Setelah pria asing yang belum ia ketahui namanya itu keluar, Ratih buru-buru mengenakan pakaiannya.
Setelahnya, ia segera keluar dari kamar tersebut.
Kesalahannya semalam adalah tidur dengan pria lain yang bukan pacarnya. Namun, hal tersebut tidak akan terjadi jika ia menjemput majikannya pulang seperti yang diperintahkan–alih-alih meminum gelas anggur yang sepertinya sudah diberi obat.
Namun, bagaimanapun–Ratih sudah bukan orang yang sama lagi.
Kali pertamanya sudah hilang.
Ratih mengulurkan tangan untuk menghapus air mata yang menggenang di matanya. Kepalanya dipenuhi alasan kenapa Nyonya Aziz tega melakukan hal tersebut kepadanya.
Apakah si majikan itu sebegitu inginnya memenangkan tender hingga berani menjual Ratih yang memang notabene hanyalah seorang TKW?
Padahal Ratih datang ke negara ini untuk hidup, bekerja sebagai tulang punggung keluarganya di rumah. Apalagi desakan utang yang mereka gunakan saat ibunya kecelakaan waktu itu. Dan Ratih pun tidak neko-neko. Di jam kerja, ia akan merawat lansia yang menjadi tanggung jawabnya dan di waktu lain ia akan belajar.
Atau adakah motif lain dari kejadian semalam?
Ratih kemudian mengeluarkan ponselnya. Matanya membelalak melihat ada 18 panggilan tak terjawab.
Semuanya dari Abdul, pacarnya.
Ah, bagaimana ia bisa menjelaskan kejadian semalam pada pacarnya nanti?
Namun, saat sampai di kediaman majikannya, penjelasan Ratih rupanya tidak diperlukan.
“Kita putus,” ucap Abdul. Penampilannya tampak berantakan saat menuruni lantai dua rumah majikan Ratih–tempat kamar Miriam, putri tunggal Tuan dan Nyonya Aziz, berada. “Jangan menghubungiku lagi.”
Itu begitu tiba-tiba dan mencurigakan bagi Ratih, sampai-sampai wanita itu hanya bisa bertanya, “Apa yang kamu lakukan di sini?”
“Abdul, jangan pergi du–astaga Ratih!”
Pandangan Ratih beralih pada seorang gadis yang menuruni tangga. Penampilan putri majikan Ratih saat itu pun sama berantakan dan agak tidak senonoh.
Detik itu juga, Ratih tahu apa yang terjadi di antara pacarnya dan Miriam. Ia kembali memandang pria di hadapan.
“Ratih, kamu dari mana saja? Abdul sangat mencemaskanmu,” ucap Miriam dengan nada manisnya sembari merapikan pakaiannya. “Semalam–”
“Jangan menatapku seperti itu,” ucap Abdul dengan dingin. Pandangannya lurus pada Ratih. “Jelas aku tidak mau berpacaran dengan wanita yang menjajakan tubuhnya sebagai penghangat ranjang pria-pria kesepian di luar sana.”
Ratih mengernyit. “Apa maksudmu?” balasnya.
Wanita itu tidak tahu. Ketika ia dicecoki anggur oleh Tuan Sam, majikannya mengambil video. Dari sudut yang benar, Ratih tampak mesra dan seperti tengah bermanja dengan pria gempal tersebut.
Dan Abdul sendiri merasa kesulitan untuk tidak berpikir buruk. Dengan provokasi yang baik, tidak sulit untuk membuat Abdul berpikiran bahwa selama ini pekerjaan sampingan Ratih diluar adalah menemani para bos besar di tempat tidur mereka.
Provokasi yang datang dari Miriam, gadis yang menginginkan Abdul sejak awal karena status pria tinggi pria itu tidak bisa digoyahkan. Daripada dengan TKW miskin, bukankah Abdul lebih cocok dengannya? Pikir gadis itu.
Dan Miriam berhasil. Pagi itu, karena hinaan Abdul, Ratih tidak berniat menjelaskan lebih jauh.
Wanita itu bahkan mengemasi barangnya dan pindah dari kediaman majikannya.
***
“Ratih, ada yang mencarimu.”
Satu bulan kemudian, saat Ratih sedang menjaga nenek lansia yang harus ia rawat di rumah sakit, ada yang mencarinya.
“Siapa?” tanya Ratih.
“Miriam dan Abdul.”
Mereka berdua muncul di rumah sakit tempat Ratih menjaga nenek.
Ratih mengerutkan kening.
Sejak hari itu, sebisa mungkin ia menghindar. Tidak mau lagi terlibat dengan Abdul maupun Miriam. Ia sudah pindah ke apartemen murah di pinggir kota demi melakukan itu, dan tidak terlibat lagi dengan Nyonya Aziz selain pekerjaan merawat lansia yang ia lakukan.
Untuk apa gadis itu datang mencarinya lagi?
Sahabatnya sejak di kampung, Lina, berjalan mendekat dan menepuk pundaknya untuk memberi kekuatan.
Akhirnya, Ratih berdiri dan menemui kedua tamunya tersebut.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Ratih dengan wajah datar.
Miriam tampak sedih. "Ratih, jangan bersikap dingin begitu,” katanya dengan suara lemah. “Apakah kamu masih belum memaafkan kami?”
“Apakah kamu merasa bersalah?” balas Ratih. Terdengar tidak terpengaruh dengan penampilan Miriam.
Miriam terkejut. Matanya mulai berkaca-kaca. “Maaf, aku tidak bermaksud merebut kekasihmu,” ucapnya kemudian. “Malam itu, saat kamu bermesraan dengan Tuan Sam, Abdul kalap. Dan aku–”
“Sudahlah.” Ratih memotong dengan dingin. “Apa keperluanmu mencariku di sini?”
Ratih melihat ekspresi Miriam yang terluka, seakan-akan ia adalah orang paling tersakiti di dunia, sementara Ratihlah antagonis dalam cerita. Harus Ratih akui, akting Miriam benar-benar hebat kali ini. Bahkan Abdul ikut terpengaruh.
Pria itu mengerutkan kening dengan kesal dan berkata kepada Miriam dengan wajah dingin, "Sudah kubilang jangan mencarinya."
"Abdul, aku tidak ingin dia membenciku,” ucap Miriam dengan nada memelas. “Apalagi kita akan menikah. Aku ingin Ratih hadir ….”
Hah. Rupanya ini.
Ratih mendengus.
"Jika kamu hanya ingin pamer. Pergilah! Aku tidak punya waktu untuk kalian." Ratih melambaikan tangan dan berbalik untuk pergi.
Namun, tangan Miriam menahannya. Miriam menangis dengan tersedu-sedu.
“Ratih, apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkanku?” tangis Miriam dengan air mata palsu. “Jika aku berlutut, apakah kamu akan hadir di pernikahan kami?”
Ada cukup banyak orang di luar, meskipun mereka berdiri di tempat terpencil, tidak mudah bagi suara Miriam untuk tidak terdengar.
Dan itu membuat Ratih sangat malu hingga wajahnya memerah melihat orang-orang mulai menonton. Miriam pasti melakukan ini dengan sengaja.
“Aktingmu bagus,” komentar Ratih sembari menarik tangannya dari Miriam, membuat wanita itu menangis lebih keras. “Jangan membuat keributan di sini. Kembalilah.”
Mendengar itu, tampaknya Abdul tidak tahan lagi, Dia merangkul Miriam yang kini terduduk dengan ekspresi menyedihkan di lantai.
"Aku akhirnya melihat watak aslimu Ratih,” ucap pria itu dengan tatapan muram. Ia membantu Miriam berdiri. “Beruntung aku putus dari wanita tidak punya hati sepertimu.”
Ratih tidak mengatakan apa pun. Ia hanya menatap Abdul yang berbalik dan pergi bersama Miriam di pelukannya. Melihat pemandangan di depannya, hati Ratih berdenyut nyeri. Pria ini, mereka telah bersama selama hampir setahun. Mustahil untuk tidak sedih dan kecewa ketika melihat kemesraan mereka. Namun, ia tidak bisa memaafkan Abdul. Sama seperti pria itu terhadapnya, sekalipun karena salah paham.Pada akhirnya, Ratih berbalik pergi.“Ratih, kamu baik-baik saja?” Lina bertanya dengan cemas melihat wajah merah padam sahabatnya.Ratih menggeleng. Tampaknya dia harus berhenti menjadi perawat nenek segera. Ia benar-benar ingin memutus hubungan dengan keluarga Aziz.“Bantu aku menemukan pekerjaan baru dalam waktu dekat,” pintanya pada Lina kemudian. Mendengar itu, Lina menghela napas dan mengangguk. “Aku akan bertanya pada manager,” katanya.Lina bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan penjualan apartemen sebagai petugas penjualan.Saat itu, Ratih berpikir kalau masalahnya hari itu hanyal
"Ratih, kenapa pergi? Kamu belum makan jamuan pernikahan." Miriam, si jalang itu, benar-benar muncul dan bahkan mencengkeramnya.Ratih menggertakkan giginya karena marah dan merendahkan suaranya,"Miriam, lepaskan aku. Jangan membuat keributan."Miriam tertegun dan tanpa sadar melepaskannya.Ratih menghela napas lega, tetapi dia tidak menyangka suara pria di belakangnya terdengar perlahan,"Nona, Kamu ...?"“Tengku Ammar, ini teman yang bekerja sebagai perawat Nenek di rumahku. Sudah kami anggap seperti keluarga sendiri.” Miriam segera menarik Ratih dan memperkenalkannya kepada Tengku Ammar.Ratih ditarik oleh Miriam dan hampir jatuh. Untungnya, Abdul memegangnya dan bertanya dengan khawatir,"Apakah kamu baik-baik saja?"Wajah Miriam menjadi gelap dan dia melotot ke arah Abdul dengan tatapan tidak senang. Kemudian dia diam-diam mendorong Ratih ke arah Tengku Ammar dengan paksa, bermaksud melihat Ratih mempermalukan dirinya sendiri. Tengku Ammar menangkapnya dengan cepat.Semua orang
Tengku Ammar masih duduk di ruang kerjanya dengan wajah muram. Ditangannya ada satu eks majalah Melayu News edisi minggu depan. Dia segera melemparnya ke tempat sampah. “Apa ini semua rencana ibu?” Ia bertanya pada Imran yang mematung di depan meja. Imran sedikit ragu untuk menjawab. Majalah ini memang di kirimkan oleh Nyonya besar Shah Alam langsung ke meja Tengku Ammar pagi ini. Belum dicetak dan di pasarkan. Dia dengan mudah dapat menebak niat pihak lain mengirimkan majalah ini ke meja Tuannya.“Dimana dokumen tentang gadis itu?” Tengku Ammar bertanya dengan wajah dingin. Imran dengan patuh mengambil sebuah map di lemari dokumen rahasia. “Tuan, apakah anda yakin akan terlibat dengan gadis ini?” Imran mau tidak mau memberanikan diri bertanya. Dia sebenarnya tidak punya kualifikasi untuk mempertanyakan tindakan yang diambil atasannya, namun ini sebagian besar menyangkut kehidupan pribadi Tuannya. “Dia adalah target yang cocok.” Sinar kelicikan
Dia segera mengangkat kepalanya dan menatap pria itu. Tidak semua orang punya wajah yang tampan. Jelas itu adalah pria yang pernah tidur dengannya tempo hari. Dia segera menundukkan kepalanya. Berusaha membuat dirinya tidak terlihat sehingga pria itu tidak bisa mengenalinya."Nila, kemarilah. Temani Tuan Ammar melihat apartemen." Manajer itu tiba-tiba memanggil petugas penjualan senior yang sangat cantik untuk menemani pelanggan baru itu. Ratih segera menghela napas dan berbalik menuju kursi sofa di lobi, namun sebelum punggungnya menyentuh sofa, sebuah suara bariton yang familiar terdengar menggelitik di telinganya.“Ratih, aku ingin Nona Ratih yang menemaniku.” Pikiran Ratih hampir meledak. Ah, bagaimana pria itu bisa tahu bahwa dia bekerja disini? "Ratih, manajer memanggilmu. Cepatlah." Lina menyodoknya, segera membuat dia berubah panik. “Ini pelanggan pertamamu! Berusaha lah dengan keras.” Bisik Lina di telinganya.
Ratih hampir menjatuhkan map itu ke lantai namun dia tetap berusaha kuat untuk tenang. Itu adalah kontrak pernikahan. Berisi beberapa kewajiban dan beberapa klausul tentang hubungan bisnis. Dia membaca satu persatu klausul yang tertulis di dalamnya seperti yang di perintahkan.“Jelaskan.” Ratih sudah selesai membaca poin demi poin.“Aku butuh seseorang untuk menjadi tameng.” Ujar Tengku Ammar dengan tatapan datar.“Mengapa harus aku?” Dia mengangkat wajah dan bertemu dengan tatapan mata Tengku Ammar yang sedang menelisiknya.“Tidak ada alasan.” Jawabnya dingin.Ratih menjadi sedikit kesal dengan jawaban ini. Ada ribuan gadis yang akan berbaris untuk mendapatkan kesempatan memegang kontrak ini di Terengganu, mengapa harus dia?“Kalau begitu, aku menolak.” Ratih menutup map dan meletakkannya di meja sofa lalu bangkit untuk pergi. Namun dia segera ingat bahwa pria ini adalah pelanggan pertamanya yang harus dia selesaikan.Melihat gadis itu berbalik, wajah Tengku Ammar menjadi semakin din
Ratih merasakan kepalanya berputar dan berdenging. Namun dia bertahan untuk mendengarkan sampai akhir.“Bicaralah kondisimu. Aku tau kamu butuh uang.” Ujar Tengku Ammar tenang. Dia lalu menyodorkan selembar dokumen berisi keuntungan apa yang akan di peroleh Ratih jika dia setuju menjadi istri bayarannya.“Kamu akan mendapatkan gaji bulanan, dan kompensasi atas malam itu. Tidak perlu khawatir untuk biaya hidup dan kebutuhan lainnya. Aku akan menyediakannya.” Jelas Tengku Ammar dengan nada serius.Ratih sebenarnya tidak punya pilihan lain, selama tiga hari bekerja sebagai Staf penjualan, dia bahkan belum mendapatkan pelanggan satu orangpun. Persaingan disana terlalu ketat. Para staf senior selalu mencuri pelanggan orang lain.Lagipula, mendapatkan pelanggan untuk membeli apartemen mewah itu sedikit sulit karena penjualan property akhir-akhir ini sedang sepi.“Berapa kompensasinya?” Tanya Ratih akhirnya.“Kamu bisa menyebutkan.” Jawab Tengku Ammar murah hati. Ratih merasa senang dengan j
Ingin menahan buku nikah?Namun buka cuma buku nikah yang di tahan, Kartu identitas dan passport juga ditahan.“Ini bukan pernikahan namanya. Ini hanya pindah majikan.” Geramnya kesal sambil melangkah pergi.Mendengar kata-katanya, wajah tampan Tengku Ammar berubah menjadi hitam.“Kamu! Berhenti disana!” Perintahnya dingin.Ratih berbalik dengan kesal.“Ada apa lagi? Bukankah kita sudah menikah? Apalagi yang kamu mau?” Dia bertanya dengan kesal. Entah mengapa setiap melihat pria ini dia merasa emosinya sedikit meledak-ledak.Namun belum sempat Tengku Ammar mengatakan apapun, kepala Ratih tiba-tiba pusing. Dia berdiri dengan sempoyongan dan hampir jatuh. Melihat itu Tengku Ammar segera mendekat dengan curiga. Apa ini trik seorang gadis?Karena kepalanya sangat pusing, Ratih segera berjongkok di tanah. Ada apa dengan tubuhnya, dia sudah sarapan tadi pagi, kenapa tiba-tiba pusing?Tak lama kemudian rasa sakit tiba-tiba menyerang perut bagian bawahnya. Dia dengan cepat memegang perutnya s
Wajah Ratih memucat, tubuhnya terasa ingin pingsan lagi. Ketika dia tahu dia hamil, dunia sepertinya sudah berakhir. Bagaimana dia bisa pulang dengan bayi? Lagipula, apakah bayi ini diinginkan oleh Tengku Ammar? Mereka hanya terikat kontrak."Apa kamu tidak minum pil pagi itu?" Tengku Ammar bertanya."Pil?" Kening Ratih berkerut. Apakah itu pil aborsi?Melihat Ratih yang kebingungan, Tengku Ammar segera ingat bahwa gadis ini sangat awam tentang masalah ini. "Lupakan saja!" Dia melambaikan tangan tidak sabar."Bagaimana kita menyelesaikan ini?" Ratih bertanya dengan perasaan campur aduk. Sejujurnya dia sendiri sangat tidak siap untuk hamil, tapi dia perlu meminta pendapat Tengku Ammar. "Maksudmu?" Kening Tengku Ammar berkerut."Bantu aku mencari dokter aborsi." Dia segera menjawab.Aborsi? "Apa katamu?" Melihat Tengku Ammar melotot engan kaget, nyali Ratih sedikit menciut."Bukankah kamu hanya butuh istri tapi tidak butuh anak?" "Jangan bicara omong kosong!" Ujarnya dengan tatapan
Ratih tidak bisa menggerakkan kakinya, jadi dia hanya bisa melihat Nyonya Aziz meraih kursi rodanya dan memarahi Lina.Beberapa pelayan di rumah itu ingin bergerak untuk menolong Ratih namun Nyonya Shah alam membentak dengan ekspresi membunuh."Mari kita lihat siapa yang berani bergerak membantunya." Mendengar peringatan ini, para pelayan tidak berani bergerak. Bagaimana pun ini adalah Nyonya Besar, memecat mereka semudah mengalihkan tatapan."Nyonya Aziz, lepaskan aku. Jika itu adalah masalah passport, aku bisa menyelesaikannya sendiri. Aku tidak butuh bantuanmu. Lagipula bukankah aku sudah melunasi semua hutang-hutang padamu?"“Aku hanya berniat membantumu. Jangan duduk di kursi yang bukan milikmu. Kembalilah ke negeramu dengan baik.” Nyonya Aziz memarahi dengan marah.Nyonya Shah Alam mendengus mendengar ini,"Mengapa kamu melawan? Bagaimana mungkin wanita yang tidak berpendidikan dan dari keturunan rendahan sepertimu bisa menjadi menantu keluarga Shah Alam kita?"Nyonya Aziz henda
Mendengar itu Ratih sedikit tersedak. Dia tidak bisa menjawab. Belum lagi mereka mengira dia pura-pura hamil kemarin, sekarang dia sudah duduk di kursi roda meski masih bisa sembuh. Berapa banyak alasan yang dimiliki wanita itu agar dia menyerah?"Tapi…" dia ingin bilang bahwa dia masih hadir menghadiri kelas universitas di sore hari namun Tengku Ammar memotongnya dengan kesal."Apakah kamu masih mencoba berbohong padaku?”Ratih terkejut dan berkata,"Apa yang kamu tahu?"Bukankah pria ini sudah tau kalau dia sedang kuliah?Apa yang harus di sembunyikan?"Aku tidak bisa menyembunyikan apapun dari orang sepertimu," Jawab Ratih dengan suara rendah. Tampak sedikit lelah.“Apa maksudmu?” Tengku Ammar bahkan lebih marah.“Bukankah sebelumnya aku pernah bilang bahwa aku tidak mengizinkanmu menghubunginya, tapi kau tetap saja terlibat dengannya. Apakah kamu begitu tergila-gila dengan uang?"Tengku Ammar bertanya dengan tatapan curiga.“Aku….” Ratih tidak bisa lagi menjawab."Mengapa kamu lebi
Pembantu?Mata Tengku Ammar berkilat kaget. Dia sudah tahu sejak awal, namun kapan Hafiz mengetahui rahasia ini? Tampaknya sebentar lagi berita paling panas di media ibukota akan mengangkat topic ini."Bagaimana kamu tahu dia pembantu?" Seberapa parah rumor itu telah menyebar?"Apa kau masih perlu bertanya? Siapa kau? Kau adalah Tengku Ammar, orang terkaya di empat negera bagian. Bagaimana orang sepertimu bisa terjebak dengan seorang pembantu?”Kali ini kata-kata Hafiz memang cukup tajam. Bukan saja karena dia peduli namun lebih karena sakit hati. Bagaimana adiknya yang cantik dan terpelajar bisa kalah dari seorang pembantu? Sungguh memalukan!“Itu bukan urusanmu!” Jawab Tengku Ammar muram.“Baiklah, Namun apa yang dia lakukan diluar? Sebagai istrimu, bukankah seharusnya dia mendapatkan apa pun yang dia inginkan? Tapi, sekarang dia ingin mendapatkan uang tambahan. Apa artinya ini? Apakah kamu tidak menafkahinya?” Lanjut Hafiz tanpa ampun. Namun setelah kata-kata itu selesai sebuah puk
"Apa ini tentang perceraian." Ratih duduk dan berkata dengan gelisah. Mereka baru saja bertempur semalam, bagaimana jika dia hamil lagi setelah mereka bercerai?Tengku Ammar mengerutkan kening dengan ekspresi muram,"Ratih, jangan lupakan perjanjian kita sebelumnya. Ngomong-ngomong, Kamu belum melihat klausul terakhir! Jika kamu berani menyebut-nyebut masalah perceraian, kamu harus membayarku 20 juta Ringgit sebagai ganti rugi atas hilangnya masa mudaku."“Apa??” Ratih melompat kaget."Tidak ada klausul seperti itu dalam kontrak. Aku melihatnya dengan jelas. Itu tidak mungkin.” Bantahnya seketika. Dia memeriksanya dengan teliti, oke!"Ruang kosong dibagian paling bawah itu bisa ditambahkan. Aku menambahkannya kemudian, jadi kamu pasti tidak tahu." Tengku Ammar mengakui kecurangannya tanpa malu-malu.Sudut mulut Ratih berkedut. Orang ini benar-benar tidak punya integritas!"Mengapa kamu melakukan ini?" Ratih bertanya dengan marah."Tentu saja untuk mengakhiri pikiran-pikiranmu yang kac
Dia pasti sudah mandi. Rambutnya tidak dicukur, jadi dibiarkan terurai menutupi dahinya.Hal ini membuatnya tampak jauh lebih muda dari biasanya, tetapi karena wajahnya yang buruk, ia tampak sedikit putus asa.Dari sudut pandang mana pun, itu tampak seperti bos bangkrut dalam drama TV.Dia berpikir bahwa sumber keuangan keluarga Shah Alam masih sangat banyak. Bagaimana mereka bisa bangkrut secepat ini? Tengku Ammar ingin marah, tetapi ketika dia mendengar dan melihat ekspresi khawatir gadis ini, dia tidak bisa marah.Dia begitu kesal hingga dia tertawa,"Apakah kamu akan senang jika aku bangkrut? Apakah kamu ingin aku bangkrut?” Tanyanya kesal."Tentu saja tidak. Aku hanya merasa kamu terlihat tidak sehat, jadi aku sedikit khawatir." Ratih segera menjelaskan.Tengku Ammar menarik napas dalam-dalam dan tiba-tiba tidak ingin membahas video itu. Dia berdiri menariknya ke sampingnya dan ingin merangkulnya. Namun dia segera mencium baud aging panggang dan sedikit bau minuman."Apa kamu pe
Hati Ratih sedikit tidak nyaman, tetapi dia juga merasa sedikit lega.Mereka berdua tidak cocok. Lebih baik mereka bercerai. Mereka tidak berutang apa pun kepada satu sama lain.Mari kita lihat kapan pria akan membicarakannya! Sekalipun dia hendak menceraikannya sekarang, Ratih tidak punya apa pun untuk dikatakan. Misi mereka sudah sedikit banyak berhasil.Namun, Tengku Ammar tidak mengatakan apa-apa, dia meminta Imran untuk membelikannya sekantong pakaian dan memintanya untuk berganti pakaian di kamar mandi. Imran bahkan tidak membelikannya pembalut.Ketika dia keluar, Tengku Ammar melepas jasnya dan mengikatkannya di pinggangnya.Ratih menolak dengan halus,"Itu akan mengotori pakaianmu.""Itu hanya pakaian," kata Tengku Ammar acuh tak acuh.Ratih menggigit bibirnya dan mengikuti di belakang Tengku Ammar.Ketika mereka masuk ke dalam mobil, dia mengira Tengku Ammar akan menyinggung soal perceraian, tetapi Tengku Ammar tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia memejamkan mata dan bersan
“Mengapa kamu tidak setuju dia menikah dengan Zarina?” Ratih mau tidak mau sedikit penasaran."Kamu tidak perlu peduli tentang itu.Dia lebih cantik darimu, punya bentuk tubuh yang lebih bagus darimu, lebih terdidik darimu, dan lebih cakap darimu.Terlebih lagi, mereka adalah kekasih masa kecil, dan memiliki hubungan yang dalam. Dia juga berasal dari keluarga baik-baik.”Jelasnya dengan bangga. Seharusnya Ratih merasa bahagia mendengar penjelasan itu. Tujuannya menikah sedikit banyak telah mencapai hal-hal baik."Lalu mengapa kamu tidak setuju? Kamu sebaiknya setuju saja," kata Ratih.Namun, bahkan jika Tengku Ammar ingin menceraikannya sekarang, dia tidak takut. Dengan uang yang diberikan Hafiz, dia akan mampu membiayai ibunya sampai akhir perawatannya.Namun, anak dalam perutnya … membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Nyonya Shah Alam menggertakkan giginya, be
“Apakah dia kekasihmu?”Hafiz tertawa terbahak-bahak,"Nona Ratih memang pandai bercanda. Bagaimana kamu bisa tahu kalau dia adalah kekasihku?Dia hanyalah seorang wanita yang kukagumi. Sayang sekali seseorang memiliki perasaan padanya, tetapi dia tidak.”"Tetapi untuk menerima hadiah sebesar itu dari Tuan Hafiz, aku yakin dia akan tersentuh." Ratih menjamin.Wanita mana yang tidak akan terharu setelah menerima hadiah rumah? Hafiz ini benar-benar ahli. Metodenya sangat brilian."Itu belum tentu benar. Dia mungkin hanya mengucapkan terima kasih kepadaku." Hafiz mendesah.Ratih tersenyum malu. Dia hanya ingin menghasilkan uang dan tidak ingin mendengar kisah cinta Hafiz yang rumit.Beruntungnya, Hafiz tidak mengeluh karena naksir padanya. Hafiz mengeluarkan sebuah amplop tebal.“Komisi di awal.” Ujarnya murah hati. Ketika Ratih meliha
Mendengar itu, wajah Tengku Ammar bahkan tidak menunjukkan emosi apapun.“Hukum telah mengakuinya.” Jawabnya sederhana.Nyonya Shah Alam semakin marah ketika mendengar ini. Dia menunjuk ke arahnya dan berkata dengan marah,"Tengku Ammar, apakah kamu pikir kamu bisa mengabaikan ibumu sekarang setelah kamu dewasa?Kamu tidak memberi tahuku tentang hal besar seperti pernikahanmu, dan kamu tidak menggelar pesta pernikahan. Apakah kamu menganggapku sebagai ibumu?”"Jika kamu tidak datang sekarang, aku akan membawanya ke rumah besar untuk memperkenalkan diri hari ini dan memberitahumu tentang pernikahan kami," kata Tengku Ammar dengan tenang.Nyonya Shah Alam mendengus dingin,“Kamu baru saja mendapat surat nikah. Tengku Ammar, jangan pikir aku tidak tahu apa yang sedang kamu rencanakan.Kamu hanya menyimpan tempat untuk Zarina sehingga kamu bisa memberinya pesta perni