kasih meski hanya dengan membangun sebuah komunikasi verbal yang sederhana dan tatapan penuh mesra. Seorang pramusaji pria dalam balutan seragam hitam-putih dengan model rambut pendek ala tentara menyangga sebuah nampan berisi gelas-gelas kristal dipenuhi minuman berwarna merah cerah dengan tangan kanannya. Dia kemudian menaruh gelas bening tersebut satu per satu di atas meja bundar berdiameter delapan puluh centi meter. “Thanks,” seru Darren pada pramusaji yang berusia menginjak dua puluh tahun tersebut. “You’re welcome Sir,” jawab si pramusaji dengan sedikit membungkukan badan sebagai salam hormat. “Mas, i
Pandangan Salwa menerobos teralis jendela yang terbuka di depan kamarnya yang bernuansa warna merah muda-yang terkesan manis. Beberapa tangkai bunga yang bergerak-gerak ditiup angin malam setidaknya menghibur suasana hatinya yang resah akibat insiden sore tadi saat di istal kuda. Pikirannya bercabang ibarat akar yang menerobos lapisan tanah untuk menyerap air. Dia tengah menggali ingatannya tentang pemuda yang menolongnya beberapa kali. Pemuda itu pergi begitu saja meninggalkannya dibawa dua orang asing yang terlihat menakutkan. Sebuah prasangka buruk bergelayut dalam benaknya. Apakah ke dua orang pria berpostur tubuh tinggi besar mirip binaragawan itu para mafia yang menculik pemuda yang terlihat lemah tadi. Dengan begitu mudahnya mereka membawanya. Beberapa kali Salwa menggelengkan kepalanya, berusaha keras untuk tidak berpikirlewah. (Overthinking) Faktanya dia tak bisa memejamkan matanya karena khawatir mengingat kondisi Daniel yang terlihat sedang sakit dibawa oleh mereka. Per
Jonathan mengulum senyum saat melihat Daniel begitu sumringah melihat kedatangan ke dua sahabatnya. Daniel tidak tahu bagaimana caranya Jonathan membujuk ke dua sahabat putranya tersebut. Jonathan nekad mendatangi ke dua orang tua mereka dan mengatakan kondisi Daniel saat ini serta meminta maaf karena Daniel telah membawa pengaruh buruk pada mereka. Demi sang anak Jonathan rela menyingkirkan harga dirinya. Apapun akan dia lakukan untuk memberikan kebahagiaan sang putra termasuk menukar nyawanya.Penyesalan selalu tumbuh di akhir ketika sebuah peristiwa buruk menimpa dan memberikan sebuah pelajaran yang berharga. Mengurus anak tidak hanya dengan materi semata akan tetapi perhatian dan kasih sayang tetap menjadi prioritas utama. Ketika Jonathan hanya berfokus pada keberhasilan putranya dalam meraih kesuksesan secara materi maka dia sudah mengabaikan satu hal yang teramat penting yaitu perasaan sang anak. Andai harapan hidup Daniel tak lama lagi Jonathan akan memberikan perhatian itu di
Malam ini Kania terjaga dan tak bisa memejamkan matanya karena dia merasa pengap tidur di antara Sahila dan Naufal yang mengapitnya. Yang benar saja mereka tidur seranjang. Sebelumnya Kania memang merasa sangat bahagia bisa menyatukan kembali ke dua orang tuanya.Kehadiran Aruni mengembalikan kembali keutuhan rumah tangga mereka. Ide Kania sangatlah tepat dengan mendatangkan Aruni. Saking bahagia malam ini Kania ingin tidur bersama dengan keduanya. Sayang, ternyata bukan ide bagus karena Kania merasa gerah tidur satu ranjang dengan mereka. Kania lupa jika dia sekarang bukan anak remaja lagi, usianya hampir menyentuh dua puluh tahun seusia Nuha. Saat usia kandungan Arunika empat bulan sewaktu mengandung Nuha, Sahila baru mengandung Kania. Oleh karena itu usia Nuha dan Kania tak terlampau jauh jaraknya.Akhirnya dengan mengendap-endap, Kania berhasil meloloskan diri dari pelukan ke dua orang tuanya dengan nafas yang sedikit terengah-engah. Dia menyatukan ke dua tangan ke dua orang tuany
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap