“Enggak! Gak kenal aku. Kakak kan tahu, aku gak suka sama platform itu," jawab Kamil berbohong.
Pasti akan panjang ceritanya kalau Kamil menyebutkan siapa pemilik akun itu.Bukan bermaksud melindungi, tetapi dua tahun menjalin hubungan membuat Kamil merasa tak tega pada Syakila jika terus terusan diserang oleh kakak dan adiknya. Apalagi, selama dua tahun itu, Syakila selalu memperhatikan dan memperlakukan dirinya dengan baik."Eh, dia masih gak menyerah kak. Bebal juga nih orang. Serang lagi yuk, Kak!" ajak Jasmin yang masih memperhatikan Syakila."Mana?" sahut Yumna.Lalu Jasmin menunjukkan ponsel miliknya pada kakaknya itu."Iya. Dasar muka tembok!" caci Yumna."Udah deh, dari pada ngurusin orang yang gak kenal, mendingan kalian istirahat. Besok kamu harus sekolah loh, Jas." Kamil berusaha mencegah dua saudaranya yang akan kembali menyerang Syakila."Ah, Kak Kamil gak seru!" Jasmin beranjak seraya menghentakkan kakinya kesal."Tahu tuh, Kamil. Ganggu aja!" Yumna pun ikut sewot, dan melangkah mengikuti adiknya pergi meninggalkan Kamil sendiri di ruang tengah.Kamil membayangkan gadis baik hati yang sudah ia manfaatkan dulu, kini sedang menangis nelangsa membaca komentar tak elok dari saudaranya.Padahal, Kamil salah besar. Di dalam kamarnya, Syakila sama sekali tak terpengaruh oleh hujatan Yumna dan Jasmin yang masuk tanpa permisi.Gadis yang sedang memakai hijab instan warna cream itu justru tengah berjingkrak bahagia di atas kasur.Bagaimana tidak bahagia, di tengah sepinya penonton dan taburan mawar, tiba-tiba ada yang mengirim dia gift universe yang bernilai jutaan.Meskipun Syakila tak pernah mengharap imbalan dari streamingnya tersebut, tetapi jika ada yang memberinya apresiasi kenapa tidak?"Jadilah dirimu yang baru. Jangan pernah terpuruk. Aku selalu bersamamu."Begitulah kira-kira caption si pengirim gift pada Syakila. Membuat gadis itu tak henti-hentinya mengungkapkan terima kasih.Sementara Jasmin dan Yumna hanya bisa menahan kesal, mendapati kenyataan bahwa orang yang diserangnya, justru mendapat penghargaan berjumlah fantastis dari seseorang."Ih, nyebelin banget sih tuh orang. Awas ya! Besok gue serang habis-habisan loe!" ucap Yumna."Iya, Kak. Siapa sih yang barusan ngirim gift?"Mereka seketika mengunjungi profil seseakun yang telah memberikan penghargaan tertinggi pada Syakila. Sialnya, profil itu bersifat privat, membuat kedua wanita itu tak bisa tidur nyenyak menahan kesal dan rasa penasaran.Emang enak!!!***"Sya, kiosnya tutup aja. Kamu ikut Ibu, ya!" titah Bu Sukoco."Ada apa? Baru jam 11.00 siang, Bu. Apa Ibu sakit?" Syakila nampak panik. Tak biasanya Bu Sukoco menutup kiosnya di jam-jam kerja seperti ini. Kalaupun ada hal penting, biasanya Bu Sukoco akan pergi sendiri dan menyuruh Syakila menjaga kios seorang diri."Enggak. Ibu sehat. Udah ... Nurut aja sama Ibu. Ayok, buruan. Mumpung belum jam makan siang. Ibu tunggu di ujung sana, ya." Bu Sukoco kembali menyuruh Syakila untuk menutup kiosnya, Kemudian meninggalkan Syakila untuk menelpon anaknya.Meski dalam keadaan tak mengerti, tak ayal Syakila pun mengemasi barang-barang yang berjejer di depan kios, lalu menutup folding gate berwarna coklat itu."Sudah, Bu." Syakila memberi tahu Bu Sukoco yang sudah menunggu di ujung pasar."Ya udah, ayok!" Bu Sukoco menggandeng tangan Syakila, membuat gadis itu mau tak mau mengikuti langkah demi langkah dari juragannya itu."Tunggu sebentar di sini. Ibu telpon dulu," ucap Bu Sukoco seraya menekan tombol panggil pada ponsel miliknya.Sementara Syakila hanya bisa pasrah."Ibu sudah ada di parkiran pasar, ini. Kamu di mana? Kok belum nongol juga!" sentak Bu Sukoco pada Devan melalui sambungan telepon."Iya, ini Devan juga udah masuk pasar. Nih, udah sampai di depan Ibu."Mobil sport hitam metalik nampak berhenti tepat di samping Bu Sukoco. Sang pengemudi lalu menurunkan kaca guna melihat ibunya yang tengah menggerutu."Kenapa lagi?" tanya Devan yang tak mengerti, kenapa ibunya tak langsung masuk ke dalam mobilnya."Kenapa pakai mobil ini?" sungut Bu Sukoco.Kemudian, lelaki yang masih menggunakan pakaian kerja itu membuka pintu kemudi. Keluar menemui ibunya."Memangnya kenapa, Bu? Kan tiap hari Devan juga pakai mobil ini.""Kamu ini gimana, sih. Kalau mobilnya cuma muat dua orang, terus Syakila gimana?""Syakila?" Alis pria itu nampak berkerut."Iya! Ibu mau ajak dia juga."Gadis yang sejak tadi berada di belakang Bu Sukoco langsung memalingkan muka, saat tak sengaja melihat wajah lelaki itu melongok dari samping tubuh gempal sang ibu."Owh! Ibu tahu!" Tiba-tiba Bu Sukoco berseru. Membuat tubuh tinggi Devan sedikit menjumbul kaget karena sedang fokus memperhatikan Syakila. Begitu pula dengan gadis di belakang Bu Sukoco. Ia nampak mengelus dadanya."Kamu pergi bareng Syakila aja. Ibu biar sama si Asep. Sekalian ibu mau mampir ke tukang kue," tutur Bu Sukoco kemudian."Jangan, Bu. Biar saya pulang saja. Ibu sama Mas Davin saja." Syakila buru-buru menyela. Gadis itu tak ingin menjadi tak tahu diri dengan membiarkan bosnya naik becak, sedangkan dirinya menaiki mobil mewah milik putranya."Udah, Sya. Nurut aja apa kata Ibu. Kamu naik buruan. Nanti Ibu nyusul." Tangan Syakila sedikit ditarik untuk masuk ke dalam mobil oleh Bu Sukoco."Tap-tapi, Bu. Saya gak bisa biarin Ibu nunggu sendirian di sini. Setidaknya sampai Ibu benar-benar ketemu sama Kang Asep," tolak Syakila. Ia tak tega membiarkan Bu Sukoco sendirian."Devan juga. Gak mungkinlah Devan biarin Ibu nunggu sendirian di sini," ujar Devan sependapat dengan Syakila."Aduh ... Kompaknya. Ibu jadi seneng, deh, lihatnya." Bu Sukoco nampak meledek dua orang di depannya yang kini secara tak sengaja sudah berdiri berjejer.Menyadari hal itu, keduanya sontak saling menjauh, setelah sebelumnya saling bersitatap beberapa detik.Bu Sukoco terkekeh kecil sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Kalian kompak banget dan lucu," ujarnya.Devan hanya menanggapi dengan datar. Berbeda dengan Syakila yang wajahnya berubah merah menahan malu.Andai dua orang beda usia itu bukan yang menggaji Syakila, pasti gadis itu sudah pergi sejak tadi."Udah gak papa. Kalian jalan aja dulu. Ibu udah kirim pesan sama Asep. Bentar lagi juga ke sini," perintah Bu Sukoco kembali.Secara bersamaan, lagi-lagi Syakila dan Devan melakukan gerakan yang sama. Mereka kompak menggelengkan kepala, membuat Bu Sukoco semakin terbahak."Udah sana, masuk mobil. Itu si Asep juga udah dateng."Devan sedikit menarik napas panjangnya.Sejujurnya, hati pria itu sedikit salah tingkah ketika ibunya meledek dirinya dan Syakila.Namun, pria itu selalu pandai menyembunyikan ekspresi wajahnya, sehingga siapapun tak menyangka kalau jantungnya kini sedang berirama sedikit kencang.Sekitar 45 menit, mobil yang dikendarai Devan berbelok pada sebuah pusat perbelanjaan. Syakila yang sedari awal naik hanya memandang ke luar jendela dibuat bingung, kenapa dirinya di bawa ke tempat seperti ini? Tetapi, gadis yang sejak tadi diam itu tak memiliki sedikit nyali, walau sekedar bertanya pada lelaki berwajah datar di sampingnya.Tanpa terdengar satu katapun, Devan keluar dari mobil yang telah terparkir apik di basement, meninggalkan gadis yang ia bawa begitu saja."Kok aku ditinggal, sih?" cibir Syakila. Ia sedikit takut dengan tempat sepi seperti ini.Selain karena tidak terbiasa datang ke tempat seperti ini, gadis itu memang penakut dengan tempat-tempat yang terlihat seperti lorong ataupun bawah tanah."Ya Tuhan ... Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Gadis itu terus bermonolog sendiri.Ia masih berdiam diri di dalam mobil mewah milik anak dari juragannya.Syakila terlonjak, ketika sebuah ketukan keras terdengar dari balik kaca mobil di mana ia berada.Ketakutan
Pukul 14.15 wib, mobil yang ditumpangi Bu Sukoco dan Syakila tiba di rumah mewah Bu Sukoco.Bangunan tinggi menjulang dengan hiasan taman itu, mempercantik halaman di sana, membuat Syakila terpesona."Ayo, masuk! Aira pasti senang lihat kamu," ajak Bu Sukoco.Sambil terus melangkah, Syakila mencoba memberanikan diri untuk bertanya pada bos wanitanya itu. "Memangnya Aira kenal sama saya, Bu?""Kenal, dong. 'Kan, dia itu penggemar berat kamu di toktok. Tiap malam loh, Aira menantikan dongeng kamu sebelum tidur," ujar Bu Sukoco semringah."Ibu cerita kalau itu saya?" tanya Syakila memastikan."Enggak. Ibu cuma janji bakal membawa tukang dongeng kesayangannya ke sini. Sebagai nenek yang baik, Ibu harus menepati janji, dong," sahut Bu Sukoco sembari melebarkan senyuman."Owh, begitu."Tepat ketika Syakila dan Bu Sukoco akan berbelok ke ruang tengah yang terhubung langsung pada pintu menuju kolam renang, sebuah mobil terdengar memasuki halaman rumah itu.Bu Sukoco menghentikan langkahnya,
"Memangnya, siapa wanita itu, Jeung?" tanya Bu Sundari membuang penasaran.Bu Sukoco hanya mencebik. Bahunya terangkat acuh sembari melenggang meninggalkan ibu dan anak yang hanya bisa menahan kesal."Gimana dong, Ma? Gak mau tahu! Pokoknya Devan harus jadi milikku!" Yumna merengek. Kakinya dientak-entakkan ke lantai seperti anak kecil kehilangan mainannya."Udah, kamu tenang saja! Selama belum ada janur kuning melengkung, apa pun bisa kita lakukan." Bu Sundari mencoba menenangkan."Tapi kalau Devan tetep keukeuh sama wanita itu gimana, Ma?" Lagi-lagi Yumna merengek."Makanya kamu tenang, dong ...! Kalau kamu kayak gitu, gimana Devan bisa tertarik. Tunjukkan kalau kamu lebih baik dari wanita tadi.""Caranya?""Ya kamu jangan seperti anak kecil begitu. Kita ini wanita berkelas. Keluarga kita terpandang. Angkat dagumu, dan kita singkirkan wanita itu pelan-pelan," bisik Bu Sundari dengan seringai tipis penuh makna.Seolah mengerti, Yumna pun melakukan hal yang sama. "Sekarang kita masu
"Lepasin! Aira gak mau sama Tante!" Teriakan gadis cilik itu berhasil menyadarkan Yumna dari lamunan. Tangan yang semula bersiap membopong anak itu kembali ditarik.'Untunglah itu cuma bayanganku saja. Entah apa jadinya kalau sampai aku mendorong wanita itu ke kolam. Bisa-bisa Devan semakin menjauh dariku,' batin Yumna.Wanita berkulit putih itu menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayangan mengerikan yang sempat terlintas di pikirannya."Kamu kenapa?" tanya Devan bingung melihat tingkah wanita di sampingnya."Eh. Enggak! Gak papa, kok.""Dasar aneh!" sambung Devan."Huffhh ...." Kakak dari Kamil itu menghembuskan napas lega. Setidaknya ia berhasil menahan diri untuk tidak terlihat jahat di depan pria incarannya."Eum, kamu gak mau kenalin aku sama calon istri kamu, Mas?" tanya Yumna. Wanita itu mencoba mengorek informasi tentang perempuan yang masih menggendong Aira.Seketika bola mata Syakila melebar. "Untuk apa?" sahut Devan."Ya gak kenapa-kenapa, sih. Cuma, masa iya aku
"Kalian kenapa?" tanya Kamil melihat wajah dua wanita yang baru pulang itu ditekuk."Kepala Mama pusing." Bu Sundari menimpali ucapan sang putra seraya mengurut pelipisnya, duduk bersandar pada sofa ruang tamu mereka.Beberapa menit lalu mereka akhirnya pulang membawa kobaran api yang masih mengebul di hati."Ada apa, sih? Mama sakit?" Kamil masih tak mengerti. Pasalnya tadi pagi mereka begitu antusias akan menghadiri pesta ulang tahun anak dari lelaki incaran kakaknya."Ambilkan Mama air putih, Nak," perintah sang mama.Dengan cekatan, pemuda yang menggunakan baju santai itu mengambil gelas beserta air putih untuk mamanya."Ini, Ma.""Terima kasih, Nak."Kemudian Kamil mendekati sang Kakak yang juga tengah duduk pada kursi dengan keadaan tak kalah kusut."Kak. Ada apa, sih?!" bisik Kamil kembali bertanya untuk membuang penasaran."Tahulah!" sahut Yumna."Bukannya kalian habis menghadiri pesta ulang tahun anak lelaki pujaanmu? Harusnya kalian seneng dong. Ini malah kusut begitu.""Se
"Aku berangkat dulu!"Tak berniat menanggapi perkataan ibunya, Devan memilih untuk berangkat ke kantor. Tak peduli sarapannya masih utuh di piring. Maupun anaknya yang mungkin saja tengah bersedih saat ini.Hatinya terlalu sakit jika ada yang menyebutkan nama Syakila. Adegan pelukan itu kembali terlihat bagai film yang terus diputar berulang-ulang dalam benaknya.Andai ia tak mempunyai rasa lebih pada gadis itu, mungkin rasa perih tak lagi ia rasakan.***Di ruang keluarga, Yumna dan Bu Sundari tengah menyusun rencana."Yumna yakin rencana kita akan berhasil, Ma.""Kamu benar. Tak apalah menumbalkan Kamil sementara waktu.""Mama tenang saja. Gak akan lama kok. Setelah wanita itu berhasil kita singkirkan, Kamil segera kita jauhkan darinya. Lagian, Yumna juga gak rela, Ma, kalau Kamil kepincut lagi sama cewek kampung itu!""Ya sudah. Nanti kalau Kamil sudah pulang, Mama yang akan ngomong. Tugasmu mengumpulkan bukti sebanyak mungkin. Oke!""Siap, Ma. Tenang saja."Lalu keduanya tertawa p
"Gak papa, Bu. Saya mengerti," ucap Syakila seraya membalas pelukan Bu Sukoco, menyembunyikan kepiluan atas ucapan menohok putranya.Perlahan pelukan mereka merenggang. "Kalau begitu, Ibu duluan, ya. Istirahatlah setelah ini," ujar Bu Sukoco yang diangguki oleh Syakila.Kemudian orang tua itu berbalik dan meninggalkan gadis berparas cantik dan kalem tersebut di warung dengan perasaan pilu.***Malam menjelang. Syakila baru saja menyelesaikan live-nya lebih cepat dari biasanya.Konsentrasi wanita yang sudah memakai piyama itu terbelah. Entah apa yang ia pikirkan. Yang jelas hatinya terasa hampa. Apalagi jumlah penonton dan sawerannya semakin menurun tiap malamnya.Malam semakin larut. Namun, rasa kantuknya belum juga hadir, membuat Syakila tak juga terlelap meski berulang kali mencoba untuk menyatukan kelopak matanya.Kejenuhan mulai menghinggapi. Gadis itu kembali menghidupkan ponsel untuk sekedar membuang waktu.Membuka aplikasi chat berwarna hijau, ia bermaksud menghapus pesan-pes
"Jangan---Bu."Terlambat. Bu Sukoca sudah terlebih dahulu memegang handphone miliknya."Aduh, Ibu gak bisa baca, Sya. Lupa pakai kaca mata." Bu Sukoco tertawa sambil memandang layar handphone di tangannya.Mendengar itu, Syakila menghembuskan napas lega."Lagian, itu bukan dari seseorang yang mau nawarin endorse, Bu. Cuma orang gak penting," ujarnya."Kan siapa tahu aja, Sya. Ibu pengen lihat kamu sukses dan maju." "Aamiin, Bu. Do'akan saja, ya.""Apa Ibu promosikan akun kamu sama temen-temen arisan ibu aja ya, Sya? Temen-temen Ibu ada yang punya usaha tas, kosmetik, sendal, sepatu. Yang usaha berlian juga ada. Gimana?"Syakila nampak tersenyum simpul. Ia sama sekali tidak tertarik dengan penawaran itu."Eeeh, malah senyum doang. Kamu setuju 'kan?" Ibu dari Devan itu kembali bertanya, sebab reaksi lawan bicaranya terkesan biasa saja.Padahal orang tua itu berharap Syakila akan antusias seperti dirinya."Gak usah, Bu. Saya tidak begitu tertarik. Lagian, saya cuma iseng aja main toktok