Share

BAB. 3

Merasa uang sudah tergenggam di tangannya, Lilly segera memesan taksi dan membawa ibunya ke rumah sakit.

Dia memandang wajah ibunya yang terasa semakin muram akibat penyakit yang parah ini, dia mengerti bahwa waktu begitu berharga.

"Ibu, fokus saja pada kesembuhan, jangan khawatirkan hal lain, kita punya uang sekarang, " ucap Lilly, merasakan kecemasan yang tersirat di sorot mata ibunya.

Mendengar ucapan anaknya, Linda tersenyum lega. Dia merasa beruntung memiliki putri yang begitu berbakti.

Sesekali terlintas dalam benaknya andai penyakit ini membawanya pada kematian, dia berharap saat itu Lilly sudah menemukan pasangan yang mencintainya dengan tulus.

Barulah dia akan bisa pergi dengan tenang.

Di rumah sakit, Lilly tak main-main. Dia memesan kamar VVIP untuk sang ibu, memastikan kenyamanan dan fasilitas terbaik diperoleh.

Juga membayar biaya administrasi selama tiga bulan ke depan mengingat kondisi ibunya yang memerlukan waktu untuk pulih.

Sejujurnya, Lilly tidak tahan berlama-lama di rumah sakit, aroma disana begitu mengganggu indra penciumannya. Dengan langkah gegas, dia segera berbelok ke lorong yang cukup sepi, merasa lega setelah menghirup udara dalam-dalam.

Lilly teringat, ia selalu menolak berobat ketika sakit dulu, dia lebih memilih menahan rasa sakit dari pada pergi berobat.

Di tengah kelegaan yang baru saja di nikmati, tiba-tiba saja muncul seorang pria dari arah yang tidak terduga.

Dia langsung menyudutkan Lilly ke dinding dengan cepat, membuatnya tidak bisa bergerak.

Lilly bukanlah gadis lemah, tetapi kekuatan pria ini jelas melampaui kemampuannya. Dalam sekejap, kedua tangannya terangkat ke atas, dan pria itu meraih dagunya dengan kasar.

Ia mencium bibir Lilly dengan rakus, dan tanpa ampun. Mata Lilly terbelalak, tak menyangka akan mengalami pelecehan seperti ini.

Hati Lilly terluka, pria gila itu tidak akan pernah ia maafkan.

Ketika pria itu akhirnya melepaskan ciumannya, dia berkata dengan suara serak, "Bantu aku. "

Sedangkan Lilly, dengan napas memburu, menatapnya dengan mata penuh amarah. Dia tidak mengerti apa yang dimaksud pria tersebut, tetapi Lilly yakin bahwa ia tidak akan pernah membantu orang seperti dia.

Pria itu mungkin akan menyesal atas perbuatannya, namun bagi Lilly, penghinaan yang baru saja dia alami tidak akan pernah terhapus dari ingatannya.

"Beraninya kau menghina ku seperti ini, apa kau pikir semua orang bisa kau perlakukan seeenaknya? " Lilly mendorongnya, dengan mudah pria itu mundur beberapa langkah.

Lili merasa ada yang tidak beres dengan pria di hadapannya.

Gerak-geriknya sangat mencurigakan, namun Lilly tidak akan memedulikannya. Dia ingin segera pergi dari situasi yang merugikannya ini.

Namun, tiba-tiba saja pergelangan tangan Lilly dicengkram erat oleh pria itu.

la kembali menyudutkan Lilly, dan kali ini menciumnya dengan lebih lembut, seolah menuntut sesuatu darinya.

Lilly merasa tubuhnya mulai panas, hampir terbuai oleh kehangatan bibir pria itu.

Namun, bayangan wajah ibunya yang menangis tiba-tiba melintas dalam benaknya, membuat Lilly tersadar dari godaan.

Dengan geram, ia menekuk lututnya dan menghantam selangkangan pria itü dengan keras.

Pria itu meringis kesakitan, melepaskan cengkramannya pada pergelangan tangan Lilly.

"Bajingan, mesum!” teriak Lilly dengan marah, kemudian memukul wajah pria itu sekuat tenaga.

Dia tidak akan membiarkan pria asing itu merusak harga dirinya dan melukai hati ibunya.

Setelah memastikan pria itu tidak akan mengganggunya lagi, Lilly berlari meninggalkan tempat itu, hatinya berdebar kencang dan penuh kekesalan.

***

Pria yang tadi mencuri ciuman pertama Lilly kini tergeletak lemas di lantai. Nafasnya terengah-engah, terasa berat di dada akibat efek obat perangsang yang ia gunakan tanpa sadar.

Terasa sangat menyesakkan. Pria itu terkejut bahwa orang yang ia anggap sebagai teman berani mengkhianatinya dengan cara demikian.

Tak lama kemudian, dua pria berpakaian hitam mendatangi pria tersebut. Mereka mengangkat tubuhnya yang kekar dan dengan hati-hati membawa pria itu keluar dari rumah sakit.

"Kalian tangkap bajingan pengkhianat itu dan bawa ke hadapanku malam ini juga. Jika tidak, nyawa kalian akan jadi taruhannya, " ucap pria itu penuh amarah kepada kedua pria yang membantu memindahkannya.

Raut wajahnya memerah, dan matanya menunjukkan rasa marah dan kekecewaan yang mendalam.

"Tuan, Palla Harmony Enterprise ingin melakukan kerja sama dengan kita. Palla Harmony merupakan perusahaan keluarga calon istri Anda, " ujar Leo sambil menyodorkan dokumen pada Erlangga yang sedang duduk santai di kursi kerjanya.

Erlangga Putra Morgan adalah sosok yang mengalami transformasi fisik yang signifikan sepanjang hidupnya.

Pria tinggi, tampan, dan berkarisma ini tampak masih muda dan menawan meski kini telah menginjak usia 40 tahun.

Dulu, ia gemuk dan sering menjadi sasaran ejekan keluarganya, namun kini ia tampil percaya diri dengan penampilan menarik dan gagah.

Erlangga memandang tajam melalui sorot matanya yang dingin, hidung mancung, dan rambut hitam yang tertata rapi menambah keberwibawaannya.

Dengan tangan kanannya ia mengambil dokumen tersebut, "Jadi, mereka ingin bermitra dengan kita, ya? Menarik, " ucap Erlangga seraya tersenyum misterius.

Sebagai anak haram, Elang selalu dikucilkan, bahkan ibunya harus mengalami kematian tragis, akibat kedua ginjalnya di ambil demi menyelamatkan nyawa istri dari ayahnya, tuan Aslan De Morgan.

Sejak kecil dia harus hidup dalam kepura- puraan, bodoh, tidak berambisi, hanya tau makan dan tidur, menjadi seorang pecundang.

Semua itu ia lakukan demi hari ini, demi membuat mereka lengah dan membalaskan semua penghinaan yang ia dan ibunya terima.

Menikah dengan keluarga Palla memang bukan sesuatu yang istimewa, tapi mengirim dirinya sebagai menantu keluarga Palla justru menjadi bentuk penghinaan terhadap Mahesa Palla.

Pasalnya, Aslan dan Mahesa pernah bersaing memperebutkan hati wanita yang sama.

"Sudah kau temukan siapa gadis itu?" tanya Elang, mengabaikan laporan Leo dan justru menanyakan hal berbeda.

Leo terdiam sejenak, mencerna kemana arah pertanyaan sang tuan, lalu mengangguk. la menyalakan tablet besar di tangannya dan meletakkannya di atas meja di depan Elang.

"Lilly Palla?" Elang mengerutkan keningnya, tatapan tajamnya menembus jiwa Leo, seolah meminta kepastian akan informasi tersebut.

"Benar, tuan," jawab Leo sambil mengangguk.

la telah berulang kali memastikan kebenaran data itu dan bahkan turun tangan langsung

untuk memverifikasi setelah anak buahnya mendapatkan informasi tersebut.

Elang mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya, matanya tak lepas dari informasi Lilly yang tampil di layarnya. Kerutan di dahinya semakin dalam seiring berjalannya pembacaan data itu.

Di seberang meja, Leo menelan ludah, keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Apa Iagi yang salah?" batinnya gelisah.

Elang mencubit pangkal hidungnya, lalu berkata dengan nada rendah yang dipenuhi rasa penasaran, "Kenapa dia tidak pernah muncul di publik? Bahkan namanya terdengar asing." Gumamnya pelan, namun masih cukup terdengar oleh Leo.

"Dari informasinya, gadis itu tidak suka keramaian, Tuan. Dan setiap kali ada pesta, baik di kalangan pebisnis maupun keluarga Palla, dia tidak pernah hadir. Mungkin itulah mengapa dia kurang dikenal, " Leo menjelaskan dengan sabar.

Elang memutar kursinya menghadap jendela, menatap pemandangan kota Jakarta dengan deretan gedung tinggi menjulang.

Tangannya terlipat, suara hembusan napasnya tidak dapat di mengerti. Setelah diam beberapa saat, dan Leo yang masih menunggu instruksi selanjutnya dari tuannya itu telah bersiap.

"Leo!" panggil Elang dengan tegas.

"Ada apa, Tuan?" Leo segera menoleh, ekspresi wajahnya cemas.

"Apakah gadis itu yang akan menikahiku?" tanya Elang penasaran.

Wajah Leo tampak terkejut sebelum terlihat jengah, bukankah tuannya salah dalam pemilihan kata? dalam hatinya ia bergumam, "Sejak kapan wanita menikahi pria?" la menghela napas sebelum menjawab, "Informasi ini masih belum jelas, Tuan."

"Tuan Besar Aslan sendiri belum mengetahuinya. Yang pasti, besok malam mereka akan mengadakan pertemuan dan Tuan Besar memınta Anaa pulang untuK makan malam sekaligus memperkenalkan diri pada calon istri dan mertua Anda. "

Elang mendengus, nada dingin terdengar dalam suaranya, "Sepertinya, bonusmu tahun ini tidak perlu diberikan. Tuanmu akan menikah, tapi kau bahkan tidak tahu siapa istrinya?” Elang menatap tajam ke arah Leo yang kini semakin menunduk.

'Kau saja tidak tau, bukankah dia istrimu?' Kalimat itu tersangkut di tenggorokan.

Leo menarik napas dalam, kemudian berkata dengan suara lebih tegas," Siang tadi, Tuan Ammar dan istrinya pergi ke sebuah rumah di pinggir kota."

"Rumah itu merupakan tempat tinggal Nona Lilly dan Ibunya, Tuan. Sempat terjadi keributan di sana, namun semua berhasil Nona Lilly atasi. Sayangnya, pembicaraan mereka tidak bisa didengar. "

Elang menghela napas panjang, merasa cukup Ielah mendengar semua omong kosong hari ini. Tangannya melambai perlahan ke udara, memberikan kode agar Leo segera pergi.

Leo mengangguk, memahami maksud Elang, dan mundur satu langkah sebelum berbalik meninggalkan ruangan.

Pria tampan paruh baya itu bangkit dari duduknya, berjalan ke Sisi lemari yang berada di samping meja kerjanya.

Deretan pakaian putih dan jas berjejer rapi, namun tangan kekarnya menyingkap beberapa pakaian untuk mengungkapkan sesuatu yang mencolok di baliknya.

Sebuah tengkorak kepala manusia menatap tajam ke arahnya. Elang memutar tengkorak itu dan tiba-tiba terdengar bunyi sebuah Pintu terbuka.

Tanpa keraguan Elang melangkah masuk ke dalam sebuah ruang rahasia di dalam lemari kantornya.

Cahaya di dalam ruangan itu sangat redup, namun cukup untuk menyorot dinding yang dipenuhi rak bertingkat. Di atas rak-rak tersebut, terdapat beragam senjata, mulai dari pistol, senjata otomatis, pisau, hingga senjata tajam Iainnya.

Tak hanya itu, beberapa senjata eksklusif pun terpajang, seperti sapu tangan beracun, payung dengan pisau tersembunyi, dan cincin berisi racun.

Elang menatap sejenak koleksi senjatanya, kemudian memutuskan mana yang akan dibawa untuk menyambut tamu yang akan datang.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status