Share

Bab 3 Tak Apa

Berani mencintai artinya harus berani menanggung resiko. Termasuk, resiko menerima baik buruk yang ada. Izyan sudah memikirkan sekaligus menimbang-nimbang resikonya jika kelak memiliki pasangan hidup yang suka menghamburkan uang untuk membeli barang-barang tidak penting. Tentu, kemungkinan besar. Pengelolaan keuangan keluarga mereka akan kacau.

Namun, semuanya sudah terlanjur terjadi. Izyan sudah mengutarakan niat baik sekaligus perasaan yang selama bertahun-tahun ini dipendam. Perasaan yang datang berawal dari rasa kagum. Sebenarnya, Izyan bisa saja memilih wanita lain. Namun, hanya Najma yang berhasil membuatnya memendam rasa cinta selama bertahun-tahun. Serta bisa bertahan sampai detik ini.

Ia tak bisa terus menerus memikirkan Najma. Karena, detik ini harus fokus pada pekerjaan yang sedang digeluti. Yakni, menjadi seorang Dosen bagi para mahasiswa-mahasiswa Sastra Bahasa Indonesia. Banyak tugas yang para mahasiswa yang disetorkan. Bahkan, ada yang mengirimkan skripsi untuk bimbingan.

Izyan menikmati pekerjaan ini. Pekerjaan yang membuatnya merasa menjadi bermanfaat bagi sesama serta menyebarkan ilmu yang dimiliki.

Izyan juga mencintai membaca. Ia mencintai setiap huruf yang berada di dalam lembaran kertas cetak. Membaca merupakan salah satu bagian terpenting dari hidupnya. Bagian yang tak bisa terpisahkan. Izyan berharap. Kelak. Jika Najma menerima lamarannya, bisa diajak sama-sama menjelajahi ilmu pengetahuan. Izyan sangat mengharapkan soal itu.

Setelah berjam-jam menjalankan tugas sebagai Dosen, Izyan pun memutuskan langsung pulang. Sesampainya di rumah, sudah disambut dengan suara tamu undangan orang-orang yang menghadiri pesta meriah adiknya, yang dilangsungkan di ruang tamu dengan mengundang teman, tetangga, dan keluarga. Bahkan, hal ini Izyan tak tahu sebelumnya. Jika usia adiknya telah bertambah dan mengadakan pesta ulang tahun.

Langkah kakinya digagalkan ketika akan memasuki rumah. Ia lebih memilih lewat pintu belakang agar tak membuat perhatian tamu undangan. Jalannya yang lebar, mempercepat masuk ke dalam rumah. Dibukalah pintu kamar. Terlihat kamarnya yang sangat tertata rapi. Meskipun kamar ini tak luas tapi setidaknya, kamar ini tempat ternyamannya.

Dua rak besar berisi tumpukan buku. Itulah hal favorit yang bisa membuat hati Izyan bahagia. Membersihkan tubuh, merasa sangat berkeringat sekaligus lengket setelah melakukan aktivitas seharian. Berganti pakaian menggunakan kaos oblong dan celana selutut.

Merenggangkan otot-otot sampai terdengar bunyik khas. Duduk di kursi belajar, sembari memejamkan mata. Menyalakan kipas angin, merasakan udara segar menerpa wajah. Meskipun terlihat dari raut wajah Izyan begitu tenang dan seperti tak menghadapi banyak masalah. Tapi sebenarnya, ia menanggung beban yang besar dan berat.

Waktu sholat pun tiba. Artinya, waktu menunaikan sholat di mushola dekat tempat tinggalnya. Berwudhu. Bersiap dengan memakai sarung dan kopyah. Menuruni tangga rumah, lalu berjalan pelan. Di sepanjang perjalanan, Izyan terus beristighfar. Jika berpapasan dengan orang, sesekali menyapa.

Sampai tiba di mushola, menunaikan sholat tahiyatul masjid. Sembari menunggu iqamah, Izyan terus berdzikir dalam diam. Dengan jari jemari yang menghitung seberapa banyak dzikir yang sudah diucapkan. Sampai tiba terdengar suara muadzin iqamah. Izyan pun berdiri dari duduknya. Mengikuti imam untuk menunaikan sholat berjamaah.

Dalam diam dan tenangnya. Hati Izyan berusaha beribadah dengan baik. Meskipun tak bisa menghilangkan pikiran-pikiran tentang berbagai persoalan yang sedang dialami. Setelah berpuluh menit beribadah di dalam masjid, Izyan lalu berdiri dari duduknya. Kembali melangkahkan kaki menuju jalan pulang. Terlihat di halaman rumahnya tak seramai tadi. Itu artinya, tamu undangan sudah pulang.

Dibukalah pintu. Terlihat adik perempuannya sekaligus ibu sambungnya sedang membuka kado-kado dari hasil merayakan ulang tahun ini.

"Bu. Kok mau ngerayain Isma ulang tahun nggak kasih tahu aku??" tanya Izyan lalu duduk di seberang mereka.

"Ngapain bilang ke Mas Izyan?? Paling juga dilarang! Kan hal-hal menyenangkan selalu nggak dibolehin sama Mas Izyan??" Cibir Isma.

Izyan menghela napasnya. "Kan memang di dalam aturan Islam, kita tak sebaiknya merayakan ulang tahun. Banyak sejarah yang menerangkan bahwa acara ulang tahun bukan ajaran agama kita. Bahkan, yang pertama merayakan ulang tahun adalah untuk memperingati tanggal kelahiran Raja Fir'aun memakai mahkota yang dianggap masyarakat Mesir Kuno, sebagai wujud dewa. Jadi, tanggal kelahiran Fir'aun sebagai dewa, dianggap hari kelahiran penting sehingga dirayakan berulang setiap tahun. Kita tentu tahu bahwa Raja Fir'aun adalah pembenci ketauhidan. Apalagi sampai tiup lilin begitu. Itu semakin mengingkari aturan agama kita. Karena, tiup lilin dalam acara ulangtahun yang awalnya dilakukan oleh orang-orang Yunani Kuno, bermaksud sebagai bentuk penghormatan kepada kelahiran dewi bulan. Lalu, asap yang dihasilkan dari tiupan lilin, menurut mereka dipercaya dapat mengirimkan doa ke langit." Izyan berusaha memberikan penjelasan lewat nasehat dengan lembut.

"Halah! Berisik! Lah wong adikmu mau seneng-seneng aja dilarang!! Izyan! Kalau kamu mau ceramah, di kampus atau di masjid aja nohhh! Tugas dan kewajiban kamu itu kerja lalu mencukupi kebutuhan kami! Tidak lebih dari itu! Artinya, kamu tak ada hak untuk ngatur kami!!!" jawab Bu Maryah. Ibu sambung Izyan.

"Oh iya. Mas Izyan. Aku mau kelulusan SMA. Aku mau, Mas Izyan kasih aku bucket uang seratus ribuan, cokelat, boneka, pokoknya hadiah yang mewah-mewah! Aku mau menunjukan ke orang-orang. Bahwa aku punya kakak yang kaya raya sekaligus royal! Dunia harus tahu! Kalau Isma adalah gadis yang beruntung dalam segi apapun! Cantik, baik, punya kelurga penyayang, kakak yang baik dan pokoknya hidupku sempurna!" Pinta Isma disertai mata yang berbinar-binar.

"Turuti kemauan adikmu Izyan." Perintah Bu Maryah.

Izyan hanya diam menanggapi mereka dengan wajah datar.

"Mas Izyan pokoknya harus nurutin semua kemauanku! Ah, itu kan sepele bagi Mas! Ya itu bukan masalah besar dong!" ucap Isma.

"Aku di sini menjadi pengganti Ayah sebagai kepala keluarga loh. Kalian tak bisa seenaknya sendiri. Kalian sangat sulit dinasehati tapi selalu menuntutku harus ini itu," jawab Izyan.

Tak terima dengan ini, Bu Maryah menjawab, "Apa sih Yan! Gitu doang kesel??! Kalau kami tak minta ke kamu, kami harus minta ke siapa lagi?? Kan hidup kami memang bergantung padamu??!! Kamu juga memiliki kewajiban membahagiakan kami dengan cara apapun dong! Lagi pula, apa susahnya sih mengeluarkan uang untuk kami?? Kan uangmu banyak Yan!"

"Oke, sudah bicaranya Bu?? Giliran aku yang berbicara. Lusa, aku akan melamar seorang perempuan. Aku harap. Jika dia menerima lamaranku dan kami menikah. Semoga, ibu dan Isma bisa menerima dia dengan baik di sini," ujar Izyan yang baru mengutarakan niat baiknya.

"Oh nggak bisa!!" Bantah Isma spontan berdiri dari duduknya. "Mas Izyan nggak boleh nikah dulu dong! Nanti, perhatian Mas ke kami terkurangi!! Terus, bisa-bisa istri Mas nggak terima kalau Mas Izyan memberikan kami uang!!! Oh kami nggak setuju Mas Izyan menikah karena, istri Mas bisa merebut posisi aku dan Ibu di rumah ini!!"

"Betul! Ibu nggak merestui kalau kamu menikah sebelum Isma menikah! Karena kenapa?? Isma harus menikah lebih dulu darimu?? Karena, Ibu harus memastikan hidup Isma sudah benar-benar ditanggung oleh lelaki dan dia harus bahagia! Untuk kali ini, Ibu tak mengijinkan kamu menikah dulu, Izyan!!" Sambung Bu Maryah ikut menentang niat baik Izyan kepada Najma.

Isma melipat kedua tangannya di depan dada. Lalu memutar bola matanya malas. "Nanti pasti aku dapet kakak ipar yang pelit, berkuasa, tukang ngatur, jadi beban keluarga, hadehh!! Capek deh!!! Aku pokoknya nggak resetuin kakak menikah sebelum aku!! Aku hanya nggak mau jadi adik yang terlantar gara-gara kedatangan orang baru di hidup ini!"

"Izyan. Pokoknya kamu harus nurut! Jangan menikahi perempuan manapun lebih dulu meskipun, umurmu hampir mendekati tiga puluh tahun!! Ibu dan Isma hanya tak mau kami ditelantarkan gara-gara keluarga barumu!!"

Sebelah sudut bibir Izyan terangkat. "Di sini, ternyata hanya kalian yang boleh bahagia ya?? Sedangkan aku?? Harus menjadi tulang punggung sekaligus memikul segala tanggung jawab ini! Tanpa ibu dan Isma restui, aku masih bisa menikah!" Lalu berdiri dari duduknya. "Kalian tidak bisa menyetirku! Aku punya jalan hidup sendiri! Permisi!"

Tak ingin berlama-lama menanggapi adik sekaligus ibu yang semakin ucapan mereka didengar, semakin membuat kepala ngilu. Iyzan pun pergi meninggalkan mereka. Meskipun masih terdengar ocehan kekesalan dari dua perempuan di rumah ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status