Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan 15.TerorSyakila terpaksa menyetujui permintaan Kamil untuk berbicara empat mata. Wanita itu berpikir untuk menyelesaikan semuanya sekarang. Lagi pula, Kamil pasti akan kembali datang kalau ia tak menanggapinya."Aku minta maaf, Sya. Sungguh. Aku terpaksa menyetujui pertunangan itu karena mama mengancam akan bunuh diri. Aku tak ada pilihan lain saat itu. Kamu mau maafin aku 'kan?" ucap Kamil mengiba.Lelaki itu ingin kembali merajut asmara dengan wanita yang telah ia sakiti.Syakila bergeming. Jika dulu, ia akan langsung tersenyum manis ketika Kamil meminta maaf. Namun, kali ini berbeda.Rasa yang pernah gadis itu miliki untuk pria di depannya itu telah terhempas, bersamaan dengan belati tajam yang lelaki itu cabut setelah menghujam hatinya begitu dalam."Sya ...." Kamil memanggilnya lembut. Tangan pria itu terulur hendak memegang jemari Syakila.Tak sampai menempel sempurna, Syakila dengan cepat menarik tangannya.Gadis itu lalu tersenyum memper
"Siapa sih dia? Bagaimana bisa foto-foto ini ... Ya Allah, cobaan apalagi ini ..." gumam Syakila.Tak menunggu waktu lama, gadis itu segera menyentuh gambar gagang telepon di pojok atas nomor tersebut.Berdering, tapi tak ada jawaban. [Apa maksud Anda mengirim gambar-gambar tidak jelas itu dan mengatakan hal yang tidak-tidak tentang saya? Anda siapa?] Send.Syakila memutuskan untuk membalas pesan itu. Meskipun ia tidak yakin akan mendapat jawaban yang tepat.Satu menit, dua menit, hingga satu jam lebih pesannya masih tak ada tanggapan, padahal centangnya sudah berubah biru.Tak ingin ambil pusing, akhirnya gadis itu memilih untuk mengabaikannya. Toh banyak pasang mata yang menyaksikan kejadian yang sebenarnya kemarin.Demi bisa mengalihkan pikiran yang semrawut, Syakila melangsungkan live di platform kesayangannya.Namun, kali ini bukan dongeng yang sebagai bahannya. Berbekal ketrampilan menggambar yang dimilikinya, ia mencoba hal yang berbeda."Hai, guys ... Coba tebak, aku mau bik
DIKIRA Gadis kampungan ternyata sultan 16"Kenapa Ibu tertawa?" Devan bertanya dengan nada tak mengerti."Saran Ibu, sebaiknya kalian segera menikah saja," usul Bu Sukoco sesaat setelah tawanya mereda."Enggak mau!""Boleh."Lagi-lagi Devan dan Syakila bersuara secara serempak. Meskipun ucapan dan maksud mereka tidaklah sama.Bu Sukoco menanggapi kata yang meluncur dari anaknya terlebih dahulu. "Kamu serius mau nikah sama Syakila?" tanyanya.Dengan santai lelaki itu menjawab, "Dengan syarat, dia harus bersikap baik padaku.""Tidak. Saya belum mau menikah dengan siapapun. Masih banyak hal yang ingin saya capai. Lagian, kita tidak ada hubungan apapun, Bu." Dengan tegas Syakila menyanggah ucapan Devan maupun Bu Sukoco."Tidak masalah, saya akan menunggu.""Maksud Mas Devan?""Katakan, pada siapa ibu saya harus melamarmu?" tegas Devan tanpa beban."Kamu serius, Nak?" Bu Sukoco nampak tak percaya.Pasalnya, bukan itu tujuan awal mereka mendatangi Syakila.Adalah keinginan Aira, gadis cili
Seperti kesetanan, Dela meneruskan aksinya.Kalau dibiarkan, semua dagangan Bu Sukoco pasti menjadi korban kekesalan wanita itu.Syakila segera bertindak. Tak peduli dengan wajah dan bagian hijab serta bajunya yang basah, dia mencekal pergelangan tangan Dela."Aku bilang stop!" seru Syakila menekan, lalu menghempaskan tangan Dela dengan kasar."Owh, berani kamu ya!" Dela pun tak mau kalah. Dia menyeret Syakila ke kerumunan orang di pasar yang sejak tadi hanya jadi penonton."Denger semuanya! Dia." Dela menunjuk muka Syakila. "Wanita sok alim yang bersembunyi dibalik jilbabnya ternyata adalah seorang perebut tunangan orang! Wanita rendahan, murahan, yang rela merayu pria tak peduli orang itu sudah punya pasangan atau belum yang penting ambisinya terpenuhi. Cih!"Dengan lantangnya wanita yang memakai dress pendek itu berteriak."Lepas! Jangan fitnah, kamu!" Syakila menyangkalnya sembari melepas paksa cengkeraman Dela.Kasak kusuk mulai terdengar.Dela mengibaskan rambutnya. Menyilangka
"Apa yang telah terjadi, Sya? Kata pedagang sebelah, tadi ada perempuan marah-marah di sini. Apa benar begitu? Ini, kenapa hijab dan bajumu basah? Apa dia menyakitimu?" Bu Sukoco langsung mencecar Syakila, saat baru saja datang setelah menyelesaikan urusannya.Orang tua itu nampak mengkhawatirkan karyawannya yang kini sedang duduk, setelah baru saja selesai membereskan barang dagangan yang berantakan. Kedua tangannya memegang pundak gadis itu, memindai seluruh wajah dan bagian lainnya, memastikan tidak ada luka lecet sedikitpun di sana.Seperti biasa, sebelum menjawab pertanyaan bernada cemas dari Bu Sukoco, Syakila tersenyum menenangkan. "Tidak terjadi apa-apa kok, Bu. Cuma salah paham saja.""Salah paham apa? Sampai harus menyirammu segala." Bu Sukoco nampak geram.Wanita yang mempekerjakan Syakila itu sebenarnya sudah diceritakan tentang bagaimana Dela mencemooh dan menghina Syakila di depan umum, yang ternyata masih seputaran Kamil sebagai biang keroknya."Biasalah, Bu. Ada yang c
Cukup lama Syakila terpaku memandang cincin di tangan Devan yang masih berlutut. Hingga akhirnya gadis itu tersentak, saat sebuah tepukan lembut mendarat di pundaknya.Syakila menoleh. Terlihat Bu Sukoco memandang penuh harap di sana."Jawablah dari hatimu, Nak," ucap Bu Sukoco lembut.Syakila kembali memandang cincin itu. Lalu beralih pada sang empunya yang masih setia menunggu jawaban darinya.'Ya Tuhan ... Apakah ini nyata? Aku tidak sedang bermimpi bukan?' batinnya tak percaya."Syakila ... Will you marry me?" Devan kembali bertanya membuat Syakila semakin tak karuan.Gadis itu belum mempunyai rasa apa-apa terhadap lelaki tampan di depannya itu. Namun, jika harus terang-terangan menolak rasanya tidak enak. Apalagi, tidak ada alasan untuk dirinya menolak pesona pengusaha sukses yang gagah dan tampan selain karena belum adanya rasa cinta.Tapi, bukankah cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu? Saat pikiran Syakila sedang berkecamuk, mendadak suasana menjadi ramai. Riuh tepuk ta
Di dalam kamarnya, Kamil tengah memandang foto Syakila yang masih tersimpan rapi di galeri ponselnya. Dengan pose memiringkan kepala dan tersenyum, Syakila sungguh terlihat manis dan cantik.Apalagi hijab yang gadis itu kenakan semakin membuatnya mempesona.Bukan ia tak mendengar gedoran serta teriakan mama dan kakaknya, ia hanya ingin menyendiri saat ini."Syakila, kenapa semudah itu kamu melupakanku? Apakah luka di hatimu begitu dalam? Maafkan aku, Sya. Aku menyesal telah mengkhianatimu. Ternyata, sesakit ini mendengar kau akan bersanding dengan laki-laki lain," gumam Kamil seraya memandang foto Syakila."Kenapa aku harus terlambat menyadari bahwa kamulah cintaku. Kamulah yang mengerti aku. Kamulah yang terbaik untukku, Sya. Kenapa kamu tega?""Aaarrggg!!!"Kamil berteriak kencang di dalam kamarnya.Mama serta kakaknya yang masih berada di depan pintu tentu semakin panik mendengar teriakannya. Gedoran mereka semakin kencang. "Kamil. Hei. Kamu kenapa?" teriak Yumna."Ini Mama, Nak. B
"Gimana? Kamu setuju 'kan dengan rencana Kakak?" tanya Yumna.Sang mama yang sejak tadi diam menyaksikan pun dibuat penasaran oleh kedua anaknya itu. Agaknya Ini rencana besar. Dia harus tau, rencana apa yang diusulkan Yumna."Rencana apa sih, Yum? Kasih tahu Mama juga, dong," desaknya.Yumna pada akhirnya memberi tahu rencana itu pada mamanya. Siapa tahu mamanya bisa meyakinkan adiknya untuk menyetujui ide brilian menurut dirinya."Gitu, Ma. Bagus kan ide Yumna?" ucap Yumna setelah selesai berbisik pada sang mama.Wanita yang paling tua di antara mereka tak serta merta mengiyakan hal itu. Resikonya dianggap terlalu besar. Benar kata putranya barusan. Masa depan dan karir Kamil jadi taruhannya."Tapi itu terlalu beresiko, Yum," ujar sang mama."Makanya Kamil harus hati-hati melakukan itu. Kita juga harus membantu dia agar namanya tidak tercoreng, Ma.""Lagian, bukan ini rencana yang kita susun kemarin bersama Dela, Yum. Kalau sampai dia tahu kalau kita bersekongkol dengan Kamil untuk