Pernikahan yang diselenggarakan tanpa kedatangan ibu, serta adik Izyan. Pernikahan yang diniatkan untuk beribadah, dilangsungkan begitu sakral. Segala persiapan berupa seserahan, maskawin, dan biaya resepsi yang ditanggung dua pihak, Izyan urus dengan sedikit bantuan Paman dan Bibinya.
Meskipun Izyan sudah mengundang dengan perkataan yang sopan kepada ibu sambung sekaligus adiknya. Namun, justru tak ditanggapi sama sekali. Tak segan untuk menunjukan lirikan tajam tak suka. Izyan sudah terbiasa menanggapi mereka yang selalu merasa benar dan paling bijak. Hati serta mentalnya, sudah kebal dengan ini semua. Setelah melangsungkan akad nikah, dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Banyak orang bersuka ria atas kebahagiaan sekaligus pernikahan yang Izyan dan Najma langsungkan. Selama berjam-jam berada di samping wanita yang dicintainya, membuat degup jantung Izyan berpacu lebih cepat dari biasanya. Bahkan, ketika ia sangat diperbolehkan untuk memandangi Najma sepuas mungkin, Izyan tak lakukan itu. Karena, jika lakukan hal ini, membuatnya semakin merasa grogi bukan main. Maka dari itu, pandangannya hanya terfokus pada para tamu undangan. Meskipun di sampingnya adalah wanita yang selama ini dicintai dalam diam yang menjelma menjadi ratu sehari. Bahkan, ketika sesi foto terjadi, Izyan tak sanggup untuk sekedar bertatapan dengan Najma. Hal ini sampai membuat Fotografer yang memotret mereka, tertawa kecil. Karena, baru menemukan pengantin pria segerogi ini. Najma yang perempuan pun, tak seperti Izyan yang memalingkan pandangan meskipun mereka sudah menjadi sepasang suami istri. "Mas, ayo peluk pinggang istrinya. Lalu dahu dan hidung kalian didekatkan. Nggak apa-apa kok Mas. Kan udah halal." Bujuk seorang Fotografer. "Eh, anu Mas ... anu ... Sa ... saya ...." Izyan menjadi gagap sendiri. Membaca memiliki salah satu manfaat yakni menambah kosa kata. Izyan suka membaca. Sehingga mempermudah merangkai kata-kata. Namun, kali ini, membuat Izyan kehabisan kata yang diucapkan. Padahal, sebelumnya tak terlalu seperti ini. "Mas Izyan ini.” Najma menggelengkan kepala menanggapi suaminya yang bertingkah. Lalu tiba-tiba, tanpa Izyan duga, Najma mengecup pipinya. Hal ini tentu membuat tubuh Izyan semakin menegang. Di atas panggung pernikahan. Izyan seperti patung yang dipahat serta diukir untuk dijadikan pajangan. Kedua matanya terbelalak, mulutnya melongo, serta kedua tangan semakin mengeluarkan keringat dingin. "Astaghfirullah Najma ...." Izyan mengelus dada. "Kenapa Mamas?? Kan wajar?? Ya kan Mas Fotografer??" Najma berganti bertanya pada Fotografer tersebut. "Betul Mbak!" Fotografer tersebut mengacungkan jempolnya. "Ayo Mas. Pose foto yang romantis dong. Peluk istrinya atau cium pipinya. Mbak Najma juga berani tadi kan??" "Aduh, gimana ya ...." Izyan sudah semakin grogi saat ini. Menggigit bibir bawahnya, merasa sulit untuk sekedar menyentuh tangan Najma. "Ah, Mas Izyan ini, masa deket sama istri sah nggak mau. Nanti sih gimana malam pertamanya??" Celetukan Fotografer tersebut semakin mengundang rasa panik pada Izyan. "Apa sih Mas. Jangan bahas hal-hal pribadi!" Sahut Izyan. "Heh." Najma menghela napasnya. Melipat kedua tangan di depan dada, lalu berucap. "Terserah lah. Kalau nggak foto-foto juga nggak apa-apa." Lama-lama, menanggapi Izyan yang seperti ini, membuatnya kesal. "Ya tapi kan, ada pose foto lain yang nggak harus peluk-pelukan, apa deket-deketan gitu .... Kan??" Pertanyaan itu, yang semakin mengundang rasa heran pada Fotografer. "Ya udah gini aja. Mas Izyan berdiri di belakang Mbak Najma, lalu pegang lengan Mbak Najma. Terus kedua tangan Mbak Najma ditekuk, pandangan tertuju ke bawah. Serta tersenyum tipis." Fotografer pun mengarahkan pose foto yang tidak membuat mereka terlalu dekat. Izyan pun menuruti instruksi Fotografer. Meskipun tak bisa dibohongi. Bahwa berada jarak sedekat ini dengan Najma, sungguh membuat jantungnya hampir copot. Bahkan, tangannya sampai bergetar untuk sekedar menyentuhnya. Pernikahan ini seperti sebuah mimpi terindah dalam hidup Izyan. Mimpi yang membuatnya tak ingin bangun tidur terlebih dahulu. Najma yang selama ini dimpikan dan cita-citakan menjadi pasangan hidup, telah resmi menjadi istri sah. Izyan tersenyum ke arah Najma yang sangat antusias melihat hasil foto jepretan Fotografer. Najma memuji jika hasil foto mereka sangat menawan. Gaya bicara Najma memang sangat mengasyikkan. Tak sengaja pandangan Izyan dan Najma bertemu. Segera, Izyan pun memalingkan pandangan karena tak ingin dipergoki sedang melihat keindahan dari perempuan itu. "Mas Izyan belum lihat hasilnya?? Keren banget loh Mas. Apalagi kalau kita foto di outdoor. Pasti, tambah cakep," ujar Najma tak menunjukan ekspresi grogi sedikitpun. Dia sungguh percaya diri. Tidak seperti Izyan yang kelabakan. "M ... mana??" tanya Izyan dengan pandangan tertuju ke arah kamera mahal tersebut. Memang benar apa yang Najma katakan. Meskipun foto mereka belum diedit, hasilnya sudah sangat baik. Itu karena skill memotret yang dimiliki Fotografer tersebut. "Bagus kan Mas??" Najma tersenyum sangat manis pada Izyan. Melihat istrinya tersenyum, sungguh membuat Izyan tak sanggup untuk sekedar menatapnya setengah menit. "Bagus. Bagus kok. Bagus banget malahan," jawab Izyan sembari menganggukan kepala. "Kita ke sesi foto keluarga." Fotografer menginstruksikan. Lalu, dilanjutkan foto keluarga Izyan dan Najma. Meskipun tak ada kehadiran Bu Maryah dan Isma.Malam pertama bagi seorang pengantin adalah malam membahagiakan sekaligus yang ditunggu-tunggu. Namun, berbeda dengan Izyan yang takut dengan malam ini. Terbilang sebelumnya, tak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Tapi, bukan berarti tak pernah jatuh cinta pada perempuan sebelum Najma. Berada di kamar yang menurutnya begitu asing. Yakni, kamar bercat warna biru tosca. Dengan nuansa ramai. Tak banyak tumpukan buku di sini. Tak seperti kamar Izyan yang hampir dipenuhi buku. Kamar Najma banyak berjajar produk perawatan tubuh dan wajah. Berbagai pernak-pernik, juga menempati. Sudah seperti toko saja. Aroma kamar ini begitu segar dan wangi. Yakni, berasal dari reed diffuser ocean yang terpasang di meja kerja. Izyan melepaskan kaca mata. Seketika, membuat pandangan ke sekeliling blur. Ia duduk di sofa dekat kaca. Menyelonjorkan kaki, lalu memejamkan mata. Selama hampir seharian berdiri berada di panggung pernikahan, tentu membuatnya kelelahan bukan main. "Mas Izyan suka
"Jib, ada flashdisk kosong nggak?" tanya Najma pada adik lelakinya. Najib menjawab, "Nggak ada Mbak. Mau buat apa sih?" "Ini loh, mau buat nyimpen file berita. Flashdiskku udah nggak muat lagi. Belum beli. Males keluar rumah." "Tanya Mas Izyan coba." Najib memberikan solusi. "Ya Mbak tanya sama kamu dulu. Kan kamu anak TKJ, jadi ya barangkali punya stok." Najib menggelengkan kepalanya.. "Ya elah Mbak. Ngapain coba, punya stok flashdisk." "Hm, okey." Najma pun kembali menaiki tangga. Memasuki kamar, tak ada Izyan di dalam. "Mas." "Mas Izyan." Panggil Najma dengan suara sedikit tinggi sembari berjalan menyusuri rumah. "Mas Izyan!!!" "Mas!! Where are you?" Najma terus memanggil-manggil namanya. Namun, tak ada sahutan. Kesal dengan hal ini, ia pun mendengus kesal. "Okey. Lebih baik aku keluar rumah sendiri beli flashdisk." Ketika Najma akan berbalik badan, tiba-tiba ia menubruk seorang lelaki yang sedang berdiri sembari tersenyum. "Mas Izyan!" Kesal Najma yang
Menaiki motor menuju ke tempat tujuan. Dengan Izyan yang menyetir, serta Najma yang berada di belakang. Tak berpegangan pada Izyan ketika mereka berboncengan. Jadi, ketika Izyan mengerem dadakan karena ada lampu merah, tubuh Najma sedikit terdorong ke depan. "Makanya, pegangan Naj," ujar Izyan melirik kaca spion yang menampilkan wajah Najma. "Mas Izyan kok nggak bilang-bilang dulu." Najma justru menyalahkan Izyan. Senyum terbit di bibir Izyan. Sejak bersama Najma, Izyan menjadi suka tersenyum. "Nggak apa-apa. Aku suamimu kok. Bukan orang lain." "Mas Izyan udah mulai ya!" Tiba-tiba, Najma mencubit pinggang suaminya. Sehingga, Izyan merntih kesakitan. "Aduh-aduh, KDRT. Gawat ini. Belum apa-apa kok udah dicubit." Gurau Izyan yang sebenarnya, tidak terlalu merasa sakit dengan cubitan yang istrinya lakukan. "Apa sih Mas lah!" Kesal Najma yang kedua pipinya sudah memerah sembari menahan senyuman. "Kamu cantik Naj." Spontan, Izyan berkata demikian." "Mas Izyan apa-apaan sih a
Menjadi pengantin baru yang seharusnya menikmati masa-masa indah justru, Najma disibukan dengan pekerjaan yang menuntutnya harus siap sedia. Pagi yang cerah ini, ketika Izyan masih berpakaian santai karena cuti menikah. Najma sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Tas yang berisi perlengkapan kerja pun, sudah ditata sedemikian rupa. Suara sepatu sneakersnya beradu dengan lantai sehingga, bisa menimbulkan pandangan orang yang berada di ruang makan, terfokus pada perempuan pekerja keras itu. "Najma. Sarapan dulu Nak," titah Bu Laras. Najma yang tergopoh-gopoh akan berangkat kerja pun menjawab, "Belum sempat Bu. Nggak keburu. Aku berangkat, Assalamualaikum." Pamit Najma sembari mempercepat langkah menuju keluar rumah. "Naj." Tiba-tiba, suara Izyan membuat perempuan itu menghentikan langkah lalu menoleh. Terlihat suaminya sedang membawa kotak bekal berwarna biru lalu dimasukan ke dalam tote bag. Berjalan menghampirinya. "Dimakan di jalan ya." Lalu memberikan tote bag tersebut. Naj
Menunggu Najma pulang kerja, Izyan duduk di depan rumah sembari membaca buku serta ditemani jus jambu. Kebiasaan membaca ini, Izyan lakukan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Kebiasaan ini, membuatnya merasa telah memasuki dunia baru yang membuatnya menambah ilmu serta pengetahuan. Kebiasaan membaca membuat otak Izyan terus berfikir. Membaca, membuatnya nyaman dan bahagia. Mencintai membaca membuat hidup yang sebelumnya dianggap kesepian, menjadi ramai. Karena kepala terus berfikir sekaligus memasuki dunia baru. Menjelajahi dunia, tanpa keluar rumah. Fokus Izyan telah tertuju pada tulisan dari Penulis yang telah dituangkan dalam buku. Sampai tak sadar jika Najma, berdiri di depannya. Hal ini baru diketahui ketika Najma mengusap wajah Izyan. Lelaki itu pun mendongakan kepala. Wajahnya yang memperlihatkan kepolosan, sedikit melongo. Sedangkan Najma, tersenyum. "Fokus banget Mas." "Eh, Najma udah pulang?" tanya Izyan lalu ikut berdiri. "Ngapain ikut berdiri? Aku jug
"Bu, aku mau ambil baju-bajuku," ujar Izyan ketika baru sampai di depan rumahnya. Terlihat, Bu Maryah yang membuka pintu rumah lalu melipat kedua tangan di depan dada. "Masih tahu jalan pulang?" Sebelah alis Bu Maryah terangkat. Izyan diam. Masih membiarkan ibu tirinya berbicara. "Enak banget ya. Ngadain pesta pernikahan nggak ngelibatin keluargamu sendiri?? Belagu banget kamu Yan. Udah bisa nyari uang sendiri jadi gitu! Mentang-mentang jadi lelaki sukses, durhaka sama ibumu sendiri!! Melawan restu!" Izyan menghela napasnya. "Izyan. Ibu nggak habis pikir sama kamu. Selama ini, kamu hidup sama siapa? Kan setelah kepergian Ayahmu kamu tinggal di rumah ini sama kami? Ya meskipun ini rumah peninggalan ibu kandungmu. Tapi kan, kalau nggak ada Ibu, kamu kesepian Izyan! Kamu seharusnya tahu diri! Bahwa kamu sendirian tanpa ibu dan Isma! Ibu udah bilang sama kamu. Jangan nikah mendahului Isma! Tapi kamu tetep ngeyel! Emang ya! Kamu memang terlihat lelaki pendiam. Tapi, keras kepala!
Najma sebenarnya penasaran dengan apa yang Izyan alami. Karena tak biasanya, lelaki itu memasang raut wajah murung lalu tiba-tiba mendekatinya. Ketika Najma memeluknya, Izyan terdiam dan menginginkan mereka di jarak dekat dalam waktu tak singkat.Ketika lelaki itu sedang bersiap-siap akan menuju ke kampus, Najma mendekatinya. "Mas Izyan.""Eh Naj. Belum siap-siap berangkat kerja?" tanya Izyan sembari mengancingkan bajunya."Aku berangkat siang Mas.""Oo gitu.""Mas Izyan.""Ada apa Najma?""Kemarin Mas Izyan kenapa. Kok tiba-tiba nyandarin kepala ke bahuku setelah pulang ke rumah ambil baju dan barang-barang? Ada masalah ya Mas?"Izyan tersenyum. Lalu menangkup kedua pipi Najma. Najma rasakan, kedua tangan Izyan begitu dingin."Aku nggak apa-apa kok. Kamu tenang aja.""Tangan kamu dingin Mas.""Ya kan tadi baru mandi. Jadi, masih ada rasa-rasa dingin gitu kan?""Mas. Aku istrimu loh. Aku bukan orang lain. Kalau ada apa-apa kamu bisa bicara sama aku."Izyan masih tersenyum. "Aku nggak
"Mas Izyan, mau ajarin aku masak?"Lelaki yang sedang duduk bersantai setelah pulang kerja pun menoleh."Masak?" Izyan mengulangi lagi keinginan Najma.Najma menganggukan kepalanya antusias. "Boleh kan?" tanyanya memastikan lagi."Kamu capek baru pulang kerja. Istirahat aja," jawab Izyan dengan suara lembut.Najma sedikit mengerucutkan bibir. "Mas Izyan jangan terlalu memanjakan aku, nanti aku ketergantungan sama kamu Mas." "Memangnya kenapa hm? Kalau kamu merasa butuh sama aku?" Izyan beranjak dari duduknya. Lalu mengelus rambut halus Najma. "Aku suka kalau kamu merasa butuh sama kamu."Perkataan Izyan yang begitu manis dan lembut, seketika membuat kedua pipi Najma memanas dan tentu sudah memerah. "Kenapa? Kok suka?" Najma memberanikan diri melingkarkan tangannya di pinggang Izyan. Lalu sedikit mendongakan kepala."Itu artinya, peranku di hidupmu penting. Aku lebih suka kamu apa-apa minta tolong ke aku. Karena dengan itu, aku merasa dihargai kehadiranku olehmu. Aku suka kamu minta