"Miriam, lepaskan aku. Jangan membuat keributan."
Miriam tertegun dan tanpa sadar melepaskannya. Ratih menghela napas lega, tetapi dia tidak menyangka suara pria di belakangnya terdengar perlahan,"Nona, Kamu ...?"
“Tengku Ammar, ini teman yang bekerja sebagai perawat Nenek di rumahku. Sudah kami anggap seperti keluarga sendiri.” Miriam segera menarik Ratih dan memperkenalkannya kepada Tengku Ammar. Ratih ditarik oleh Miriam dan hampir jatuh. Untungnya, Abdul memegangnya dan bertanya dengan khawatir,"Apakah kamu baik-baik saja?"
Wajah Miriam menjadi gelap dan dia melotot ke arah Abdul dengan tatapan tidak senang. Kemudian dia diam-diam mendorong Ratih ke arah Tengku Ammar dengan paksa, bermaksud melihat Ratih mempermalukan dirinya sendiri. Tengku Ammar menangkapnya dengan cepat. Semua orang tahu bahwa Tengku Ammar selalu bersikap dingin dan memiliki alergi disentuh orang lain. Dia paling benci tubuhnya di sentuh orang lain.Wajah Ratih menjadi pucat. Dia bahkan tidak berani menatapnya dan dengan cepat berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu. Namun aroma familiar malam itu menusuk indra penciumannya.
Miriam mengerutkan kening. Bukankah Tengku Ammar selalu tidak tertarik pada wanita? Mungkinkah Tengku Ammar sudah sembuh dari penyakitnya? Miriam dengan cepat mencibir dalam hatinya. Dia terlalu banyak berpikir. Bagaimana mungkin? Orang macam apa Tengku Ammar itu? Bagaimana mungkin dia tertarik pada orang biasa seperti Ratih? Belum lagi gadis ini adalah tenaga kerja dari negeri tetangga. Mungkin dia hanya bersikap sopan karena tidak tahu latar belakang wanita ini! Namun untuk mencegah hal ini terjadi, Miriam segera menjelaskan kepada Tengku Ammar,"Tengku Ammar, Ratih dulunya adalah pacar Abdul. Tapi dia melakukan kesalahan dan tidur dengan pria lain. Itulah sebabnya Abdul dan aku punya kesempatan untuk menikah."
Tengku Ammar berkata dengan tidak senang,"Miriam, tidak ada yang perlu dikatakan tentang ini."
Ratih menundukkan kepalanya lebih dalam lagi. Di mata orang lain, dia pasti malu! Tetapi hanya dia yang tahu dalam hatinya bahwa itu karena dia takut pada pria ini. Karena laki-laki yang tidur dengannya berada tepat di depannya, dan dia berbohong kepadanya terakhir kali. "Begitu," kata Tengku Ammar ringan. Tatapan dinginnya menyapu Ratih. Meskipun kepala Ratih menunduk, dia masih bisa merasakan tatapannya menyapu dirinya. "Paman kecil, ibu ada di sana. Kamu harus pergi ke sana!" kata Tengku Ammar. “Paman kecil?” Ratih hampir melompat keaget dan menatap Tengku Ammar dengan tak percaya. Tengku Ammar tersenyum dingin dengan penuh minta, ia mengulurkan tangannya."Nona Ratih, Saya paman Abdul. Ini pertama kalinya kita bertemu.”
Wajah Ratih menjadi semakin pucat. Kepalanya akan meledak. Dia melihat tangan Tengku Ammar yang terulur, namun dia tidak menyambutnya dan segera melarikan diri. "Paman, jangan pedulikan dia. namanya juga pembantu." Miriam mendengus dingin dan cepat-cepat meminta maaf kepada Tengku Ammar sambil tersenyum. Tengku Ammar menjawab dengan ekspresi dingin,"Panggil saja aku Tengku Ammar!"
Setelah itu, dia berbalik dan pergi. Miriam tidak bisa berkata apa-apa. Wajahnya memucat, dan dia bertanya pada Abdul, bertingkah seperti anak manja."Abdul…mengapa paman kecilmu bersikap begitu?"
Abdul juga mengerutkan kening. Sikap Tengku Ammar menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak mengakui identitas Miriam.Seperti yang diharapkan, Tengku Ammar pergi tanpa menunggu pernikahan selesai. sikapnya mengejutkan para tetua. Di sisi lain, Nyonya Wan, ibunya Abdul dan suaminya juga tidak ramah, mereka juga memperlakukan Miriam dengan dingin.
"Bantu aku menyelidiki wanita itu, namanya Ratih," kata Tengku Ammar dingin setelah masuk ke dalam mobil. Asistennya, Imran, segera mengangguk. Dia punya banyak cara untuk menyelidiki Ratih, yang sama sekali tidak punya latar belakang apalagi gadis itu sudah pasti terdaftar di kedutaan. Setengah jam kemudian, semua informasi dikirim ke Tengku Ammar. Tengku Ammar dengan santai membolak-baliknya, dan tatapannya berubah dingin. Dia berkata dengan kesal,"Pantas saja aku tidak bisa mengetahuinya. Beraninya gadis ini berbohong padaku dengan nama palsu."
Ratih melarikan diri. Dia benar-benar tidak menyangka pria yang malam itu adalah Tengku Ammar. Walaupun dia menyebut namanya saat itu, dia tidak menyangka bahwa itu adalah orang terkaya di Terengganu, Tengku Ammar Shah Alam. Lucunya bahwa Tengku Ammar sebenarnya adalah paman bungsu Abdul, sang mantan pacar. Ada banyak cerita lain tentang pria ini. Dia adalah pria dingin yang tidak tertarik pada wanita. Sebuah rumor mengatakan bahwa dia sudah memiliki kekasih namun sang ibu ingin menjodohkannya dengan perempuan dari keluarga kesultanan semenanjung timur Malaysia. Singkatnya, dia adalah harimau di gunung yang tinggi. Orang biasa seperti Ratih tidak dapat menyentuhnya. Tetapi sekarang, Ratih tidak hanya menyentuhnya, tetapi dia juga memakannya dari kepala sampai kaki. Sebelumnya ia merasa sedih karena telah dimanfaatkan oleh laki-laki tak dikenal, tetapi kini ia paham betul bahwa dialah yang telah dimanfaatkan oleh laki-laki itu. Sekarang Tengku Ammar akan sangat mudah untuk mencari tahu siapa dia, bagaimana jika lelaki itu marah dan menyiksanya?Tengku Ammar masih duduk di ruang kerjanya dengan wajah muram. Ditangannya ada satu eks majalah Melayu News edisi minggu depan. Dia segera melemparnya ke tempat sampah. “Apa ini semua rencana ibu?” Ia bertanya pada Imran yang mematung di depan meja. Imran sedikit ragu untuk menjawab. Majalah ini memang di kirimkan oleh Nyonya besar Shah Alam langsung ke meja Tengku Ammar pagi ini. Belum dicetak dan di pasarkan. Dia dengan mudah dapat menebak niat pihak lain mengirimkan majalah ini ke meja Tuannya.“Dimana dokumen tentang gadis itu?” Tengku Ammar bertanya dengan wajah dingin. Imran dengan patuh mengambil sebuah map di lemari dokumen rahasia. “Tuan, apakah anda yakin akan terlibat dengan gadis ini?” Imran mau tidak mau memberanikan diri bertanya. Dia sebenarnya tidak punya kualifikasi untuk mempertanyakan tindakan yang diambil atasannya, namun ini sebagian besar menyangkut kehidupan pribadi Tuannya. “Dia adalah target yang cocok.” Sinar kelicikan
Dia segera mengangkat kepalanya dan menatap pria itu. Tidak semua orang punya wajah yang tampan. Jelas itu adalah pria yang pernah tidur dengannya tempo hari. Dia segera menundukkan kepalanya. Berusaha membuat dirinya tidak terlihat sehingga pria itu tidak bisa mengenalinya."Nila, kemarilah. Temani Tuan Ammar melihat apartemen." Manajer itu tiba-tiba memanggil petugas penjualan senior yang sangat cantik untuk menemani pelanggan baru itu. Ratih segera menghela napas dan berbalik menuju kursi sofa di lobi, namun sebelum punggungnya menyentuh sofa, sebuah suara bariton yang familiar terdengar menggelitik di telinganya.“Ratih, aku ingin Nona Ratih yang menemaniku.” Pikiran Ratih hampir meledak. Ah, bagaimana pria itu bisa tahu bahwa dia bekerja disini? "Ratih, manajer memanggilmu. Cepatlah." Lina menyodoknya, segera membuat dia berubah panik. “Ini pelanggan pertamamu! Berusaha lah dengan keras.” Bisik Lina di telinganya.
Ratih hampir menjatuhkan map itu ke lantai namun dia tetap berusaha kuat untuk tenang. Itu adalah kontrak pernikahan. Berisi beberapa kewajiban dan beberapa klausul tentang hubungan bisnis. Dia membaca satu persatu klausul yang tertulis di dalamnya seperti yang di perintahkan.“Jelaskan.” Ratih sudah selesai membaca poin demi poin.“Aku butuh seseorang untuk menjadi tameng.” Ujar Tengku Ammar dengan tatapan datar.“Mengapa harus aku?” Dia mengangkat wajah dan bertemu dengan tatapan mata Tengku Ammar yang sedang menelisiknya.“Tidak ada alasan.” Jawabnya dingin.Ratih menjadi sedikit kesal dengan jawaban ini. Ada ribuan gadis yang akan berbaris untuk mendapatkan kesempatan memegang kontrak ini di Terengganu, mengapa harus dia?“Kalau begitu, aku menolak.” Ratih menutup map dan meletakkannya di meja sofa lalu bangkit untuk pergi. Namun dia segera ingat bahwa pria ini adalah pelanggan pertamanya yang harus dia selesaikan.Melihat gadis itu berbalik, wajah Tengku Ammar menjadi semakin din
Ratih merasakan kepalanya berputar dan berdenging. Namun dia bertahan untuk mendengarkan sampai akhir.“Bicaralah kondisimu. Aku tau kamu butuh uang.” Ujar Tengku Ammar tenang. Dia lalu menyodorkan selembar dokumen berisi keuntungan apa yang akan di peroleh Ratih jika dia setuju menjadi istri bayarannya.“Kamu akan mendapatkan gaji bulanan, dan kompensasi atas malam itu. Tidak perlu khawatir untuk biaya hidup dan kebutuhan lainnya. Aku akan menyediakannya.” Jelas Tengku Ammar dengan nada serius.Ratih sebenarnya tidak punya pilihan lain, selama tiga hari bekerja sebagai Staf penjualan, dia bahkan belum mendapatkan pelanggan satu orangpun. Persaingan disana terlalu ketat. Para staf senior selalu mencuri pelanggan orang lain.Lagipula, mendapatkan pelanggan untuk membeli apartemen mewah itu sedikit sulit karena penjualan property akhir-akhir ini sedang sepi.“Berapa kompensasinya?” Tanya Ratih akhirnya.“Kamu bisa menyebutkan.” Jawab Tengku Ammar murah hati. Ratih merasa senang dengan j
Ingin menahan buku nikah?Namun buka cuma buku nikah yang di tahan, Kartu identitas dan passport juga ditahan.“Ini bukan pernikahan namanya. Ini hanya pindah majikan.” Geramnya kesal sambil melangkah pergi.Mendengar kata-katanya, wajah tampan Tengku Ammar berubah menjadi hitam.“Kamu! Berhenti disana!” Perintahnya dingin.Ratih berbalik dengan kesal.“Ada apa lagi? Bukankah kita sudah menikah? Apalagi yang kamu mau?” Dia bertanya dengan kesal. Entah mengapa setiap melihat pria ini dia merasa emosinya sedikit meledak-ledak.Namun belum sempat Tengku Ammar mengatakan apapun, kepala Ratih tiba-tiba pusing. Dia berdiri dengan sempoyongan dan hampir jatuh. Melihat itu Tengku Ammar segera mendekat dengan curiga. Apa ini trik seorang gadis?Karena kepalanya sangat pusing, Ratih segera berjongkok di tanah. Ada apa dengan tubuhnya, dia sudah sarapan tadi pagi, kenapa tiba-tiba pusing?Tak lama kemudian rasa sakit tiba-tiba menyerang perut bagian bawahnya. Dia dengan cepat memegang perutnya s
Wajah Ratih memucat, tubuhnya terasa ingin pingsan lagi. Ketika dia tahu dia hamil, dunia sepertinya sudah berakhir. Bagaimana dia bisa pulang dengan bayi? Lagipula, apakah bayi ini diinginkan oleh Tengku Ammar? Mereka hanya terikat kontrak."Apa kamu tidak minum pil pagi itu?" Tengku Ammar bertanya."Pil?" Kening Ratih berkerut. Apakah itu pil aborsi?Melihat Ratih yang kebingungan, Tengku Ammar segera ingat bahwa gadis ini sangat awam tentang masalah ini. "Lupakan saja!" Dia melambaikan tangan tidak sabar."Bagaimana kita menyelesaikan ini?" Ratih bertanya dengan perasaan campur aduk. Sejujurnya dia sendiri sangat tidak siap untuk hamil, tapi dia perlu meminta pendapat Tengku Ammar. "Maksudmu?" Kening Tengku Ammar berkerut."Bantu aku mencari dokter aborsi." Dia segera menjawab.Aborsi? "Apa katamu?" Melihat Tengku Ammar melotot engan kaget, nyali Ratih sedikit menciut."Bukankah kamu hanya butuh istri tapi tidak butuh anak?" "Jangan bicara omong kosong!" Ujarnya dengan tatapan
Itu adalah seorang wanita yang anggun dan elegan. Dia tampak berusia awal empat puluhan, dan sosoknya sangat dingin. Dia adalah tipe penampilan yang akan membuat orang sangat terpana pada pandangan pertama. Lagipula, dia tampak sedikit familiar.Tidak tahu mengapa, tetapi ketika melihatnya, Ratih merasa sedikit malu dan segera bangkit. Setelah wanita itu masuk, dia menatapnya dan berkata dengan ringan,"Kamu pasti Ratih!"Ratih mengangguk, tetapi menatapnya dan bertanya dengan bingung,"Maaf, Anda ...?""Saya Nyonya Syah Alam.""Ah? Istri Tengku Ammar?” Ratih terkejut.Bukankah mereka mengatakan bahwa Tengku Ammar belum menikah? Bagaimana dia bisa punya istri?Wajah Nyonya Syah Alam menjadi gelap. Dia mengerutkan kening dan berkata,"Apakah ada yang salah dengan IQ-mu? Bagaimana mungkin Teuku Ammar jatuh cinta pada wanita sepertimu? Apakah informasi ini benar? Bagaimana mungkin selera anakku bisa seburuk itu?""Anda ibunya Tengku Ammar?" Ratih bahkan lebih terkejut."Tapi Anda terliha
Nyonya Ammar tidak tinggal lebih lama karena Ratih juga harus melalui prosedur pemeriksaan sebelum diizinkan keluar dari rumah sakit. Ketika dia keluar dan menghentikan taksi, dia melihat Abdul datang. Ia tidak menyangka akan melihat mobil yang dikenalnya terparkir di pinggir jalan.Ratih mengerutkan kening dan mengabaikannya saat dia berjalan mendekat.Orang-orang di dalam mobil bergegas membuka pintu dan mengejarnya."Ratih, ayo kita bicara," kata Abdul cemas.Ratih berhenti, berbalik, dan berkata sambil tersenyum dingin,"Apa yang harus kita bicarakan?""Ratih, mengapa kamu begitu kejam padaku?""Abdul, Aku berterima kasih padamu karena meminjamkanku kartu anggota terakhir kali, tetapi kamu membawa Miriam dan yang lainnya ke sana. Jangan bilang kalau kamu tidak punya niat lain."Dia bukan orang bodoh. Dia tahu itu saat melihat Miriam dan yang lainnya hari itu. Abdul melakukannya dengan sengaja. Dia tahu bahwa Ratih ada di sana, tetapi dia tetap membawa mereka bertiga ke sana. Dia i