"Hari ini saya akan datang terlambat. Kamu handle dulu sem---.""Jangan lupa hari ini Anda ada jadwal bertemu klien pukul 11.00 dan semua sudah dipersiapkan. Saya harap Anda bisa menepati janji!" tegas Daniel memotong perkataan Zein.Tak peduli orang yang sedang menelponnya itu CEO ataupun karyawan biasa, jika sudah menyangkut urusan penting perusahaan, maka pemuda itu akan bertindak tegas.Zein memandang arloji yang melingkar pada pergelangan tangannya. Masih pukul 07.58. Artinya dia mempunyai waktu sekitar tiga jam lagi sebelum bertemu kliennya."Baiklah. Saya akan usahakan tiba di kantor sebelum klien kita datang," ucap Zein kemudian.Laki-laki itu terpaksa mengurungkan niatnya untuk segera ke kantor, karena harus menyelesaikan misinya bersama wanita yang pastinya sedang ngambek oleh ulahnya itu.Bukan mengutamakan wanita itu, akan tetapi Zein harus segera menyelesaikan masalahnya. Setidaknya sampai wanita itu merasakan apa yang dirasakan oleh istrinya."Baik, Pak," ujar Daniel."H
"Coba deh Mas cium." Misyka menyodorkan styrofoam berisi bubur itu pada Zein."Sebentar, ya. Aku menepi dulu." Zein pun kemudian mencari jalan agak sepi untuk menepi sejenak."Coba, sini buburnya," ucap Zein.Lalu Misyka memberikan bungkusan di tangannya.Zein mendekatkan makanan yang dibelinya itu pada indra penciumannya. "Enggak, kok. Menurutku baunya wajar. Bau kuah bubur," ujarnya kemudian."Gitu, ya? Sepertinya aku harus mengecek hidungku setelah ini, he he," sahut Misyka canggung, lalu menerima bungkus itu kembali.'Mungkin efek kehamilan yang membuat hidungku lebih sensitif,' ucap Misyka dalam hati."Ya sudah. Kalau memang gak suka, jangan dimakan. Nanti kita cari tempat makan yang lain," usul Zein pura-pura. Padahal dirinya sudah ketar ketir andai Misyka membuang makanan itu."Eh, enggak! Gak usah, Mas. Aku suka kok. Mungkin hidung aku yang lagi gak jelas." Misyka buru-buru menimpali ucapan Zein.Tergesa wanita itu membuka kembali bungkusan bubur dan memakannya. "Aku habiskan,
Semakin hari hubungan Zein dan Misyka semakin dekat. Bukan hanya sering jalan berdua, lebih dari itu Zein juga beberapa kali menemani wanita itu memeriksakan kandungannya. Menuruti banyak permintaan dengan dalih nyidam.Kemarin, ketika Misyka terbangun dari tidurnya saat di pusat perbelanjaan merasa diperlakukan seperti ratu. Bagaimana tidak. Dua orang yang disuruh oleh Zein berhasil memberikan pelayanan terbaik untuk Misyka. Mereka juga mengatakan bahwa semua atas perintah Zein yang membuat wanita itu melambung tinggi.Entah terjebak dengan permainan sendiri atau itu hanya strategi, nyatanya ayah dari Naura itu kini mengutamakan wanita yang telah membuat istrinya kehilangan janin beserta rahimnya. Perhatian terhadap keluarganya perlahan mengendur.Tok!Tok!Pintu kamar terdengar diketuk dari luar. Zein yang tengah berkutat dengan laptop menghentikan kegiatannya."Masuk," ucapnya.Tak lama, pintu pun bergeser.Mama Rita terlihat memasuki ruang kerja sang anak."Sudah malam, Zein. Apa
Baku hantam tak terelakan lagi. Kedua pria berpawakan tinggi itu saling serang dengan sengitnya.Melempar tinju, tendang, dan pukulan lainnya.Sepasang mata yang bersembunyi di balik salah satu rumah warga menyaksikan adegan itu sembari tersenyum senang. Dirinya semakin yakin bahwa hati dan raga Zein sepenuhnya telah ia kuasai.Tinggal menunggu janinnya lahir, maka ia akan memiliki Zein seutuhnya. "Aku harus mendesak Mas Zein untuk segera melamarku. Agar semakin mudah masuk dalam keluarganya dan melenyapkan istri tak bergunanya sebelum aku resmi menjadi istrinya." Misyka bermonolog sembari terus memandang dua pria yang masih saling tinju.Hanya beberapa menit, lalu perempuan hamil itu kembali ke kontrakan.Perkelahian itu berakhir seimbang. Keduanya sama-sama mencicipi kepalan tinju yang melayang pada wajah satu sama lain."Sepertinya kau terlalu menghayati peranmu, Santos!" ucap Zein."Ini belum seberapa. Anda bisa menerima lebih dari Ini jika Anda benar-benar berkhianat," sahut San
POV Salsa.Bagai mendapat hantaman godam yang tepat mengenai seluruh ragaku. Hancur, remuk, luluh lantak bersamaan dengan rahim yang diangkat dari perutku.Apa yang salah dengan diriku? Dosa apa yang sudah aku perbuat? Atau, sekuat itukah diriku sehingga Tuhan memberiku ujian seberat ini?Impian mempunyai banyak anak bersama Mas Zein musnah sudah. Bahkan, aku tak bisa memastikan apakah Mas Zein masih menerimaku yang sudah tak sempurna ini atau tidak.Saat Dokter mengatakan bayiku telah pergi membawa serta rahimku, aku seperti hampir gila. Aku ingin marah. Teriak sekuat yang bisa untuk melampiaskan semua kesedihan, tapi lidahku kelu. Kaku. Tak bisa aku gerakkan.Akhirnya aku hanya bisa pasrah dengan hidupku. Kalaupun Mas Zein akan meninggalkanku, aku harus siap. Andai pun Tuhan ingin mencabut nyawaku, aku sudah tidak peduli saat itu.Masih begitu jelas diingatan ketika untuk pertama kalinya pita suaraku kembali mengeluarkan suara.Naura-lah yang berhasil mengembalikan semangat hidupku.
"Bunda ... Naura kangen," ucapnya seraya menenggelamkan kepalanya pada perutku dengan tangan yang melilit pinggangku.Aku masih diam. Hanya bola mataku yang bergeser pada mama, sebagai tanda permintaan tolong. Mama pun mengerti maksudku. Beliau mengelus rambut putriku sambil berkata, "Bunda masih lemes, Nak. Masih belum sembuh total."Naura menegakkan kepalanya, memandangku.Aku tidak mampu membalas tatapan anak semata wayangku itu.Sungguh, aku juga sangat merindukannya. Betapa aku ingin mendekapnya erat, bermain, tertawa bersama seperti dulu.Namun, apalah dayaku saat ini. Aku harus menunda itu. Bersabarlah sedikit lagi, Nak. "Oh, Bunda masih sakit ya, Oma?" ucap Naura kemudian.Anak itu terlihat sedih."Iya, Sayang. Naura berdoa lagi ya, biar Bunda bisa segera sehat lagi dan bisa bermain lagi sama Naura. Oke?" sahut mama."Oke, Oma. Tapi ....""Kenapa, Sayang? Naura perlu sesuatu?" Mama Rita kini mengangkat tubuh anakku, meraihnya dalam pangkuannya."Tadi Naura seperti denger sua
POV ZeinNiatan untuk bermanja dengan istriku harus aku tunda karena sebuah kabar yang mengejutkan dari Bima.Meskipun keadaan Salsa belum ada perubahan, aku tetap ingin bermanja-manja seperti dulu. Bagiku, dialah segalanya. Tak peduli dia sakit atau bahkan tak lagi sempurna sebagai seorang wanita."Auw!"Aku mengaduh saat tak sengaja menyenggol luka di wajahku karena terburu-buru memakai baju. Santos benar-benar sialan. Bisa-bisanya dia menyerangku tanpa ampun. Kalau bukan karena dia orang kepercayaan istriku, sudah habis dia di tanganku.Selesai memakai baju, aku melirik istri tercintaku. Dia tetap cantik meski tatapan memuja yang dulu selalu terpancar di wajahnya sudah tak nampak. Tatapannya kosong.Sungguh, aku bersumpah akan membuat orang yang melakukan itu padanya merasakan hal lebih perih dari yang Salsa rasakan.Aku mendekati wanita tercintaku. Mengecup keningnya untuk berpamitan sebentar."Mas pergi dulu ya, sebentar. Kamu istirahat saja. Mas tidak akan lama."Lalu aku memban
"Katakan, Bim! Apa yang terjadi." Aku terus mendesak.Mimik wajah lelaki yang duduk di depan sebelah kananku masih tegang. Pasti ada yang tidak beres."Bima!" Aku kembali memanggil.Dia menghela napas sebelum akhirnya menceritakan apa yang terjadi."Orang suruhan Danu tewas tertembak. Kita tidak punya kunci apapun lagi untuk meringkus pria laknat itu," terangnya."Apa! Siapa yang melakukan itu?" tanyaku sedikit kaget."Pasti suruhannya Danu. Dia sengaja melakukan itu untuk menghilangkan bukti." Daniel berpendapat yang diangguki oleh Bima."Masuk akal." Bima kembali menarik napasnya. "Huffhh. Pekerjaan kita akan bertambah sekarang," sambungnya.Sementara aku masih mencerna semua masalah ini.Rupanya Danu bukan orang sembarangan. Aku harus lebih waspada, batinku."Baiklah, aku pergi dulu. Kamu bisa mengatasi masalah ini bukan, Bima? Aku harus segera menyelesaikan urusan dengan perempuan itu," pamitku.Setelah menimbang-nimbang, aku tidak bisa lagi menunda rencanaku untuk menghancurkan p
"Ya sudah kalau Mas Zein keberatan. Aku akan memberikan bayi itu pada panti asuhan saja. Tapi, aku boleh mengunjunginya setiap waktu 'kan Mas?"Melihat wajah datar dan dingin suaminya, Salsa pada akhirnya memutuskan untuk mengaihkan pengasuhan bayi itu pada sebuah panti. Meski begitu ia akan tetap memantau perkembangan bayi itu. Ia tak ingin egois. Berusaha memaklumi jika suaminya berat menerima bayi wanita yang secara terang-terangan menghancurkan impiannya mempunyai banyak anak.Ya, rencana Zein mempunyai 5 atau 6 anak dari Salsa harus kandas karena ulah mereka yang membenci Zein. Dan melalui Misyka semua kebahagiaan yang dirasakan Zein dengan keluarga kecilnya menjadi porak-poranda."Sebaiknya kita istirahat saja dulu, Sayang. Mungkin suami kamu masih capek. Kamu juga sepertinya kelelahan, lihat matamu sudah seperti mata panda saja." Mama Rita mencoba mencairkan suasana. Sebagai orang yang paling tua dia lebih bijak.Mama Rita dapat melihat sebuah keinginan besar di dalam diri Sal
"Tidak ...!!!"Tepat ketika Danu menekan pelatuk senjatanya, Risa berlari kencang memasang badan di depan Zein sehingga mau tidak mau timah panas itu menancap pada perutnya."Risaaa ...." Tangan Danu gemetar, senjatanya jatuh begitu saja saat mendapati kenyataan bahwa pelurunya justru mengenai anak kandungnya sendiri."Tidak. Tidak, tidak mungkin." Danu terus bergumam sembari matanya nanar memandang telapak tangan yang selalu mengasihi dan membelai anaknya, justru kini tangan itulah yang melukai buah hati tercintanya.Darah berceceran pada lantai keramik putih di mana kini Risa terkapar dalam pangkuan Zein dengan nafas tersengal."Zein. Maafkan ayahku," ucap Risa lemah.Satu tangannya memegangi luka dan satunya lagi menggapai-gapai wajah Zein."Bertahanlah, Ris. Bantuan akan segera datang." Zein berusaha menguatkan sembari menggenggam erat tangan Risa."Tidak Zein. Aku tidak kuat. Tapi, aku sudah cukup bahagia jika harus pergi dalam keadaan berada di pangkuanmu. Maafkan Aku yang tidak
Di sisi lain, Zein saat ini tengah beradu kekuatan dengan beberapa anak buah yang berjaga di bangunan penyekapan Mama Rita.Dibantu oleh Bima, Santos dan anak buahnya, Zein berhasil menerobos masuk ruangan itu.Begitu pintu terbuka lebar, Zein dapat melihat dengan jelas mamanya kini tengah terikat pada kursi dengan mulut tersumpal lakban. Di sampingnya berdiri seorang pria yang begitu dia kenal memegang senjata api tengah menyeringai padanya."Selamat datang, Zein Mahardika yang terhormat. Apa kabar? Saya tidak menyangka loh Anda bisa sampai di sini," ucap Danu congkak."Katakan, apa maumu? brengsek!" sergah Zein."Ini yang aku tunggu. Kamu ingin tahu apa mauku? Baiklah akan ku beritahu."Zain hanya memberi tatapan menghunus. Dia ingin segera tahu apa maksud semua rencana ini. Apa tujuan dari rekan bisnisnya ingin menghancurkan dirinya beserta keluarganya."Tanda tangani kertas ini sekarang," perintah Danu sambil menyodorkan map hijau di tangannya."Apa itu?" tanya Zain.Danu melirik
Salsa tak ingin peduli dengan apapun yang terjadi pada Misyka yang kini sudah dibawa ke rumah sakit oleh pihak hotel setempat. Tetapi bayangan bayi dalam perut perempuan itu terbayang-bayang dalam benak Salsa.Jika terjadi apa-apa dengan Misyka, bagaimana dengan nasib bayi itu. Bunda dari Naura itu berjalan bolak-balik tak tenang dalam kamarnya.Waktu sudah larut, Naura sudah tertidur lelap, tapi Zein belum juga pulang. Bukannya mengkhawatirkan Zain yang belum ada kabar, Salsa justru mengkhawatirkan keadaan Misyka dan bayinya. Hatinya merasa bersalah karena dialah yang menyebabkan semua itu terjadi.Tak bisa tenang, akhirnya Salsa memutuskan untuk menyusul Misyka ke rumah sakit. Dia meminta bantuan pada anak buah Santos untuk menjaga Naura. Beruntung salah satu dari orang kepercayaan Santos itu ada yang seorang wanita, sehingga Salsa mengizinkan penjaga wanita itu untuk masuk ke dalam kamar di mana Naura tengah tidur lelap.Diantar oleh anak buah Santos yang satunya lagi, Salsa menuj
Pov authorMalam harinya Bu Clara memutuskan untuk bersedia bertemu dengan Salsa, setelah beberapa waktu lalu dirinya melihat foto suaminya dengan perempuan bergandeng mesra di sebuah minimarket, yang dikirim oleh Salsa.Derap langkah high heels istri dari pengacara Aldo itu menggema di lobby hotel tempat Salsa menginap, lalu menghubungi Salsa."Saya sudah di lobby Anda di mana?" ucapnya melalui ponsel."Baik, tunggu sebentar. Saya segera turun," sahut Salsa.Bergegas Ibu dari Naura itu memakai hijab instannya. Sebelumnya iya meyakinkan Naura terlebih dahulu untuk tetap di kamarnya selama ia belum kembali. Naura pun mengiyakan. di samping karena memang dia sudah mengantuk.Agar lebih aman Salsa mengunci kamar hotelnya dari luar. Lalu berjalan menemui Clara di bawah, tak lupa masker penutup wajahnya ia kenakan."Halo, Bu Clara." Salsa langsung menyapa saat melihat wanita persis seperti di foto profil nomor yang baru saja menghubunginya.Wanita yang lebih tua dari Salsa itu memicingkan
Usai pelepasan, aku masih menempel pada dada bidang suamiku sebagai sandaran. Dan Mas Zein mengelus kepalaku dengan sayang."Mas," panggilku."Hmmm," sahutnya."Bagaimana keadaan Mama Rita sekarang? Semalam mama menemui beberapa orang yang membuat keributan, dan setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku membawa Naura pergi dan meninggalkan mama begitu saja." Aku mengencangkan pelukan pada Mas Zein sekedar menghilangkan rasa bersalah yang menghinggapi."Mas sedang berusaha mencari tahu, Sayang. Tenanglah, berdoa saja semoga Mama tidak kenapa-kenapa.""Kita lapor polisi saja Mas, supaya mama segera ditemukan.""Tidak semudah itu, Sayang. Kita harus menunggu 24 jam terlebih dahulu baru laporannya akan diterima. Bima dan orang-orangnya sudah mengetahui di mana Mama berada. Tinggal menunggu waktu yang tepat, Mas akan menjemput mama. Kamu tenang dan jangan banyak pikiran, ya.""Benarkah? Alhamdulillah kalau begitu. Memangnya apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mereka membawa mama?"Ak
Setelah panggilan terputus, aku mulai sedikit menata barang-barang yang berantakan di kamar. Menumpuk baju-baju yang keluar dari lemari dengan asal di keranjang, dan juga mengumpulkan beberapa barang lainnya yang juga berserakan di lantai. Semua aku jadikan satu dalam sebuah wadah kotak yang aku ambil dari gudang. Biarlah nanti setelah keadaan membaik aku suruh orang untuk merapikan lagi semua ini.Tak berselang lama decitan mobil terdengar di halaman rumah. Pasti itu suara mobil Mas Zein yang terburu-buru."Sayang ... Bunda, Naura, kalian di mana?"Benar saja itu suara Mas Zein yang berteriak memanggil namaku dan Naura."Ayah ..." sahut Naura tak kalah kencang.Sejurus kemudian derap langkah seperti berlari terdengar menuju kamar di mana aku dan Naura berada. Pintu yang sedikit terbuka memudahkan Mas Zain menerobos masuk."Salsa, Naura! Alhamdulillah ya Allah ..." Mas Zain berseru gembira ketika mendapatiku dan Naura dalam keadaan baik-baik saja.Dia berlari merengkuhku dan Naura sec
POV SalsaAku baru saja selesai melaksanakan sholat isya ketika suara keributan terdengar dari luar. Entah kenapa perasaanku mengatakan ini tidak baik-baik saja.Gegas aku keluar kamar untuk mencari Naura dan mama."Ma ...!" panggilku.Mama Rita langsung muncul dari dari kamarnya. Tak berbeda denganku, wajah mama juga terlihat panik."Salsa," sahut Mama. "Suara gaduh Apa itu, ya, Sal?" sambungnya."Salsa nggak tahu, Ma. Tapi perasaan Salsa gak enak. Naura di mana?""Naura di kamarnya sama Rini. Kamu pergilah ke kamar Naura. Biar mama yang lihat suara gaduh itu di luar."Aku pun mengangguk patuh, lalu kita sama-sama berjalan ke arah yang berlawanan.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, aku langsung menerobos masuk ke kamar Naura."Bu Salsa! Ibu sudah sembuh?" Rini terlihat kaget ketika melihatku.Sementara Naura, Dia terlihat sudah memejamkan matanya."Nanti saya jelaskan. Sekarang kamu keluar bantu Mama Rita. Saya akan menjaga Naura di sini," perintahku memaksa."Memangnya ada apa, B
Aku mendekat pada pintu untuk sedikit menghilangkan penasaran.Samar-samar aku seperti mendengar suara Santos berbicara."Silakan masuk kalau kalian ingin berurusan dengan polisi karena membuat gaduh di rumah orang."Polisi? Jadi Santos bawa-bawa nama aparat? Pantas mereka tak berkutik.Baiklah. Aku juga harus bisa melakukan sesuatu.Sejurus kemudian aku memutuskan untuk keluar. Pasti semua ini sudah terencana. Menarik napas panjang, sebelum akhirnya aku membuka pintu perlahan.Saat aku muncul, semua mata beralih tertuju padaku."Nah! Itu dia orangnya. Ayo kita seret saja dia. Bisa-bisa penduduk sini terkena sialnya kalau tetap dibiarkan!" Salah satu dari mereka berseru padaku."Memangnya apa yang sudah saya perbuat?" ucapku santai."Halah! Tidak usah berkelit kamu! Kita semua tahu kalau ternyata kamu itu bukan suami perempuan itu. Hampir setiap hari kamu datang ke sini. Apa lagi kalau bukan untuk berbuat mesum. Pasti wanita itu sedang hamil anak haram kamu 'kan?!" sentaknya lagi.Ka