Tiffany masih tidak menyadari apa pun. Dia bahkan mendongak melirik Garry, lalu berkata, "Kak, suamiku ini sangat hebat lho! Cuma dengan menyentuh wajahmu, dia langsung tahu seperti apa penampilanmu."Garry membatin, 'Siapa juga yang mau disentuh bajingan ini!'Sean yang duduk di kursi roda pun tersenyum sambil membalas, "Sepertinya, kakak kelasmu nggak ingin aku tahu seperti apa penampilannya. Jangan-jangan dia jelek?"Nada bicara Sean dipenuhi sindiran. Ketika mendengar ini, Tiffany mengernyit sambil membantah, "Kamu salah. Kak Garry tampan kok."Senyuman Sean tampak provokatif. Dia mencebik dan berujar, "Aku nggak menyentuhnya, jadi aku nggak tahu."Tiffany termangu. Sepertinya Sean benar-benar ingin tahu penampilan Garry? Pria menyentuh pria. Bukankah mereka akan terkesan seperti gay?Akan tetapi, dulu Garry adalah pria idaman Tiffany. Tiffany merasa kesal jika ada yang menyebutnya jelek.Ketika Tiffany masih kebingungan, Garry tiba-tiba terkekeh-kekeh dan berkata, "Tiff, sebaiknya
"Sebagai mahasiswa kedokteran Universitas Aven dan ahli bedah ortopedi termuda di Rumah Sakit Pusat, kamu nggak merasa malu melakukan hal tercela seperti itu?" tanya Sean.Garry mengangkat alisnya dan menyahut, "Kalau dibandingkan denganmu yang menikahi gadis desa yang polos dengan mengandalkan uang, aku nggak merasa ada yang salah dengan perbuatanku."Garry berdiri di hadapan Sean. Selagi Sean tidak memperhatikan, Garry mengangkat tangan untuk menarik sutra hitam yang menutupi matanya.Sean tetap duduk di tempatnya dengan ekspresi datar. Saat berikutnya, tangannya sontak meraih pergelangan tangan Garry secara akurat.Rasa sakit yang dahsyat membuat Garry kesakitan. Dengan wajah pucat, dia berkata dengan agak terbata-bata, "Le ... lepaskan tanganku!"Sean tersenyum tipis sambil bertanya, "Sepertinya kamu sangat tertarik dengan mataku?"Garry menggertakkan gigi, lalu menjulurkan satu tangan lagi untuk melepaskan tangan Sean. Namun, usahanya sia-sia.Pada akhirnya, Garry hendak menendang
Tiana sudah lama menyukai Garry. Dia sengaja menyulitkan Tiffany karena cemburu melihat Garry mengantarnya.Kini, pria yang duduk di kursi roda itu malah menindas Garry. Tiana merasa ini adalah kesempatannya untuk memenangkan hati Garry.Tiana menyunggingkan senyuman bangga. Dia tiba di hadapan Sean, tetapi Tiffany malah mengadangnya. Gadis yang lebih mungil darinya itu tampak mengepalkan tangan dengan erat dan menatapnya dengan marah."Kak Tiana, Kak Garry jatuh pasti karena alasan lain. Suamiku orang baik. Dia nggak mungkin menindas Kak Garry tanpa alasan," ucap Tiffany.Tiana mengangkat alisnya dengan dingin. Seingatnya, gadis berkuncir kuda ini selalu bersikap seperti babu. Tiffany tidak pernah mengeluh meskipun diberi pekerjaan berat. Kini, dia malah melawannya demi seorang pria buta?Tiana maju selangkah lagi, lalu mendorong Tiffany. Tanpa disangka, Tiffany malah bergeming, padahal Tiana telah mengerahkan kekuatan besar.Tiffany memelotot sambil berseru, "Pasti ada kesalahpahaman
Yang satu lagi adalah atasan Tiana, kepala panti jompo.Tiana termangu sesaat, lalu merasa sangat bersyukur. Apa kepala panti membawa direktur kemari untuk membelanya?Tiana bangkit dengan bersemangat. Sepertinya, tidak sia-sia dia memberi atasannya parsel setiap tahun baru.Di depan pintu, Kepala Panti melirik Tiana dengan ekspresi masam, lalu bergegas menghampiri. Melihatnya, Tiana langsung memanggil dengan antusias, "Pak ...."Namun, sebelum berkesempatan berbicara, Kepala Panti sudah menampar Tiana. Terdengar suara tamparan yang nyaring.Tiana kebingungan. Dia tertegun dan memanggil, "Pak ...."Di sisi lain, Direktur sudah menghampiri Sean dengan panik. "Pak Sean, maaf kalau orang panti ini menyinggungmu. Tolong maklumi mereka."Garry yang berdiri tidak jauh dari sana sontak mengernyit. Direktur panti jompo ini adalah mantan gurunya, seorang tokoh terkenal di Kota Aven. Banyak orang kaya bermartabat yang pernah menjadi pasiennya. Mafia sekalipun tidak berani macam-macam padanya.Na
Tiana ketakutan hingga hampir terduduk lemas di lantai. Di sisi lain, Nizar langsung mengadang Tiffany yang mendorong kursi roda Sean."Pak ... bawahanku memang salah. Tapi, tolong jangan libatkan seluruh panti jompo," pinta Nizar.Tiffany mengernyit dan melirik Nizar, lalu bertanya, "Kamu direktur di sini?"Ketika melihat Tiffany mengajaknya mengobrol, Nizar merasa senang. Dia segera menyahut, "Ya, ya. Aku direktur panti jompo ini."Tiffany berkata, "Mesin cuci kalian sudah rusak berhari-hari. Kenapa nggak diperbaiki? Karena kamu direkturnya, cepat urus mesin cuci kalian dulu. Seprai yang kalian pakai sangat kasar, jadi nggak bisa bersih kalau dicuci pakai tangan."Tiffany memberi saran dengan sungguh-sungguh. Kemudian, dia menoleh melirik tumpukan seprai sambil meneruskan, "Pokoknya kebersihannya lebih terjamin kalau dicuci pakai mesin."Tempat ini adalah panti jompo, jadi kebersihan tentu sangat penting. Nizar berkeringat dingin. Sean mengetuk sandaran lengan kursi roda dan berucap,
Tiffany seperti murid yang tidak memahami penjelasan guru sehingga melontarkan pertanyaan yang bertubi-tubi. Gadis ini selalu bersikap serius sekaligus keras kepala. Tentunya, dia juga punya sisi yang menggemaskan.Nizar menyeka keringat dinginnya di dahi, lalu memelototi Kepala Panti dan Tiana. "Cepat kemari!"Tiana sudah ketakutan hingga kesulitan bergerak setelah mendengar ucapan Kepala Panti. Kepala Panti pun menyeretnya dengan sekuat tenaga."Pak Sean ...." Tiana sontak berlutut. "Aku nggak tahu kamu suami Tiffany, makanya aku .... Tapi, aku nggak bermaksud jahat padanya. Mesin cuci memang rusak, jadi ...."Sebelum Tiana selesai berbicara, seseorang yang mengenakan baju biru tua tiba-tiba masuk ke ruang cuci. Pemuda itu mendekati mesin cuci, lalu menyalakannya.Di bawah tatapan terkejut semua orang, mesin cuci itu bekerja dengan baik. Chaplin mencebik dan berkata dengan kesal, "Dia bohong!"Tiana yang berlutut tampak gemetaran. Tiffany memelotot. Bukannya mesin cuci rusak? Kalau t
Tiana mendongak dengan heran, mengira ada yang salah dengan pendengarannya. Chaplin pun mengangkatnya dengan mudah, lalu melayangkan tamparan hingga membuatnya terhempas.Tiana merasa pusing. Dia mengangkat kepalanya dengan bingung, lalu memekik, "Pak, aku jelas-jelas melakukan semua itu demi kebaikanmu!""Demi kebaikanku?" Sean terkekeh-kekeh, lalu memeluk Tiffany dengan lembut. "Kamu memfitnah istriku di hadapanku. Ini demi kebaikanku?"Ketika melihat wanita yang berbicara omong kosong tadi, kini berlutut dan diberi pelajaran, Tiffany merasa senang. Namun, saat berikutnya dia merasa kasihan pada Tiana.Tiffany menoleh dan ingin memohon belas kasihan kepada Sean. Namun, dia teringat pada insiden di Rooftop Garden. Dia sudah menolong Vernon, tetapi malah dibalas dengan kejahatan .Jadi, Tiffany menggigit bibir. Meskipun merasa hukuman yang diberikan Sean agak kejam, dia tidak memohon belas kasihan untuk Tiana. Lagi pula, semua ini salah Tiana sendiri.Tiana berusaha menghindar dari tam
Sementara itu, Chaplin sudah menampar Tiana untuk kedua kalinya dengan kuat. Alhasil, wajah Tiana pun membengkak.Tiana terus meminta ampun sambil menangis. Namun, dia menegaskan Tiffany dan Garry punya hubungan spesial.Saat Chaplin menampar Tiana keempat kalinya, akhirnya Tiana pingsan. Nizar menghampiri Sean dengan hati-hati dan bertanya, "Pak Sean ... apa perlu siram dia dengan air dingin supaya bangun?"Sean tersenyum sembari menyahut, "Pak Nizar sangat kejam terhadap karyawan sendiri."Sean melihat Tiffany yang ada di pelukannya, lalu bertanya, "Menurutmu?"Tiffany menatap Garry. Walaupun tidak terlalu mengagumi Garry seperti dulu lagi, Tiffany tetap merasa tidak tega saat melihat Garry begitu terpuruk.Begitu mendengar suara Sean, Tiffany yang memperhatikan Garry seraya termenung baru tersadar. Dia bertanya, "Sayang, ada apa?"Garry merasa sakit hati saat mendengar panggilan Tiffany kepada Sean. Namun, Sean malah tersenyum sinis setelah mendengar ucapan istrinya. Tiffany memang
Di bawah arahan Xavier, para penjahit di butik pengantin mulai membongkar dan menggabungkan dua gaun pengantin tersebut.Satu jam kemudian, Tiffany berdiri di depan cermin dengan mengenakan gaun pengantin yang merupakan perpaduan sempurna dari dedikasi Sean dan Niken. Dia memandang bayangannya di cermin, bibirnya melengkung dengan senyuman tipis. Ternyata, hasilnya benar-benar sangat indah.Saat ini, dia seharusnya merasa bahagia, bukan?"Bagus," komentar Niken dengan nada datar sambil melirik gaun pengantin yang dikenakan Tiffany. Dia lalu mengenakan kembali topengnya dan bangkit berdiri. "Xavier, kita pulang."Tiffany tertegun sejenak, lalu menoleh ke arahnya. "Anda mau pergi sekarang?"Niken mengangguk ringan. "Tujuanku ke sini hari ini cuma untuk melihatmu mencoba dan memilih gaun pengantin. Karena semuanya sudah selesai, tentu aku harus pergi."Tiffany menggigit bibirnya. "Aku pikir ...."Tiffany mengira Niken datang hari ini untuk mengakuinya seperti saat dia bertemu dengan Brons
Namun, kemiripan Tiffany dengan Niken hanya sebatas penampilan. Tiffany merasa, aura yang dimiliki Niken adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa dia capai seumur hidupnya.Sorot mata Niken dingin, anggun, tenang dan berwibawa. Tatapan yang mencerminkan pengalaman menyaksikan begitu banyak suka dan duka dunia, penuh kebijaksanaan dan sekaligus kehampaan.Bahkan saat menatap putri kandungnya yang sudah 19 tahun tidak dia temui, mata Niken tidak menunjukkan banyak emosi, baik kegembiraan maupun keterkejutan."Terpana?" Niken tersenyum tipis, lalu menunjuk tempat di sebelahnya. "Duduk."Tiffany menggigit bibir, lalu duduk di sisi Niken dengan sedikit canggung.Ketika kakeknya mengatakan bahwa ibunya akan datang, Tiffany telah membayangkan ribuan skenario tentang pertemuan mereka. Dia mengira pertemuan itu akan penuh emosi seperti saat dia bertemu ayahnya. Berpelukan sambil menangis tersedu-sedu.Namun .... Dia melirik ke arah wanita di sebelahnya yang ekspresinya tetap tenang dengan tak
Kendra mengangguk pelan dan melangkah mendekat. Dia ingin mengulurkan tangan untuk memeluk Tiffany, tetapi tetap ragu-ragu. Dia hanya berdiri terpaku di tempat dengan tatapan penuh kasih sayang. "Tiffany.""Paman!"Sudah lama mereka tidak bertemu. Dalam sekejap, semua perasaan yang selama ini terpendam. Kekhawatiran, rasa tertekan, ketidakberdayaan, dan kesedihan ... semua membanjiri hati Tiffany.Tanpa peduli apa pun, dia berlari ke arah Kendra dan memeluknya erat. "Paman! Aku khawatir sekali sama Paman!"Kendra mengatupkan bibirnya dengan gugup dan melirik ke arah Niken sejenak. Dia ingin memeluk Tiffany, tapi rasa takut membuatnya ragu.Bagaimanapun ... sejak asal-usul Tiffany terungkap, Kendra, seorang pengawal dari desa kecil, merasa bahwa dia tidak pantas menerima panggilan "paman" dari Tiffany.Perbedaan status mereka terlalu besar. Tiffany yang seharusnya menjadi gadis yang dimanjakan oleh takdir, justru harus menderita selama bertahun-tahun karena sebuah keputusan dari Kendra.
Gadis itu menarik napas dalam-dalam. "Biar Ayah, Kakek ... dan juga Ibu ... memberikan pendapat mereka."Setelah berkata demikian, dia mengambil ponselnya dan memotret kedua foto tersebut satu per satu, lalu menyerahkannya kepada Xavier. "Kamu bantu tanyakan sama dia, ya."Fakta bahwa dia adalah putri Niken yang sebenarnya bukan lagi rahasia. Oleh karena itu, Tiffany tidak merasa perlu untuk terlalu sungkan dengan Xavier.Xavier melihat foto-foto di tangannya sambil tersenyum.Pria itu meregangkan tubuh, lalu menoleh ke arah lantai tiga. "Bibi Niken, dari dua pilihan ini, salah satunya adalah desain Anda.""Meski dia masih ragu, itu artinya di dalam proses pilihannya, dia tetap tidak bisa mengabaikan gaun pengantin yang Anda buat untuknya. Apakah Anda masih ingin terus menikmati pertunjukan ini dari atas?"Perkataan Xavier membuat Tiffany terkejut hingga matanya membelalak. Dia menoleh secara refleks ke arah lantai tiga ....Di sana dia melihat sekumpulan penjaga berbaju hitam berdiri
"Benarkah?" Tiffany merasa agak canggung, lalu merapikan sedikit bagian bawah gaunnya. "Aku merasa seperti aku bukan diriku lagi." Saat ini, gayanya memang benar-benar bertolak belakang dari dirinya yang biasa.Xavier menarik napas dalam-dalam. "Kelinci kecil, kamu harus lebih percaya diri sama dirimu sendiri. Kamu cantik sekali."Tiffany mengangguk dengan serius, begitu gugup hingga dia bahkan lupa bertanya mengapa Xavier ada di sini. Dia memalingkan wajah, melihat ke arah Julie dan Zara. "Menurut kalian gimana?""Cantik sekali." Julie tersenyum tipis sambil memberikan pendapatnya. "Tapi memang agak berbeda dari gaya yang biasa kamu pakai, jadi kamu merasa agak canggung."Zara juga mengangguk setuju. "Coba saja beberapa gaun lainnya. Mungkin di antara beberapa gaun berikutnya, ada yang membuatmu merasa lebih nyaman."Tiffany mengangguk serius. Baru saja dia hendak berbalik menuju ruang ganti, Xavier memanggilnya. "Kelinci kecil!" Tiffany terkejut dan menoleh ke belakang.Klik.Saat ga
"Terlihat jelas bahwa desainer dari ketiga gaun itu menyukai elemen bintang, bunga kecil, dan bunga lily."Julie mengangguk setuju. Sesaat kemudian, dia mengedipkan mata kepada Zara dan berkata, "Kudengar kamu cukup akrab dengan Xavier. Apa dia pernah memberitahumu kalau kepala keluarganya suka dengan elemen-elemen ini?"Begitu mendengar nama Xavier, Zara langsung memutar bola matanya. "Aku nggak akrab dengannya!"Pria itu adalah orang paling aneh dan sulit ditebak yang pernah ditemuinya. Zara sama sekali tidak ingin mengenalnya, apalagi akrab dengannya!"Omonganmu ini membuatku sedih sekali." Begitu Zara melontarkan ucapannya, tiba-tiba terdengar suara pria dengan nada nakal.Zara dan Julie pun terperanjat. Kedua gadis itu refleks memandang ke arah sumber suara, lalu menemukan Xavier bersandar di pagar lantai tiga sambil menatap mereka."Kak Zara, kita pernah minum kopi dan yoghurt bersama, bahkan pernah naik pesawat bersama. Masa kamu bilang kita nggak akrab? Hatiku bisa terluka lho.
Dua hari kemudian, Tiffany akhirnya bisa mencoba gaun pengantinnya di butik.Saat hendak keluar rumah pagi itu, Sean mengatur sekelompok pengawal untuk menemani Tiffany.Tiffany mengenakan sepatunya sambil menatap Sean dengan bingung. "Kalau kamu merasa nggak aman, kenapa nggak kamu saja yang menemaniku?"Memilih gaun pengantin adalah momen penting. Sebenarnya, Tiffany sangat berharap suaminya ada di sisinya."Kalau aku pergi, keberadaanku akan memengaruhi penilaianmu." Sean mendekat, lalu berjongkok untuk mengikat tali sepatu Tiffany dengan cekatan. "Selain itu, aku punya hal penting yang harus kuurus hari ini."Tiffany memanyunkan bibirnya, lalu menunduk menatap wajah serius Sean saat mengikat tali sepatunya. "Kamu yakin nggak mau ikut?""Ya." Sean tersenyum tipis, lalu mendongak menatap Tiffany. "Aku sangat menantikan melihatmu mengenakan gaun pengantin. Tapi, aku lebih berharap itu menjadi kejutan di hari pernikahan kita."Tiffany akhirnya menerima alasan itu, meskipun dengan seten
Tiffany menggigit bibirnya. "Mereka sudah pergi.""Hm." Bronson tersadar dari lamunannya, lalu mengusap kepala Tiffany dengan lembut. "Mungkin karena mereka tahu aku ada di sini."Dengan sifat Nancy, dia tidak mungkin datang dengan gaya seheboh ini hanya untuk mencari informasi. Kedatangannya seharusnya untuk bertemu Tiffany dan Sean.Namun, karena Bronson dan Derek berada di sini, mereka pun memutuskan untuk pergi. Bronson menghela napas panjang, merasa agak getir.Setelah bertahun-tahun berlalu, Nancy masih tidak bisa melepaskan simpul di hatinya. Sebenarnya, Bronson tidak akan menyalahkannya atas kejadian tahun itu. Sebaliknya, dia merasa tidak tega pada Nancy.Lagi pula, apa haknya untuk menyalahkan dan membenci Nancy? Jika bukan karena menikah dengan pria seperti dia, yang bertindak tanpa memikirkan konsekuensi, Nancy tidak akan mengalami perlakuan seperti itu.Bronson menunduk, menatap wajah Tiffany yang sangat mirip dengan Nancy. Seketika, sebuah senyuman pahit tersungging di bi
Saat Tiffany tiba di lokasi yang dipotret oleh Xavier, sosok Xavier dan Kendra sudah tidak terlihat lagi. Yang tersisa hanyalah iring-iringan mobil yang melaju pergi.Tiffany memandang ke arah mobil-mobil itu pergi dengan kedua tangan terkepal erat. Dia memegang ponselnya dan mencoba menelepon Xavier dengan tangan bergetar.Begitu telepon tersambung, Xavier malah langsung memutusnya. Beberapa saat kemudian, masuk pesan dari Xavier.[ Ketika waktunya tiba, kita pasti akan bertemu. Nggak usah terburu-buru. ]Tiffany menggertakkan giginya dengan geram. Bagaimana mungkin dia tidak terburu-buru? Jika Sanny tidak menyuruh Genta menjebak Sean sebelumnya, dia pasti sudah tiba di Kota Zimbab dan pergi ke rumah Keluarga Rimbawan untuk mencari pamannya.Kini, Kendra telah kembali ke kota Aven. Bagaimana mungkin dia bisa berdiam diri? Selain itu, dari foto yang dikirimkan oleh Xavier tadi, pamannya itu jelas-jelas menatap rumah Keluarga Tanuwijaya. Pamannya berdiri di dekat rumahnya, menatap ke ar