Share

Bab. 5

Di tempat lain, beberapa anak buah Marco berhasil ditangkap oleh polisi, namun anak buah Elang yang pintar berhasil lolos dari kejaran.

Sama seperti sang bos yang dikenal sebagai Raja Kegelapan, anak buahnya juga menghilang dalam kegelapan, sekedar melihat wajahnya pun polisi tidak punya kesempatan.

"Hoho, bukankah ini sahabat baikmu, Bird? Ada apa ini? Apakah dia musuh dalam selimut?” ejek Marco dengan suara sinis.

Mata Elang yang berkilat tajam menunjukkan kemarahan, yang tertangkap oleh Leo melalui kaca spion. Tatapan itu seperti perintah bagi Leo.

"Tuan Marco, jangan salahkan saya yang harus berterus terang. Wajah sangar Anda sangat tidak cocok dengan mulut Anda yang cerewet. Anda terlalu berisik!" ujar Leo tegas, seraya membuka pintu di samping Marco.

Pria itu tampak bingung, namun sebelum sempat mengeluarkan suara, kaki Leo sudah melayang menghantam tubuhnya.

Dengan kecepatan yang menggiriskan aspal, mobil Elang melaju kencang, Marco terhempas dan berguling-guling tak karuan.

Steven semakin merasa ketakutan. Marco adalah adik dari pemimpin Kartel Naga Merah, organisasi geng besar di Napoli.

Menyinggung orang sekelas itu saja Elang cukup berani—apalagi Seven, seorang pria paruh baya tanpa nama.

"Leo Seven memanggil Leo dengan suara lemah, memohon-memohon, berharap Leo bisa membantu.

Tapi, Leo hanya mengangkat kedua bahu dan menahan senyum.

Kau sendiri yang mencari kematian gumam Leo dalam hati, menikmati ketakutan yang dirasakan Seven.

***

Di tempat lain, suasana tegang terasa memuncak di antara dua gadis cantik, Lilly dan Alena.

Jiwa Alena terguncang ketika melihat BMW yang dinaiki Lilly. Dia putri bungsu dari keluarga terpandang Ammar Palla, Alena hanya mengendarai Volkswagen Tiguan Allspace yang harganya tak sampai 1 miliar.

Apa hak Lilly gadis miskin menggunakan mobil yang jauh lebih mewah darinya?

Wajah Alena semakin merah padam, ia tidak terima akan ketimpangan ini, terlebih dia berencana terjun ke dunia model.

Aku tidak bisa membiarkan semua ini, ” batinnya penuh amarah. ”lni akan menghancurkan nama baik ku!”

Pikiran ini memicu rasa marah dalam diri Alena hingga dia mulai mengeluarkan kata-kata kasar.

Muka Alena kerut penuh kebencian saat dia menggenggam erat tangan kanannya, siap melayangkan tamparan ke pipi mulus Lilly.

Manusia rendahan sepertimu tidak pantas menggunakan barang mewah seperti kami, kau sama sekali tidak layak, Lilly!” geram Alena sambil mengepalkan tangannya.

Lilly hanya berdiri berpangku tangan. Sedari awal, seharusnya dia bisa menghindari pertemuan ini, namun gadis cantik berlesung pipi itu memilih untuk menggoda Alena dengan kesombongannya.

Dia menunggu di parkiran halaman mansion keluarga Morgan dan menyeringai ke arah Alena.

”Kau iri padaku, Alena? Ah, besok aku juga akan berbelanja baju mahal. Menghabiskan uang 15 miliar membuatku sedikit lelah, ” ucap Lilly dengan nada pongah.

Lilly melirik Alena yang tampak semakin marah. Dengan jari lentiknya, ia menggali tas dompet mewahnya dan mengeluarkan ponsel terbaru yang belum sempat dimiliki Alena.

Dengan ekspresi mengejek, ia berkata, ”Barang yang kau inginkan sudah ada di tanganku. Bagaimana perasaanmu sekarang, Alena?”

Alena menggelengkan kepalanya, langkah kakinya semakin cepat menuju Lilly.

Di kejauhan Mahesa, Ammar dan Mayang baru saja keluar mansion dan melihat keributan yang terjadi.

Mereka berpikir bahwa Alena pantas memberi pelajaran pada Lilly yang sombong. Maka, mereka sengaja tak mencoba melerai.

Namun, kejutan tak terduga terjadi. Mereka melihat Alena tersungkur dengan kaki Lilly menginjak kepala Alena.

"Kepalamu yang besar ini, tidak ada otaknya. Adapun fungsinya terganggu, biarkan aku membantumu memperbaikinya," ejek Lilly sambil menggesekkan kakinya ke kepala Alena.

Alena menjerit kesakitan. Melihat itu, Mayang dan Ammar berlari mendekat.

Sementara Mahesa langsung memanggil pengawalnya. Beberapa penjaga mansion juga bergegas datang.

Namun, situasi seketika berubah. Bukan lagi Alena yang terbaring, tapi Lilly dengan gaun putihnya yang kotor, bekas sepatu di dadanya. Rambut acak-acakan serta mata dan pipinya yang basah oleh air mata membuat kondisi Lilly terlihat semakin dramatis.

"Ada apa ini tuan Mahesa, kau menindas menantuku? " Tuan Aslan datang dengan tongkatnya.

Menatap tajam ke arah tangan Alena yang membeku di rambut Lilly.

Mahesa, Ammar dan Mayang memucat, terdiam dengan sejuta perasaan yang membuatnya serasa akan gila. Sejak kapan Lilly pandai memainkan trik kotor seperti ini?

"Tuan Mahesa? " Hardik Tuan Aslan dengan nada tinggi, Mahesa dan yang lainnya terkejut.

"İni masih di halaman rumahku, kalian sangat berani menganiaya calon menantuku, apa kau menghinaku?

Mahesa tergagap, matanya menunjukkan kebingungan yang mendalam. Dia berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk membantah dan meluruskan situasi di hadapan Tuan Aslan, namun di depan mata bukti begitu kuat terpampang.

"Tuan Aslan, ” kata Mahesa dengan nada lembut namun tegas.

"İni hanyalah salah paham. Mereka berdua adalah saudara, dan aksi mereka tadi sebenarnya hanyalah sebuah lelucon. Tidak perlu terlalu khawatir, mereka sudah sering melakukannya.

Mayang yang tersadar segera berinisiatif membantu Lilly berdiri, namun gadis itu menepis tangan Mayang.

Wajah Lilly tertekan, matanya menunjukkan rasa ketakutan yang menggelayuti dirinya. Kening Tuan Aslan berkerut, ia tidak mengerti apa yang terjadi.

Mayang tidak dapat menahan amarahnya terhadap Lilly, di dalam hatinya ia mengutuk perempuan licik tersebut.

Dan tiba-tiba, sebuah tangan terulur ke arah Lilly. Gadis yang tengah menunduk itu lalu

mendongak, matanya menemui pemuda berparas tampan yang umurnya tidak jauh berbeda dengannya.

"Ayo, lantainya dingin, kau bisa masuk angin, " ujar pemuda tersebut lembut, menawarkan pertolongannya.

Dengan ragu-ragu, Lilly meraih tangan pemuda itu. "Terima kasih, Tuan Muda Daniel, " ucapnya.

Pemuda itu adalah keponakan Elang, Daniel De Morgan. Anak dari saudara laki-laki Elang, Diego De Morgan.

Wajah Lilly tersenyum sedikit, sedangkan Mahesa dan Mayang hanya bisa menatap dengan kejutan tak terkira.

Daniel tersenyum lembut, Tidak masalah, bukankah sebentar lagi kita akan jadi keluarga, ” ujarnya pelan sambil menatap mata Lilly.

Alena yang masih shock, tangannya gemetar, tidak bisa berkata apa-apa. Mayang dan Ammar sigap menariknya pergi dari tempat itu, dengan ekspresi campur aduk antara kebingungan dan tak percaya.

Mereka belum pernah menghadapi situasi seaneh ini sepanjang hidupnya, dan inilah kali pertama mereka merasakannya, semuanya karena Lilly, anak sialan itu.

Ketika mereka sudah berada dalam mobil, Alena mengambil napas dalam-dalam, lalu menggenggam erat ke dua tanganya.

Matanya yang sebelumnya berkaca- kaca, kini memancarkan sinar tekad yang kuat.

"Demdam ini pasti akan ku balas." Gumamnya emosi, membuat Mayang dan Ammar ikut merasakan demdam itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status