Share

Bab 4 Memastikan

"Bismillah."

Izyan melangkahkan kaki menuju ke pintu besar rumah lantai dua ini. Memencet bel, lalu mengucapkan salam. Terdengar jawaban atas salam yang Izyan ucapkan. Lalu, terbukalah pintu. Memperlihatkan wanita paruh baya berjilbab, tersenyum ke arahnya lalu mempersilahkan masuk.

Dengan senang hati, Izyan pun masuk serta duduk di sofa ruang tamu. Beberapa menit kemudian, lelaki paruh baya berpawakan tinggi duduk menemaninya. Lelaki yang menjadi kepala keluarga di rumah ini, menyambut Izyan dengan sangat baik. Diawali obrolan hangat, diiringi candaan kecil ditemani cangkir kopi.

"Kamu pasti bertanya-tanya ya?? Najma di mana ya??" Tebak Pak Thariq, Ayah Najma sembari menyipitkan mata.

"Hehe .... Betul Pak ...," sahut Izyan sedikit menganggukan kepala.

"Dia baru pulang kerja tadi. Masih di kamar, lagi istirahat."

"Waduh. Berarti kedatangan saya di sini menganggu waktu istirahat Najma ya Pak?? Kalau gitu, saya lebih baik pamit pulang saja ...."

Ketika Izyan akan berdiri tiba-tiba, suara seorang perempuan membuatnya kembali mendudukan tubuh.

"Tidak. Kedatangan Anda tidak membuat saya terganggu kok Pak," jawab Najma sembari berjalan mendekati mereka. Lalu, duduk di sofa sebelah Pak Thariq.

"Terima kasih." Izyan pun tersenyum tipis.

"Silahkan Yan. Apa yang kamu ingin sampaikan??" Pak Thariq mempersilahkan.

"Baik Pak. Terima kasih telah memberikan saya kesempatan untuk bertamu sekaligus bertemu dengan keluarga Bapak. Kedatangan saya di sini, karena bertujuan memiliki niat baik. Yakni, ingin meminta putri pertama Anda menjadi teman berjuang di hidup saya. Jadi, maukah Najma menjadi pendamping hidup saya??" Kernyitan di dahi Izyan tercetak jelas. Tangannya sudah mengeluarkan keringat dingin. Serta degup jantungnya berpacu sangat cepat.

Tatapan Najma berubah menjadi lekat dan dalam menatap seorang lelaki yang sedang duduk di depannya. Lalu mengajukan pertanyaan, "Apa jaminan Anda menjadikan saya istri kecuali memberikan saya kehidupan yang layak?"

Sejenak. Izyan menarik napasnya lalu mengeluarkan perlahan. Pertanyaan yang Najma ajukan, benar-benar membuatnya berfikir dalam. Kira-kira, jawaban tepat apa yang harus diberikan. Sehingga bisa meyakininya.

"Saya akan memastikan. Bahwa hidupmu akan baik-baik saja bersama saya. Saya memang tidak bisa menjamin kebahagiaan yang sempurna untukmu. Namun, saya pastikan. Kamu tidak akan menjadi perempuan yang menyesali pernikahan ini," ujar Izyan penuh yakin.

"Kenapa Anda ke sini sendirian?? Apakah Anda tidak punya kerabat??"

Pertanyaan kali ini, membuat Izyan langsung teringat dengan Bu Maryah dan Isma yang menentangnya menikahi Najma.

"Ayah saya telah tiada," jawab Izyan.

"Oh maaf."

"Tak masalah."

"Ini pertanyaan terakhir. Jika saya menerima lamaran Anda, lalu kita menikah. Kita akan tinggal di mana??"

"Di rumah saya."

"Berdua??" Sebelah alis Najma terangkat.

"Tidak. Bersama ibu sambung dan adik saya."

Najma tersenyum sinis. "Anda ini memang ingin mengundang huru hara atau bagaimana?? Salah satu konflik dalam rumah tangga paling sering terjadi adalah antara menantu, mertua, dan ipar. Apalagi mereka perempuan."

"Najma!" Tegur Pak Thariq yang merasa ucapan putrinya menyinggung Izyan.

"Kenapa Ayah?? Benar memang begitu kan?? Lebih baik aku berkata jujur sekarang dari pada dipendam malah, jadi masalah besar kedepannya. Mas Izyan lelaki, dia wajib memutuskan yang terbaik untuk kebaikan keluarganya," ujar Najma.

"Jika kau tak berkenan tinggal serumah dengan ibu sekaligus adik saya. Tak masalah. Saya akan usahakan bangun tempat tinggal untuk kita. Namun, saya akan usahakan jarak tempat tinggal kita tidak terlalu jauh dengan ibu serta adik saya. Karena, mereka juga tanggung jawab saya," ujar Izyan memutuskan.

Najma menghela napasnya. "Terserah."

"Di mana attitudemu Najma??!" Tegur Pak Thariq untuk kedua kali. Beliau merasa, sikap Najma tak seharusnya seperti itu.

"Tak apa Pak. Saya maklumi soal ini. Saya juga paham bagaimana sifat adik dan ibu saya. Benar kata Najma. Lebih baik tinggal terpisah agar tidak mengundang banyak konflik kedepannya. Saya juga tak mau kelak, Najma merasa tak nyaman tinggal di rumah saya. Padahal, Anda dan Bu Laras selalu berusaha memberikan dia kenyamanan," ujar Izyan penuh besar hati. "Jadi, bagaimana?? Apakah lamaran saya diterima, Najma??"

"Saya akan terima lamaran Anda. Asalkan nanti, Anda masih membiarkan saya berkarir sampai saya bosan, tinggal beda rumah dengan keluarga Anda, tidak pelit, serta satu lagi! Anda harus menjadi lelaki bijak dalam rumah tangga yang nantinya kita akan jalani! Karena, saya tidak mau terjadi perceraian karena suami lebih memilih ibu sekaligus adiknya. Saya tak melarang Anda untuk berbakti kepada ibu serta menyayangi adik Anda. Namun, Anda sebagai lelaki, harus bisa bijak menanggapi hal ini."

Sejenak, Izyan memejamkan mata. Lalu menganggukan kepala. "Baik! Saya akan usahakan! Karena, ketika saya siap menikah seorang perempuan. Artinya, saya juga harus menanggung konsekuensi baik atau buruk yang terjadi," ujarnya dengan mantap.

"Ya baguslah kalau begitu."

"Syukurlah kalau Najma berkenan menjadi istri Izyan. Jadi, kalian akan melangsungkan pernikahan kapan??" tanya Pak Thariq.

"Saya sih siap kapan saja hehe. Sekarang juga siap. Tapi, saya terserah Najma," jawab Izyan membiarkan Najma mengambil keputusan.

Najma tersenyum tipis. "Lebih cepat lebih baik. Mungkin memang sudah saatnya aku menikah. Jadi, kalau sebulan lagi bagaimana?"

"Baik. Saya bersedia!" jawab Izyan.

Mereka juga membahas tentang dekorasi pernikahan, MUA, catering, fotografer, serta berbagai keperluan menikah. Sesederhana itu. Melamar lalu langsung membahas serba-serbi pernikahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status