"Bismillah."
Izyan melangkahkan kaki menuju ke pintu besar rumah lantai dua ini. Memencet bel, lalu mengucapkan salam. Terdengar jawaban atas salam yang Izyan ucapkan. Lalu, terbukalah pintu. Memperlihatkan wanita paruh baya berjilbab, tersenyum ke arahnya lalu mempersilahkan masuk. Dengan senang hati, Izyan pun masuk serta duduk di sofa ruang tamu. Beberapa menit kemudian, lelaki paruh baya berpawakan tinggi duduk menemaninya. Lelaki yang menjadi kepala keluarga di rumah ini, menyambut Izyan dengan sangat baik. Diawali obrolan hangat, diiringi candaan kecil ditemani cangkir kopi. "Kamu pasti bertanya-tanya ya?? Najma di mana ya??" Tebak Pak Thariq, Ayah Najma sembari menyipitkan mata. "Hehe .... Betul Pak ...," sahut Izyan sedikit menganggukan kepala. "Dia baru pulang kerja tadi. Masih di kamar, lagi istirahat." "Waduh. Berarti kedatangan saya di sini menganggu waktu istirahat Najma ya Pak?? Kalau gitu, saya lebih baik pamit pulang saja ...." Ketika Izyan akan berdiri tiba-tiba, suara seorang perempuan membuatnya kembali mendudukan tubuh. "Tidak. Kedatangan Anda tidak membuat saya terganggu kok Pak," jawab Najma sembari berjalan mendekati mereka. Lalu, duduk di sofa sebelah Pak Thariq. "Terima kasih." Izyan pun tersenyum tipis. "Silahkan Yan. Apa yang kamu ingin sampaikan??" Pak Thariq mempersilahkan. "Baik Pak. Terima kasih telah memberikan saya kesempatan untuk bertamu sekaligus bertemu dengan keluarga Bapak. Kedatangan saya di sini, karena bertujuan memiliki niat baik. Yakni, ingin meminta putri pertama Anda menjadi teman berjuang di hidup saya. Jadi, maukah Najma menjadi pendamping hidup saya??" Kernyitan di dahi Izyan tercetak jelas. Tangannya sudah mengeluarkan keringat dingin. Serta degup jantungnya berpacu sangat cepat. Tatapan Najma berubah menjadi lekat dan dalam menatap seorang lelaki yang sedang duduk di depannya. Lalu mengajukan pertanyaan, "Apa jaminan Anda menjadikan saya istri kecuali memberikan saya kehidupan yang layak?" Sejenak. Izyan menarik napasnya lalu mengeluarkan perlahan. Pertanyaan yang Najma ajukan, benar-benar membuatnya berfikir dalam. Kira-kira, jawaban tepat apa yang harus diberikan. Sehingga bisa meyakininya. "Saya akan memastikan. Bahwa hidupmu akan baik-baik saja bersama saya. Saya memang tidak bisa menjamin kebahagiaan yang sempurna untukmu. Namun, saya pastikan. Kamu tidak akan menjadi perempuan yang menyesali pernikahan ini," ujar Izyan penuh yakin. "Kenapa Anda ke sini sendirian?? Apakah Anda tidak punya kerabat??" Pertanyaan kali ini, membuat Izyan langsung teringat dengan Bu Maryah dan Isma yang menentangnya menikahi Najma. "Ayah saya telah tiada," jawab Izyan. "Oh maaf." "Tak masalah." "Ini pertanyaan terakhir. Jika saya menerima lamaran Anda, lalu kita menikah. Kita akan tinggal di mana??" "Di rumah saya." "Berdua??" Sebelah alis Najma terangkat. "Tidak. Bersama ibu sambung dan adik saya." Najma tersenyum sinis. "Anda ini memang ingin mengundang huru hara atau bagaimana?? Salah satu konflik dalam rumah tangga paling sering terjadi adalah antara menantu, mertua, dan ipar. Apalagi mereka perempuan." "Najma!" Tegur Pak Thariq yang merasa ucapan putrinya menyinggung Izyan. "Kenapa Ayah?? Benar memang begitu kan?? Lebih baik aku berkata jujur sekarang dari pada dipendam malah, jadi masalah besar kedepannya. Mas Izyan lelaki, dia wajib memutuskan yang terbaik untuk kebaikan keluarganya," ujar Najma. "Jika kau tak berkenan tinggal serumah dengan ibu sekaligus adik saya. Tak masalah. Saya akan usahakan bangun tempat tinggal untuk kita. Namun, saya akan usahakan jarak tempat tinggal kita tidak terlalu jauh dengan ibu serta adik saya. Karena, mereka juga tanggung jawab saya," ujar Izyan memutuskan. Najma menghela napasnya. "Terserah." "Di mana attitudemu Najma??!" Tegur Pak Thariq untuk kedua kali. Beliau merasa, sikap Najma tak seharusnya seperti itu. "Tak apa Pak. Saya maklumi soal ini. Saya juga paham bagaimana sifat adik dan ibu saya. Benar kata Najma. Lebih baik tinggal terpisah agar tidak mengundang banyak konflik kedepannya. Saya juga tak mau kelak, Najma merasa tak nyaman tinggal di rumah saya. Padahal, Anda dan Bu Laras selalu berusaha memberikan dia kenyamanan," ujar Izyan penuh besar hati. "Jadi, bagaimana?? Apakah lamaran saya diterima, Najma??" "Saya akan terima lamaran Anda. Asalkan nanti, Anda masih membiarkan saya berkarir sampai saya bosan, tinggal beda rumah dengan keluarga Anda, tidak pelit, serta satu lagi! Anda harus menjadi lelaki bijak dalam rumah tangga yang nantinya kita akan jalani! Karena, saya tidak mau terjadi perceraian karena suami lebih memilih ibu sekaligus adiknya. Saya tak melarang Anda untuk berbakti kepada ibu serta menyayangi adik Anda. Namun, Anda sebagai lelaki, harus bisa bijak menanggapi hal ini." Sejenak, Izyan memejamkan mata. Lalu menganggukan kepala. "Baik! Saya akan usahakan! Karena, ketika saya siap menikah seorang perempuan. Artinya, saya juga harus menanggung konsekuensi baik atau buruk yang terjadi," ujarnya dengan mantap. "Ya baguslah kalau begitu." "Syukurlah kalau Najma berkenan menjadi istri Izyan. Jadi, kalian akan melangsungkan pernikahan kapan??" tanya Pak Thariq. "Saya sih siap kapan saja hehe. Sekarang juga siap. Tapi, saya terserah Najma," jawab Izyan membiarkan Najma mengambil keputusan. Najma tersenyum tipis. "Lebih cepat lebih baik. Mungkin memang sudah saatnya aku menikah. Jadi, kalau sebulan lagi bagaimana?" "Baik. Saya bersedia!" jawab Izyan. Mereka juga membahas tentang dekorasi pernikahan, MUA, catering, fotografer, serta berbagai keperluan menikah. Sesederhana itu. Melamar lalu langsung membahas serba-serbi pernikahan.Menjalani pekerjaan menjadi seorang Reporter yang dituntut untuk menulis, menganalisis, dan melaporkan suatu peristiwa kepada khalayak melalui media massa secara teratur. Tentu, berita yang harus disampaikan diharuskan akurat dan terpercaya. Memilih pekerjaan untuk terjun langsung ke tempat kejadian. Keputusan ini adalah pilihan terbaik menurut Najma. Karena, lelahnya membuat bahagia bisa bertemu dengan orang serta pengalaman baru. Tak hanya itu. Ia juga bisa berjalan-jalan ke berbagai daerah untuk mencari berita terkini yang akurat. Meskipun dituntut menjadi pekerja yang bisa menyajikan berita fakta sesungguhnya. Teliti, aktif serta harus menggunakan berbagai teknik. Yakni riset, wawancara, observasi, pencarian data. Bergulat dengan banyak hal tersebut setiap hari membuatnya harus ekstra konsentrasi. Najma senang berbicara. Jadi, menjadi Reporter adalah pekerjaan yang terbaik menurutnya. Meskipun tak bisa berdusta. Jika ia merasakan lelah luar biasa. Karena, hampir setiap hari
Ibu serta adik Izyan memang menentang keras rencana pernikahannya dengan Najma. Namun, ia tak memedulikan soal itu. Karena, Izyan berfikir bahwa ia berhak membangun rumah tangga dengan seorang wanita idaman. Wanita yang selama ini didoakan sekaligus diperjuangkan dalam diam. Wanita yang namanya selalu diselipkan ketika berdoa. Izyan tentu sungguh bahagia sekaligus bersyukur. Ketika lamarannya diterima oleh Najma. Maka, ia tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Meskipun pada kenyataannya tahu dan paham. Ibu dan adiknya membenci hal itu. Agar Najma merasa kehadirannya diharapkan keluarga Izyan. Meskipun Izyan sengaja tak memperkenalkannya pada ibu sambung serta adiknya. Namun, Izyan mengajak Najma pergi ke rumah Paman Bibi dari jalur ibu kandung. Kedatangan Najma disambut dengan sangat baik. Mereka juga mengobrol banyak hal. Najma yang pandai menyesuaikan diri dimanapun tempatnya. Membuat Izyan semakin yakin untuk menikahinya. Setiap hal yang Najma lakukan selalu membuat
Pernikahan yang diselenggarakan tanpa kedatangan ibu, serta adik Izyan. Pernikahan yang diniatkan untuk beribadah, dilangsungkan begitu sakral. Segala persiapan berupa seserahan, maskawin, dan biaya resepsi yang ditanggung dua pihak, Izyan urus dengan sedikit bantuan Paman dan Bibinya. Meskipun Izyan sudah mengundang dengan perkataan yang sopan kepada ibu sambung sekaligus adiknya. Namun, justru tak ditanggapi sama sekali. Tak segan untuk menunjukan lirikan tajam tak suka. Izyan sudah terbiasa menanggapi mereka yang selalu merasa benar dan paling bijak. Hati serta mentalnya, sudah kebal dengan ini semua. Setelah melangsungkan akad nikah, dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Banyak orang bersuka ria atas kebahagiaan sekaligus pernikahan yang Izyan dan Najma langsungkan. Selama berjam-jam berada di samping wanita yang dicintainya, membuat degup jantung Izyan berpacu lebih cepat dari biasanya. Bahkan, ketika ia sangat diperbolehkan untuk memandangi Najma sepuas mungkin, Izyan tak l
Malam pertama bagi seorang pengantin adalah malam membahagiakan sekaligus yang ditunggu-tunggu. Namun, berbeda dengan Izyan yang takut dengan malam ini. Terbilang sebelumnya, tak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Tapi, bukan berarti tak pernah jatuh cinta pada perempuan sebelum Najma. Berada di kamar yang menurutnya begitu asing. Yakni, kamar bercat warna biru tosca. Dengan nuansa ramai. Tak banyak tumpukan buku di sini. Tak seperti kamar Izyan yang hampir dipenuhi buku. Kamar Najma banyak berjajar produk perawatan tubuh dan wajah. Berbagai pernak-pernik, juga menempati. Sudah seperti toko saja. Aroma kamar ini begitu segar dan wangi. Yakni, berasal dari reed diffuser ocean yang terpasang di meja kerja. Izyan melepaskan kaca mata. Seketika, membuat pandangan ke sekeliling blur. Ia duduk di sofa dekat kaca. Menyelonjorkan kaki, lalu memejamkan mata. Selama hampir seharian berdiri berada di panggung pernikahan, tentu membuatnya kelelahan bukan main. "Mas Izyan suka
"Jib, ada flashdisk kosong nggak?" tanya Najma pada adik lelakinya. Najib menjawab, "Nggak ada Mbak. Mau buat apa sih?" "Ini loh, mau buat nyimpen file berita. Flashdiskku udah nggak muat lagi. Belum beli. Males keluar rumah." "Tanya Mas Izyan coba." Najib memberikan solusi. "Ya Mbak tanya sama kamu dulu. Kan kamu anak TKJ, jadi ya barangkali punya stok." Najib menggelengkan kepalanya.. "Ya elah Mbak. Ngapain coba, punya stok flashdisk." "Hm, okey." Najma pun kembali menaiki tangga. Memasuki kamar, tak ada Izyan di dalam. "Mas." "Mas Izyan." Panggil Najma dengan suara sedikit tinggi sembari berjalan menyusuri rumah. "Mas Izyan!!!" "Mas!! Where are you?" Najma terus memanggil-manggil namanya. Namun, tak ada sahutan. Kesal dengan hal ini, ia pun mendengus kesal. "Okey. Lebih baik aku keluar rumah sendiri beli flashdisk." Ketika Najma akan berbalik badan, tiba-tiba ia menubruk seorang lelaki yang sedang berdiri sembari tersenyum. "Mas Izyan!" Kesal Najma yang
Menaiki motor menuju ke tempat tujuan. Dengan Izyan yang menyetir, serta Najma yang berada di belakang. Tak berpegangan pada Izyan ketika mereka berboncengan. Jadi, ketika Izyan mengerem dadakan karena ada lampu merah, tubuh Najma sedikit terdorong ke depan. "Makanya, pegangan Naj," ujar Izyan melirik kaca spion yang menampilkan wajah Najma. "Mas Izyan kok nggak bilang-bilang dulu." Najma justru menyalahkan Izyan. Senyum terbit di bibir Izyan. Sejak bersama Najma, Izyan menjadi suka tersenyum. "Nggak apa-apa. Aku suamimu kok. Bukan orang lain." "Mas Izyan udah mulai ya!" Tiba-tiba, Najma mencubit pinggang suaminya. Sehingga, Izyan merntih kesakitan. "Aduh-aduh, KDRT. Gawat ini. Belum apa-apa kok udah dicubit." Gurau Izyan yang sebenarnya, tidak terlalu merasa sakit dengan cubitan yang istrinya lakukan. "Apa sih Mas lah!" Kesal Najma yang kedua pipinya sudah memerah sembari menahan senyuman. "Kamu cantik Naj." Spontan, Izyan berkata demikian." "Mas Izyan apa-apaan sih a
Menjadi pengantin baru yang seharusnya menikmati masa-masa indah justru, Najma disibukan dengan pekerjaan yang menuntutnya harus siap sedia. Pagi yang cerah ini, ketika Izyan masih berpakaian santai karena cuti menikah. Najma sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Tas yang berisi perlengkapan kerja pun, sudah ditata sedemikian rupa. Suara sepatu sneakersnya beradu dengan lantai sehingga, bisa menimbulkan pandangan orang yang berada di ruang makan, terfokus pada perempuan pekerja keras itu. "Najma. Sarapan dulu Nak," titah Bu Laras. Najma yang tergopoh-gopoh akan berangkat kerja pun menjawab, "Belum sempat Bu. Nggak keburu. Aku berangkat, Assalamualaikum." Pamit Najma sembari mempercepat langkah menuju keluar rumah. "Naj." Tiba-tiba, suara Izyan membuat perempuan itu menghentikan langkah lalu menoleh. Terlihat suaminya sedang membawa kotak bekal berwarna biru lalu dimasukan ke dalam tote bag. Berjalan menghampirinya. "Dimakan di jalan ya." Lalu memberikan tote bag tersebut. Naj
Menunggu Najma pulang kerja, Izyan duduk di depan rumah sembari membaca buku serta ditemani jus jambu. Kebiasaan membaca ini, Izyan lakukan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Kebiasaan ini, membuatnya merasa telah memasuki dunia baru yang membuatnya menambah ilmu serta pengetahuan. Kebiasaan membaca membuat otak Izyan terus berfikir. Membaca, membuatnya nyaman dan bahagia. Mencintai membaca membuat hidup yang sebelumnya dianggap kesepian, menjadi ramai. Karena kepala terus berfikir sekaligus memasuki dunia baru. Menjelajahi dunia, tanpa keluar rumah. Fokus Izyan telah tertuju pada tulisan dari Penulis yang telah dituangkan dalam buku. Sampai tak sadar jika Najma, berdiri di depannya. Hal ini baru diketahui ketika Najma mengusap wajah Izyan. Lelaki itu pun mendongakan kepala. Wajahnya yang memperlihatkan kepolosan, sedikit melongo. Sedangkan Najma, tersenyum. "Fokus banget Mas." "Eh, Najma udah pulang?" tanya Izyan lalu ikut berdiri. "Ngapain ikut berdiri? Aku jug