Share

Bab 6 Kesal

Ibu serta adik Izyan memang menentang keras rencana pernikahannya dengan Najma. Namun, ia tak memedulikan soal itu. Karena, Izyan berfikir bahwa ia berhak membangun rumah tangga dengan seorang wanita idaman. Wanita yang selama ini didoakan sekaligus diperjuangkan dalam diam. Wanita yang namanya selalu diselipkan ketika berdoa.

Izyan tentu sungguh bahagia sekaligus bersyukur. Ketika lamarannya diterima oleh Najma. Maka, ia tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Meskipun pada kenyataannya tahu dan paham. Ibu dan adiknya membenci hal itu. Agar Najma merasa kehadirannya diharapkan keluarga Izyan. Meskipun Izyan sengaja tak memperkenalkannya pada ibu sambung serta adiknya.

Namun, Izyan mengajak Najma pergi ke rumah Paman Bibi dari jalur ibu kandung. Kedatangan Najma disambut dengan sangat baik. Mereka juga mengobrol banyak hal. Najma yang pandai menyesuaikan diri dimanapun tempatnya. Membuat Izyan semakin yakin untuk menikahinya.

Setiap hal yang Najma lakukan selalu membuat Izyan bangga sejak dulu. Menjadi pengagum rahasia bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan hati yang lapang serta sabar dalam proses ini. Tapi ternyata, usahanya bersabar, membuahkan hasil. Tanpa berbelit-belit hanya menunggu hitungan hari. Najma bersedia menjadi calon istrinya. Salah satu keberuntungannya adalah, segera menikah dengan wanita yang didambakan, dibutuhkan, dan dicintai.

Bahkan, Izyan perhatikan. Najma tak sedikitpun merasa berat hati menerima lamarannya. Hal ini semakin membuat Izyan yakin pada wanita yang sedang mengobrol lancar dengan Paman sekaligus Bibinya. Entah apapun ujian rumah tangga yang terjadi pada pernikahan mereka kelak. Izyan akan selalu usahakan. Agar mereka bisa bertahan mengarungi badai kehidupan. Apapun yang terjadi.

Selama berjam-jam mengobrol, akhirnya Najma meminta pulang. Karena, nanti harus melanjutkan pekerjaan sebagai seorang Reporter. Mereka ke sini tidak menggunakan satu mobil atau satu motor. Namun, masing-masing membawa motor sendiri. Dengan Izyan yang berada di depan mendahului motor Najma. Ini atas permintaan Izyan karena tak menginginkan mereka berdua dalam satu tempat. Hal ini dilakukan untuk mematuhi peraturan agama yang mengatur tentang hubungan lelaki dan perempuan bukan mahram.

"Tadi gimana Naj?? Paman dan Bibi saya??" tanya Izyan sembari memakai sarung tangan motor.

"Em, mereka baik kok. Ngomong-ngomong, tapi kenapa Pak eh Mas Izyan belum memperkenalkan saya ke ibu serta adik Mas??" Heran Najma sembari memakai helm.

"Maaf Naj." Izyan sedikit menundukan kepala lalu tersenyum tipis. "Kalau pernyataan saya kali ini, membuatmu tak nyaman. Sebenarnya, ibu dan adik saya menentang pernikahan kita. Karena, mereka khawatir. Ketika saya menikah denganmu. Saya akan berubah. Bahkan, ibu lebih menginginkan adik saya sebaiknya menikah lebih dulu. Namun, saya tetaplah Izyan yang tidak bisa mereka setir dengan egois. Saya akan tetap menikahimu."

Wajah Najma yang sebelumnya memperlihatkan semringah, sekarang memasang wajah datar. Bahkan, sebelah sudut bibirnya sampai terangkat.

"Ternyata, malapetaka itu sudah terlihat di mata. Mereka maut bagi saya. Saya sudah tahu ujian rumah tangga kita kelak sebesar apa. Hahah, karena Anda sudah menunjukan kisi-kisinya! Kalau jelas-jelas mereka tak menyetujui, kenapa Anda tetap keukeh ingin melamar saya?? Konyol!!"

Merasa Najma mulai kesal. Izyan memberanikan diri menatap wajahnya. "Saya berjanji padamu Naj. Saya akan berusaha menjadi imam yang baik untukmu," ujar Izyan berusaha meyakinkan.

"Saya merasa ragu dengan pernikahan ini!" Najma pun menyalakan stater motor. Berniat akan pulang.

"Saya tahu bahwa ini berat. Namun, alangkah baiknya kita hadapi sama-sama susah senangnya ya Naj ... Saya telah menjadikanmu tujuan sejak lama .... Saya benar-benar mencintai sekaligus menginginkanmu Naj ...." Izyan mulai khawatir jika Najma akan membatalkan pernikahan mereka.

"Jalani saja sendiri! Saya tidak mau mental saya tertekan menghadapi keluarga Anda yang begitu toxic. Hidup saya ini menyenangkan. Saya tidak mau menderita gara-gara menikah dengan Anda!" Tegas Najma yang berbicara sekaligus berfikir menggunakan logika.

"Saya akan bangun rumah untuk kita tinggal Naj. Sehingga tempat kita tinggal terpisah dengan mereka Naj." Izyan terus berusaha meyakinkan.

Najma diam. Justru, ia memutar stang motor untuk menuju ke jalan raya. Tak memedulikan panggilan serta ucapan Izyan yang masih mengusahakan kepercayaannya.

"Tidak ada wanita yang ingin hidup menderita. Terutama menderita karena makan hati! Jika ibu serta adikku seegois itu. Apakah tak ada wanita satupun yang bersedia menikah denganku?? Dan apakah aku akan menjadi lajang seumur hidup??" gumam Izyan menatap kepergian Najma dari hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status