Share

Bab 5 Reporter

Menjalani pekerjaan menjadi seorang Reporter yang dituntut untuk menulis, menganalisis, dan melaporkan suatu peristiwa kepada khalayak melalui media massa secara teratur. Tentu, berita yang harus disampaikan diharuskan akurat dan terpercaya.

Memilih pekerjaan untuk terjun langsung ke tempat kejadian. Keputusan ini adalah pilihan terbaik menurut Najma. Karena, lelahnya membuat bahagia bisa bertemu dengan orang serta pengalaman baru. Tak hanya itu. Ia juga bisa berjalan-jalan ke berbagai daerah untuk mencari berita terkini yang akurat.

Meskipun dituntut menjadi pekerja yang bisa menyajikan berita fakta sesungguhnya. Teliti, aktif serta harus menggunakan berbagai teknik. Yakni riset, wawancara, observasi, pencarian data. Bergulat dengan banyak hal tersebut setiap hari membuatnya harus ekstra konsentrasi.

Najma senang berbicara. Jadi, menjadi Reporter adalah pekerjaan yang terbaik menurutnya. Meskipun tak bisa berdusta. Jika ia merasakan lelah luar biasa. Karena, hampir setiap hari harus berjalan sekaligus berteman dengan terik matahari.

Tulisan tangan yang sangat tidak rapi untuk menyusun kerangka berita, berada di buku catatan bersampul abu-abu. Menulis sesuai rekaman narasumber yang diwawancarai. Setelah itu, Najma memberitakan hal ini di depan kamera agar dipublikasikan pada media. Tak hanya berbicara. Najma juga dituntut untuk bisa menulis berita agar bisa dipublikasikan di media cetak.

Peluh keringat yang membanjiri tubuh, seringkali dilap menggunakan tissu. Mengulang menggunakan tabir surya selama beberapa kali, untuk melindungi kulitnya dari paparan sinar matahari pagi, siang, ataupun sore. Botol minum yang dibawanya dari rumah, selalu habis untuk menyuplai energi yang terkuras. Tak lupa juga, mengipasi wajah dengan kipas yang dibawa dari rumah.

Lelah. Itulah yang Najma rasakan. Meskipun orang tuanya tak menuntut untuk menjadi perempuan pekerja keras sekaligus bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Namun, Najma memilih menjadi perempuan mandiri. Karena, ia menyukai mengusahakan apapun yang diinginkan sendiri. Meskipun terlahir dari keluarga berkecukupan. Prinsipnya Najma yakni, harus bisa berusaha meratukan diri sendiri. Tentu dengan kerja keras.

"Naj. Jangan lupa minum obat tambah darah! Nanti mau otw ke Bandung. Mau beritakan banjir di sana," ujar Ronald sembari memberikan tablet tambah darah kepadanya. Ronald adalah salah satu rekan kerja Najma yang berperan sebagai juru kamera.

"Tentu. Terima kasih Nald," jawab Najma sembari menerimanya.

"Yoi." Ronald pun duduk di sebelah Najma. "Naj. Gimana glampingmu bareng temen-temen SMA di Bogor??"

"Seru banget. Meskipun tubuhku sangat-sangat lelah, pegal, pokoknya nggak karuan rasanya. Tapi ya, i enjoyed this trip."

"Keren Naj." Puji Ronald.

"Mumpung masih muda! Ya banyak-banyak mengeksplorasi diri! Nanti, kalau aku udah punya suami dan anak, udah beda. Nggak bisa sebebas sekarang."

"Ngomong-ngomong soal anak. Emangnya kamu udah punya calon suami apa??"

"Udah! Sepekan yang lalu aku dilamar! Tunggulah undangannya!!"

Kedua mata Ronald menjadi berbinar. "Keren sih! Diem-diem lamaran."

"Woi!! Aku bawa sesuatu!!" Kanaya, teman sesama Reporter mendekati mereka yang sedang duduk beralasan rumput. Lalu menyuguhkan tiga bungkus cilok untuk dimakan.

"Wah! Pas banget! Aku lagi pengen yang pedas-pedas terus asin-asin!" Dengan senang hati, Najma mengambil sebungkus cilok yang berharga lima ribuan. Menusuk menggunakan lidi, lalu mengunyah. "Makasih bestie!!"

"Enak Naj??" tanya Kanaya.

"Banget Kan! Kamu emang pengertian!"

"Aku beli di adek-adek remaja. Kasihan banget dagangannya sepi. Masih kecil, harus dituntut dewasa," ujar Kanaya yang ekspresi wajahnya tiba-tiba bersedih.

Najma menganggukan kepalanya berkali-kali. "Memang. Kehidupan setiap orang ada ujiannya sendiri-sendiri. Ya begitulah. Menjadi manusia dengan segala hal yang dirasakan.

"Eh, Kanay. Najma mau nikah lohhh. Kamu udah tahu belum hm??" ujar Ronald memalingkan perbincangan agar tidak membahas yang sedih-sedih.

"Wah benarkah itu?? Aaa aku turut bahagia dengarnya." Kanaya tiba-tiba memeluk Najma dari samping sejenak. Lalu melepaskan pelukan. "Sama siapa Naj??"

Najma tersenyum tipis. "Sama lelaki Kan."

Mendengar jawaban yang di luar pemikiran Kanaya membuatnya memukul paha Najma dengan pelan. "Ya iya lah sama lelaki! Masa sama perempuan! Kalau sampai sama perempuan, kewarasanmu patut dipertanyakan!"

Najma pun tertawa kecil mendengar hal ini. "Becanda. Aku sebenarnya In syaa Allah mau nikah sama salah satu Dosen di kampusku dulu. Ya aku nggak tahu kenapa tiba-tiba aku bisa langsung sreg sama dia. Waktu sholat istikharah pun, jawabannya cuman dia. Ya mungkin ini memang sudah waktunya."

"Aaa, aku jadi terharu dengernya. Partner kerjaku yang tak kenal lelah ini mau nikah aja ...." Kanaya terlalu terharu dengan apa yang Najma katakan.

"Do'akan aja Kan, Nald. Aku juga doain semoga kalian cepet nusul."

"Of curse Naj," sahut Ronald.

"Ya udah. Kita sholat dulu yuk. Nanti baru otw ke Bandung!" Ajak Najma yang sudah menghabiskan sebungkus ciloknya. Lalu membuang ke tong sampah. Ia pun berdiri dari tempat duduk.

Mereka pun menunaikan sholat berjamaah di mushola terdekat. Tentu, juga dengan para rekan kerja lainnya. Setelah selesai, mereka masuk ke dalam mobil kerja. Melanjutkan pekerjaan ke tempat tujuan. Yakni, menuju ke sebuah desa di Bandung.

Menggali Informasi, meneliti kejadian, serta mencari tahu fakta ini lebih dalam kepada narasumber. Yakni, para korban bencana yang berada di pengungsian, kepala desa, dan Timsar. Kali ini, giliran Kanaya yang berbicara di depan kamera. Menerangkan fakta kejadian yang sudah mereka dapatkan. Menjelaskan dengan nada suara standar serta lancar. Terbiasa berbicara di depan umum, membuatnya tak merasa grogi atau terbata-bata.

Pekerjaan ini memang melelahkan serta membutuhkan air mineral untuk menyejukan tenggorokan. Namun, pekerjaan ini membuat Najma begitu bahagia. Apalagi, sudah jelas-jelas menghasilkan uang. Yang tentu, hasil dari lelahnya bisa dibelanjakan sesuka hati.

Tak hanya sekedar mewawancarai mereka. Tim ini juga memberikan bantuan berupa makanan, selimut, serta obat-obatan. Meskipun tidak banyak. Tapi setidaknya, bisa membuat mereka sedikit terbantu. Mengobrol bersama anak-anak yang merasa trauma, takut, serta sedih. Sedikit menghibur mereka. Hal ini sebagai bentuk rasa kepedulian terhadap sesama manusia.

Meskipun senyum para korban bencana tak melengkung lebar lagi. Tapi setidaknya, air mata yang dikeluarkan tak lagi menetes deras. Najma sungguh bahagia menjadi manusia yang bisa bermanfaat bagi sesama.

Selama berjam-jam berinteraksi dengan para korban bencana. Akhirnya, waktunya pulang kembali ke Bogor. Selama di perjalanan pulang. Terbilang tubuh Najma begitu kelelahan, ia pun tertidur di dalam mobil. Meskipun tubuhnya penuh keringat sekaligus lengket. Namun, ketika kantuk telah melanda. Dimanapun tempatnya, akan nyenyak tertidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status