Rahang Dirga mengeras. Dasar tisak punya malu! Jangan dikira Dirga tidak emosi. Sangat. Dia sangat emosi. Terlihat dari wajahnya yang berubah memerah dan jemarinya yang terkepal kuat. Tapi dia mencoba mengendalikannya. Menghembuskan napas kasar.
"Dicabut? Di kurangi? Haha," kekehnya sinis mencetak senyum asimetris. Sorot matanya berubah tajam lagi."Lalu untuk apa ada hukuman kalau dengan permintaan maaf saja selesai? Hukum ada untuk memberi efek jera. Dan maaf, mengenai itu, dan permintaan maafmu itu, aku tidak bisa. Bicaralah sendiri dengan Dara," ucapnya membuang pandangan.Raka sudah menduganya. Dari awal seharusnya yang dia temui adalah Dara. Tapi karena rasa bersalah dan malunya, dia tak ada keberanian untuk menampakkan wajahnya di depan Dara."Baiklah. Aku tahu, ini salah. Tidak sepantasnya meminta hal yang menggelikan setelah apa yang dilakukan Dita.""Nah, itu tahu," tukasnya masih mengarahkan pandangan ke arah lain."Kalau begiSampai larut malam Dara tak bisa tidur. Pikirannya mengarah ke sesuatu. Hal itu terus mengganjal sejak tadi siang. Membolak balikkan badannya tak tenang. Hingga tangan Dirga menariknya dalam pelukannya."Tidak bisa tidur?"Mata Dirga yang semula sudah lelap kini terbuka sayup-sayup. Memandang netra Dara yang masih terbuka lebar."Apa ada masalah?"Dara malah mengeratkan pelukannya. Menyembunyikan wajahnya di dada Dirga."Tidak. Hanya susah tidur," jawabnya."Aku nyanyikan lagu?"Tanpa menjawab pun Dirga tahu, wanita itu butuh ketenangan. Dan mulailah alunan merdu mengalun dari bibirnya. Perlahan tapi pasti, Dara mulai terlelap. Deru teratur dan hembusan napas pelannya membuktikan wanita itu telah menjemputnya.Dara tersenyum melihat istrinya telah tidur. Mengecup puncak kepalanya. Berbisik lirih."Good night, my wife..."Dan dia pun menyusul ke alam mimpi. Karena jujur saja, dia sebenarnya ngantuk. Badan
"Masih lemes?"Dirga mengangguk. Hari ini dia sampai tidak ke kantor. Lemas sekali badannya. Kini dia sedang tiduran di paha Dara. Memejamkan matanya dengan deru napas teratur. "Kasihan sekali papamu nak. Jangan nakal-nakal ih. Ntar papamu pingsan gimana?"Mendengar perkataan Dara, Dirga membuka matanya. Tersenyum terkekeh. Beringsut memalingkan dan mengusak wajahnya ke perut Dara. Menciumi perut datar namun berisi calon nyawa tersebut."Tidak apa sayang. Mau bermain-main dengan papa juga gak papa. Asal kamu disana sehat-sehat saja," ucapnya lalu memeluk perut wanita itu."Haha... dasar. Ntar giliran dikerjain beneran bingung. Sok kuat kamu.""Aku emang kuat ya... emuach! Emuach! Kamu denger kan, jagoan papa?" ucapnya kembali mengusak wajahnya di perut Dara."Ih, udah. Geli. Lepas."Dara tertawa kecil. Kembali ke posisinya tadi. Memandang wanitanya dari bawah. "Untung aja kamu gak nyidam yang lebih aneh," tukasnya."Aneh gimana?" Alis D
Dara meringsek mengambil paksa ponsel dari tangan Dirga. Tentu posisinya kini memeluk pria itu. Ya gimana lagi, ponsel itu tersembunyi di balik punggung Dirga."Kamu cantik tahu, Ga.""Gak peduli.""Ayolaah.""No!"Chup.Dirga terpaku. Satu kecupan di bibirnya membuatnya terkejut.Chup.Kali ini dengan sedikit lumatan yang mendarat. Lemas sudah Dirga. "Yeaay! Berhasil..."Tipuan. Melihat keterkejutan Dirga, Dara tersenyum. Menambah satu lagi kecupan dengan sedikit lumatan, dan ternyata upayanya berhasil. Dia langsung kabur keluar dengan ponsel di tangan. Dirga? Terpaku bagai patung. Menyentuh bibir yang kini lipstiknya belepotan."Aih, Dara!" Pekiknya begitu tersadar. Berlari keluar mencari Dara.Dan lihatlah, Dara tengah tertawa-tawa duduk di sofa, tentunya menatapi layar ponselnya. Aish! Sudahlah. Mungkin juga sudah dia uopload.Menyusul Dara dan menghempaskan bobot tubuhnya di s
Dirga terbahak saat Dara kembali ke kamar. Dia bergegas melihat wajahnya di cermin. Lalu menatap Dirga kesal, tapi yang di pelototinya santai saja menghapus make up plontengannya dengan miceller water. Sebelah tangannya mengangkat dua jari ke atas."Satu sama sayang..."Dara mendengkus. Mengambil kapas dan menuang cairan penghapus lipstik mengusap ke bibirnya dan juga bagian dekat bibirnya yang belepotan lipstik.******Dirga sudah menduga, akan terjadi seperti ini. Ya, gara-gara poto yang diposting Dara kemarin, hari ini dia menjadi bahan gosip karyawannya. Meski mereka tak menunjukkan raut ketawa mereka, tapi dia tahu, pasti para karyawan menertawakan dirinya. Huft, dasar ibu hamil. Tak pernah upload poto berdua, sekalinya upload bikin geger.Pun Linda, dia juga terlihat sekali menahan senyumnya. Dirga sampai kesal sendiri. Hingga setelah Linda keluar, Dirga menguatkan diri memeriksa akun instagram Dara. Dann...Yah, dia langsung kena se
Berdiri di hadapannya kini, lapas khusus untuk wanita. Para polisi berseragam hilir mudik memasuki area lapas. Ada juga masyarakat biasa, yang mungkin sama seperti dirinya. Mengunjungi kerabat atau teman yang kebetulan ada disini juga.Sebuah tangan menjangkau jemarinya. Tanpa menoleh pun Dara tahu tangan ini milik siapa. Jemari lentik nan panjang dengan telapak lebar milik Dirga."Mau disini saja atau masuk?" Dara sedikit mendongak, lalu mengangguk. Keduanya melangkah bersama menuju gedung depan.******Terkejut dan tak menyangka. Itulah yang sempat dirasakan Dita. Bahkan dia sampai menangis melihat keberadaan Dara disini. Tapi kini tangisnya perlahan mereda. Dara sedari tadi hanya melihatnya. Tanpa sepatah katapun terucap.Sedang Dara menatap miris gadis di depannya. Gadis atau wanita? Entahlah. Keadaan Dita banyak berubah. Tak serapi dan terurus seperti dulu. Rambutnya pun hanya dia cempol asal. Miris sekali keadaannya. Kantong matanya terlihat jelas. Kul
Tak terasa waktu terus bergulir. Kini usia kandungan Dara sudah tujuh bulan. Perut ratanya kini sudah membuncit. Tapi jangan ditanya manjanya, semakin menjadi. Untung saja Dirga suami yang sabar dan baik hati. Telaten saja menuruti permintaan Dara yang aneh-aneh. Dari mencarikan katak dan harus Dirga sendiri yang menangkapnya. Meletakkan di sebuah akurium kosong, lalu di telatakkan di kamar mereka. Dirga yang sebenarnya jijik hanya bisa menelan saliva. Mau tak mau dia mengabaikan rasa jijiknya. Bahkan dia sampai ke dokter kulit gara-gara tangannya dikencingi katak yang berhasil di tangkapnya.Dara juga pernah minta seisi kantor memakai aksesoris ala-ala ospek. Memakai tali rafia sebagai pengganti gantungan name tag mereka. Lalu memakai topi kertas karton dibuat kerucut untuk topi mereka. Pokoknya ada-ada saja keinginan Dara yang membuat Dirga tak habis pikir. Tapi demi tak ingin anaknya ileran, Dirga menuruti semuanya. Tapi syukurlah diluar permintaannya yang aneh
Akhirnya hari esok itupun tiba. Dirga siap dengan style rapinya. Jas hitam dan stelan celana hitam. Di dalamnya tersemat kemeja maroon. Dan juga tak lupa sepatu hitam pantofel. Pria itu bersidekap memandangi wanitanya yang tak kunjung selesai dandan. Berkali-kali mematut badannya di cermin."Sudah cantik sayang. Ayo, berangkat. Keburu ditungguin Nana loh kamu.""Ah, badanku sekarang gemukan. Lihat nih, bahkan gaun pesanan khusus ini aja masih terlihat aneh di tubuhku," keluhnya. Bibir mengerucut. Sungguh, dia sebenarnya merasa sedih, tubuh langsingnya kini mengembang pesat. Dirga memandangi Dara dari atas ke bawah. Gaun putih selutut dengan garis bunga di bagian dada itu sebenarnya cantik. Tapi memang keadaan Dara sedang hamil, jadi membuatnya gemukan. Dirga menghampiri istrinya itu, memeluk dan mengecup dahinya."Enggak. Kamu tetap cantik. Bahkan paling cantik dari semua wanita di dunia ini.""Ih! Bohong.""Enggak sayang. Bagiku kamu ada
"Ah, maaf mbak," ucap seseorang. Dara mendongak, lalu mengambil dot itu dan menyerahkan pada perempuan muda yang tengah menggendong anaknya."Tidak apa. Uh, lucunyaa..." Dara tersenyum gemas. Memberikan dot itu pada bocah kecil dalam gendongan perempuan itu. Tapi bocah itu malah menggerak-gerakkan tangannya minta digendong."Aduh, jangan nakal sayang... kasihan tante lagi hamil," ucap perempuan itu."Tidak apa. Sekalian latihan," ucap Dara tersenyum. "Beneran mbak? Aduh, Hana tumben banget loh minta digendong orang asing. Hana... Hana."Akhirnya bocah itu dalam gendongan Dara. Dilihat dari telinganya yang ditindik, dia perempuan. Ah, lupa, bahkan namanya Hana. "Lucu sekali sih."Hana menatap Dara tak berkedip. Tangannya mencoba memegang wajah Dara. Perempuan tadi duduk disamping Dara."Maaf ya mbak, ngerepotin.""Gak papa. Saya malah suka kok. Gemesin tahu. Berapa tahun, nih?""Baru mau satu tahun mbak. Mbak sendiri, sudah berapa bulan?