"Maaf ya, Beb, akhir-akhir ini aku sibuk banget. Jadi jarang ketemu kamu deh." "Iya, gak pa-pa, kok. Aku malah seneng kamu dapat job terus. Semoga makin sukses." "Makasih. Kamu memang selalu mengerti aku." Dion menggenggam tangan Jasmin di atas meja. Mereka sedang melakukan makan malam romantis di sebuah kafe. Dion sengaja mengajak Jasmin bertemu untuk melancarkan rencananya. "Oh, iya. Kamu bisa narik aku kerja di manajemen kamu gak? Aku lagi butuh pekerjaan banget nih." Jasmin yang memang belum bekerja setelah dipecat oleh Nita meminta bantuan, berharap kekasihnya itu bersedia meringankan bebannya. Mendengar itu Dion menggaruk rambut belakangnya. "Gimana, ya?" "Gak bisa ya?" Jasmin nampak kecewa. "Eum ... Bukan gitu. Nanti aku coba tanya-tanya dulu, ya. Aku gak tau soalnya." Dion berusaha membuat Jasmin kembali bersemangat. "Beneran? Makasih ya, Beb." "Sama-sama. Ngomong-ngomong, kenapa sih kamu bisa dipecat? Sombong banget ya pemilik butik itu, main pecat aja." Dion
"Maaf, Pak. Saya izin pergi dulu. Terima kasih makanannya." Kamil berpamitan dengan terburu-buru. Bahkan dia segera melangkah tak sempat menunggu jawaban Devan maupun Syakila. Akan tetapi Devan dengan cepat menghalangi Kamil yang hampir menyentuh pintu."Ada apa? Kenapa kamu terlihat terburu-buru begitu?"Kamil terpaksa berbalik, "Mantan mertua saya meninggal, Pak. Dia ditemukan tergantung di kamarnya.""Innalilahi wainnailaihi roji'un." Secara bersamaan Devan dan Syakila berucap. Syakila sampai menutup mulutnya saking terkejutnya."Baiklah, kamu memang harus segera ke sana. Semoga semuanya cepat selesai," ujar Devan masih duduk di tempatnya."Iya, Pak. Terima kasih." Kamil lalu membuka pintu dan pergi dari ruangan itu.Syakila masih tertegun di tempat. Mendengar ada orang meninggal karena bunuh diri dia memang selalu merasa sedikit shock. Dulu dia pernah merasakan keputusasaan yang begitu dalam. Pernah terbesit dalam benak untuk mengakhiri hidup saat itu, tetapi beruntung akal seh
Mobil yang dikendarai Devan telah memasuki halaman rumah sakit. Tak ada pembicaraan berarti dari keduanya saat dalam perjalanan tadi. Pun ketika Devan selesai menelpon, Syakila urung menanyakan keingintahuannya. Dia percaya suaminya itu pasti akan melakukan yang terbaik untuk semua. Jika sudah waktunya, dirinya pasti akan diberi tahu."Ayok, Sayang, kita keluar.""Iya, Mas."Setelah itu keduanya berjalan beriringan memasuki rumah sakit."Aku sudah tidak sabar bertemu Kak Rani, Mas. Akhirnya setelah sekian lama dia sadar dari komanya," ujar Syakila mengiringi langkah."Iya. Mas ikut senang. Tapi kamu harus ingat dengan bayi kita, kamu tidak boleh terlalu sering bolak-balik ke sini. Nanti Mas akan kirim beberapa orang untuk menjaga Kak Rani mu.""Iya, Suamiku. Makasih, ya." Syakila langsung mengeratkan genggaman tangannya yang memang sudah sejak tadi digandeng oleh Devan."Sama-sama, Sayang," balas Devan.Kemudian mereka fokus pada langkah menuju kamar di mana Maharani di rawat. Setel
"Karena belum waktunya, Sayang. Aku berniat nanti setelah kita ke kantor polisi baru cerita sama kamu." Devan menarik lembut tangan Syakila untuk duduk. Syakila menurut."Jangan marah, ya? Aku cuma mau bantu kamu aja, kok. Aku gak mau kamu terlalu banyak pikiran makanya aku diam-diam aja," pinta Devan sembari menggenggam tangan Syakila.Syakila tersenyum, "Iya, Mas. Aku gak marah, kok. Cuma kaget pas tahu kamu ternyata yang sudah membuat laki-laki jahat itu ketangkep. Makasih, ya, tapi harusnya Mas bilang dong." Syakila cemberut."Kan Mas sudah bilang, gak mau kamu terlalu banyak pikiran. Mas mau kamu fokus sama calon bayi kita di sini." Devan mengelus lembut perut istrinya."Iya, sih. Ya udah deh, gak pa-pa." Syakila tersenyum kembali membuat Devan lega."Gitu, dong. Tambah cantik kalau senyum, Mas suka," bisik Devan lalu mendekat ingin mencium Syakila."Jangan di sini, Mas. Malu," tolak Syakila dengan wajah bersemu."Maksudmu, nanti di rumah saja kita lanjutkan?""Mas, iiihh ..." S
"Jasmin? Ngapain dia di sana." Dari kejauhan, Yumna yang juga hendak ke kantor polisi tak sengaja melihat adiknya yang sedang berdiri. Pelan dan hati-hati dia mendekat.Jasmin bersiap untuk melangkah. Dia membenarkan topi dan kacamata hitamnya. Namun, baru satu langkah kakinya bergerak maju, dering ponsel di saku celana jeansnya berhasil menghentikan langkah. "Ck! Siapa, sih!" gumam Jasmin sebal, tetapi pada akhirnya dia merogoh dan mengambil handphone-nya."Apa lagi?" ucapnya pada si penelpon.Kemudian dia dengan serius mendengarkan kalimat yang diucapkan oleh seseorang di seberang sana."Iya, ngerti. Tapi aku lagi di depan kantor polisi, nih. Kalau melakukannya sekarang sepertinya kurang pas," ujar Jasmine membalas ucapan lawan bicaranya.Tak lama dia kembali berdecak setelah kembali mendengar seruan seseorang yang menghubunginya. "Terlalu berbahaya. Aku takut."Jasmin sampai menggigit ujung kukunya karena sedikit panik setelah mendengar ancaman dari teleponnya. "Ya udah, iya. Nan
Assalamualaikum, selamat siang teman-teman tercinta pembaca Syakila dan Devan. Mohon maaf sekali jika beberapa hari aku gak bisa update rutin. Aku ada sedikit masalah yang harus diselesaikan di dunia nyata. Tapi setelahnya, aku akan berusaha rutin update. Terima kasih atas pengertian, teman-teman yang setia menunggu kelanjutan ceritaku ini. Semoga kalian bahagia, sehat, dan selalu dimudahkan rezekinya, ya.
Dua hari setelah pertemuan mereka di kantor polisi, Jasmin masih gencar mendekati Syakila. Beberapa kali ia mengirim chat yang isinya tidak penting. Bahkan pernah sampai mendatangi butik untuk sekedar memberikan makanan yang tentu saja tidak dimakan oleh Syakila. Apapun yang bersangkutan dengan Jasmin dan Dion dia akan bersikap waspada. Termasuk juga pendekatan yang sedang dilakukan wanita yang pernah membencinya tersebut. [Sepertinya si kampung itu belum percaya seratus persen padaku, Beb. Aku mulai muak pura-pura baik dan terus mendekatinya. Dia masih bersikap cuek padaku.] Jasmin mengirim pesan pada Dion yang telah membuat rencana pendekatan itu. Rasanya Jasmin sudah tidak sanggup meneruskan akting sebagai manusia yang baik dan perhatian pada Syakila. Dia terlalu angkuh untuk melakukan itu sehingga semuanya terasa berat untuk terus dilakukan. [Bertahanlah sedikit lagi. Kamu sudah berhasil masuk ke dalam hidup wanita itu, masa harus menyerah sebelum selesai? Sayang dong.] Pesa
[Kamu lebih suka aku pakai baju apa, Beb?]Pukul tujuh malam Jasmin sedang mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Dion. Malam ini dia ingin menyuguhkan penampilan terbaiknya untuk sang kekasih.Tentunya untuk membantu hal itu Jasmin terlebih dahulu menghubungi Dion. Beberapa menit kemudian handphone yang masih dipegangnya bergetar. Balasan Dion langsung datang berupa sebuah foto yang kemudian diklik oleh Jasmin.Jasmin tersenyum malu ketika melihat gambar yang ternyata foto dirinya saat tengah mengenakan lingerie hitam, dengan pose menggoda. Tak lupa caption yang Dion sematkan membuat wanita itu melambung tinggi.[Tak ada wanita yang lebih cantik dari kamu saat berpakaian seperti ini. Kamu yang terindah, Honey.]Jasmin pun segera membalas.[Jangan menggodaku, Beb. Aku tahu kamu menginginkan itu, aku sudah menyiapkannya untukmu.][Baiklah, Honey. Aku selalu menunggumu.] Tak lupa emoticon love Dion sematkan di sana."Kau selalu berhasil membuatku berbunga-bunga, Dion ... I love you."