Share

Tawaran Ganas Tetapi Menggiurkan?

"Gimana? Kamu udah dapet uang, kan?! Sekarang, kasihkan uang itu ke aku!"

Setelah dihina habis-habisan, Lusi justru disambut bentakan Putra, sang paman.

Tanpa malu, lelaki tua itu mengulurkan tangan kanannya ke arah Lusi.

Tentu saja hal itu membuat Lusi marah tak karuan.

Dia sudah hancur dan tak akan membiarkannya lebih hancur lagi.

Lusi tidak akan sudi memberikan uang itu kepada Pamannya!

"Maaf, Paman. Aku sudah menggunakan uang itu untuk membeli barang-barang keperluan rumah," Lusi terpaksa berbohong. Ia membalas perkataan Pamannya dengan nada tegas. Tapi, Paman Lusi lebih cerdas daripada gadis itu. Ia tahu jika Lusi berbohong.

"Kamu pikir, aku bodoh, Lusi? Kalo kamu udah beli bahan-bahan keperluan rumah! Harusnya, persediaan di rumah ini bisa Paman lihat di tempatnya masing-masing! Tapi, kenyataannya nggak gitu, kan? Semuanya masih kosong, Lusi! Berikan uangnya sekarang!" Paman Lusi mencengkeram tangan kanannya.

"Tapi! Aku juga butuh uangnya buat kebutuhanku sendiri! Kalo uang itu aku kasihin ke Paman! Apa Paman bakalan kasih aku uang?! Enggak, kan?! Jangan egois!" bantah Lusi. Gadis itu melepaskan tangan Pamannya dan membantah ucapannya.

"Kamu mau ngebantah aku, Lusi?! Kalo iya! Liat aja nanti malem! Kamu nggak akan aku biarin tidur tenang!" bisik sang Paman dengan nada tegas. Sesekali, lelaki itu mendesah di kedua telinga Lusi.

Deg!

Jantung Lusi berdegup kencang. Runtuh sudah harapan gadis itu untuk merasakan ketenangan. Jika kemarin dia sudah dinodai oleh sosok Lion, kini, dia harus menghadapi kenyataan bahwa, mau tidak mau, dia harus tunduk pada pamannya?

"Lepaskan aku, Paman!" pekik Lusi dengan suara lantang. Gadis itu melepaskan diri dari Pamannya. Ia berlari sekencang mungkin tanpa tahu arah dan tujuan. Yang penting, dia ingin lolos dari kejaran Pamannya.

"Dasar anak kurang ajar! Jangan kabur, kamu!"

Putra mengejar gadis itu sekuat tenaga. Sungguh, sebenarnya, Putra belum makan sejak kemarin malam. Jadi, sudah seharusnya tenaga yang dia punya tidak cukup untuk mengejarnya. Tapi, entah kenapa lelaki itu berhasil mengejar Lusi dengan mudah.

Bugh!

"Aaaa! Paman! Jangan! Aku mohon! Jangan sakiti aku!"

Lusi mengerang kesakitan akibat pukulan berkali-kali sang paman di kepala gadis itu.

"Cukup, Paman! Jangan dipukul lagi! Sakit!" pinta Lusi dengan suara lantang. Berkali-kali ia meminta dilepaskan, tapi tetap saja, sang Paman masih belum puas menyiksanya.

"Salah sendiri kurang ajar! Sini! Berikan uangmu!" Putra merebut amplop yang selama ini dipegang oleh Lusi secara paksa. Tak lama kemudian, dia menendang perut Lusi dan meninggalkannya sendirian.

"Akh, Paman! Jangan ambil uangnya!"

Lusi menjerit kesakitan sambil mengulurkan tangan kanannya ke depan. Dia masih berharap Pamannya berbalik dan memberikan uang itu kembali. Tapi, harapannya kandas di tengah jalan, karena sang paman pergi meninggalkannya seorang diri.

Nasibnya kian tragis ketika dua orang tak dikenal berusaha menculiknya!

Lelah membuat Lusi mulai kehilangan kesadarannya, bahkan sebelum salah satu dari mereka membekap mulutnya dengan kain hitam yang sudah diberi obat bius. 

********

"Sudah bangun?"

Mendengar suara bariton yang cukup familiar, gadis itu memegangi kepala dengan tangan kanannya. Sedangkan, tangan kirinya sibuk meraba beberapa bagian tubuh yang sudah dipenuhi dengan kain kasa dan handsaplas untuk menutupi lukanya.

"Ini di mana?" Lusi bertanya dengan suara lembut.

Tak disadarinya bahwa hanya dengan suara, Lion sudah candu pada dirinya.

"Di rumahku," jawab Lion sambil membetulkan jasnya. Dia berjalan ke sebuah cermin dan merapikan diri. Karena setelah ini, dia harus bertemu dengan klien untuk membahas rapat koordinasi di tempat kerjanya.

Tunggu...

"Lion! Apa itu kau?!"

Jujur saja, suara Lion tidak asing di telinganya. Tapi, itu justru membuatnya ketakutan.

Ia bahkan langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dada--takut jika Lion akan berbuat macam-macam dengannya.

"Ya, ini aku. Orang yang pertama kali menyentuh dirimu. Setakut itu kah kamu sampai kamu menyilangkan kedua tanganmu di depan dadamu?"

Lion menjawabnya sambil tertawa dan melihat Lili dari pantulannya di depan cermin.

"Tutup mulutmu, Lion! Apa yang kau lakukan padaku, ha?!" Lusi berteriak dengan kencang. Sungguh, gadis itu jijik dengan apa yang dikatakan oleh Lion.

"Hahaha, tenang, Lusi. Aku nggak minat bermain denganmu. Aku bawa kamu ke sini biar kamu lepas dari Pamanmu yang brengsek itu!" Lion menjawabnya dengan tegas. Ia memutar tubuhnya dan berjalan ke arah Lusi. Setelahnya, ia membelai lembut pipi gadis itu.

"Cih! Jangan sok baik di hadapanku, Lion! Singkirkan tanganmu!" pekik Lusi dengan suara lantang. Gadis itu langsung mengubah posisinya. Ia berniat untuk menghindari Lion. Di saat seperti itu, bukannya marah, Lion malah semakin tertarik dengan perempuan lugu yang sedang ia tawan di rumahnya.

Mendengar itu, Lusi gemetar.

"Tolong, bisakah kau membebaskanku? Pamanku akan marah jika dia tahu aku tidak kembali! Di satu sisi, aku perlu bertemu dengan-"

Gadis itu menghentikan ucapannya, bingung.

"Kau ingin bertemu siapa, Lusi?" Lion merasakan keanehan terhadap gadis itu. Alhasil, dia memutuskan untuk duduk di dekatnya. Setelahnya, dia menarik paksa rahang Lusi. Sampai akhirnya, keduanya saling menatap satu sama lain.

"Katakan, kau ingin bertemu dengan siapa, ha?!"

"Orang tuaku."

"Cih! Jangan membual di hadapanku, Lusi! Aku tahu kalo kamu hidup sama Paman kamu sejak kecil! Dan soal kedua orang tua kamu, aku tahu kalo mereka udah meninggal dunia, bahkan sebelum kamu akhirnya dirawat oleh Pamanmu. Aku tahu itu semua dari Madam Mirna!" pekik Lion dengan entengnya.

"Bagaimana dia bisa ...-" Kedua mata Lusi seketika dipenuhi air mata. Hatinya sangat sakit begitu Lion menyebutkan kisah yang berkaitan dengan kedua orang tuanya.

"Dengar, ya. Paman kamu sudah mengenal Madam Mirna sejak kamu masih kecil. Hanya saja, dia selalu menyembunyikan hal itu dari kamu," ucap Lion dengan tatapan licik, lelaki itu tersenyum simpul di hadapan Lusi, dia berusaha keras membuat harga diri wanita itu jatuh.

Lusi menundukkan kepala. Dalam hitungan detik, pikirannya tiba-tiba kacau. Bagi dirinya, kembali ke Pamannya hanya akan membuat nyawanya terancam. Di sisi lain, jika dia mengiyakan permintaan Lion. Maka, itu sama saja akan membuat dirinya masuk ke dalam lubang neraka.

Meski begitu, Lion yang melihat ketakutannya, mencoba menenangkan gadis itu. "Tapi, aku bisa membebaskanmu dari Pamanmu dan membiarkanmu memakai rumah ini sepuasnya. Aku juga akan memberikanmu bayaran yang sesuai dengan hal itu. Apa kau mau?" 

"Apa sekarang, kau sedang berkompromi denganku, Lion?" Lusi menoleh ke arah Lion dengan tatapan sinis.

"Yah, bisa dibilang, begitu. Tapi tenang saja, aku tidak akan memaksamu. Itu semua tergantung kamu," ucap Lion tanpa basa-basi.

"Haha, apa kau pikir, kau bisa menipuku, Lion? Jangan harap aku mau menerima tawaranmu!" Lusi berdiri dan berjalan meninggalkan Lion.

"Terserah kau saja! Lagi pula, jika kau menolaknya! Aku bisa saja mencari orang lain untuk bekerja sama denganku! Dan bisa jadi, orang itu menjadi sangat kaya dalam hitungan hari! Dan kau! Kau akan menderita karena bekerja di bawah Madam Mirna. Kau juga harus menderita di bawah tekanan Pamanmu sebelum mati kelaparan di jalanan!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status