Tiffany tergelak hingga memukul meja. "Julie, jangan bercanda. Kalau benar begitu, berarti aku sudah kaya. Tapi, hal seperti itu nggak mungkin terjadi."Industri Keluarga Ambarita sangat besar dan sering muncul di TV. Mana mungkin perusahaan itu diserahkan begitu saja hanya karena Tiffany dan Leslie bertengkar?Julie juga tahu hal seperti itu tidak mungkin terjadi. Dia mencebik sambil berkata, "Manusia harus punya mimpi. Mungkin saja bisa jadi kenyataan."Tiffany terkekeh-kekeh, lalu mengeluarkan buku catatannya yang tebal untuk belajar. "Sekarang aku nggak punya harapan apa pun. Aku cuma ingin dapat nilai tinggi hari ini.""Buset!" Julie buru-buru meletakkan kopinya. Dia lupa hari ini ada ujian tengah semester. "Tiff, pinjamin aku buku catatanmu dulu. Aku mau buat contekan."Tiffany mengerlingkan matanya dan menahan tangan Julie. "Nggak boleh!" Dia mengeluarkan buku teks dan meneruskan, "Kuberi beberapa soal saja. Seharusnya akan muncul di soal ujian nanti."....Pukul 2 siang, ujian
Itu memang informasi pribadi Tiffany. Namun, dia bukan presdir perusahaan!Di belakang, dosen yang mengawasi ujian masih mengamati mereka dengan waspada.Tiffany memberanikan diri melirik Liam dan sekelompok orang berpakaian hitam di belakang, lalu bertanya, "Kamu bilang aku atasan kalian, 'kan?""Ya.""Itu berarti, kalian akan mendengar perintahku?""Tentu saja."Tiffany mengelus jidatnya dan berkata, "Kalau begitu, kita cepat keluar dari sini."Sekelompok orang berpakaian hitam itu berbaris dengan rapi, lalu mengikuti Liam dan Tiffany dengan tertib.Tiffany membawa rombongan itu berjalan di halaman universitas. Dia benar-benar terlihat seperti atasan yang hendak melakukan inspeksi.Pada akhirnya, Tiffany membawa mereka ke taman belakang. Setelah memastikan tidak ada siapa-siapa di sekitar, Tiffany mengembuskan napas lega dan mencari batu untuk duduk.Sekelompok pria berpakaian hitam bergegas menghampiri untuk membantu Tiffany menghalangi cahaya matahari dengan tubuh tegap mereka. Tif
Sean tertawa sambil bertanya, "Memangnya nggak bagus jadi presdir? Banyak orang yang memimpikannya."Tiffany melirik sekilas ke arah pengawal yang berbaris di kejauhan dan Liam yang tersenyum padanya. "Nggak!" balas Tiffany.Sean mulai iseng. Sambil menjawab telepon dan memeriksa dokumen yang dikirimkan Taufik padanya, dia bertanya, "Apanya yang nggak bagus? Kamu bisa melakukan apa pun sesuka hatimu dan beli apa pun yang kamu suka."Tiffany hampir saja menangis. "Tapi semua itu bukan milikku!"Dia hanya seorang gadis dari pedesaan. Tiffany beranggapan bahwa dirinya tidak sanggup mengemban status setinggi itu. Dengan suara pelan, gadis itu menambahkan, "Sayang, suasana hatiku sekarang seperti sedang ditimpa uang 10 miliar. Aku nggak berani menyentuhnya, memakainya, dan juga agak ketakutan ...."Sean tertawa kecil. "Grup Ambarita ini jauh lebih dari sekadar 10 miliar. Saham yang diberikan Taufik padamu bernilai sekitar satu triliun."Brak!Ponsel Tiffany sampai terjatuh saking terkejutny
Tiffany memasang wajah murung. "Aku nggak mau terlalu menarik perhatian." Dia menarik napas dan menceritakan pada Julie tentang Taufik yang memindahkan sahamnya kepadanya."Astaga!" Julie tertawa terpingkal-pingkal, "Ternyata tebakanku benar, ya?""Coba kamu jelaskan, Tiff, seberapa besar sih pengaruh suami tampanmu itu sebenarnya? Waktu itu Leslie cuma memarahimu, lalu ayahnya langsung datang menjemputmu dengan limusin panjang.""Kemarin mereka bertengkar denganmu, Taufik sampai ketakutan lalu menyerahkan perusahaan padamu?"Tiffany berjalan di depan bersama Julie, sementara Liam mengawal mereka dengan sekelompok bodyguard di belakang. Tatapan teman-teman kampus yang melihat mereka membuat Tiffany merasa tidak nyaman.Dia merapatkan bibirnya dan menggenggam tangan Julie. "Dalam sebulan ini, aku nggak bisa mengembalikan uang dan perusahaan ini ke Taufik .... Jadi, selama sebulan ke depan, aku masih harus menjalankan peran sebagai Presdir Grup Maheswari di atas kertas."Julie tertawa te
Tiffany menggenggam ponselnya erat-erat. Siapa bilang orang desa selalu berpikiran sempit? Meski Thalia hanyalah seorang petani, dia tahu kapan harus meminta saham kepada Tiffany, bukan hanya sekadar uang.Setelah menarik napas dalam-dalam, Tiffany mengatupkan bibirnya dan menjawab, "Bibi, aku nggak pernah jadi selingkuhan siapa pun. Uang dan saham ini bukan milikku, aku cuma memegangnya sementara untuk orang lain. Kalau butuh uang, silakan cari sendiri!"Setelah itu, Tiffany langsung menutup telepon. Namun, panggilan dari Thalia teru-menerus menerornya. Merasa terganggu, Tiffany akhirnya mematikan ponselnya. Setelah melewati hari yang melelahkan, Tiffany menenangkan diri sebelum membuka pintu vila."Aku pulang, Pak Sofyan!" serunya."Aku pulang, Kak Rika!"Seperti biasa, Tiffany menyapa para pelayan di vila dengan penuh semangat. Saat berpapasan dengan Sofyan, Sofyan memberi isyarat mengedipkan mata sambil tersenyum, "Selamat datang kembali, Presdir Tiffany."Tiffany terdiam sejenak.
"Apa yang mau kamu tanyakan sama dia?"Saat Tiffany masih terus mendesak Sofyan, terdengar suara rendah yang datar dari arah pintu lift di lantai satu. Tiffany berhenti mengganggu Sofyan dan berbalik dengan senyum lebar, "Sayang!"Wajahnya yang berseri-seri menampilkan dua lesung pipi kecil. Di balik lapisan sutra hitam yang menutupi pandangannya, tatapan Sean mulai melunak. Dia melambaikan tangannya pada Tiffany, "Ayo, kemari."Tiffany segera berlari kecil menghampirinya. Dia mulai mendorong kursi rodanya menuju ruang makan, sambil bertanya dengan hati-hati."Sayang, tadi siang aku motret struktur departemen di perusahaan untukmu. Sudah jelas, 'kan? Mereka juga bilang aku harus memimpin rapat besok pagi. Kamu tahu gimana cara menjalankannya?"Melihat Tiffany yang begitu serius, Sean menjawab pertanyaannya satu per satu dengan sabar. "Kalau kamu khawatir sekali sama rapat pagi besok, aku bisa menemanimu.""Wah, terima kasih banyak!" Tiffany yang bersemangat segera memegang wajah Sean d
Tiffany adalah murid yang sangat rajin. Begitu selesai makan malam, dia mengikuti Sean ke ruang kerja dengan antusias. Namun, memahami struktur dan fungsi departemen di Grup Maheswari ternyata tidak mudah. Tidak lama kemudian, Tiffany tertidur di atas meja.Di bawah cahaya lampu, Sean duduk di samping Tiffany. Menatap sosoknya yang mungil dan melihat buku catatannya yang penuh dengan tulisan seperti catatan kuliah, sebuah senyuman tipis terlukis di sudut bibirnya.Sean mengulurkan tangan dan menyelipkan sehelai rambut yang jatuh di wajah Tiffany ke belakang telinganya. Wajahnya yang putih bersih tampak semakin cerah di bawah lampu. Melihatnya seperti itu, Sean tak bisa menahan diri untuk mengecup kulitnya yang lembut."Tuan." Terdengar suara dari pintu yang tiba-tiba memecah keheningan. Sofyan melaporkan, "Taufik sudah tiba."Sean berdiri perlahan-lahan, lalu mengambil pena dari tangan Tiffany dan mengangkat tubuhnya dengan lembut. "Suruh dia tunggu di ruang kerja."Setelah berkata dem
Di dalam ruang kerja, di bawah cahaya lampu yang redup, Sean masih duduk dengan matanya tertutup kain hitam. Di sampingnya, Sofyan sedang membacakan sesuatu yang tidak bisa dimengerti oleh Tiffany. Ketika melihat Tiffany datang, Sofyan segera berhenti membaca.Sean bertanya dengan nada datar, "Kenapa bangun?"Tiffany menggigit bibirnya, "Mimpi buruk.""Pak Sofyan," panggil Sean.Sofyan segera merespons, "Ya, Tuan.""Lanjutkan besok saja," kata Sean dengan suara tenang. Dia perlahan memutar kursi rodanya mendekati Tiffany. "Aku harus menemani istriku tidur."Sofyan tertegun sejenak. Apakah bosnya baru saja ... pamer kemesraan?Wajah Tiffany langsung merah padam. Dengan malu-malu, dia mengucapkan "selamat malam" pada Sofyan, lalu bergegas mendorong kursi roda Sean menuju kamar tidur.Setelah membantu Sean menyelesaikan rutinitas malamnya, Tiffany berbaring dalam pelukannya. Namun, dia masih tidak bisa tidur dan hanya terus berguling-guling. Mimpi buruk sebelumnya memang membuatnya agak k