"Oh, jadi kamu Syakila? Si perempuan kampung yang bermimpi jadi istri adikku?"
Deg!Baru saja tiba di restoran yang dimaksud sang kekasih untuk bertemu keluarga pria itu, Syakila justru disambut sinis dua perempuan asing dalam balutan kebaya.“Maaf, kalian–”“Ck! Aku Yumna, kakak Kamil, dan ini Jasmin adik Kamil," potong wanita berkebaya cream itu lalu tertawa merendahkan."Jas, panggil Mama. Tamu spesialnya udah dateng," perintah Yumna lagi–masih membiarkan Syakila berdiri di ambang pintu masuk restoran.Beribu tanya sontak berkecamuk di benak Syakila. Dia memang belum dikenalkan pada keluarga Kamil. Tapi, pria itu mengatakan bahwa hari ini keluarganya mengundang Syakila. Lantas, mengapa mereka justru memperlakukannya seperti ini?"Mana gadis kampung itu?"Sebuah suara terdengar dari arah belakang, membuat Syakila tersadar dari lamunan.Dia mendapati seorang wanita paruh baya yang juga mengenakan kebaya tengah berdiri congkak. Tak hanya itu, dia berjalan diikuti Kamil yang diapit lengannya oleh seorang wanita berkebaya persis seperti kakak dan adik Kamil.Mereka nampak kompak memakai seragam…."Ini, Ma. Wanita udik yang suka halu!" ujar Yumna tiba-tiba.Wanita paruh baya itu lantas menatap Syakila dari atas ke bawah dengan tajam. "Dengarkan saya baik-baik, ya, gadis kampung! Anak saya Kamil, sudah bertunangan dengan perempuan berkelas bernama Dela. Itu dia orangnya."Ditunjuknya perempuan cantik yang sejak tadi mengapit lengan lelaki itu.Melihat itu, hati Syakila berdenyut nyeri.Belum habis keterkejutannya bertemu saudara Kamil, kini harus diberi kejutan lainnya yang lebih menyakitkan."Kamu jangan pernah ganggu anak saya lagi, ya! Dia sudah bahagia bersama wanita yang tepat dan sepadan. Bukan wanita kampung tak berpendidikan seperti kamu. Jangan pernah mimpi menjadi bagian keluargaku. Kamu gak pantas dan gak level dengan kami! Ngerti kamu!" Jari mama Kamil menunjuk-nunjuk wajah Syakila yang sudah menyedihkan.Para tamu yang hadir pun mengerumuni Syakila.Sembari berbisik-bisik, mereka menertawakannya yang tengah mendapat ultimatum dari keluarga Kamil.Menahan embun di matanya, Syakila menatap Kamil.Namun, pria itu yang hanya diam ketika dirinya menjadi bahan olokan dari keluarganya di depan orang banyak.Padahal, Syakila begitu tulus dan berkorban menemaninya dari nol. Tak pernah ia permasalahkan Kamil yang numpang makan dua hari sekali atau meminjam uang Syakila kala pria itu masih pengangguran.Dan ketika pria itu sulit dihubungi, Syakila memberi ruang. Justru, pria itulah yang mengundangnya ke sini dan mengatakan akan meminta restu pada orang tuanya. Tapi, apa yang Syakila temukan?Mungkinkah Kamil juga ikut dalam rencana untuk mempermalukan dirinya?Seketika itu juga, Syakila tak mendengarkan lagi ucapan pedas yang dilontarkan mantan calon mertuanya itu.Berusaha tegar, ia berjalan mendekat pada Kamil dan tunangannya."Selamat, Mas. Semoga bahagia," ucapnya.Setelah itu, Syakila buru-buru membalikkan badan dan berjalan keluar restoran sembari mengelap kasar air yang tak berhenti mengalir dari matanya.Tangannya mengepal keras bersamaan sebuah tekad yang muncul.Akan diubahnya kehidupannya saat ini hingga mereka yang merendahkan tak lagi dapat mengenali Syakila si gadis kampung!“Suatu saat keluarga kalian akan menyesal,” lirihnya, pelan.Semenjak kejadian itu, Syakila melewati hari-harinya dengan bekerja siang dan malam.Jika diperbolehkan oleh pemilik kios di pasar–tempatnya bekerja–, mungkin Syakila akan bekerja 24 jam nonstop.Sayangnya, dia tidak diizinkan.Inilah yang membuat Syakila tersiksa. Di kala senggang, dia justru terbayang hinaan dan cinta palsu Kamil kembali.Entah bagaimana ceritanya, Syakila suatu hari iseng melakukan live di platform toktok sebelum kantuk menyerang.Ia tidak peduli ada yang menonton live-nya atau tidak. Baginya, yang terpenting adalah melakukan kegiatan untuk membunuh waktu.Gadis yang tinggal sendiri di kosan itu bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk live. Mulutnya akan terus berceloteh apa pun saat live.Entah itu sholawatan, nyanyi, bahkan bercerita tentang dongeng kancil dan harimau."Maaf ya kalau live aku acak-acakan. Namanya juga live random, jadi pembahasannya juga random," ucap Syakila sesaat sebelum live-nya berakhir.Terus begitu setiap malam selama berbulan-bulan.Siang hari, dia tetap bekerja di kios dan malamnya live di toktok.Perlahan, followers dan penonton live-nya mulai membludak. Namun, Syakila menganggap itu hanyalah bonus dari kegiatan iseng-isengnya."Ibu perhatikan, live kamu semakin ramai penonton, Sya," ucap Bu Sukoco–pemilik kios."Hah? Live apa, Bu?"Syakila pura-pura tidak tahu.Dia malu jika orang di sekitarnya tahu tentang dirinya yang hampir tiap malam live.Padahal saat melakukan itu, Syakila selalu memakai filter, berharap tak ada yang mengenali."Udah, jangan pura-pura nggak tahu. Ibu yang sering nyawer kamu di situ, lho."Syakila sontak menoleh ke arah bosnya. "Hah? Kok Ibu tahu kalau ..."Ucapan Syakila menggantung, terlebih kala mendapati bosnya tersenyum. "Tahu, dong. Sang Pemimpi kan, namanya? Dongengnya bagus-bagus. Ibu suka nonton sama cucu Ibu." Seketika wajah Syakila memerah karena malu. Ternyata selama ini bos-nya diam-diam mengikuti kegiatan barunya."Hehehe, saya cuma iseng aja, Bu. Daripada gak ngapa-ngapain," terang Syakila kikuk."Udah ada endorse masuk belum?""Endorse apaan, Bu? Orang cuma live begituan siapa yang mau pake.""Ya udah. Kalau gitu, Ibu orang pertama yang akan pake jasa kamu. Mulai malam nanti, kamu live baju-baju dagangan Ibu, ya."Mata Syakila sedikit terbelalak. Bukan ia tak mau membantu bosnya itu, tetapi ia takut baju-baju yang ia pasarkan di platform itu tidak laku. Intinya ia takut gagal!"Tapi saya belum tahu caranya gimana, Bu. Kalau ada yang pesen bagaimana?" Itu hanya alasan saja. Sejauh ini Syakila sudah cukup mengerti perdagangan online. Akan tetapi, ia pura-pura gaptek, agar bosnya itu berpikir ulang."Udah, coba aja dulu.
Di sisi lain, dengan tekad dan keyakinan, Syakila mulai memulai streaming. Menjajakan beberapa baju yang ia bawa. Merapalkan doa-doa dalam hati, berharap usahanya membuahkan hasil. Nyatanya, realita tak sesuai ekspektasi.Apa yang sempat Syakila khawatirkan terjadi. Baju-baju dagangan Bu Sukoco yang di live tak banyak yang terjual.Awalnya Syakila berpikir positif. Mungkin karena dirinya masih pemula, sehingga butuh proses dan waktu untuk membuahkan hasil memuaskan.Namun, hal demikian berlarut pada live-live berikutnya. Malahan, semenjak Syakila menjual baju di dalam live-nya, jumlah penonton dan sawerannya semakin berkurang tiap harinya. Itupun banyak yang mengeluhkan dongeng yang Syakila ceritakan tak semenarik dulu."Sekarang jadi gak asik.""Jadi malas nonton.""Jangan sambil dagang dong, kayak dulu. Biar dongengnya lebih fokus dan menarik."Dan masih banyak lagi komen-komen yang membuat Syakila down.Mawar yang biasa bertaburan pun ikut meredup. Tersisa beberapa orang saja dan
"Dalam hidup ada dua pilihan. Mau menyerah, atau bertahan? Jika bertahan membuatmu sakit, maka menyerahlah. Tetapi, bila menyerah ternyata juga sulit, maka tinggalkan keduanya. Kamu tidak perlu menjadi lilin untuk bisa bermanfaat bagi kehidupan. Cukup menjadi air putih. Sederhana, tetapi besar manfaatnya untuk kehidupan."Syakila mendongak. Matanya mengerjap tak mengerti dengan apa yang di katakan Devan. Mata dengan hiasan bulu lentik alami itu memandang wajah Devan, membuat lelaki itu gemas. 'Kenapa tingkahnya lucu begitu?' batin Devan, saat sesekali mencuri pandang pada Syakila."Maksudnya apa, Mas?" tanya Syakila polos.Pria berambut belah pinggir ala-ala korea itu hanya menghela napas. "Lupakan! Memang susah ngomong sama anak kecil."Syakila mencebik. Selalu begitu setiap dirinya berbicara dengan Devan. Lelaki tampan yang berusia beberapa tahun di atasnya itu selalu menganggap ia anak kecil yang tak mengerti apapun."Ayok! Buruan!" pekik Devan."Ke mana?" Syakila pun ikut memekik
“Enggak! Gak kenal aku. Kakak kan tahu, aku gak suka sama platform itu," jawab Kamil berbohong.Pasti akan panjang ceritanya kalau Kamil menyebutkan siapa pemilik akun itu. Bukan bermaksud melindungi, tetapi dua tahun menjalin hubungan membuat Kamil merasa tak tega pada Syakila jika terus terusan diserang oleh kakak dan adiknya. Apalagi, selama dua tahun itu, Syakila selalu memperhatikan dan memperlakukan dirinya dengan baik."Eh, dia masih gak menyerah kak. Bebal juga nih orang. Serang lagi yuk, Kak!" ajak Jasmin yang masih memperhatikan Syakila."Mana?" sahut Yumna.Lalu Jasmin menunjukkan ponsel miliknya pada kakaknya itu."Iya. Dasar muka tembok!" caci Yumna."Udah deh, dari pada ngurusin orang yang gak kenal, mendingan kalian istirahat. Besok kamu harus sekolah loh, Jas." Kamil berusaha mencegah dua saudaranya yang akan kembali menyerang Syakila."Ah, Kak Kamil gak seru!" Jasmin beranjak seraya menghentakkan kakinya kesal."Tahu tuh, Kamil. Ganggu aja!" Yumna pun ikut sewot, dan
Sekitar 45 menit, mobil yang dikendarai Devan berbelok pada sebuah pusat perbelanjaan. Syakila yang sedari awal naik hanya memandang ke luar jendela dibuat bingung, kenapa dirinya di bawa ke tempat seperti ini? Tetapi, gadis yang sejak tadi diam itu tak memiliki sedikit nyali, walau sekedar bertanya pada lelaki berwajah datar di sampingnya.Tanpa terdengar satu katapun, Devan keluar dari mobil yang telah terparkir apik di basement, meninggalkan gadis yang ia bawa begitu saja."Kok aku ditinggal, sih?" cibir Syakila. Ia sedikit takut dengan tempat sepi seperti ini.Selain karena tidak terbiasa datang ke tempat seperti ini, gadis itu memang penakut dengan tempat-tempat yang terlihat seperti lorong ataupun bawah tanah."Ya Tuhan ... Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Gadis itu terus bermonolog sendiri.Ia masih berdiam diri di dalam mobil mewah milik anak dari juragannya.Syakila terlonjak, ketika sebuah ketukan keras terdengar dari balik kaca mobil di mana ia berada.Ketakutan
Pukul 14.15 wib, mobil yang ditumpangi Bu Sukoco dan Syakila tiba di rumah mewah Bu Sukoco.Bangunan tinggi menjulang dengan hiasan taman itu, mempercantik halaman di sana, membuat Syakila terpesona."Ayo, masuk! Aira pasti senang lihat kamu," ajak Bu Sukoco.Sambil terus melangkah, Syakila mencoba memberanikan diri untuk bertanya pada bos wanitanya itu. "Memangnya Aira kenal sama saya, Bu?""Kenal, dong. 'Kan, dia itu penggemar berat kamu di toktok. Tiap malam loh, Aira menantikan dongeng kamu sebelum tidur," ujar Bu Sukoco semringah."Ibu cerita kalau itu saya?" tanya Syakila memastikan."Enggak. Ibu cuma janji bakal membawa tukang dongeng kesayangannya ke sini. Sebagai nenek yang baik, Ibu harus menepati janji, dong," sahut Bu Sukoco sembari melebarkan senyuman."Owh, begitu."Tepat ketika Syakila dan Bu Sukoco akan berbelok ke ruang tengah yang terhubung langsung pada pintu menuju kolam renang, sebuah mobil terdengar memasuki halaman rumah itu.Bu Sukoco menghentikan langkahnya,
"Memangnya, siapa wanita itu, Jeung?" tanya Bu Sundari membuang penasaran.Bu Sukoco hanya mencebik. Bahunya terangkat acuh sembari melenggang meninggalkan ibu dan anak yang hanya bisa menahan kesal."Gimana dong, Ma? Gak mau tahu! Pokoknya Devan harus jadi milikku!" Yumna merengek. Kakinya dientak-entakkan ke lantai seperti anak kecil kehilangan mainannya."Udah, kamu tenang saja! Selama belum ada janur kuning melengkung, apa pun bisa kita lakukan." Bu Sundari mencoba menenangkan."Tapi kalau Devan tetep keukeuh sama wanita itu gimana, Ma?" Lagi-lagi Yumna merengek."Makanya kamu tenang, dong ...! Kalau kamu kayak gitu, gimana Devan bisa tertarik. Tunjukkan kalau kamu lebih baik dari wanita tadi.""Caranya?""Ya kamu jangan seperti anak kecil begitu. Kita ini wanita berkelas. Keluarga kita terpandang. Angkat dagumu, dan kita singkirkan wanita itu pelan-pelan," bisik Bu Sundari dengan seringai tipis penuh makna.Seolah mengerti, Yumna pun melakukan hal yang sama. "Sekarang kita masu
"Lepasin! Aira gak mau sama Tante!" Teriakan gadis cilik itu berhasil menyadarkan Yumna dari lamunan. Tangan yang semula bersiap membopong anak itu kembali ditarik.'Untunglah itu cuma bayanganku saja. Entah apa jadinya kalau sampai aku mendorong wanita itu ke kolam. Bisa-bisa Devan semakin menjauh dariku,' batin Yumna.Wanita berkulit putih itu menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayangan mengerikan yang sempat terlintas di pikirannya."Kamu kenapa?" tanya Devan bingung melihat tingkah wanita di sampingnya."Eh. Enggak! Gak papa, kok.""Dasar aneh!" sambung Devan."Huffhh ...." Kakak dari Kamil itu menghembuskan napas lega. Setidaknya ia berhasil menahan diri untuk tidak terlihat jahat di depan pria incarannya."Eum, kamu gak mau kenalin aku sama calon istri kamu, Mas?" tanya Yumna. Wanita itu mencoba mengorek informasi tentang perempuan yang masih menggendong Aira.Seketika bola mata Syakila melebar. "Untuk apa?" sahut Devan."Ya gak kenapa-kenapa, sih. Cuma, masa iya aku