Share

Bab 2 Pak Dosen

Beberapa jam sebelumnya ....

"Nak, ada yang punya niat serius sama kamu. Dia seorang lelaki matang pengusaha kertas. Dia lelaki baik-baik loh Nak. Kata Ayah, dia kenal kamu udah lama dan sudah memiliki perasaan padamu sejak dulu."

Ketika Najma sedang memainkan tabnya. Untuk melihat-lihat tempat wisata yang esok hari rencananya untuk dikunjungi. Tiba-tiba mendengar Bu Laras berkata demikian. Hal ini tentu membuatnya menoleh.

Sebelah alis Najma terangkat. "Nikah??"

"Keputusan itu terserahmu. Mau nikah atau tidak, urusan nanti. Sekarang niat baiknya ingin berkenalan denganmu."

"Duitnya banyak Bu??"

Satu pertanyaan yang berhasil membuat Bu Laras menggelengkan kepalanya, heran. Lalu mendengus kesal. "Kau ini bahasnya hanya uang, uang, dan uang terus."

"Memangnya kenapa Bu?? Hidup kan butuh uang. Dari ujung kepala sampai ujung rambutku, penuh full perawatan. Skincare, bocycare, treatment dan segala macam. Masa mau nerima lelaki yang nggak ada duit?? Aku aja full effort untuk diriku sendiri. Ya harus cari yang setara dong Bu. Yang nggak nganggep kebutuhan untuk tubuhku pemborosan," jawab Najma penuh bangga.

"Hm, anak Ibu udah besar ya! Udah bisa bicara banyak! Mentang-mentang jadi Reporter jadi suka bicara!" Bu Laras menjitak kepala Najma. Namun, dengan jitakan yang pelan.

"Ih ibu. Namanya juga hidup yang harus menyesuaikan diri lah. Nggak ada salahnya kok Ibu ...."

"Ya udah. Nanti siang, mumpung kamu lagi libur. Ketemuan ya, sama dia. Ibu hubungin dia dulu," ujar Bu Laras sembari senyum-senyum sendiri lalu mengambil ponsel. Untuk menghubungi lelaki yang akan menjadi bakal menantunya.

"Ih ibu apa-apaan sih. Gercep banget ngehubungin. Lah wong aku lagi milih-milih tempat glamping kok." Najma kembali menatap layar tab yang berada di tangannya.

Bu Laras menepuk bahu putri sulungnya. "Tapi setelah ibu pikir-pikir kamu belum siap menikah ...."

Najma menghela napasnya. "Tadi ibu yang nawarin kok sekarang ngeraguin aku? Bu, terpenting. Dia bukan lelaki patriarki, pelit, gila wanita dan suka ngerokok. Aku yang suka traveling ke alam-alam nggak suka asap rokok!"

Bu Laras tersenyum. "Tenang. Semua tipe lelaki idamanmu ada di dirinya.

"Mau ketemuan di mana??"

"Di rumah. Dia mau main ke sini. Ibu nggak mau biarin kalian berdua-duaan sebelum menikah."

"Hm, terserah deh. Yang penting, lelaki itu nggak masuk kategori yang kusebutkan tadi. Kalau ada salah satu faktor, udah deh. Aku cut off!"

"Oke ...." Bu Laras yang sangat suka meneliti kamar sekaligus barang-barang putrinya pun, tiba-tiba tertuju ke arah album foto dengan background aesthetic. Berdiri mengambil barang tersebut. Lalu membuka satu persatu foto yang disimpan.

Pada lembar pertama, tertulis nama Mazaya Najma binti Thariq Farhan.

Album tersebut berisi foto-foto Najma bersama rekan kerja sekaligus teman-temannya yang berada di tempat mereka bekerja serta tempat wisata. Di foto tersebut, Najma selalu tersenyum sangat lebar. Menandakan ia sangat bahagia menjalani kehidupan masa muda.

Bu Lastri tersenyum ke arah putrinya yang tatapannya masih sangat fokus tertuju ke arah layar tab. Kedua alisnya hampir tertaut. Jika sedang fokus pada tujuannya. Yakni berlibur, sudah sangat teliti dalam mencari-cari lokasi yang pas.

"Apa sih Ibu ngeliatin aku mulu." Gumam Najma dengan tatapan masih fokus ke arah layar.

"Ibu cuman heran sama kamu. Gaji kamu selama ini kenapa dihabiskan hanya untuk belanja, perawatan, sama liburan?? Kamu nggak punya tabungan sepeserpun pun berarti??"

Najma menggelengkan kepalanya. "Enggak bu. Aku capek-capek kerja masa duitku cuman jadi penghuni rekening. Enggak banget deh kalau didiemin mulu."

"Perempuan susah diatur sepertimu memang seharusnya belum menikah! Dasar perempuan yang tak bisa memanejemen uang. Kalau saja lelaki itu tak memintamu duluan dengan ngeyel dari Ayah. Meskipun Ayah sudah menceritakan tabiat burukmu padanya. Tapi, dia masih tetap menginginkanmu. Ibu masih belum ijinkan kamu diseriusin lelaki! Tapi, berhubung dia lelaki dewasa, semoga bisa membimbing sekaligus mengarahkanmu."

Najma mematikan tabnya. Lalu mencharger di atas nakas.

Menghadapkan seluruh tubuhnya ke arah wanita yang selama 24 tahun ini telah merawatnya.

"Ibu, aku sebenarnya juga belum siap nikah. Tapi, terbilang lelaki yang ibu ceritakan masuk ke dalam kriteriaku. Ya udah, okein aja. Kesempatan tidak datang dua kali. Hidup ini jangan terlalu buat fokus. Yang fokus cuman ketika lagi kerja aja." Najma menyipitkan matanya. "Ngomong-ngomong. Tabiat burukku apa yang Ayah ceritakan pada dia??"

"Tabiat buruk tukang belanja, menghamburkan uang serta membela barang-barang yang tak dibutuhkan! Ibu udah capek nasehatin kamu agar jadi perempuan hemat dan bisa mengatur keuangan. Ya sudahlah. Terserah kamu! Karena, baik buruknya kamu akan menanggung resikonya!" Bu Laras yang merasa kesal dengan putri sulungnya pun melangkah keluar kamar Najma.

Setelah kepergian ibunya, Najma merebahkan tubuh di atas kasur bigsize. Membolak-balikan tubuhnya kesana kemari. Ia tak terlalu memedulikan omongan Sang Ibu yang akan mempertemukan dengan lelaki yang mencintainya sejak lama dan menginginkan untuk menikahi. Namun, lebih memikirkan baju apa yang akan dipakainya sewaktu gampling nanti bersama teman-teman.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status