"Dari mana saja kamu, Mas? Aku mencarimu sejak tadi. Ponselnya juga kenapa sulit dihubungi? Lalu, kenapa baru pulang selarut ini? Apa kau tidak tahu kalau --" Cup! Devan membungkam mulut Syakila dengan sebuah kecupan, sebab istrinya itu tak berhenti berbicara sejak kepulangannya sepuluh menit lalu. "Mas Devan ..." Syakila merajuk, kakinya dihentak-hentakkan sudah mirip seperti anak kecil. "Iya, Sayang. Aku sudah di sini. Kangen, ya?" Devan justru menggoda. Alisnya dinaik turunkan. "Aku belum selesai bicara, loh. Malah dicium." Sembari mengelap bibirnya, Syakila bersikap seolah masih merajuk manja. "Habis kamu cerewet. Bikin pengen cium." "Mas ... Aaaaaa--" Syakila menjerit mana kala tiba-tiba tubuhnya melayang. Seketika tangannya melingkar di pundak sang suami yang telah menggendongnya ala bridal style. "Turunin, Mas. Kalau ada ibu gimana?" bisik Syakila khawatir sebab mereka berada di ruang tamu. Butuh beberapa menit untuk bisa sampai di kamarnya, yang tentunya melewati kamar
"Dev, Sya, besok opa sama oma mau dateng sekalian nganter Aira. Rencananya mereka mau menginap beberapa hari di sini." Saat sarapan Sukoco menyampaikan berita yang beberapa menit lalu besannya kabari melalui sebuah chat.Syakila nampak heran, pasalnya baik nenek atau kakeknya itu tak memberi tahu apapun kepadanya."Oh, ya? Bagus dong, rumah ini jadi rame lagi. Padahal rencananya hari ini aku sama Syakila memang mau jemput Aira." Devan menyahuti setelah menelan makanan di mulutnya.Saat libur sekolah kemarin, Aira meminta liburan di rumah Bamantara yang kebetulan dengan dengan pantai. Sukoco sempat menemani beberapa hari di sana, tapi karena harus mengurus kiosnya, dia pulang dan meninggalkan cucunya bersama besannya."Tapi opa sama oma kok gak ngabarin aku ya, Bu?" ujar Syakila masih heran."Mereka bilang sudah chat kamu tadi malam, tapi belum dibaca sama kamu," ujar Sukoco menjelaskan sesuai apa yang diceritakan besannya."Iya kah? Eum, Syakila memang belum pegang handphone sama seka
"Assalamualaikum ...""Wa'alaikumsalam ...""Yeiii, Mommy sama Daddy udah dateng." Aira dengan semangat membuka pintu saat mendengar salam dari luar.Anak kecil yang sebentar lagi menjadi kakak itu begitu bahagia melihat kedua orang tuanya datang."Hai, Sayang ... Emmm, Mommy sangat merindukanmu, Nak." Syakila berjongkok dan memeluk Aira yang sudah berada di rumah Bamantara lebih dari seminggu."Hai juga, Mommy. Aira juga kangen banget sama Mommy," balas Aira."Sama Daddy kangen gak?" Dari arah belakang, Devan menyela."Daddy ... Aira juga kangen banget sama Daddy." Aira beralih memeluk Devan yang kemudian digendong dan diberi ciuman oleh Devan."Gimana, seneng liburan di sini?" tanya Devan."Seneng, dong. Opa sama oma baik, Aira suka," sahut Aira."Rewel gak?""Enggak dong, Daddy. Kan Aira udah gede, udah mau jadi kakak, masa rewel sih.""Uwuuu pinternya anak Daddy." Devan mencubit gemas pipi anaknya."Siapa dulu dong mommy-nya ... Mommy Kila gitu loh." Syakila ikut nimbrung membangg
"Apa lelaki bernama Dion sudah diketahui keberadaannya, Pak?" "Untuk saat ini belum. Kami masih terus mencari bukti dan mendalami kasus ini sembari terus mengejar saudara Dion yang diduga telah melarikan diri ke luar kota.""Baiklah. Tolong kabari saya jika Dion sudah ditangkap.""Baik, Pak Kamil."Kamil berjalan lesu keluar dari kantor polisi. Niatan bertanya pada Jasmin mengenai Dion dan semua rencana jahat mereka, terpaksa dia tunda karena tak bisa menahan emosi saat Jasmin tak sedikitpun merasa bersalah.Hanya saja, kenapa Devan dan Syakila tak mengatakan apapun padanya? Mereka juga tidak menuntut Jasmin yang sudah terang-terangan ingin mencelakai Syakila, walaupun pada akhirnya salah sasaran. Mereka sepenuhnya menyerahkan pada polisi.Bukankah seharusnya mereka marah padaku? Atau seandainya mereka ingin menjadikan Kamil gelandangan pun mereka bisa, tapi itu semua tak dilakukan sepanjang suami istri itu, membuat Kamil semakin menyesali keputusannya di masa lalu.'Seandainya dulu
"Maksudnya apa--?"Kamil terkejut tiba-tiba mendengar suara yang muncul dari belakanganya. Dia segera menoleh dan mendapati mamanya sudah berdiri dengan penampilan yang kacau. "Mama ...?" ucapnya heran."Tadi Mama dengar kamu sudah mendapatkan sertifikat rumah kamu lagi. Apa benar begitu?" tanya Sundari.Kamil menghela napas. Menengok sekilas pada Della kemudian menggandeng mamanya untuk keluar."Mama ngapain ke sini? Kak Yumna siapa yang jagain?" tanya Kamil setelah berada di luar ruang rawat."Mama bingung di sana sendirian, Mil. Apalagi tadi ada tetangga yang datang.""Tetangga, siapa? Bagus dong, berarti mereka berempati dan mama jadi ada temennya, kenapa malah jadi bingung?" Kamil tak habis pikir."Ya kalau mereka datang mau nengokin sih Mama seneng-seneng aja, tapi mereka datang itu cuma mau gibahin keluarga kita dan mengatakan kalau Mama sudah diusir dari kontrakan. Semua barang-barang sudah dikeluarkan dan sekarang masih di teras. Bagaimana ini, Kamil ... Mama bingung."Mata
"Daddy ... Aira ingin ketemu Tante Renata, boleh?" Tiba-tiba Aira berceletuk.Bagaimana bisa pas begitu? Atau sebelumnya Aira sudah tahu kalau Renata sedang sakit? Devan akan menyelidikinya. Dia berusaha mengendalikan diri agar tetap tenang untuk menanggapi putrinya."Mau apa, Sayang? Tante Renata lagi sibuk.""Tapi kata Nenek Rosa, Tante Renata lagi sakit. Aira mau jenguk."Tepat sekali dugaan Devan. Tidak mungkin anaknya tiba-tiba teringat Renata jika tidak ada yang mengingatkan."Kapan Nek Rosa bilang begitu sama Aira?" Kali ini Sukoco yang bertanya."Tadi pagi. Pas Nenek lagi masak, handphone Nenek di kamar berdering, terus Aira angkat, ternyata Nek Rosa yang telepon." Dengan logat khas anak kecil Aira menjawab."Kok Nenek gak dipanggil?" Sukoco masih menjadi pengintrogasi cucunya."Kata Nek Rosa gak usah. Katanya mau ngomong sama Aira aja.""Owh. Terus Nek Rosa bilang apalagi?""Aira disuruh jenguk Tante Renata, Nek.""Itu aja? Ada ngomong apa-apa lagi gak?""Emmmm ..." Aira nemp
Esok hari setelah sarapan, akhirnya Devan mau mengantar keluarganya untuk menjenguk Renata.Di tengah perjalanan, Syakila menyadari jika mobil yang dikendarai Devan itu menuju ke rumah sakit di mana Yumna dirawat."Mas Devan mau jengukin Renata 'kan?" tanya Syakila memastikan."Iya. Kan nganterin kalian," sahut Devan sambil fokus pada jalan."Tapi kok ini jalannya ke arah rumah sakit Kak Yumna dirawat, Mas.""Emang rumah sakitnya sama.""Maksudnya Renata sama Kak Yumna dirawat di rumah sakit yang sama?""Iya, Sayang." Devan menoleh sekilas. Kalau tidak sedang menyetir, Devan pasti sudah mencium gemas pipi Syakila melihat ekspresi bingungnya seperti itu."Owh ... Bisa kebetulan begitu, ya, Mas.""Iya. Dunia memang sempit.""Yumna siapa sih? Kalian lagi ngomongin mantan calon kakak iparnya Syakila, ya?" Sukoco yang menyimak sejak tadi tak kuasa untuk diam."Hmmm, Ibu ..." Devan mengeram tak suka mendengarnya."Kan emang gitu, Dev. Iya 'kan, Sya?""Itukan dulu, Bu." Syakila nyengir kuda
"Apa!" Mata Devan seketika melebar. Keterkejutannya tak bisa ia tutupi. "Renata hamil anakmu?"Dion menelan ludah, wajahnya berkeringat. Dia menyadari kesalahannya. "Bukan. Tidak. Dia tidak hamil, aku asal bicara saja," jawabnya, berusaha terdengar meyakinkan. Tapi nada suaranya goyah, dan Devan bisa melihat kebohongan di balik mata pria itu. Dion meralat ucapannya."Oh, ya?" Devan mendekat, kembali berdiri tepat di depan Dion. "Berhenti berbohong, Dion. Aku tahu kau terlibat dalam sesuatu yang jauh lebih besar, dan aku yakin Renata ada hubungannya dengan ini."Wajah Dion semakin tegang. Devan menangkap perubahan ekspresi itu dan semakin yakin.“Katakan padaku, apa rencana kalian?” Devan menunduk, berbicara lebih pelan namun sarat amarah yang tertahan. “Apa yang sebenarnya kalian rencanakan untuk mencelakai Syakila?”Dion terdiam, berpikir keras, berusaha mencari jalan keluar dari situasi ini. Devan memberi tekanan lebih, suaranya penuh ancaman. “Kalau kau tidak bicara sekarang, aku a