Share

Part 3 Jebakan

Setelah pria asing yang belum ia ketahui namanya itu keluar, Ratih buru-buru mengenakan pakaiannya.

Setelahnya, ia segera keluar dari kamar tersebut.

Kesalahannya semalam adalah tidur dengan pria lain yang bukan pacarnya. Namun, hal tersebut tidak akan terjadi jika ia menjemput majikannya pulang seperti yang diperintahkan–alih-alih meminum gelas anggur yang sepertinya sudah diberi obat.

Namun, bagaimanapun–Ratih sudah bukan orang yang sama lagi.

Kali pertamanya sudah hilang.

Ratih mengulurkan tangan untuk menghapus air mata yang menggenang di matanya. Kepalanya dipenuhi alasan kenapa Nyonya Aziz tega melakukan hal tersebut kepadanya.

Apakah si majikan itu sebegitu inginnya memenangkan tender hingga berani menjual Ratih yang memang notabene hanyalah seorang TKW?

Padahal Ratih datang ke negara ini untuk hidup, bekerja sebagai tulang punggung keluarganya di rumah. Apalagi desakan utang yang mereka gunakan saat ibunya kecelakaan waktu itu. Dan Ratih pun tidak neko-neko. Di jam kerja, ia akan merawat lansia yang menjadi tanggung jawabnya dan di waktu lain ia akan belajar.

Atau adakah motif lain dari kejadian semalam?

Ratih kemudian mengeluarkan ponselnya. Matanya membelalak melihat ada 18 panggilan tak terjawab.

Semuanya dari Abdul, pacarnya.

Ah, bagaimana ia bisa menjelaskan kejadian semalam pada pacarnya nanti?

Namun, saat sampai di kediaman majikannya, penjelasan Ratih rupanya tidak diperlukan.

“Kita putus,” ucap Abdul. Penampilannya tampak berantakan saat menuruni lantai dua rumah majikan Ratih–tempat kamar Miriam, putri tunggal Tuan dan Nyonya Aziz, berada. “Jangan menghubungiku lagi.”

Itu begitu tiba-tiba dan mencurigakan bagi Ratih, sampai-sampai wanita itu hanya bisa bertanya, “Apa yang kamu lakukan di sini?”

“Abdul, jangan pergi du–astaga Ratih!” 

Pandangan Ratih beralih pada seorang gadis yang menuruni tangga. Penampilan putri majikan Ratih saat itu pun sama berantakan dan agak tidak senonoh. 

Detik itu juga, Ratih tahu apa yang terjadi di antara pacarnya dan Miriam. Ia kembali memandang pria di hadapan.

“Ratih, kamu dari mana saja? Abdul sangat mencemaskanmu,” ucap Miriam dengan nada manisnya sembari merapikan pakaiannya. “Semalam–”

“Jangan menatapku seperti itu,” ucap Abdul dengan dingin. Pandangannya lurus pada Ratih. “Jelas aku tidak mau berpacaran dengan wanita yang menjajakan tubuhnya sebagai penghangat ranjang pria-pria kesepian di luar sana.”

Ratih mengernyit. “Apa maksudmu?” balasnya.

Wanita itu tidak tahu. Ketika ia dicecoki anggur oleh Tuan Sam, majikannya mengambil video. Dari sudut yang benar, Ratih tampak mesra dan seperti tengah bermanja dengan pria gempal tersebut. 

Dan Abdul sendiri merasa kesulitan untuk tidak berpikir buruk. Dengan provokasi yang baik, tidak sulit untuk membuat Abdul berpikiran bahwa selama ini pekerjaan sampingan Ratih diluar adalah menemani para bos besar di tempat tidur mereka.

Provokasi yang datang dari Miriam, gadis yang menginginkan Abdul sejak awal karena status pria tinggi pria itu tidak bisa digoyahkan. Daripada dengan TKW miskin, bukankah Abdul lebih cocok dengannya? Pikir gadis itu.

Dan Miriam berhasil. Pagi itu, karena hinaan Abdul, Ratih tidak berniat menjelaskan lebih jauh.

Wanita itu bahkan mengemasi barangnya dan pindah dari kediaman majikannya.

***

“Ratih, ada yang mencarimu.” 

Satu bulan kemudian, saat Ratih sedang menjaga nenek lansia yang harus ia rawat di rumah sakit, ada yang mencarinya. 

“Siapa?” tanya Ratih. 

“Miriam dan Abdul.”

Mereka berdua muncul di rumah sakit tempat Ratih menjaga nenek.

Ratih mengerutkan kening. 

Sejak hari itu, sebisa mungkin ia menghindar. Tidak mau lagi terlibat dengan Abdul maupun Miriam. Ia sudah pindah ke apartemen murah di pinggir kota demi melakukan itu, dan tidak terlibat lagi dengan Nyonya Aziz selain pekerjaan merawat lansia yang ia lakukan.

Untuk apa gadis itu datang mencarinya lagi?

Sahabatnya sejak di kampung, Lina, berjalan mendekat dan menepuk pundaknya untuk memberi kekuatan.  

Akhirnya, Ratih berdiri dan menemui kedua tamunya tersebut.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Ratih dengan wajah datar.

Miriam tampak sedih. "Ratih, jangan bersikap dingin begitu,” katanya dengan suara lemah. “Apakah kamu masih belum memaafkan kami?”

“Apakah kamu merasa bersalah?” balas Ratih. Terdengar tidak terpengaruh dengan penampilan Miriam.

Miriam terkejut. Matanya mulai berkaca-kaca. “Maaf, aku tidak bermaksud merebut kekasihmu,” ucapnya kemudian. “Malam itu, saat kamu bermesraan dengan Tuan Sam, Abdul kalap. Dan aku–”

“Sudahlah.” Ratih memotong dengan dingin. “Apa keperluanmu mencariku di sini?”

Ratih melihat ekspresi Miriam yang terluka, seakan-akan ia adalah orang paling tersakiti di dunia, sementara Ratihlah antagonis dalam cerita. Harus Ratih akui, akting Miriam benar-benar hebat kali ini. Bahkan Abdul ikut terpengaruh. 

Pria  itu mengerutkan kening dengan kesal dan berkata kepada Miriam dengan wajah dingin, "Sudah kubilang jangan mencarinya."

"Abdul, aku tidak ingin dia membenciku,” ucap Miriam dengan nada memelas. “Apalagi kita akan menikah. Aku ingin Ratih hadir ….” 

Hah. Rupanya ini.

Ratih mendengus.

"Jika kamu hanya ingin pamer. Pergilah! Aku tidak punya waktu untuk kalian." Ratih melambaikan tangan dan berbalik untuk pergi. 

Namun, tangan Miriam menahannya. Miriam menangis dengan tersedu-sedu.

“Ratih, apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkanku?” tangis Miriam dengan air mata palsu. “Jika aku berlutut, apakah kamu akan hadir di pernikahan kami?”

Ada cukup banyak orang di luar, meskipun mereka berdiri di tempat terpencil, tidak mudah bagi suara Miriam untuk tidak terdengar. 

Dan itu membuat Ratih sangat malu hingga wajahnya memerah melihat orang-orang mulai menonton. Miriam pasti melakukan ini dengan sengaja.

“Aktingmu bagus,” komentar Ratih sembari menarik tangannya dari Miriam, membuat wanita itu menangis lebih keras. “Jangan membuat keributan di sini. Kembalilah.”

Mendengar itu, tampaknya Abdul tidak tahan lagi, Dia merangkul Miriam yang kini terduduk dengan ekspresi menyedihkan di lantai.

"Aku akhirnya melihat watak aslimu Ratih,” ucap pria itu dengan tatapan muram. Ia membantu Miriam berdiri. “Beruntung aku putus dari wanita tidak punya hati sepertimu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status