Tiffany makin tidak mengerti. "Kenapa?""Nggak kenapa-napa." Jelas sekali, Charles tidak ingin menjelaskannya. Namun, Tiffany memang tipe orang yang keras kepala. Saat masih bersekolah, dia pernah mengajukan pertanyaan hingga membuat guru matematikanya menangis.Jadi, dengan sifatnya yang gigih ini, dia terus bertanya kepada Charles sepanjang perjalanan, "Kenapa?""Kenapa malam ini dia nggak makan?""Kenapa aku nggak boleh bicara?""Kenapa hari ini spesial?""Kenapa hari spesial nggak boleh makan? Dia nggak menstruasi, 'kan?"Charles benar-benar kehabisan kata-kata. Apa wanita ini salah makan obat? Pada akhirnya, dia merasa tak berdaya dan menarik napas dalam-dalam. "Hari ini Sean ulang tahun."Tubuh Tiffany menjadi tegang. "Ulang tahunnya?"Tidak mungkin, 'kan? Saat mereka menikah dan menerima sertifikat pernikahan, Tiffany sengaja mencatat tanggal lahirnya. Dia bahkan sempat memeriksa kalender dan memastikan bahwa ulang tahun Sean baru akan tiba lebih dari sebulan kemudian."Ya, ulan
Tangan Charles yang menggenggam erat setir, langsung terhenti. Matanya melirik Tiffany melalui kaca spion, menatap matanya yang polos dan tulus. Dia menghela napas pelan dan akhirnya membelokkan arah mobil. "Aku tahu ada toko kue di sekitar sini."Setelah melalui beberapa belokan, mobilnya berhenti di samping gang kecil di bagian kota tua. Charles menunjuk papan tua yang bertuliskan "Little Swan Bakery" dan berkata, "Pergilah, dulu kakaknya selalu membelikan kue dari sini untuknya.""Ya!" Tiffany mengangguk, lalu mengenakan tas punggungnya dan berlari ke arah toko kue itu dengan cepat.Charles menurunkan kaca jendela mobil dan menyalakan rokok. Melalui asap yang mengepul, dia melihat Tiffany yang mengenakan jeans dan kaus putih, mendorong pintu toko kue yang sudah tua itu. Seolah-olah dia membuka pintu hati Sean yang sudah lama tertutup rapat.Senyuman penuh kepuasan muncul di wajah Charles. Sofyan tidak salah, Tiffany memang merupakan obat bagi Sean. Gadis ini begitu polos dan baik ha
Namun, apakah Tiffany akan merayakan ulang tahunnya sesimpel ini hanya karena Sean tidak bisa melihat? Tiffany terus menatap dirinya dari pantulan cermin cukup lama. Pada akhirnya, dia mengenakan sandal dan turun ke lantai bawah. "Pak Sofyan, Kak Rika, bantu aku!"....Pukul delapan malam.Sesuai permintaan Tiffany, semua pelayan di vila sudah dibubarkan. Hanya tersisa beberapa pengawal yang berjaga di sekitar. Tiffany yang mengenakan gaun putih berbahan renda, menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu ruang kerja Sean.Ruang kerja itu gelap gulita. Sinar bulan menembus jendela, menimbulkan nuansa yang terkesan dingin. Di ruangan itu, Sean duduk di atas kursi rodanya dengan matanya tertutup oleh kain hitam. Tiffany tidak tahu apakah dia sedang tertidur atau hanya beristirahat, jadi dia menyalakan lampu dengan hati-hati sebelum melangkah lebih dekat."Sayang?" panggilnya lembut. Sean mengernyit sedikit.Sepanjang sore, Sean telah mendengarkan laporan dari lima konglomerat di Elup
Ruang makan yang hanya diterangi cahaya lilin yang temaram. Tiffany refleks meremas ujung gaunnya. Dia berkata dengan suaranya yang lembut dan ragu, tetapi penuh kegigihan yang menjadi ciri khasnya, "Aku tahu kamu nggak pernah merayakan ulang tahun sebelumnya.""Tapi ...."Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Sean dengan serius dan tersenyum manis, "Sayang, sekarang kamu punya aku."Mata Tiffany berkilauan dalam pantulan cahaya lilin saat menatap Sean dengan penuh ketulusan. "Mulai sekarang, aku akan rayakan ulang tahunmu setiap tahun. Merayakan usiamu yang bertambah satu tahun lagi."Harus diakui, ketika melihat senyuman yang begitu tulus di wajah Tiffany, rasa dingin yang menyelimuti hati Sean seakan mulai sirna. Kata-kata yang diucapkannya membuat hati Sean luluh.Di balik kain hitam yang menutupi matanya, Sean memandang Tiffany dengan intens. "Tapi aku nggak ingin rayakan ulang tahun.""Nggak masalah kalau kamu nggak mau, tapi aku ingin merayakannya untukmu," balas Tiffany d
Sean hendak meniup lilin. Tiffany tidak lupa memperingatkan, "Buat permintaan dulu."Ketika neneknya berulang tahun dulu, Tiffany juga selalu memperingatkan neneknya seperti ini.Sean menyunggingkan senyuman. Lilin akhirnya ditiup. Tiffany mencabut semua lilin, lalu memotong kue untuk Sean sambil bertanya, "Kamu sudah buat permintaan tadi?"Sean menatapnya tanpa mengalihkan pandangan sedetik pun dan membalas, "Bisa dibilang begitu."Lantaran ada sutra hitam yang menutupi, Tiffany tentu tidak bisa melihatnya. Tiffany membelakangi Sean sambil memotong kue."Permintaanku adalah semoga kamu bisa lebih pintar," ucap Sean tiba-tiba.Tiffany pun termangu sesaat. Dia mencebik, lalu mengambil garpu dan hendak menyuapi Sean kue. Dia bergumam, "Permintaanmu nggak bakal terkabul kalau dibocorkan."Sean memakan kue itu, lalu tersenyum tipis sambil menimpali, "Kalau begitu, kamu jadi gadis bodoh saja."Sean menyukai Tiffany yang agak bodoh. Tiffany menatapnya dengan kesal dan membela diri, "Sudah ku
Ketika melihat Tiffany sedih, Sean langsung menggendongnya dan menurunkannya di sofa. Sean langsung menyalakan lampu, lalu mengambil kotak P3K.Tiffany menatapnya dengan bingung. Bukannya Sean buta? Kenapa dia bisa menyalakan lampu dan tidak sempoyongan saat berjalan, bahkan bisa menemukan kotak P3K?Ketika Tiffany masih larut dalam pikirannya, Sean telah kembali ke sisinya. Sean berlutut dengan satu kaki, lalu meraih tangan Tiffany yang berdarah. Sambil menyekanya, dia bertanya, "Kok bisa terluka begini?"Bukannya Tiffany sering masak? Dia tidak pernah membuat kesalahan seperti ini. Tiffany menggigit bibir. Dia menyahut dengan malu, "Tadi aku memejamkan mataku ...."Sean yang mendisinfeksi luka Tiffany sontak termangu. Dia bertanya lagi, "Untuk apa?"Wajah Tiffany memerah. Dia menimpali, "A ... aku lihat kamu potong steik dengan mudah tadi. Aku jadi ingin mencoba memotong dengan mata terpejam."Usai berbicara, Tiffany merasa makin malu akan kebodohannya. Pantas saja, Sean mengatakanny
Makin dipikirkan, Tiffany merasa makin senang. Jantungnya berdebar-debar. Sean membiarkan Tiffany memeluknya. Hatinya yang sudah lama tertutup rapat, berangsur menghangat.Sesaat kemudian, Sean melepaskan Tiffany dan bertanya, "Steiknya masih mau dimakan?"Malam ini, Tiffany belum makan apa-apa selain kue tadi. Dia menyahut dengan wajah tersipu, "Mau."Sebenarnya Tiffany lapar. Sean pun bangkit, lalu berjalan ke meja dengan perlahan dan mengambil steik yang sudah dipotongnya.Tiffany hendak menerimanya, tetapi Sean tiba-tiba menggerakkan garpunya dan hendak menyuapi. "Buka mulutmu."Tiffany terkejut hingga tidak bisa berkata-kata. Sean ingin menyuapinya? Dia akhirnya berujar, "Biar aku saja."Sean berkata lagi, "Buka mulutmu."Tiffany akhirnya membuka mulut. Sean terus menyuapinya. Wajah Tiffany memerah.Setelah steik habis, Tiffany memberanikan diri melepas sutra hitam yang menutupi mata Sean. Sean sedang lengah, jadi tidak sempat menghindar.Mungkin karena suasana malam ini, Tiffany
Tiffany tergelak hingga memukul meja. "Julie, jangan bercanda. Kalau benar begitu, berarti aku sudah kaya. Tapi, hal seperti itu nggak mungkin terjadi."Industri Keluarga Ambarita sangat besar dan sering muncul di TV. Mana mungkin perusahaan itu diserahkan begitu saja hanya karena Tiffany dan Leslie bertengkar?Julie juga tahu hal seperti itu tidak mungkin terjadi. Dia mencebik sambil berkata, "Manusia harus punya mimpi. Mungkin saja bisa jadi kenyataan."Tiffany terkekeh-kekeh, lalu mengeluarkan buku catatannya yang tebal untuk belajar. "Sekarang aku nggak punya harapan apa pun. Aku cuma ingin dapat nilai tinggi hari ini.""Buset!" Julie buru-buru meletakkan kopinya. Dia lupa hari ini ada ujian tengah semester. "Tiff, pinjamin aku buku catatanmu dulu. Aku mau buat contekan."Tiffany mengerlingkan matanya dan menahan tangan Julie. "Nggak boleh!" Dia mengeluarkan buku teks dan meneruskan, "Kuberi beberapa soal saja. Seharusnya akan muncul di soal ujian nanti."....Pukul 2 siang, ujian
Tiffany duduk di sofa sambil menatap kedua pria di depannya. Setiap kata yang mereka ucapkan jelas terdengar olehnya. Setiap kalimat yang mereka sampaikan, dia mengerti maksudnya.Namun, dia tetap merasa tidak memahami apa pun.Kenapa dia tiba-tiba menjadi anak Keluarga Japardi? Kenapa pamannya, Kendra, tiba-tiba dianggap sebagai penculik anak? Kenapa dia sekarang disebut sebagai putri dari pemimpin Keluarga Japardi dan Keluarga Rimbawan?Bagaimana mungkin dia memiliki orang tua yang begitu luar biasa? Lalu, jika memang begitu, mengapa sepanjang hidupnya dia selalu dihina, dicap bodoh, dan dianggap tidak lebih dari seorang gadis desa yang sederhana?"Aku tahu ini sulit untuk kamu terima," ujar Derek sambil tersenyum pasrah. Dia mengambil setumpuk laporan hasil tes DNA dari tasnya dan meletakkannya di tangan Tiffany.Tumpukan laporan itu tebal sekali."Ini adalah hasil dari berbagai lembaga pengujian DNA ternama di dunia.""Tiffany, aku tahu kamu pintar, dan sebagai mahasiswa kedokteran
"Tiffany, kamu itu terlalu banyak memikirkan orang lain. Kenapa kamu nggak lebih sering memikirkan dirimu sendiri? Apa kamu benar-benar nggak mau jadi cucuku?""Mau." Tiffany tetap berdiri di tempatnya dengan senyum sopan. "Tapi, Kakek, orang tuaku meninggalkanku di tumpukan sampah sejak kecil. Aku ditemukan dan diambil oleh pamanku dari sana.""Saat aku berusia enam tahun, aku jatuh sakit parah. Pamanku bilang ibuku ingin membawaku pulang untuk tinggal bersamanya. Aku sangat ketakutan sampai penyakitku semakin parah.""Akhirnya, waktu aku hampir sekarat dan hampir mendapatkan surat peringatan kritis dari dokter, pamanku berjanji padaku bahwa dia nggak akan pernah mengembalikanku ke rumah orang tuaku seumur hidup."Setelah berkata demikian, Tiffany tersenyum dan mengangkat wajahnya untuk menatap Derek dan Bronson. Namun, matanya yang jernih menyiratkan kegetiran yang rumit.Tatapan itu membuat kedua pria dewasa itu saling berpandangan dengan ekspresi canggung sebelum menghela napas pan
Ekspresi terkejut Bronson saat memegang sendok membuat Tiffany merasa gugup. Dia menggigit bibirnya. "Paman Bronson, ada masalah sama masakannya?"Ikan asam pedas ini adalah salah satu hidangan andalannya. Paman dan bibinya sebenarnya tidak pernah membuat ikan asam pedas untuknya.Namun, setelah menikah dengan Sean, karena Sean mengatakan dia suka makan ikan, Tiffany mulai belajar memasaknya. Ketika pertama kali melihat resep ikan asam pedas, dia langsung menyukai cara memasaknya. Tiffany selalu merasa percaya diri dengan kemampuan memasaknya.Namun, mengapa setelah Bronson mencicipi ikan asam pedas buatannya, dia menunjukkan reaksi seperti itu?Tangan Bronson yang memegang sendok sedikit bergetar. Dia berbalik menatap Derek dengan penuh rasa haru. "Dia benar-benar ... dia benar-benar!"Ini adalah rasa masakan Nancy! Sudah 19 tahun sejak Nancy pergi. Selama 19 tahun itu, dia tidak pernah lagi mencicipi masakan buatan Nancy.Namun kini, dia bisa merasakan rasa masakan itu kembali di hid
Orang pertama yang masuk ke rumah adalah Zara yang mengenakan gaun panjang hitam ketat.Ketika Tiffany membawa hidangan terakhir ke meja makan, dia mengangkat kepala dan melihat gadis itu berdiri di dekat pintu sambil tersenyum ke arahnya. Tiffany hampir tidak bisa memercayai matanya!Zara yang berdiri di depannya sekarang tidak lagi memancarkan kesan dingin dan dewasa seperti saat pertama kali mereka bertemu, atau tampak manja seperti ketika dia mengenakan gaun Lolita di rumah Keluarga Japardi. Zara saat ini tampak bersih, rapi, percaya diri, dan ceria.Mungkin ... ini adalah versi asli dari Zara yang seharusnya."Apa yang membuatmu terpesona seperti itu?" Zara tersenyum tipis ke arahnya. "Pak Bronson dan Pak Derek sudah tiba."Setelah itu, Zara bergeser ke samping. Di belakangnya, di dekat pintu masuk, berdiri Derek dan Bronson yang membawa banyak tas berisi hadiah.Kedua pria itu berdiri di ambang pintu, menatap Tiffany dengan sorot mata yang penuh semangat dan kehangatan. "Tiffany.
Ibu Raiyen langsung tersadar. "Bos, Anda ....""Ya." Pemilik toko menjawab dengan puas sambil menyilangkan tangan di dada. "Aku nggak memasukkan terlalu banyak, cuma empat atau lima jarum halus yang sulit terlihat.""Jarum-jarum ini dilapisi dengan sesuatu yang akan membuat orang tua merasa gatal luar biasa."Ibu Raiyen membelalakkan matanya dengan terkejut. "Anda melakukan ini ... nggak takut kalau dia akan kembali mencari Anda nantinya?""Apa yang perlu ditakuti?" Pemilik toko memutar matanya. "Gimana dia mau membuktikan bahwa aku yang masukkan jarum-jarum itu, bukan dia sendiri yang menyelipkannya karena ada dendam sama orang tua itu?""Tanpa bukti, dia nggak bisa berbuat apa-apa padaku."Ibu Raiyen tercengang untuk beberapa saat, lalu akhirnya menatap pemilik toko dengan penuh rasa kagum, bahkan mengacungkan jempol. "Anda memang cerdik. Aku benar-benar nggak kepikiran sampai ke sana."Seandainya saja dia berpikir seperti itu sebelumnya, untuk apa lagi dia berseteru dengan Tiffany?
Wanita itu ternyata memang ibu dari Raiyen."Bagaimana keadaannya sekarang?" Tiffany tersenyum sopan kepada ibu Raiyen, tetapi kakinya perlahan mundur.Berhubung ibu Raiyen ada di sini dan terlihat begitu membencinya, Tiffany merasa tidak perlu membeli barang dari toko ini. Bagaimanapun, masih banyak toko pakaian lainnya. Kenapa harus cari masalah sendiri?"Hah, bagaimana mungkin dia baik-baik saja sekarang!" Ibu Raiyen menatap Tiffany dengan penuh amarah. "Kamu mengirimnya ke kantor polisi, catatan buruk itu tertulis di dokumennya. Dia dikeluarkan dari sekolah dan sekarang dia cuma bisa bersekolah di sekolah kecil di dekat sini!"Wanita itu melangkah semakin dekat ke Tiffany, kemarahan di matanya semakin memuncak. Tiffany mengerutkan alisnya. Karena malas berdebat lebih jauh, dia berbalik hendak pergi."Bu!" Baru saja Tiffany berbalik, suara antusias seorang wanita terdengar dari belakangnya."Bu!" Pemilik toko pakaian buru-buru keluar dan menarik lengan Tiffany. "Kenapa belum sempat
Sean menggelengkan kepala dengan pasrah sambil memegang wajah Tiffany yang putih dan tirus. "Kenapa kamu tahu kamu bukan? Bagaimana kalau ternyata kamu memang Nona keluarga Japardi yang hilang bertahun-tahun lalu?"Tiffany terpaku sejenak, lalu tersenyum. "Mana mungkin ada kebetulan sebanyak itu."Meskipun dia sangat merindukan kehangatan keluarga, pamannya pernah mengatakan bahwa dia ditemukan di tumpukan sampah saat kecil. Sejauh yang diketahui Tiffany, Nona Keluarga Japardi yang hilang itu adalah anak yang sangat disayangi oleh orang tuanya.Keyakinan dan tatapan tegas Tiffany membuat hati Sean terasa sakit. Dia tahu Tiffany sangat menyukai Derek dan dia tidak percaya bahwa Tiffany tidak ingin menjadi cucu pria tua itu.Bagi Sean, sikap tegasnya ini hanya karena ... dia tidak percaya dirinya bisa memiliki latar belakang dan keluarga seperti itu. Mungkin ini adalah keputusasaan dan rasa rendah diri yang terpatri di dalam dirinya.Sean menghela napas panjang dan mempererat pelukannya
"Ya." Sean menundukkan kepala, menatap wajah Tiffany yang putih dan tenang saat tertidur.Pikirannya melayang kembali ke saat di rumah sakit sebelumnya. Dalam keadaan setengah sadar, dia mendengar suara Tiffany yang penuh rasa sakit dan putus asa. Secara refleks, dia mematahkan belenggu orang-orang itu dan berlari ke arah Tiffany sekuat tenaga ....Tiffany adalah satu-satunya obat penawarnya. Satu-satunya hal yang paling sulit dia lepaskan.Sean mengangkat tangannya untuk menyentuh bulu mata Tiffany yang panjang. Sebuah senyuman tipis terukir di sudut bibirnya. Tiffany adalah seseorang yang sangat menghargai ikatan keluarga.Jika dia tahu bahwa orang tua kandungnya masih hidup dan masih peduli padanya ... dia pasti akan sangat bahagia, bukan?Meskipun Sean tidak terlalu yakin bahwa pertemuan Tiffany dengan Niken adalah hal yang baik. Namun, karena Derek sudah mengatakan hal ini, dia memilih untuk percaya bahwa semuanya akan berjalan ke arah yang baik.Dengan pemikiran itu, Sean mengang
Sean terbangun pada malam hari. Saat dia membuka matanya, Tiffany sudah duduk di tepi tempat tidur, menggenggam tangannya sambil tertidur. Di dalam kamar, selain dia dan Tiffany, ada Bronson, Zara, Derek, dan Darmawan.Sean mengerutkan kening sedikit, lalu dengan bantuan Sofyan, dia memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidur. "Paman Bronson, Kakek Derek.""Kenapa manggil Paman dan Kakek? Sekarang sudah seharusnya manggil Ayah dan Kakek." Derek menghela napas pelan, "Kami sudah tahu semuanya, jadi kami datang ke sini khusus untuk mendukung Tiffany."Sean sontak terpaku. Dia mengangkat pandangannya ke arah Zara yang berdiri di belakang Bronson. Zara tersenyum padanya, lalu memalingkan wajah.Sean merenung sejenak dan segera memahami alasan di balik semua ini. Dia tidak menyangka Sanny akan menyuruh Genta untuk menyerangnya. Namun, Zara bisa menduganya.Bisa dibilang, setelah lebih dari satu dekade bersama, Zara lebih mengenal Sanny dibanding dirinya sendiri. Fakta bahwa Keluarga Japa