Share

Dikontrak Jadi Istri Penguasa
Dikontrak Jadi Istri Penguasa
Penulis: Wangfei

Part 1 Dijual Majikan

“Jadilah anak baik dan minum ini, Ratih. Satu langkah lagi, dan aku akan memenangkan tender majikanmu.”

Dengan sekuat tenaga, Ratih mengatupkan bibirnya sementara pria gempal di hadapannya mendorong segelas anggur ke depan bibirnya. Tatapannya kemudian terarah majikannya. Nyonya Aziz, wanita itu hanya balas memandangnya tanpa berniat membantu.

Beberapa menit yang lalu, Ratih sampai di restoran hotel ini karena disuruh untuk menjemput majikannya. Namun, saat ia menunggu, Nyonya Aziz justru mengumpankannya pada Tuan Sam, pria gempal yang sejak tadi menatap Ratih dengan tatapan penuh nafsu. 

“Buka mulutmu.”

Ratih menggeleng. Ia berniat menjauh, tapi Tuan Sam justru menariknya dan mendudukkan gadis itu di pangkuan.

Terkejut, Ratih langsung bergerak menjauh. Namun, tangan besar Tuan Sam dengan cepat memeluk pinggangnya. Mengunci gadis itu agar tidak lari dari pangkuannya.

“Lepas–”

“Hanya satu gelas, lalu aku akan melepaskanmu.” 

Tuan Sam kembali menyodorkan bibir gelas anggur itu pada Ratih. Merasakan embusan napas pria itu di telinganya dia seketika merinding. Ratih ingin sekali menendang pria ini hingga mati namun kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan seorang pria dewasa.

Sementara itu, Ratih melihat majikannya yang balas menatapnya dengan senyum mengejek. 

“Hanya satu gelas, Ratih.” Wanita paruh baya itu justru berkata. “Tidak ada salahnya menuruti ucapan Tuan Sam.”

Ratih seperti bisa mendengar kelanjutan ucapan majikannya tersebut. Jika Ratih bersedia utuk minum, majikannya akan memenangkan tender yang diincar dan Ratih bisa segera pergi dari sana.

Ini sudah hampir pukul sebelas malam, dia harus segera kembali ke rumah sakit untuk menjaga nenek. 

“Kamu harus menepati janjimu,” ucap Ratih kemudian, menahan perasaannya.

Gadis itu kemudian meraih gelas anggur di tangan Tuan Sam dan menegaknya dalam satu kali teguk.

“Sekarang lepas–”

Ratih akhirnya bisa melepaskan diri dan berdiri. Namun, tiba-tiba badannya terasa limbung.

Padahal Ratih baru saja menyelesaikan minumnya, tapi kenapa rasa sakit langsung menyerang kepalanya?

Apakah memang minum anggur efeknya seperti ini? Atau–

“Aku permisi dulu.” Tiba-tiba Nyonya Aziz berkata. “Mohon jangan terburu-buru, Tuan Sam.”

Apa maksudnya?

“Tenang saja, Nyonya. Oh ya–selamat. Mohon ke depannya kita bisa bekerja sama dengan baik.”

Detik itu juga, Ratih tahu bahwa dirinya telah dijebak. Majikannya telah mengumpankan dirinya pada pria gempal di hadapan Ratih tersebut.

Perlahan, kesadaran Ratih mulai menghilang dan kakinya mulai kehilangan kekuatan. 

Menyadari Ratih mulai bergerak gelisah, Tuan Sam segera mendorong gadis itu hingga terjatuh di sofa dan mulai menekannya disana. Ratih merasakan bahaya mulai mendekat.

“Lepaskan aku.” Ratih berusaha berteriak, tapi suara yang keluar dari mulutnya sangat lemah. 

Lebih terdengar seperti erangan lembut yang membuat mata Tuan Sam menatapnya semakin dalam.

“Tenang, Cantik. Aku akan membuatmu nyaman ….” Bisikan dari Tuan Sam membuatnya mual.

Dengan sisa-sisa tenaganya dan sebelum kesadarannya hilang, Ratih menggigit lidahnya sendiri hingga berdarah. Rasa sakit itu segera mengembalikan kesadarannya seketika.

Namun, sayangnya, Ratih sudah terkunci di bawah tubuh pria menjijikkan ini. 

Satu-satunya yang tersisa hanyalah bagian kaki. Dia segera menggunakan kesempatan ini untuk mengumpulkan kekuatan dan menendang pangkal atas paha Tuan Sam dengan keras.

Tuan Sam sama sekali tidak menyangka akan mendapat serangan seekstrim ini oleh seorang wanita lemah yang sudah dibiusnya. Dia terjungkal ke lantai sambil menahan rasa sakit yang amat sangat. 

Memanfaatkan momen itu, Ratih segera bangkit dan berlari ke pintu. Dia keluar menuju koridor panjang

Ratih bisa merasakan tubuhnya mulai terasa panas dan kakinya mulai menyerah sekali lagi, sehingga dia tidak bisa lagi berlari. Mengandalkan sedikit rasa sakit yang memberinya kekuatan, dia menghampiri ke dalam lift yang ada di ujung koridor ini.

Pintu lift terbuka dan dia segera terjatuh ke depan. Kepalanya jatuh ke dalam tangan kokoh seseorang pria. 

Ah, siapa lagi ini?

Ratih mendongak dan menangkap seraut wajah pria. Dengan sisa kekuatannya, Ratih mencengkeram lengan baju pria itu erat-erat.

"Tu-Tuan,” sengalnya. “Selamatkan aku. Tolong."

Dari sudut pandangnya yang sudah mabuk, pria itu sangat tampan. Wajahnya yang halus memiliki tepian yang tajam. Matanya yang hitam dan dalam penuh dengan kekejaman dingin dipadu dengan bibirnya yang tipis terkatup rapat. Tak ada reaksi apapun seolah pria itu adalah patung.

Hanya saja wajah pria itu yang putih sedikit memerah tidak seperti biasanya, membuatnya tampak semakin seksi tak terlukiskan.

Pria itu menatap Ratih dengan heran. Suara sol sepatu berlarian terdengar di belakangnya. Matanya menjadi gelap dan dia segera menggendongnya ke dalam lift.

Pikiran Ratih kacau. Tubuhnya terasa panas tak tertahankan. Ia memeluk erat tubuh lelaki itu sambil bergerak gelisah untuk menghilangkan rasa panas.

Namun, semakin dia melakukannya, semakin kuat perasaan itu.

Napas pria itu juga menjadi cepat. Dia memarahi dengan wajah dingin,

"Jangan bergerak."

Dengan itu, jari-jarinya gemetar dan dia mendorongnya menjauh.

Ratih terbentur dinding yang dingin, rasa sakit membuatnya mengerutkan kening tak terkendali. Namun, hal itu juga membuat kesadarannya sedikit kembali. Ia menggigit bibir bawahnya dan berusaha sekuat tenaga menahan kegelisahan di tubuhnya. Ia ingin membenamkan dirinya dalam air dingin agar merasa lebih baik.

Lift terbuka dan pria itu segera melangkah keluar. Ratih tanpa sadar mengulurkan tangan dan meraih lengan bajunya lagi.

"Jangan tinggalkan aku."

Pria itu tertegun sejenak. 

Secara insting, Ratih mendekatkan diri ke wajah pria itu. Napas panas mereka saling beradu. Tangan pria itu mengepal, mengeluarkan suara berderit.

"Tahukah kamu apa yang sedang kamu lakukan?" Suara rendah dan serak terdengar di telinga Ratih. Napasnya yang panas menyemprot kulit halusnya, membuatnya menggigil. Itu sedikit mengobati kegelisahannya.

Namun, itu belum cukup. Jauh dari cukup. Ratih menginginkan lebih.

Dia tahu dia tidak boleh melakukan ini, tetapi tubuhnya dengan patuh melekat pada pria itu.

Pria itu menarik napas dalam-dalam, mengangkat tubuh Ratih yang hampir roboh  dan berjalan keluar pintu. Tak lama kemudian, ia berjalan menuju hotel bintang lima di seberang jalan.

Di kamar presidensial hotel, lampu redup dan bayangan mereka saling bertautan.

Ratih tersentak. Pria itu menekannya ke pintu. Begitu pintu tertutup, dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia seharusnya menolak dan segera melarikan diri, tetapi tubuhnya tidak mau mendengarkannya.

Tanpa menunggu laki-laki itu melakukan sesuatu, dia mencondongkan tubuhnya ke depan, berjinjit dan mencium bibir indah pria itu.

Pria itu tercengang. Dia tidak menyangka wanita itu akan mengambil inisiatif. Matanya menjadi gelap. Dia memegang pinggangnya dengan satu tangan dan mengangkatnya sedikit, hampir menelannya dengan ciuman penuh gairah.

Tangannya yang besar tak kuasa menahan diri untuk meluncur naik turun di pinggang rampingnya.

Ratih merasa tubuhnya semakin terbakar. Telapak tangannya sudah meraba kemana-mana. Tanpa sadar ia mengusap-usap tubuh lelaki itu dan melenguh karena rasa perasaan tidak nyaman itu.

Pria itu mundur selangkah dan menjauhkan diri darinya. Ia menatap matanya dan bertanya,

"Aku akan memberimu satu kesempatan terakhir. Tahukah kau apa yang akan terjadi selanjutnya? Belum terlambat untuk menyesalinya."

Tanpa pria yang bisa diandalkan, Ratih merasa makin tidak nyaman. Tubuhnya terasa seperti digigit semut. Rasanya sangat panas dan menyakitkan hingga yang bisa ia katakan hanyalah–

 "Tolong saya."

Mata pria itu menjadi gelap dan dia tidak ragu lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status