Ratih hampir menjatuhkan map itu ke lantai namun dia tetap berusaha kuat untuk tenang. Itu adalah kontrak pernikahan. Berisi beberapa kewajiban dan beberapa klausul tentang hubungan bisnis. Dia membaca satu persatu klausul yang tertulis di dalamnya seperti yang di perintahkan.
“Jelaskan.” Ratih sudah selesai membaca poin demi poin.
“Aku butuh seseorang untuk menjadi tameng.” Ujar Tengku Ammar dengan tatapan datar.
“Mengapa harus aku?” Dia mengangkat wajah dan bertemu dengan tatapan mata Tengku Ammar yang sedang menelisiknya.
“Tidak ada alasan.” Jawabnya dingin.
Ratih menjadi sedikit kesal dengan jawaban ini. Ada ribuan gadis yang akan berbaris untuk mendapatkan kesempatan memegang kontrak ini di Terengganu, mengapa harus dia?
“Kalau begitu, aku menolak.” Ratih menutup map dan meletakkannya di meja sofa lalu bangkit untuk pergi. Namun dia segera ingat bahwa pria ini adalah pelanggan pertamanya yang harus dia selesaikan.
Melihat gadis itu berbalik, wajah Tengku Ammar menjadi semakin dingin. Dia segera mencibir.
“Apa kamu berubah fikiran?”
Ratih menghela napas dengan kesal.
“Apa kamu datang kesini tanpa niat untuk membeli rumah? Dan kamu berbohong lalu memberi harapan pada Manajer kami?”
Tengku Ammar sedikit kaget. Berbohong? Kapan dia pernah berbohong dan memberi harapan?
“Karena kamu tidak menjawab, aku akan segera kembali dan melapor pada manajer bahwa kamu menipuku. Kamu sama sekali tidak berniat membeli apartemen.” Setelah menyelesaikan semua kalimat ini, Ratih berbalik dan berjalan ke pintu.
Semua pengawal diluar melihat adegan itu dengan perasaan ngeri. Gadis mana yang pernah bersikap begitu berani di depan bos mereka? Bahkan berani mengancamnya?
Namun sudut mulut Tengku Ammar sudah lama melengkung dengan ekspresi senang. Ketika dia keluar, Imran menghampirinya dengan panik.
“Tuan, apa yang harus kita lakukan? Apakah perlu mengutus orang untuk melenyapkan gadis ini?”
Wajah Tengku Ammar sudah kembali ke ekspresi semula. Datar dan tanpa emosi. Namun ada sedikit rona bahagia melintas di matanya.
“Tidak perlu. Tunggu saja.” Jawabnya dalam suasana hati yang baik.
Rahang Imran hampir jatuh melihat perubahan diwajah Tuannya. Bukankah seharusnya dia bersikap marah dan mengamuk? Dia bukan hanya baru saja di tolak, tapi juga diancam dan dituduh dengan kejam.
Melihat tuannya berbalik ke kantor utama, Imran segera menyusul. Namun mereka tidak masuk dan menemui manajer tapi kembali ke kantor Royal Energy.
Dua hari kemudian, Ratih mendapatkan panggilan telepon dari pamannya. Itu adalah berita buruk tentang ibunya yang harus segera di operasi karena ada gumpalan darah yang membeku di otaknya. Dan sialnya, itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Saat ini dia sedang bingung dimana harus mencari uang sebanyak itu dalam waktu dekat. Dia sudah gagal di misi pertamanya sebagai petugas penjualan.
Namun ketika dia berfikir dia sudah gagal mendapatkan pelanggan pertama dan berniat menjelaskan duduk perkaranya ke manajer, sang manajer datang dengan wajah berseri-seri ke ruangannya.
“Kamu hebat. Kamu benar-benar beruntung. Selamat. Target perdanamu sukses besar.” Dia menepuk pundak Ratih dengan kuat.
Ratih kebingungan. Ada apa ini? Bukankah pria itu tidak berniat membeli apartemen? Pelanggan mana lagi yang datang padanya? Selama dua hari ini hanya Tengku Ammar yang datang sebagai pelanggannya, tidak ada orang lain.
“Maksud anda?” Dia bertanya dengan bingung.
Manajer memperlihatkan kontrak pembelian apartemen pada Ratih. Ratih segera membacanya dengan teliti. Itu tertera atas nama Tengku Ammar! Dan itu adalah kontrak pembelian apartemen sejumlah dua puluh unit!
Ratih segera menghirup napas dingin. Dia benar-benar membeli? Bukan hanya satu tapi dua puluh?
Harga Apartemen mereka jelas tidak murah. Jadi bonus yang dia dapat juga pasti akan sangat banyak. Ratih merasa sangat senang namun juga sedikit waspada.
Apa sebenarnya maksud pria ini?
“Kamu harus datang dan berterima kasih pada Tuan Ammar. Sekalian antarkan kontrak pembelian yang sudah di sahkan oleh notaris. Pastikan dia menanda tangani dengan benar dan bawa salinannya kembali.”
Mendengar itu Ratih segera merasa tidak enak badan. Namun Manajer segera mendorongnya untuk pergi.
“Selesaikan sekarang juga agar bonusnya cepat cair.”
Kakinya sangat berat melangkah ke Kantor mewah Royal Energy. Ketika dia diantar langsung ke ruang eksekutif CEO, kakinya semakin lemah tak bertenaga. Baru dua hari yang lalu dia mengancam pria ini dengan berani, namun sekarang dia harus datang menebalkan muka untuk berterima kasih.
Ketika dia masuk, Tengku Ammar sedang fokus pada dokumen tebal di mejanya.
“Tuan, petugas penjualan sudah datang.” Ujar sekretaris. Tengku Ammar tidak merespon, dia tetap fokus pada dokumen.
Ratih merasa dirinya seperti sedang disidang karena melakukan kejahatan.
“Tuan, Aku ingin berterima kasih atas pembelian anda.” Ujar Ratih dengan suara rendah.
Mendengar nada bicara gadis ini yang melunak, Tengku Ammar mengangkat wajahnya.
“Apa maksudmu?” Dia bertanya dengan kening berkerut.
“Kami ingin berterima kasih karena sudah bersedia membeli apartemen itu dan ini kontraknya. Mohon di tanda tangani.” Dengan itu dia segera maju dan menyodorkan kontrak itu ke meja Tengku Ammar.
“Bawa ini kembali. Aku membatalkan rencana pembelian apartemen dan akan segera membatalkan transaksi bank.” Dia menjawab dengan dingin.
“Apa katamu?” Ratih berteriak tanpa sadar. Pria ini sangat plin plan.
“Kamu bersikap tidak sopan jadi aku ingin membatalkannya.” Jawabnya tanpa rasa bersalah.
“Tengku Ammar…kamu…” Ratih kehilangan kata-kata. Dia menghela napas panjang. Dia bisa mati karena marah pada orang tidak tahu malu seperti Tengku Ammar ini.
“Bicara! Apa maumu?” Teriak Ratih putus asa. Ketika gadis itu mengatakan ini, sudut mulut Tengku Ammar melengkung sedikit. Dia bangkit dengan map ditangannya.
“Mari kita bicara.” Nadanya masih sama namun tatapan kemenangan terlihat jelas dimatanya.
Mereka segera pindah ke sofa. Namun ketika Ratih duduk dengan marah, roknya yang pendek naik jauh keatas menampakkan paha mulus putih. Karena Tengku Ammar duduk di hadapannya, dia dengan mudah dapat melihat pemandangan musim semi itu lagi.
Tangannya bahkan masih bisa merasakan bagaimana halusnya kulit itu ketika dia menyentuhnya malam itu. Bagaimana dia dengan senang memegang pinggang kecil gadis di depannya itu.
“Apa yang kamu inginkan?” Suara cemberut gadis itu bahkan terdengar manja dan menggemaskan di telinganya. Ah, sial! fikirannya mengembara lagi.
Tengku Ammar merasakan tenggorokannya sedikit kering dan wajahnya memerah sedikit. Dia kemudian menyodorkan map yang kemarin.
“Menikahlah denganku.”
Ratih merasakan kepalanya berputar dan berdenging. Namun dia bertahan untuk mendengarkan sampai akhir.“Bicaralah kondisimu. Aku tau kamu butuh uang.” Ujar Tengku Ammar tenang. Dia lalu menyodorkan selembar dokumen berisi keuntungan apa yang akan di peroleh Ratih jika dia setuju menjadi istri bayarannya.“Kamu akan mendapatkan gaji bulanan, dan kompensasi atas malam itu. Tidak perlu khawatir untuk biaya hidup dan kebutuhan lainnya. Aku akan menyediakannya.” Jelas Tengku Ammar dengan nada serius.Ratih sebenarnya tidak punya pilihan lain, selama tiga hari bekerja sebagai Staf penjualan, dia bahkan belum mendapatkan pelanggan satu orangpun. Persaingan disana terlalu ketat. Para staf senior selalu mencuri pelanggan orang lain.Lagipula, mendapatkan pelanggan untuk membeli apartemen mewah itu sedikit sulit karena penjualan property akhir-akhir ini sedang sepi.“Berapa kompensasinya?” Tanya Ratih akhirnya.“Kamu bisa menyebutkan.” Jawab Tengku Ammar murah hati. Ratih merasa senang dengan j
Ingin menahan buku nikah?Namun buka cuma buku nikah yang di tahan, Kartu identitas dan passport juga ditahan.“Ini bukan pernikahan namanya. Ini hanya pindah majikan.” Geramnya kesal sambil melangkah pergi.Mendengar kata-katanya, wajah tampan Tengku Ammar berubah menjadi hitam.“Kamu! Berhenti disana!” Perintahnya dingin.Ratih berbalik dengan kesal.“Ada apa lagi? Bukankah kita sudah menikah? Apalagi yang kamu mau?” Dia bertanya dengan kesal. Entah mengapa setiap melihat pria ini dia merasa emosinya sedikit meledak-ledak.Namun belum sempat Tengku Ammar mengatakan apapun, kepala Ratih tiba-tiba pusing. Dia berdiri dengan sempoyongan dan hampir jatuh. Melihat itu Tengku Ammar segera mendekat dengan curiga. Apa ini trik seorang gadis?Karena kepalanya sangat pusing, Ratih segera berjongkok di tanah. Ada apa dengan tubuhnya, dia sudah sarapan tadi pagi, kenapa tiba-tiba pusing?Tak lama kemudian rasa sakit tiba-tiba menyerang perut bagian bawahnya. Dia dengan cepat memegang perutnya s
Wajah Ratih memucat, tubuhnya terasa ingin pingsan lagi. Ketika dia tahu dia hamil, dunia sepertinya sudah berakhir. Bagaimana dia bisa pulang dengan bayi? Lagipula, apakah bayi ini diinginkan oleh Tengku Ammar? Mereka hanya terikat kontrak."Apa kamu tidak minum pil pagi itu?" Tengku Ammar bertanya."Pil?" Kening Ratih berkerut. Apakah itu pil aborsi?Melihat Ratih yang kebingungan, Tengku Ammar segera ingat bahwa gadis ini sangat awam tentang masalah ini. "Lupakan saja!" Dia melambaikan tangan tidak sabar."Bagaimana kita menyelesaikan ini?" Ratih bertanya dengan perasaan campur aduk. Sejujurnya dia sendiri sangat tidak siap untuk hamil, tapi dia perlu meminta pendapat Tengku Ammar. "Maksudmu?" Kening Tengku Ammar berkerut."Bantu aku mencari dokter aborsi." Dia segera menjawab.Aborsi? "Apa katamu?" Melihat Tengku Ammar melotot engan kaget, nyali Ratih sedikit menciut."Bukankah kamu hanya butuh istri tapi tidak butuh anak?" "Jangan bicara omong kosong!" Ujarnya dengan tatapan
Itu adalah seorang wanita yang anggun dan elegan. Dia tampak berusia awal empat puluhan, dan sosoknya sangat dingin. Dia adalah tipe penampilan yang akan membuat orang sangat terpana pada pandangan pertama. Lagipula, dia tampak sedikit familiar.Tidak tahu mengapa, tetapi ketika melihatnya, Ratih merasa sedikit malu dan segera bangkit. Setelah wanita itu masuk, dia menatapnya dan berkata dengan ringan,"Kamu pasti Ratih!"Ratih mengangguk, tetapi menatapnya dan bertanya dengan bingung,"Maaf, Anda ...?""Saya Nyonya Syah Alam.""Ah? Istri Tengku Ammar?” Ratih terkejut.Bukankah mereka mengatakan bahwa Tengku Ammar belum menikah? Bagaimana dia bisa punya istri?Wajah Nyonya Syah Alam menjadi gelap. Dia mengerutkan kening dan berkata,"Apakah ada yang salah dengan IQ-mu? Bagaimana mungkin Teuku Ammar jatuh cinta pada wanita sepertimu? Apakah informasi ini benar? Bagaimana mungkin selera anakku bisa seburuk itu?""Anda ibunya Tengku Ammar?" Ratih bahkan lebih terkejut."Tapi Anda terliha
Nyonya Ammar tidak tinggal lebih lama karena Ratih juga harus melalui prosedur pemeriksaan sebelum diizinkan keluar dari rumah sakit. Ketika dia keluar dan menghentikan taksi, dia melihat Abdul datang. Ia tidak menyangka akan melihat mobil yang dikenalnya terparkir di pinggir jalan.Ratih mengerutkan kening dan mengabaikannya saat dia berjalan mendekat.Orang-orang di dalam mobil bergegas membuka pintu dan mengejarnya."Ratih, ayo kita bicara," kata Abdul cemas.Ratih berhenti, berbalik, dan berkata sambil tersenyum dingin,"Apa yang harus kita bicarakan?""Ratih, mengapa kamu begitu kejam padaku?""Abdul, Aku berterima kasih padamu karena meminjamkanku kartu anggota terakhir kali, tetapi kamu membawa Miriam dan yang lainnya ke sana. Jangan bilang kalau kamu tidak punya niat lain."Dia bukan orang bodoh. Dia tahu itu saat melihat Miriam dan yang lainnya hari itu. Abdul melakukannya dengan sengaja. Dia tahu bahwa Ratih ada di sana, tetapi dia tetap membawa mereka bertiga ke sana. Dia i
"Tuan, Dia tidur di sana. Saya memintanya untuk naik ke atas, tetapi dia menolak. Dia meminta saya untuk memberinya selimut dan tidur di sana."Tengku Ammar menoleh dan melihat Ratih sedang tidur di sofa.Dia berteriak sangat keras, tetapi gadis tidak terbangun dan tidur dengan tenang di sofa seperti kerbau.Tengku Ammar tidak tahu apakah harus tertawa atau menangis. Menyadari bahwa gadis ini tidak pergi dan tetap tinggal di rumah, amarahnya langsung hilang.“Baiklah, kamu bisa pergi istirahat!” kata Tengku Ammar kepada pengurus rumah tangga dengan nada yang lebih lembut.Kepala pelayan itu mengangguk cepat. Tengku Ammar berjalan ke arah Ratih dan ingin membangunkannya. Karena dia kelihatannya sangat lelap, dia terpaksa membungkuk, mengangkatnya dan menggendongnya ke atas.Kembali ke kamar tidur, dia membaringkannya di tempat tidur. Meski begitu, Ratih tidak terbangun.Tengku Ammar berbaring di sampingnya dan menatap matanya sambil menopang kepalanya dengan tangannya.Sejujurnya, mesk
Mendengar itu, wajah Tengku Ammar bahkan tidak menunjukkan emosi apapun.“Hukum telah mengakuinya.” Jawabnya sederhana.Nyonya Shah Alam semakin marah ketika mendengar ini. Dia menunjuk ke arahnya dan berkata dengan marah,"Tengku Ammar, apakah kamu pikir kamu bisa mengabaikan ibumu sekarang setelah kamu dewasa?Kamu tidak memberi tahuku tentang hal besar seperti pernikahanmu, dan kamu tidak menggelar pesta pernikahan. Apakah kamu menganggapku sebagai ibumu?”"Jika kamu tidak datang sekarang, aku akan membawanya ke rumah besar untuk memperkenalkan diri hari ini dan memberitahumu tentang pernikahan kami," kata Tengku Ammar dengan tenang.Nyonya Shah Alam mendengus dingin,“Kamu baru saja mendapat surat nikah. Tengku Ammar, jangan pikir aku tidak tahu apa yang sedang kamu rencanakan.Kamu hanya menyimpan tempat untuk Zarina sehingga kamu bisa memberinya pesta perni
“Apakah dia kekasihmu?”Hafiz tertawa terbahak-bahak,"Nona Ratih memang pandai bercanda. Bagaimana kamu bisa tahu kalau dia adalah kekasihku?Dia hanyalah seorang wanita yang kukagumi. Sayang sekali seseorang memiliki perasaan padanya, tetapi dia tidak.”"Tetapi untuk menerima hadiah sebesar itu dari Tuan Hafiz, aku yakin dia akan tersentuh." Ratih menjamin.Wanita mana yang tidak akan terharu setelah menerima hadiah rumah? Hafiz ini benar-benar ahli. Metodenya sangat brilian."Itu belum tentu benar. Dia mungkin hanya mengucapkan terima kasih kepadaku." Hafiz mendesah.Ratih tersenyum malu. Dia hanya ingin menghasilkan uang dan tidak ingin mendengar kisah cinta Hafiz yang rumit.Beruntungnya, Hafiz tidak mengeluh karena naksir padanya. Hafiz mengeluarkan sebuah amplop tebal.“Komisi di awal.” Ujarnya murah hati. Ketika Ratih meliha