"Coba deh Mas cium." Misyka menyodorkan styrofoam berisi bubur itu pada Zein."Sebentar, ya. Aku menepi dulu." Zein pun kemudian mencari jalan agak sepi untuk menepi sejenak."Coba, sini buburnya," ucap Zein.Lalu Misyka memberikan bungkusan di tangannya.Zein mendekatkan makanan yang dibelinya itu pada indra penciumannya. "Enggak, kok. Menurutku baunya wajar. Bau kuah bubur," ujarnya kemudian."Gitu, ya? Sepertinya aku harus mengecek hidungku setelah ini, he he," sahut Misyka canggung, lalu menerima bungkus itu kembali.'Mungkin efek kehamilan yang membuat hidungku lebih sensitif,' ucap Misyka dalam hati."Ya sudah. Kalau memang gak suka, jangan dimakan. Nanti kita cari tempat makan yang lain," usul Zein pura-pura. Padahal dirinya sudah ketar ketir andai Misyka membuang makanan itu."Eh, enggak! Gak usah, Mas. Aku suka kok. Mungkin hidung aku yang lagi gak jelas." Misyka buru-buru menimpali ucapan Zein.Tergesa wanita itu membuka kembali bungkusan bubur dan memakannya. "Aku habiskan,
Semakin hari hubungan Zein dan Misyka semakin dekat. Bukan hanya sering jalan berdua, lebih dari itu Zein juga beberapa kali menemani wanita itu memeriksakan kandungannya. Menuruti banyak permintaan dengan dalih nyidam.Kemarin, ketika Misyka terbangun dari tidurnya saat di pusat perbelanjaan merasa diperlakukan seperti ratu. Bagaimana tidak. Dua orang yang disuruh oleh Zein berhasil memberikan pelayanan terbaik untuk Misyka. Mereka juga mengatakan bahwa semua atas perintah Zein yang membuat wanita itu melambung tinggi.Entah terjebak dengan permainan sendiri atau itu hanya strategi, nyatanya ayah dari Naura itu kini mengutamakan wanita yang telah membuat istrinya kehilangan janin beserta rahimnya. Perhatian terhadap keluarganya perlahan mengendur.Tok!Tok!Pintu kamar terdengar diketuk dari luar. Zein yang tengah berkutat dengan laptop menghentikan kegiatannya."Masuk," ucapnya.Tak lama, pintu pun bergeser.Mama Rita terlihat memasuki ruang kerja sang anak."Sudah malam, Zein. Apa
Baku hantam tak terelakan lagi. Kedua pria berpawakan tinggi itu saling serang dengan sengitnya.Melempar tinju, tendang, dan pukulan lainnya.Sepasang mata yang bersembunyi di balik salah satu rumah warga menyaksikan adegan itu sembari tersenyum senang. Dirinya semakin yakin bahwa hati dan raga Zein sepenuhnya telah ia kuasai.Tinggal menunggu janinnya lahir, maka ia akan memiliki Zein seutuhnya. "Aku harus mendesak Mas Zein untuk segera melamarku. Agar semakin mudah masuk dalam keluarganya dan melenyapkan istri tak bergunanya sebelum aku resmi menjadi istrinya." Misyka bermonolog sembari terus memandang dua pria yang masih saling tinju.Hanya beberapa menit, lalu perempuan hamil itu kembali ke kontrakan.Perkelahian itu berakhir seimbang. Keduanya sama-sama mencicipi kepalan tinju yang melayang pada wajah satu sama lain."Sepertinya kau terlalu menghayati peranmu, Santos!" ucap Zein."Ini belum seberapa. Anda bisa menerima lebih dari Ini jika Anda benar-benar berkhianat," sahut San
POV Salsa.Bagai mendapat hantaman godam yang tepat mengenai seluruh ragaku. Hancur, remuk, luluh lantak bersamaan dengan rahim yang diangkat dari perutku.Apa yang salah dengan diriku? Dosa apa yang sudah aku perbuat? Atau, sekuat itukah diriku sehingga Tuhan memberiku ujian seberat ini?Impian mempunyai banyak anak bersama Mas Zein musnah sudah. Bahkan, aku tak bisa memastikan apakah Mas Zein masih menerimaku yang sudah tak sempurna ini atau tidak.Saat Dokter mengatakan bayiku telah pergi membawa serta rahimku, aku seperti hampir gila. Aku ingin marah. Teriak sekuat yang bisa untuk melampiaskan semua kesedihan, tapi lidahku kelu. Kaku. Tak bisa aku gerakkan.Akhirnya aku hanya bisa pasrah dengan hidupku. Kalaupun Mas Zein akan meninggalkanku, aku harus siap. Andai pun Tuhan ingin mencabut nyawaku, aku sudah tidak peduli saat itu.Masih begitu jelas diingatan ketika untuk pertama kalinya pita suaraku kembali mengeluarkan suara.Naura-lah yang berhasil mengembalikan semangat hidupku.
"Bunda ... Naura kangen," ucapnya seraya menenggelamkan kepalanya pada perutku dengan tangan yang melilit pinggangku.Aku masih diam. Hanya bola mataku yang bergeser pada mama, sebagai tanda permintaan tolong. Mama pun mengerti maksudku. Beliau mengelus rambut putriku sambil berkata, "Bunda masih lemes, Nak. Masih belum sembuh total."Naura menegakkan kepalanya, memandangku.Aku tidak mampu membalas tatapan anak semata wayangku itu.Sungguh, aku juga sangat merindukannya. Betapa aku ingin mendekapnya erat, bermain, tertawa bersama seperti dulu.Namun, apalah dayaku saat ini. Aku harus menunda itu. Bersabarlah sedikit lagi, Nak. "Oh, Bunda masih sakit ya, Oma?" ucap Naura kemudian.Anak itu terlihat sedih."Iya, Sayang. Naura berdoa lagi ya, biar Bunda bisa segera sehat lagi dan bisa bermain lagi sama Naura. Oke?" sahut mama."Oke, Oma. Tapi ....""Kenapa, Sayang? Naura perlu sesuatu?" Mama Rita kini mengangkat tubuh anakku, meraihnya dalam pangkuannya."Tadi Naura seperti denger sua
POV ZeinNiatan untuk bermanja dengan istriku harus aku tunda karena sebuah kabar yang mengejutkan dari Bima.Meskipun keadaan Salsa belum ada perubahan, aku tetap ingin bermanja-manja seperti dulu. Bagiku, dialah segalanya. Tak peduli dia sakit atau bahkan tak lagi sempurna sebagai seorang wanita."Auw!"Aku mengaduh saat tak sengaja menyenggol luka di wajahku karena terburu-buru memakai baju. Santos benar-benar sialan. Bisa-bisanya dia menyerangku tanpa ampun. Kalau bukan karena dia orang kepercayaan istriku, sudah habis dia di tanganku.Selesai memakai baju, aku melirik istri tercintaku. Dia tetap cantik meski tatapan memuja yang dulu selalu terpancar di wajahnya sudah tak nampak. Tatapannya kosong.Sungguh, aku bersumpah akan membuat orang yang melakukan itu padanya merasakan hal lebih perih dari yang Salsa rasakan.Aku mendekati wanita tercintaku. Mengecup keningnya untuk berpamitan sebentar."Mas pergi dulu ya, sebentar. Kamu istirahat saja. Mas tidak akan lama."Lalu aku memban
"Katakan, Bim! Apa yang terjadi." Aku terus mendesak.Mimik wajah lelaki yang duduk di depan sebelah kananku masih tegang. Pasti ada yang tidak beres."Bima!" Aku kembali memanggil.Dia menghela napas sebelum akhirnya menceritakan apa yang terjadi."Orang suruhan Danu tewas tertembak. Kita tidak punya kunci apapun lagi untuk meringkus pria laknat itu," terangnya."Apa! Siapa yang melakukan itu?" tanyaku sedikit kaget."Pasti suruhannya Danu. Dia sengaja melakukan itu untuk menghilangkan bukti." Daniel berpendapat yang diangguki oleh Bima."Masuk akal." Bima kembali menarik napasnya. "Huffhh. Pekerjaan kita akan bertambah sekarang," sambungnya.Sementara aku masih mencerna semua masalah ini.Rupanya Danu bukan orang sembarangan. Aku harus lebih waspada, batinku."Baiklah, aku pergi dulu. Kamu bisa mengatasi masalah ini bukan, Bima? Aku harus segera menyelesaikan urusan dengan perempuan itu," pamitku.Setelah menimbang-nimbang, aku tidak bisa lagi menunda rencanaku untuk menghancurkan p
Aku mendekat pada pintu untuk sedikit menghilangkan penasaran.Samar-samar aku seperti mendengar suara Santos berbicara."Silakan masuk kalau kalian ingin berurusan dengan polisi karena membuat gaduh di rumah orang."Polisi? Jadi Santos bawa-bawa nama aparat? Pantas mereka tak berkutik.Baiklah. Aku juga harus bisa melakukan sesuatu.Sejurus kemudian aku memutuskan untuk keluar. Pasti semua ini sudah terencana. Menarik napas panjang, sebelum akhirnya aku membuka pintu perlahan.Saat aku muncul, semua mata beralih tertuju padaku."Nah! Itu dia orangnya. Ayo kita seret saja dia. Bisa-bisa penduduk sini terkena sialnya kalau tetap dibiarkan!" Salah satu dari mereka berseru padaku."Memangnya apa yang sudah saya perbuat?" ucapku santai."Halah! Tidak usah berkelit kamu! Kita semua tahu kalau ternyata kamu itu bukan suami perempuan itu. Hampir setiap hari kamu datang ke sini. Apa lagi kalau bukan untuk berbuat mesum. Pasti wanita itu sedang hamil anak haram kamu 'kan?!" sentaknya lagi.Ka