Share

Mobil Pembawa Malapetaka

"Lion, kenapa kau tidak menuruti perkataan Ibumu saja daripada harus bersama denganku?" Lusi bertanya dengan suara lirih. Ia menoleh ke arah Lion dengan tatapan ragu.

"Jangan mengatakan apapun, Lusi! Aku benar-benar membencinya seumur hidupku! Kau tidak tahu apa yang selama ini sudah kulewati dengannya, kan?! Jika kau mengetahuinya! Kau mungkin akan kecewa, dan tidak bertanya kenapa aku melakukan hal ini!" Lion tersenyum tipis sembari mengendarai mobilnya.

Lusi yang duduk di sampingnya, seketika menundukkan kepala. Di satu sisi, Lusi merasa jika dia adalah satu-satunya objek permasalahan untuk saat ini. Tapi, mau bagaimana lagi? Dia sendiri juga tidak berhak menilai Lion hanya karena permasalahan yang dimiliknya.

"Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi. Sekarang, kita mau ke mana, Lion?" tanya Lusi berusaha lembut.

"Ke rumahku yang lain."

"Rumahmu yang lain? Hahaha, yang benar saja? Memangnya, kamu punya berapa rumah sampai kamu bisa pindah seenaknya?"

Wanita itu kini mencari cara agar Lion tenang. Meski begitu, Lion hanya tersenyum tipis, sembari memberi jawaban sinis, "Aku punya beberapa rumah di beberapa Kota, Lusi. Dan kemarin, dua rumah yang kupunya itu berhasil terjual. Seperempat uang dari hasil penjualan itu, sudah kubelikan rumah di sebuah desa. Dan sisanya, kurasa itu sudah cukup untuk biaya kita hidup sampai dua belas tahun lamanya."

"Dua belas tahun? Yang benar saja, Lion? Berapa kekayaan yang dimiliki keluargamu, ha?" Lusi melototkan kedua matanya, masih tak percaya.

Dia menampar pipinya berkali-kali karena sampai hari ini, dia tidak percaya jika saat ini, orang yang duduk di sampingnya adalah seorang pengusaha kaya raya.

"Oh, tenang saja. Dua rumah ini pemberian Ibuku. Dan aku rasa, rumah itu kebesaran untukku. Bayangkan saja, sekali kamu memasukinya, kamu akan kelelahan memutarinya seharian, karena besarnya sama dengan Jatim Park satu."

Luis yang mendengar hal itu, seketika tertawa dan menepuk jidatnya untuk beberapa kalinya, sembari berkata, "Hah, ya sudah kalo gitu. Cukup, jangan membahasnya lagi. Bisa dipastikan kalo kekayaan kamu cukup sampai tujuh tahunan."

"Yah, bisa dibilang begitu, Lusi," jawab Lion masih dengan wajah datarnya.

Lusi menganggukkan kepala. Meski begitu, ia kebingungan dengan sikap Lion yang cenderung memberontak Ibunya. Ingin rasanya dia menanyakan hal itu. Namun, Lusi akhirnya memilih diam dan hanya mendengarkannya saja.

"Lusi, kenapa kamu diam, ha?" tanya Lion.

"Nggak papa, aku cuman penasaran, kenapa kamu nggak nurutin perkataan Ibumu. Itu saja."

Lion yang mendengar hal itu dibahas lagi, menatap Lusi dengan wajah penuh keheranan.

"Kenapa kamu selalu menanyakan hal yang sama, Lusi? Aku sudah menjawabnya, bukan?"

"Yah, aku tahu. Tapi, jika kau mau berusaha keras untuk menjelaskan hal ini kepada Ibumu. Mungkin, dia akan menerima hal itu pelan-pelan," jawab Lusi dengan wajah tak karuannya.

Lion berdeham sesekali. Sebenarnya, ia ingin menjawab perkataan Lusi. Sayangnya, kondisi Lusi yang saat ini terlihat kusam dan tak karuan, membuatnya tertawa.

"Oh, Lusi. Berhentilah bicara, Lusi! Penampilanmu nggak karuan, tahu! Hahaha! Lebih baik kamu mandi dulu sebelum kita bicara lagi!"

"Dasar, Lion! Baiklah, ayo kita mandi!"

Lusi menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Setelah itu, dia melempar pandangan ke luar kaca. Di sana, dia menyaksikan beberapa mobil dan motor berkendara di jalanan.

Namun, tiba-tiba saja, pandangannya terfokus pada satu hal aneh.

"Mobil itu?" pekiknya di dalam hati.

Lusi memerhatikan kaca dengan hati-hati. Dia juga terus mengamati satu mobil yang menurutnya mencurigakan.

"Lion, apa kau tidak merasa jika dari tadi kita diawasi?" Lusi berusaha meraih pundak Lion dan mengajaknya bicara.

"Diawasi? Memangnya, siapa yang meng-"

"Perhatikan kacamu, Lion!" Lusi memberi komando.

Lion yang mendengar perkataan Lusi dengan penuh ketegasan, spontan menoleh ke arah belakang.

Ia pun memerhatikan sebuah mobil hitam yang dari tadi memantau mereka dari belakang. Lion segera mencari akal.

Lelaki itu langsung memutar arah, mengemudi ke sembarang arah untuk memastikannya. Dan benar saja, ke manapun mereka pergi, mobil itu terus saja mengawasi mereka.

"Ini gawat, Lusi! Kita harus melarikan diri dari mereka! Pegangan yang kuat, yah! Kita harus bisa lolos dari mereka! Jika tidak, kita bisa saja mati!" pekik Lion dengan nada sedikit mengancam.

Lusi melototkan kedua mata, tak percaya dengan apa yang dikatakan Lion.

"APA?! MATI?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status