Nuha mengecup punggung tangan suaminya sebelum masuk kelas. Sementara itu Darren menarik tangan Nuha untuk dikecupnya.“Belajar yang benar ya Sayang. Nanti Pak Li jemput dan antar kau ke rumah Ummi. Aku bagian jemput pulang. Kita tak mungkin menginap di rumah Ummi ‘kan.” Darren berkata dengan mengerlingkan matanya.“Hem?”Nuha hanya bergumam dan salah tingkah karena ada banyak pasang mata memperhatikan mereka.“Kita menginap di hotel,” bisik Darren ke telinga Nuha.“Hotel?”Nuha mengerjapkan mata bulat besarnya beberapa kali.“Um, kau pura-pura lupa ya. Kau sudah keramas ‘kan,”Glek“Ah, itu anu … iya,” jawab Nuha tergeragap. “Bye, assalamualaikum. Aku masuk dulu Mas,” pamit Nuha membuat Darren tersenyum getir. Padahal dia tidak benar-benar serius mengatakan hal tersebut. Darren masih memahami apa yang Nuha rasakan. Mungkin Nuha akan menyerahkan dirinya saat dia telah benar-benar merasa percaya padanya bukan hanya karena alasan traumatisnya. Atau mungkin jauh di lubuk hati Nuha masih
Nuha berlari dan terus berlari tanpa memperdulikan apapun. Hujan lebat sama sekali tak membuatnya berhenti melangkah. Tubuhnya sudah basah kuyup dan menggigil karena rasa dingin yang menusuk hingga ke dalam tulang belulang. Nuha keluar dari rumah sang ibu hanya mengenakan sandal rumahan yang biasa dipakai ibunya dan melupakan tas yang dibawanya saat kesana. Sandal yang dipakainya pun putus di tengah jalan, hingga dia berlari tanpa alas kaki, hanya kaos kaki berwarna kulit yang sudah dudus karena tergores bebatuan yang dia lewati. Kaki Nuha mulai terasa pegal dan perih. Nuha berhenti tatkala nafasnya terasa sesak karena kehabisan pasokan oksigen. Nafasnya naik turun dan dia mulai merasa kedinginan. Nuha merasa sangat syok mendengar sebuah fakta menyakitkan tentang dirinya. Ternyata Nuha bukanlah putri kandung Hilal, seorang ustaz yang shaleh-yang selalu dikaguminya dan menjadi panutan baginya. Nuha tak ubahnya anak haram yang hadir sebelum pernikahan secara sah. Nuha berteduh dan
Aruni terbangun setelah Naufal mencipratkan air ke wajahnya. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian Aruni meminum air putih yang diberikan Kania padanya.Aruni terbangun tetapi dia langsung menghambur memeluk Kania, seolah membutuhkan dukungan. Tangisannya tumpah, dia merasa kecewa pada dirinya sendiri karena telah merahasiakan tentang Naufal Alatas pada Nuha. Nuha pasti syok dan marah padanya.“Ummi, tenang saja, insyaallah Nuha tidak akan apa-apa. Mungkin dia hanya butuh waktu sendiri untuk menerima kebenaran itu.” Kania berusaha menenangkan Aruni yang terlihat sama syok nya melihat respon Nuha padanya. Sebetulnya Kania sangat mengkhawatirkan Nuha akan tetapi setelah dia berpikir sejenak mungkin Nuha memang butuh sendiri sebab dia pun mengalami hal yang sama.Hanya saja di luar hujan begitu deras. Mata Kania terbelalak saat melihat tas bahu Nuha tertinggal di atas meja. Suara telepon berbunyi berasal dari dalam tasnya. Diam-diam Kania mengambil ponsel Nuha dan mengangkatny
Pikiran Aruni terpecah antara memikirkan Salwa dan Nuha. Sebagai seorang ibu, Aruni mengkhawatirkan ke duanya. Namun Salwa dalam keadaan bahaya oleh karena itu Salwa harus segera ditolong.Saat tiba di sekitar curug Aruni sangat terkejut melihat ke bagian bawah jurang, sebuah mobil pikap bergelantung.Terlihat Salwa melihat Aruni dengan mata yang berkaca-kaca pada spion dan wajah yang pucat pasi saat lampu senter yang Aruni pegang menyorot tepat ke wajahnya. Suasana semakin mencekam karena hari sudah gelap.Dengan menggunakan headlamp di kepalanya, Aruni membuat penerangan buatan. “Salwa, lihat ke sini! Kau lompatlah dan ambil tambang itu. Ummi akan menarikmu.”Aruni berteriak berusaha menenangkan putrinya. “KAU JAGO SILAT, lompat sejauh itu kau bisa melakukannya,”Mengarahkan lampu senter, Aruni menunjuk sebuah celah batu yang lebar, yang bisa memudahkan Salwa berpijak. Dari celah batu tersebut Aruni dan Alwi bisa menarik Salwa naik ke atas dengan mudah.“Jangan lihat terus ke bawah
Di ruang operasi Arunika yang tangguh tengah berjuang antara hidup dan mati menjalani operasi besar. Semua orang merasa tegang menunggu kabarnya. Aruni mengalami luka di bagian kepala, tulang belakang patah dan pendarahan. Sudah hampir dua jam lebih Aruni berada di dalam ruangan tertutup tersebut ditemani tim dokter ahli bedah.Di luar ruangan ke dua anaknya terlihat sendu menunggunya dengan harap-harap cemas, mengkhawatirkan kondisinya yang tengah kritis. Melihat Salwa dan Rasyid yang duduk dengan tatapan kosong dan merana, Kania yang baru pulang dari mini market dengan menjinjing sekantong makanan dan minuman menghampiri mereka.Kania memilih tempat duduk di sisi Salwa, menaruh kantong belanjaannya di sampingnya. Tergerak hatinya mengusap kepala Salwa seolah Salwa adiknya. Adik Nuha berarti adik dirinya pula.“Salwa, sabar ya! Insyallah Ummi tidak kenapa-kenapa. Doakan saja operasinya lancar,”Kania memeluk Salwa dengan erat dan mengusap punggungnya.“Kau baru pulang sekolah pasti k
Darren memilih menjauh dari Nuha kemudian menghubungi Kania kembali dan menanyakan kondisi ibu mertuanya. Kania mengatakan padanya bahwa Aruni sudah ditangani oleh tim medis terbaik karena sang ayah telah mengurusnya. Darren merasa lega mendengarnya. Kemudian dia kembali mendekati Nuha yang berdiri dan bersandar pada pagar villa dengan tatapan kosong.Darren merasa tak sanggup untuk mengatakan kabar buruk Aruni pada Nuha. Dia benar-benar merasa sedih harus melihat Nuha menitikan air mata lagi dan lagi. Namun jika tidak mengatakannya, Darren khawatir jika terjadi apa-apa pada ibu mertuanya.Darren menarik nafas dalam. Dia harus tega mengatakan kabar tersebut akan tetapi setelah mereka tiba di rumah sakit. Darren takkan membiarkan istrinya menangis saat ini. Dia berusaha menahan diri.“Nuha, kau belum makan malam. Kita makan malam dulu yuk! Aku juga lapar,” seru Darren membujuk Nuha kemudian tatapannya tertuju pada pakaian Nuha yang lusuh dan kaki Nuha yang tak memakai sepatu.Darren me
Darren kembali menguatkan Nuha. Dia menyeka air matanya dengan jemarinya. Kemudian dia tautkan jari jemarinya pada jemari Nuha, menggenggam tangannya erat dan membantunya bangun, mengantarnya menuju ruang operasi di mana Aruni masih ditangani. Seketika air mata Nuha mulai surut dan dia memandangi tangan suaminya yang terus memeganginya erat, tak pernah meninggalkannya. Darren selalu hadir saat dirinya merasa bersedih. Nuha menjadi lebih kuat dan tegar seketika.Nuha berjalan dan melihat ke dua adiknya dan Kania berada di sana duduk menunggu di depan ruang operasi. Tak jauh di depan ruang operasi terlihat Naufal juga berada di sana, berdiri dengan tatapan sendu.“Nuha!”Kania berlari memeluk saudarinya. Nuha hanya diam membeku saat tangan Kania memeluknya. “Syukurlah kau tak apa-apa,” Kania merasa sangat bahagia melihat Nuha kembali dalam keadaan selamat.Kemudian Kania mengurai pelukannya. “Ummi masih di dalam ruang operasi. Mudah-mudahan operasinya berjalan lancar,” ucapnya lagi seda
Naufal hanya bisa mendesah kasar akan tetapi dia berusaha keras untuk kuat dan tegar melihat sikap Nuha padanya. Dia berjalan menghampiri dokter bedah kembali.“Dokter, tolong pastikan Bu Aruni mendapat penanganan yang terbaik. Dia harus dirawat di ruang VVIP, pastikan dia memperoleh suster yang terus mengawasinya selama di sini dan tak kekurangan sesuatu apapun.”Naufal mengingatkan sang dokter dengan sejelas-jelasnya. Dia hanya ingin Aruni memperoleh perawatan terbaik selama di sana. Kemudian menyerahkan sebuah kartu nama pada dokter tersebut. “Jika ada apa-apa tolong hubungi nomor ini!”“Tentu Pak Naufal, saya akan pastikan istri Bapak ditangani dengan baik. Jangan khawatir! Kami berusaha sebisa mungkin memberikan pelayanan yang terbaik bagi semua pasien tanpa memandang bulu,” jawab sang dokter muda dengan diplomatis.Naufal sedikit terkejut mendengar sang dokter mengira jika dirinya suami Aruni. Namun entah kenapa dia tidak mengelak, rasanya hanya membayangkannya saja sudah bahagi