Najma sebenarnya penasaran dengan apa yang Izyan alami. Karena tak biasanya, lelaki itu memasang raut wajah murung lalu tiba-tiba mendekatinya. Ketika Najma memeluknya, Izyan terdiam dan menginginkan mereka di jarak dekat dalam waktu tak singkat.Ketika lelaki itu sedang bersiap-siap akan menuju ke kampus, Najma mendekatinya. "Mas Izyan.""Eh Naj. Belum siap-siap berangkat kerja?" tanya Izyan sembari mengancingkan bajunya."Aku berangkat siang Mas.""Oo gitu.""Mas Izyan.""Ada apa Najma?""Kemarin Mas Izyan kenapa. Kok tiba-tiba nyandarin kepala ke bahuku setelah pulang ke rumah ambil baju dan barang-barang? Ada masalah ya Mas?"Izyan tersenyum. Lalu menangkup kedua pipi Najma. Najma rasakan, kedua tangan Izyan begitu dingin."Aku nggak apa-apa kok. Kamu tenang aja.""Tangan kamu dingin Mas.""Ya kan tadi baru mandi. Jadi, masih ada rasa-rasa dingin gitu kan?""Mas. Aku istrimu loh. Aku bukan orang lain. Kalau ada apa-apa kamu bisa bicara sama aku."Izyan masih tersenyum. "Aku nggak
"Mas Izyan, mau ajarin aku masak?"Lelaki yang sedang duduk bersantai setelah pulang kerja pun menoleh."Masak?" Izyan mengulangi lagi keinginan Najma.Najma menganggukan kepalanya antusias. "Boleh kan?" tanyanya memastikan lagi."Kamu capek baru pulang kerja. Istirahat aja," jawab Izyan dengan suara lembut.Najma sedikit mengerucutkan bibir. "Mas Izyan jangan terlalu memanjakan aku, nanti aku ketergantungan sama kamu Mas." "Memangnya kenapa hm? Kalau kamu merasa butuh sama aku?" Izyan beranjak dari duduknya. Lalu mengelus rambut halus Najma. "Aku suka kalau kamu merasa butuh sama kamu."Perkataan Izyan yang begitu manis dan lembut, seketika membuat kedua pipi Najma memanas dan tentu sudah memerah. "Kenapa? Kok suka?" Najma memberanikan diri melingkarkan tangannya di pinggang Izyan. Lalu sedikit mendongakan kepala."Itu artinya, peranku di hidupmu penting. Aku lebih suka kamu apa-apa minta tolong ke aku. Karena dengan itu, aku merasa dihargai kehadiranku olehmu. Aku suka kamu minta
Hari di mana Najma meminta mengunjungi perusahaan Izyan pun tiba. Di hari sama-sama libur, mereka pergi ke gedung tinggi. Dengan tangan Izyan yang menggenggam tangan Najma. Berjalan beriringan masuk ke dalam gedung perusahaan. Kedatangan mereka tentu, disambung dengan sangat baik oleh karyawan di sini.Najma mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia begitu takjub sekaligus kagum dengan perusahaan ini. Setiap furniture yang ada benar-benar penuh estetika. Perusahaan yang didirikan Izyan, dengan investor ikut turun tangan tentu.Najma benar-benar tak menyangka. Bisa memiliki suami seperti Izyan. Lelaki baik perilaku, lembut tutur kata, cerdas pola pikir, serta sukses dalam berkarir. Gedung perusahaan ini memang tak terlalu besar namun, juga tak terlalu kecil.Sungguh memukau. Bahkan, di bagian tertentu, dihiasi akrilik bermodel kertas. Najma juga diperkenalkan Izyan dengan CEO perusahaannya. Seorang lelaki yang diamanahkan untuk memimpin perusahaan ini menyambut kedatangan mereka dengan s
"Najma, memangnya kamu nggak mau kita liburan, terus nginep, gitu?"Ketika Najma sedang mengisi botol minumnya di dapur, Izyan bersandar pada tembok. Melipat kedua tangan di depan dada lalu tersenyum penuh arti.Najma menoleh. Pipinya bersemu. Langsung paham dengan apa yang Izyan maksud."Gimana Naj?" Izyan memastikan lagi."Di rumah aja Mas.""Em, aku nawarin loh Naj. Mau liburan ke mana aku turutin. Ke Bali? Dieng? Puncak Bogor? Ayo lah .... Katamu suka melakukan trip jauh, terus nikmatin keindahan alam gitu?" Kernyitan di kening Izyan tercetak jelas."Aku nggak bisa semudah itu izin kerja Mas Izyan. Aku nggak bisa liburan gitu Ja. Kalau misalnya kamu mau ya di rumah aja." Sembari senyum-senyum sendiri, Najma berkata demikian."Mau apa maksudmu?"Najma menoleh. Menyipitkan mata, lalu menunjuk wajah Izyan. "Terus menurutmu? Liburan apa maksudmu? Pasti ada niat lain kan, bukan hanya sekedar liburan terus nginep?"Ditatap Najma seperti ini, seketika membuat Izyan menahan senyum sekalig
Jangan lupa jajan.Itulah caption yang dituliskan pada story salah satu akun media sosialnya. Sebuah postingan yang memperlihatkan aneka pedagang makanan pinggir jalan. Ada yang sibuk meladeni pembeli. Mempersiapkan dagangan. Membersihkan meja dagangan. Bahkan ada yang sedang melamun menunggu pembeli datang.Najma suka jajan bukan hanya karena ia suka. Tapi, karena ingin melarisi juga dagangan seorang kepala keluarga yang sedang berjuang mencari nafkah. Ketika jam istirahat bekerja tiba. Ia bersama rekan kerjanya yang lain, terutama karyawan perempuan, menuju ke pedagang telur gulung yang sepi pembeli.Membeli sebanyak sepuluh ribu. Pedagang tersebut begitu antusias melayani Najma. Dengan bumbu saos, telur gulung pun siap dilahap. Sengaja memberikan uang dua puluh ribu tanpa minta kembalian. Karena, ia ingin berbagi kebahagiaan. Terbilang hari ini mendapatkan gaji bulanan.Tapi, Najma rasa, ada yang aneh. Ketika tiba-tiba datang pembeli jajanan telur gulung, menatapnya dari atas samp
Najma dan Izyan sama-sama baru pulang dari tempat kerja. Tentu, mereka sama-sama lelah. Berpapasan di depan rumah, Izyan tersenyum sedangkan Najma pun juga tersenyum. Tapi, senyumannya sangat tipis. Jika tak melihatnya dari dekat, tak terlihat bahwa sedang tersenyum.Izyan paham dan mengerti. Bahwa Najma lelah bekerja. Maka dari itu, tidak ada selera untuk tersenyum lebar. Seperti senyuman Izyan. Mereka sama-sama pulang pada waktu petang. Di mana azan magrib sudah berkumandang. Secara bergantian, mandi. Setelah tubuh mereka segar, langsung menunaikan salat Maghrib dengan Izyan yang menjadi imam.Kebiasan Izyan setelah salat magrib adalah mengaji. Sedangkan, Najma biasanya salat magrib ketika hampir mendekati waktu Isya. Agar, beberapa menit setelah salat magrib, belum sampai melepaskan mukena, sudah langsung menunaikan salat selanjutnya.Namun, semenjak menikah dengan Izyan, salatnya menjadi awal waktu. Terutama ketika salat magrib. Najma yang sehabis salat magrib tak pernah mengaji p
"Pak Dosen, saya boleh minta waktu untuk bimbingan skripsi?" Seorang perempuan berkepang satu mempercepat langkah menyeimbangkan langkah kaki dengan Izyan."Siapa namamu?""Nama saya Tasya Pak.""Sebentar." Izyan mengambil sebuah buku catatan di dalam tasnya. Membolak-balik mencari lembar yang tertulis jadwal bimbingan skripsi.Izyan merupakan salah satu Dosen yang rajin, tepat waktu dan tegas. Jika seorang mahasiswa telah janjian ingin bimbingan, harus hadir tepat waktu. Karena, Izyan memegang prinsip disiplin. Ia benar-benar menjalankan pekerjaan sekaligus tanggung jawab sebagai seorang Desen dengan berusaha sebaik mungkin. Bahkan, ketika sudah buat jadwal pertemuan dengan mahasiswa, dicatat pada buku catatan khusus."Gimana Pak?" Tasya memastikan."Saya hari ini ada jadwal bimbingan tiga mahasiswa sekaligus. Terus sekarang ada jadwal ngajar sampai siang. Setelah itu, saya mau ngerjain tugas Doktor saya. Besok baru ada beberapa waktu kosong. Besok saja ya?"Tasya berfikir sejenak. L
"Woi-woi ada kecelakaan itu!!" Pekik seorang sopir mobil kerja yang Najma tumpangi. Memberhentikan mobil, ketika di depan sudah ada kerumunan orang-orang yang menyaksikan kejadian ini. Sudah terbiasa menghadapi berita seperti ini, ketika rekan-rekan kerja yang lain bergegas keluar mobil. Najma dengan santai keluar. Bahkan, ia masih sempat menghabiskan cireng isi yang dibelinya sewaktu di jalan."NAJMA!! SUAMI KAMU NAJMA!!!" Teriak Kanaya lantang."NAJMA!!!" Panggil Ronald yang wajahnya sudah memerah.Mendengar hal ini, ketika Najma masih duduk di celah pintu mobil, bahkan cireng yang berada di genggaman belum sempat dimakan semua. Spontan dijatuhkan. Tiba-tiba, tubuhnya merinding tak karuan. Kedua matanya terbelalak. "MAS IZYAN?!!" Teriak Najma sudah diiringi air mata yang mengalir begitu saja.Itu benar. Motor matic warna hitam yang sudah rungsek itu, memang motor Izyan. Bergegas, ia berlari menghampiri sang suami yang kini tergeletak tak berdaya dengan darah yang membanjir tubuh