Berani mencintai artinya harus berani menanggung resiko. Termasuk, resiko menerima baik buruk yang ada. Izyan sudah memikirkan sekaligus menimbang-nimbang resikonya jika kelak memiliki pasangan hidup yang suka menghamburkan uang untuk membeli barang-barang tidak penting. Tentu, kemungkinan besar. Pengelolaan keuangan keluarga mereka akan kacau.
Namun, semuanya sudah terlanjur terjadi. Izyan sudah mengutarakan niat baik sekaligus perasaan yang selama bertahun-tahun ini dipendam. Perasaan yang datang berawal dari rasa kagum. Sebenarnya, Izyan bisa saja memilih wanita lain. Namun, hanya Najma yang berhasil membuatnya memendam rasa cinta selama bertahun-tahun. Serta bisa bertahan sampai detik ini. Ia tak bisa terus menerus memikirkan Najma. Karena, detik ini harus fokus pada pekerjaan yang sedang digeluti. Yakni, menjadi seorang Dosen bagi para mahasiswa-mahasiswa Sastra Bahasa Indonesia. Banyak tugas yang para mahasiswa yang disetorkan. Bahkan, ada yang mengirimkan skripsi untuk bimbingan. Izyan menikmati pekerjaan ini. Pekerjaan yang membuatnya merasa menjadi bermanfaat bagi sesama serta menyebarkan ilmu yang dimiliki. Izyan juga mencintai membaca. Ia mencintai setiap huruf yang berada di dalam lembaran kertas cetak. Membaca merupakan salah satu bagian terpenting dari hidupnya. Bagian yang tak bisa terpisahkan. Izyan berharap. Kelak. Jika Najma menerima lamarannya, bisa diajak sama-sama menjelajahi ilmu pengetahuan. Izyan sangat mengharapkan soal itu. Setelah berjam-jam menjalankan tugas sebagai Dosen, Izyan pun memutuskan langsung pulang. Sesampainya di rumah, sudah disambut dengan suara tamu undangan orang-orang yang menghadiri pesta meriah adiknya, yang dilangsungkan di ruang tamu dengan mengundang teman, tetangga, dan keluarga. Bahkan, hal ini Izyan tak tahu sebelumnya. Jika usia adiknya telah bertambah dan mengadakan pesta ulang tahun. Langkah kakinya digagalkan ketika akan memasuki rumah. Ia lebih memilih lewat pintu belakang agar tak membuat perhatian tamu undangan. Jalannya yang lebar, mempercepat masuk ke dalam rumah. Dibukalah pintu kamar. Terlihat kamarnya yang sangat tertata rapi. Meskipun kamar ini tak luas tapi setidaknya, kamar ini tempat ternyamannya. Dua rak besar berisi tumpukan buku. Itulah hal favorit yang bisa membuat hati Izyan bahagia. Membersihkan tubuh, merasa sangat berkeringat sekaligus lengket setelah melakukan aktivitas seharian. Berganti pakaian menggunakan kaos oblong dan celana selutut. Merenggangkan otot-otot sampai terdengar bunyik khas. Duduk di kursi belajar, sembari memejamkan mata. Menyalakan kipas angin, merasakan udara segar menerpa wajah. Meskipun terlihat dari raut wajah Izyan begitu tenang dan seperti tak menghadapi banyak masalah. Tapi sebenarnya, ia menanggung beban yang besar dan berat. Waktu sholat pun tiba. Artinya, waktu menunaikan sholat di mushola dekat tempat tinggalnya. Berwudhu. Bersiap dengan memakai sarung dan kopyah. Menuruni tangga rumah, lalu berjalan pelan. Di sepanjang perjalanan, Izyan terus beristighfar. Jika berpapasan dengan orang, sesekali menyapa. Sampai tiba di mushola, menunaikan sholat tahiyatul masjid. Sembari menunggu iqamah, Izyan terus berdzikir dalam diam. Dengan jari jemari yang menghitung seberapa banyak dzikir yang sudah diucapkan. Sampai tiba terdengar suara muadzin iqamah. Izyan pun berdiri dari duduknya. Mengikuti imam untuk menunaikan sholat berjamaah. Dalam diam dan tenangnya. Hati Izyan berusaha beribadah dengan baik. Meskipun tak bisa menghilangkan pikiran-pikiran tentang berbagai persoalan yang sedang dialami. Setelah berpuluh menit beribadah di dalam masjid, Izyan lalu berdiri dari duduknya. Kembali melangkahkan kaki menuju jalan pulang. Terlihat di halaman rumahnya tak seramai tadi. Itu artinya, tamu undangan sudah pulang. Dibukalah pintu. Terlihat adik perempuannya sekaligus ibu sambungnya sedang membuka kado-kado dari hasil merayakan ulang tahun ini. "Bu. Kok mau ngerayain Isma ulang tahun nggak kasih tahu aku??" tanya Izyan lalu duduk di seberang mereka. "Ngapain bilang ke Mas Izyan?? Paling juga dilarang! Kan hal-hal menyenangkan selalu nggak dibolehin sama Mas Izyan??" Cibir Isma. Izyan menghela napasnya. "Kan memang di dalam aturan Islam, kita tak sebaiknya merayakan ulang tahun. Banyak sejarah yang menerangkan bahwa acara ulang tahun bukan ajaran agama kita. Bahkan, yang pertama merayakan ulang tahun adalah untuk memperingati tanggal kelahiran Raja Fir'aun memakai mahkota yang dianggap masyarakat Mesir Kuno, sebagai wujud dewa. Jadi, tanggal kelahiran Fir'aun sebagai dewa, dianggap hari kelahiran penting sehingga dirayakan berulang setiap tahun. Kita tentu tahu bahwa Raja Fir'aun adalah pembenci ketauhidan. Apalagi sampai tiup lilin begitu. Itu semakin mengingkari aturan agama kita. Karena, tiup lilin dalam acara ulangtahun yang awalnya dilakukan oleh orang-orang Yunani Kuno, bermaksud sebagai bentuk penghormatan kepada kelahiran dewi bulan. Lalu, asap yang dihasilkan dari tiupan lilin, menurut mereka dipercaya dapat mengirimkan doa ke langit." Izyan berusaha memberikan penjelasan lewat nasehat dengan lembut. "Halah! Berisik! Lah wong adikmu mau seneng-seneng aja dilarang!! Izyan! Kalau kamu mau ceramah, di kampus atau di masjid aja nohhh! Tugas dan kewajiban kamu itu kerja lalu mencukupi kebutuhan kami! Tidak lebih dari itu! Artinya, kamu tak ada hak untuk ngatur kami!!!" jawab Bu Maryah. Ibu sambung Izyan. "Oh iya. Mas Izyan. Aku mau kelulusan SMA. Aku mau, Mas Izyan kasih aku bucket uang seratus ribuan, cokelat, boneka, pokoknya hadiah yang mewah-mewah! Aku mau menunjukan ke orang-orang. Bahwa aku punya kakak yang kaya raya sekaligus royal! Dunia harus tahu! Kalau Isma adalah gadis yang beruntung dalam segi apapun! Cantik, baik, punya kelurga penyayang, kakak yang baik dan pokoknya hidupku sempurna!" Pinta Isma disertai mata yang berbinar-binar. "Turuti kemauan adikmu Izyan." Perintah Bu Maryah. Izyan hanya diam menanggapi mereka dengan wajah datar. "Mas Izyan pokoknya harus nurutin semua kemauanku! Ah, itu kan sepele bagi Mas! Ya itu bukan masalah besar dong!" ucap Isma. "Aku di sini menjadi pengganti Ayah sebagai kepala keluarga loh. Kalian tak bisa seenaknya sendiri. Kalian sangat sulit dinasehati tapi selalu menuntutku harus ini itu," jawab Izyan. Tak terima dengan ini, Bu Maryah menjawab, "Apa sih Yan! Gitu doang kesel??! Kalau kami tak minta ke kamu, kami harus minta ke siapa lagi?? Kan hidup kami memang bergantung padamu??!! Kamu juga memiliki kewajiban membahagiakan kami dengan cara apapun dong! Lagi pula, apa susahnya sih mengeluarkan uang untuk kami?? Kan uangmu banyak Yan!" "Oke, sudah bicaranya Bu?? Giliran aku yang berbicara. Lusa, aku akan melamar seorang perempuan. Aku harap. Jika dia menerima lamaranku dan kami menikah. Semoga, ibu dan Isma bisa menerima dia dengan baik di sini," ujar Izyan yang baru mengutarakan niat baiknya. "Oh nggak bisa!!" Bantah Isma spontan berdiri dari duduknya. "Mas Izyan nggak boleh nikah dulu dong! Nanti, perhatian Mas ke kami terkurangi!! Terus, bisa-bisa istri Mas nggak terima kalau Mas Izyan memberikan kami uang!!! Oh kami nggak setuju Mas Izyan menikah karena, istri Mas bisa merebut posisi aku dan Ibu di rumah ini!!" "Betul! Ibu nggak merestui kalau kamu menikah sebelum Isma menikah! Karena kenapa?? Isma harus menikah lebih dulu darimu?? Karena, Ibu harus memastikan hidup Isma sudah benar-benar ditanggung oleh lelaki dan dia harus bahagia! Untuk kali ini, Ibu tak mengijinkan kamu menikah dulu, Izyan!!" Sambung Bu Maryah ikut menentang niat baik Izyan kepada Najma. Isma melipat kedua tangannya di depan dada. Lalu memutar bola matanya malas. "Nanti pasti aku dapet kakak ipar yang pelit, berkuasa, tukang ngatur, jadi beban keluarga, hadehh!! Capek deh!!! Aku pokoknya nggak resetuin kakak menikah sebelum aku!! Aku hanya nggak mau jadi adik yang terlantar gara-gara kedatangan orang baru di hidup ini!" "Izyan. Pokoknya kamu harus nurut! Jangan menikahi perempuan manapun lebih dulu meskipun, umurmu hampir mendekati tiga puluh tahun!! Ibu dan Isma hanya tak mau kami ditelantarkan gara-gara keluarga barumu!!" Sebelah sudut bibir Izyan terangkat. "Di sini, ternyata hanya kalian yang boleh bahagia ya?? Sedangkan aku?? Harus menjadi tulang punggung sekaligus memikul segala tanggung jawab ini! Tanpa ibu dan Isma restui, aku masih bisa menikah!" Lalu berdiri dari duduknya. "Kalian tidak bisa menyetirku! Aku punya jalan hidup sendiri! Permisi!" Tak ingin berlama-lama menanggapi adik sekaligus ibu yang semakin ucapan mereka didengar, semakin membuat kepala ngilu. Iyzan pun pergi meninggalkan mereka. Meskipun masih terdengar ocehan kekesalan dari dua perempuan di rumah ini."Bismillah." Izyan melangkahkan kaki menuju ke pintu besar rumah lantai dua ini. Memencet bel, lalu mengucapkan salam. Terdengar jawaban atas salam yang Izyan ucapkan. Lalu, terbukalah pintu. Memperlihatkan wanita paruh baya berjilbab, tersenyum ke arahnya lalu mempersilahkan masuk. Dengan senang hati, Izyan pun masuk serta duduk di sofa ruang tamu. Beberapa menit kemudian, lelaki paruh baya berpawakan tinggi duduk menemaninya. Lelaki yang menjadi kepala keluarga di rumah ini, menyambut Izyan dengan sangat baik. Diawali obrolan hangat, diiringi candaan kecil ditemani cangkir kopi. "Kamu pasti bertanya-tanya ya?? Najma di mana ya??" Tebak Pak Thariq, Ayah Najma sembari menyipitkan mata. "Hehe .... Betul Pak ...," sahut Izyan sedikit menganggukan kepala. "Dia baru pulang kerja tadi. Masih di kamar, lagi istirahat." "Waduh. Berarti kedatangan saya di sini menganggu waktu istirahat Najma ya Pak?? Kalau gitu, saya lebih baik pamit pulang saja ...." Ketika Izyan akan berdiri t
Menjalani pekerjaan menjadi seorang Reporter yang dituntut untuk menulis, menganalisis, dan melaporkan suatu peristiwa kepada khalayak melalui media massa secara teratur. Tentu, berita yang harus disampaikan diharuskan akurat dan terpercaya. Memilih pekerjaan untuk terjun langsung ke tempat kejadian. Keputusan ini adalah pilihan terbaik menurut Najma. Karena, lelahnya membuat bahagia bisa bertemu dengan orang serta pengalaman baru. Tak hanya itu. Ia juga bisa berjalan-jalan ke berbagai daerah untuk mencari berita terkini yang akurat. Meskipun dituntut menjadi pekerja yang bisa menyajikan berita fakta sesungguhnya. Teliti, aktif serta harus menggunakan berbagai teknik. Yakni riset, wawancara, observasi, pencarian data. Bergulat dengan banyak hal tersebut setiap hari membuatnya harus ekstra konsentrasi. Najma senang berbicara. Jadi, menjadi Reporter adalah pekerjaan yang terbaik menurutnya. Meskipun tak bisa berdusta. Jika ia merasakan lelah luar biasa. Karena, hampir setiap hari
Ibu serta adik Izyan memang menentang keras rencana pernikahannya dengan Najma. Namun, ia tak memedulikan soal itu. Karena, Izyan berfikir bahwa ia berhak membangun rumah tangga dengan seorang wanita idaman. Wanita yang selama ini didoakan sekaligus diperjuangkan dalam diam. Wanita yang namanya selalu diselipkan ketika berdoa. Izyan tentu sungguh bahagia sekaligus bersyukur. Ketika lamarannya diterima oleh Najma. Maka, ia tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Meskipun pada kenyataannya tahu dan paham. Ibu dan adiknya membenci hal itu. Agar Najma merasa kehadirannya diharapkan keluarga Izyan. Meskipun Izyan sengaja tak memperkenalkannya pada ibu sambung serta adiknya. Namun, Izyan mengajak Najma pergi ke rumah Paman Bibi dari jalur ibu kandung. Kedatangan Najma disambut dengan sangat baik. Mereka juga mengobrol banyak hal. Najma yang pandai menyesuaikan diri dimanapun tempatnya. Membuat Izyan semakin yakin untuk menikahinya. Setiap hal yang Najma lakukan selalu membuat
Pernikahan yang diselenggarakan tanpa kedatangan ibu, serta adik Izyan. Pernikahan yang diniatkan untuk beribadah, dilangsungkan begitu sakral. Segala persiapan berupa seserahan, maskawin, dan biaya resepsi yang ditanggung dua pihak, Izyan urus dengan sedikit bantuan Paman dan Bibinya. Meskipun Izyan sudah mengundang dengan perkataan yang sopan kepada ibu sambung sekaligus adiknya. Namun, justru tak ditanggapi sama sekali. Tak segan untuk menunjukan lirikan tajam tak suka. Izyan sudah terbiasa menanggapi mereka yang selalu merasa benar dan paling bijak. Hati serta mentalnya, sudah kebal dengan ini semua. Setelah melangsungkan akad nikah, dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Banyak orang bersuka ria atas kebahagiaan sekaligus pernikahan yang Izyan dan Najma langsungkan. Selama berjam-jam berada di samping wanita yang dicintainya, membuat degup jantung Izyan berpacu lebih cepat dari biasanya. Bahkan, ketika ia sangat diperbolehkan untuk memandangi Najma sepuas mungkin, Izyan tak l
Malam pertama bagi seorang pengantin adalah malam membahagiakan sekaligus yang ditunggu-tunggu. Namun, berbeda dengan Izyan yang takut dengan malam ini. Terbilang sebelumnya, tak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Tapi, bukan berarti tak pernah jatuh cinta pada perempuan sebelum Najma. Berada di kamar yang menurutnya begitu asing. Yakni, kamar bercat warna biru tosca. Dengan nuansa ramai. Tak banyak tumpukan buku di sini. Tak seperti kamar Izyan yang hampir dipenuhi buku. Kamar Najma banyak berjajar produk perawatan tubuh dan wajah. Berbagai pernak-pernik, juga menempati. Sudah seperti toko saja. Aroma kamar ini begitu segar dan wangi. Yakni, berasal dari reed diffuser ocean yang terpasang di meja kerja. Izyan melepaskan kaca mata. Seketika, membuat pandangan ke sekeliling blur. Ia duduk di sofa dekat kaca. Menyelonjorkan kaki, lalu memejamkan mata. Selama hampir seharian berdiri berada di panggung pernikahan, tentu membuatnya kelelahan bukan main. "Mas Izyan suka
"Jib, ada flashdisk kosong nggak?" tanya Najma pada adik lelakinya. Najib menjawab, "Nggak ada Mbak. Mau buat apa sih?" "Ini loh, mau buat nyimpen file berita. Flashdiskku udah nggak muat lagi. Belum beli. Males keluar rumah." "Tanya Mas Izyan coba." Najib memberikan solusi. "Ya Mbak tanya sama kamu dulu. Kan kamu anak TKJ, jadi ya barangkali punya stok." Najib menggelengkan kepalanya.. "Ya elah Mbak. Ngapain coba, punya stok flashdisk." "Hm, okey." Najma pun kembali menaiki tangga. Memasuki kamar, tak ada Izyan di dalam. "Mas." "Mas Izyan." Panggil Najma dengan suara sedikit tinggi sembari berjalan menyusuri rumah. "Mas Izyan!!!" "Mas!! Where are you?" Najma terus memanggil-manggil namanya. Namun, tak ada sahutan. Kesal dengan hal ini, ia pun mendengus kesal. "Okey. Lebih baik aku keluar rumah sendiri beli flashdisk." Ketika Najma akan berbalik badan, tiba-tiba ia menubruk seorang lelaki yang sedang berdiri sembari tersenyum. "Mas Izyan!" Kesal Najma yang
Menaiki motor menuju ke tempat tujuan. Dengan Izyan yang menyetir, serta Najma yang berada di belakang. Tak berpegangan pada Izyan ketika mereka berboncengan. Jadi, ketika Izyan mengerem dadakan karena ada lampu merah, tubuh Najma sedikit terdorong ke depan. "Makanya, pegangan Naj," ujar Izyan melirik kaca spion yang menampilkan wajah Najma. "Mas Izyan kok nggak bilang-bilang dulu." Najma justru menyalahkan Izyan. Senyum terbit di bibir Izyan. Sejak bersama Najma, Izyan menjadi suka tersenyum. "Nggak apa-apa. Aku suamimu kok. Bukan orang lain." "Mas Izyan udah mulai ya!" Tiba-tiba, Najma mencubit pinggang suaminya. Sehingga, Izyan merntih kesakitan. "Aduh-aduh, KDRT. Gawat ini. Belum apa-apa kok udah dicubit." Gurau Izyan yang sebenarnya, tidak terlalu merasa sakit dengan cubitan yang istrinya lakukan. "Apa sih Mas lah!" Kesal Najma yang kedua pipinya sudah memerah sembari menahan senyuman. "Kamu cantik Naj." Spontan, Izyan berkata demikian." "Mas Izyan apa-apaan sih a
Menjadi pengantin baru yang seharusnya menikmati masa-masa indah justru, Najma disibukan dengan pekerjaan yang menuntutnya harus siap sedia. Pagi yang cerah ini, ketika Izyan masih berpakaian santai karena cuti menikah. Najma sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Tas yang berisi perlengkapan kerja pun, sudah ditata sedemikian rupa. Suara sepatu sneakersnya beradu dengan lantai sehingga, bisa menimbulkan pandangan orang yang berada di ruang makan, terfokus pada perempuan pekerja keras itu. "Najma. Sarapan dulu Nak," titah Bu Laras. Najma yang tergopoh-gopoh akan berangkat kerja pun menjawab, "Belum sempat Bu. Nggak keburu. Aku berangkat, Assalamualaikum." Pamit Najma sembari mempercepat langkah menuju keluar rumah. "Naj." Tiba-tiba, suara Izyan membuat perempuan itu menghentikan langkah lalu menoleh. Terlihat suaminya sedang membawa kotak bekal berwarna biru lalu dimasukan ke dalam tote bag. Berjalan menghampirinya. "Dimakan di jalan ya." Lalu memberikan tote bag tersebut. Naj