Lyliana Devita, merupakan mahasiswi semester tiga di sebuah universitas. Dia saat ini tinggal di kos-kosan karena memang rumahnya jauh. Sebenarnya ayah dan ibunya menyuruh untuk menyewa rumah kontrakan, tapi Lily lebih memilih di kosan saja.Kosan Dahlia namanya. Penghuninya bukan hanya mahasiswi, melainkan juga ada anak SMA dan mereka yang merantau untuk bekerja.Hari ini Lily pulang lebih malam. Ia baru saja mengikuti rapat organisasi. Pegal dan capek rasanya. Ia lewati lorong kos-kosan yang berbentuk L. Sepi dan gelap. Pantas saja, diluar hujan mungkin mereka lebih memilih bergumul di kamar masing-masing. Pakaiannya saja basah kuyup.Kamar Lily berada di nomor 2 dari pintu utama. Dan ketika ia melewati kamar pertama, telinga nya tak sengaja mendengar bunyi aneh. Langkahnya terhenti. Ia kernyitkan dahi, menajamkan pendengarannya. Kamar pertama adalah kamar Arin, siswa kelas sebelas di sebuah SMA swasta.Penasaran, ia dekati pintu yang kebetulan agak terbu
Pernikahan sederhana telah di gelar. Tanpa undangan terhadap teman-temannya atau yang lain. Hanya beberapa keluarga yang menghadiri.Kini pasangan muda itu berada di kamar yang sama."Mandi sana kak. Ntar gantian."Lily mendengus kesal. Lihatlah, bahkan anak itu tidak punya sopan santun. Bersandar di ranjang pengantin mereka dengan santainya mabar.Sebenarnya jika dilihat dengan seksama, Doni ini cukup tampan. Wajahnya bersih dan rapi. Hidung mancung yang terpahat indah di atas bibir tebalnya yang kenapa terlihat seksi. Doni juga tinggi. Jadi melihatnya selintas, tak akan ada menyangka jika anak itu masih kelas dua STM.Lily mengambil pakaian gantinya dari dalam lemari. Dan meletakkan diatas meja.Ia bermaksud membuka resleting gaunnya. Namun apalah, tangannya tak sampai.Ia melirik Doni yang sedang serius mabar. Ya kali dia meminta bantuan pada bocah mesum itu. Bisa-bisa habis dia malam ini. Tapi kalau tidak juga, bagaimana ia mandi."Kenapa
Disinilah mereka sekarang. Sebuah apartemen pemberian papa Doni. Tentunya untuk di huni oleh mereka berdua. Jaraknya tak terlalu jauh dari kampus Lily juga sekolahan Doni. Sebenarnya Doni juga di pegangi mobil oleh papanya, tapi dia malah menolak. Dirinya lebih menyukai menaiki motor. Maklum anak muda, baginya apa sih serunya naik mobil mau gas-gasan juga tidak ada serunya sama sekali. Mending motor, dapet kerennya iya, modusnya iya. Biar cewek yang digonceng bisa meluk gitu. Akhirnya dengan beribu alasan yang mengada-ada, papanya mengizinkan Doni untuk membawa motornya saja. Tentunya mobil itu masih untuknya, dan dia bisa mengambilnya sewaktu-waktu.Berhubung mereka baru pindah, Doni membawa barang-barang mereka dengan mobil barunya. Apartemen mereka berada di lantai sepuluh. Lumayanlah, tak terlalu tinggi. Lagian ada lift yang memudahkan.Keringat membasahi dahi Lily, meski memakai lift, tetap saja barang yang di bawanya berat, koper berisi baju-bajunya juga kardus beris
Keasyikan mabar memang melupakan segalanya. Doni, si berandal itu juga sama saja. Dia kalau sudah mabar, lupa waktu, lupa keadaan dan yang pasti sekarang lupa status kalau udah punya istri.Detak jam mengisi kekosongan apartemen. Tak ada ocehan, omelan, atau kebawelan Lily yang biasanya mampir di telinga Doni.Seakan tersadar, Doni menghentikan mabarnya. Melihat jam di gawainya yang sudah menunjukkan angka empat dan dua puluh. Sudah sore ternyata.Tapi tak ada suara Lily sedari tadi.Doni mengernyitkan dahi. Dia beranjak dari berbaringnya dan mencari Lily. Kan gak lucu kalau istrinya yang lebih tua itu hilang di hari pertama mereka pindahan.Dengan mulut menguap dan mata pedas karena mantengin ponsel mulu, dia keluar dari kamar yang langsung berhadapan dengan ruang tengah. Netranya menangkap sosok yang meringkuk di sofa ruang tengah."Ckck. Tidur disini ternyata," gumamnya lalu menghampiri Lily.Bukan untuk membangunkan. Doni malah dudu
"Makanya, kalau di chat itu dibuka. Kan gue udah bilangin dari tadi. Ada pangeran di belakang lo. Eh lo nya ngeyel," ceramah Nabila."Ya sory, lagian kan emang pelajaran pak Suwinto gak bisa berkutik, beb. Kagak berani lah gue lihat ponsel gue."Ya, Lily sedang berteleponan dengan Nabila. Terang saja kejadian tadi membuatnya malu setengah mati."Itu si berondong yang tadi pagi kan? Suami lo?""Iye lah. Sapa lagi. Ya kali gue bawa cowok sembarangan di kamar.""Bwahaha. Kali aja lo khilaf gitu. Btw, dia tadi imut banget tahu. Mana polos gitu mukanya, gumush, pengen nguyel-nguyel. Sumpah, gue pengen ngakak, tapi takut dosa.""Sialan lu. Temen lagi sial malah di ketawain."Nabila makin tertawa di seberang sana."Eh, tapi kayaknya itu bukan kosan lo kan? Apa jangan-jangan lo sekarang di rumah Doni?""Gak. Ini apartemen.""Wah gile. Mainnya apartemen cuy. Emang dia tajir banget ya?"Lily mengangguk. Meski Bila gak bakal lihat ju
Sampai apartemen pun Doni masih diam. Tak ada kata sepatah katapun yang keluar dari bibirnya. Dia langsung menuju kamar mereka dan merebahkan badannya. Menarik selimut tebalnya juga tak lupa memeluk bantal guling kesayangannya. Memutar tubuh membelakangi Lily."Apa dia marah? Kok diam mulu sih. Kan guenya yang jadi gak enak," batin Lily. Dia melepas jaketnya sembari melirik Doni. Menyantolkan jaket tersebut ke hanger. Meninggalkan aroma parfum mereka yang bercampur di jaket Doni.Lily lalu menuju kamar mandi untuk membasuh wajah. Selesai, dia kembali lagi untuk mengambil baju tidurnya dan ganti di kamar mandi.Dia berdiri di sisi ranjang. Canggung juga rasanya. Baru pertama kali ini dia tidur satu ranjang dengan pria. Ya meski pada kenyataannya cowok yang sedang meringkuk itu adalah suaminya. Suami berondongnya.Ragu-ragu, akhirnya Lily merebahkan badannya di samping Doni. Cowok itu tak ada pergerakan sedikitpun. Dia lelap dalam mimpinya.Posisi mereka sekar
Setelah beres-beres, mandi dan segala macam, mengecek Doni yang sedang tidur, Lily menghamparkan kasur lantai yang berbulu halus di lantai kamar mereka. Bukan untuk tidur loh ya. Dia membawa laptop dan kertas-kertas serta pena dan buku. Tengkurap, dengan bersanding cemilan.Tidak kuliah bukan berarti berleha-leha. Sudah di katakan bukan kalau Lily itu mahasiswi rajin. Makanya aneh saja tiba-tiba harus menikah dengan berondong, berandal lagi. Sangat berbalik dengannya.Dia kembali berkutat dengan tugas-tugas kampusnya yang bejibun. Beda dengan yang dikatakan orang-orang. Katanya semesternya itu masih sedengan dan masih buat main-main. Menurutnya gak juga. Tetap saja tugas menanti bagai tak tahu diri.Saat sedang sibuk berkutat dengan tugasnya, tiba-tiba dirasanya punggungnya berat. Lily menoleh."Eh, Don. Kok pindah di bawah sih," ucapnya, melihat Donilah pelaku penyandar kepala di punggungnya. Wajah cowok itu masih pucat, menoleh ke arahnya dengan tatap
Selesai mandi, Doni memilih pakaian yang akan dipakainya. Kaos hitam lengan pendek, jeans yang bolong dengkulnya, dan memakai jaket, sebagai luaran. Meminyaki rambutnya dan menyisirnya, meski pada ujung-ujungnya, dia acak-acak lagi.Dia menoleh ke arah Lily yang masih terlelap."Kebo juga ternyata," gumamnya.Doni menghampiri Lily. Menggoyang-goyangkan lengannya."Kak, bangun woy.""Ashdjdjdkkk....""Yaelah. Malah ngelindur. Kak, bangun. Kuliah."Lily bergeming. Dia malah mengeratkan selimutnya. Doni mendecak pelan."Ya ampun. Gini amat sih bangunin istri."Dia memandang lekat ke wajah Lily. Entah dorongan darimana, dia membungkuk, mendekatkan wajahnya ke wajah Lily, memejamkan matanya, dan...Chup.Cukup lama, hingga Lily bergerak risih. Doni segera menjauhkan wajahnya."Astaga! Gue ngapain," rutuknya. Doni memukuli kepalanya, bisa-bisanya dia kebablasan. Untung saja gadis itu tak sadar."Untung aja kak Lily gak kebangun. Bisa habis gue. Ckck.