POV Salsa.Bagai mendapat hantaman godam yang tepat mengenai seluruh ragaku. Hancur, remuk, luluh lantak bersamaan dengan rahim yang diangkat dari perutku.Apa yang salah dengan diriku? Dosa apa yang sudah aku perbuat? Atau, sekuat itukah diriku sehingga Tuhan memberiku ujian seberat ini?Impian mempunyai banyak anak bersama Mas Zein musnah sudah. Bahkan, aku tak bisa memastikan apakah Mas Zein masih menerimaku yang sudah tak sempurna ini atau tidak.Saat Dokter mengatakan bayiku telah pergi membawa serta rahimku, aku seperti hampir gila. Aku ingin marah. Teriak sekuat yang bisa untuk melampiaskan semua kesedihan, tapi lidahku kelu. Kaku. Tak bisa aku gerakkan.Akhirnya aku hanya bisa pasrah dengan hidupku. Kalaupun Mas Zein akan meninggalkanku, aku harus siap. Andai pun Tuhan ingin mencabut nyawaku, aku sudah tidak peduli saat itu.Masih begitu jelas diingatan ketika untuk pertama kalinya pita suaraku kembali mengeluarkan suara.Naura-lah yang berhasil mengembalikan semangat hidupku.
"Bunda ... Naura kangen," ucapnya seraya menenggelamkan kepalanya pada perutku dengan tangan yang melilit pinggangku.Aku masih diam. Hanya bola mataku yang bergeser pada mama, sebagai tanda permintaan tolong. Mama pun mengerti maksudku. Beliau mengelus rambut putriku sambil berkata, "Bunda masih lemes, Nak. Masih belum sembuh total."Naura menegakkan kepalanya, memandangku.Aku tidak mampu membalas tatapan anak semata wayangku itu.Sungguh, aku juga sangat merindukannya. Betapa aku ingin mendekapnya erat, bermain, tertawa bersama seperti dulu.Namun, apalah dayaku saat ini. Aku harus menunda itu. Bersabarlah sedikit lagi, Nak. "Oh, Bunda masih sakit ya, Oma?" ucap Naura kemudian.Anak itu terlihat sedih."Iya, Sayang. Naura berdoa lagi ya, biar Bunda bisa segera sehat lagi dan bisa bermain lagi sama Naura. Oke?" sahut mama."Oke, Oma. Tapi ....""Kenapa, Sayang? Naura perlu sesuatu?" Mama Rita kini mengangkat tubuh anakku, meraihnya dalam pangkuannya."Tadi Naura seperti denger sua
POV ZeinNiatan untuk bermanja dengan istriku harus aku tunda karena sebuah kabar yang mengejutkan dari Bima.Meskipun keadaan Salsa belum ada perubahan, aku tetap ingin bermanja-manja seperti dulu. Bagiku, dialah segalanya. Tak peduli dia sakit atau bahkan tak lagi sempurna sebagai seorang wanita."Auw!"Aku mengaduh saat tak sengaja menyenggol luka di wajahku karena terburu-buru memakai baju. Santos benar-benar sialan. Bisa-bisanya dia menyerangku tanpa ampun. Kalau bukan karena dia orang kepercayaan istriku, sudah habis dia di tanganku.Selesai memakai baju, aku melirik istri tercintaku. Dia tetap cantik meski tatapan memuja yang dulu selalu terpancar di wajahnya sudah tak nampak. Tatapannya kosong.Sungguh, aku bersumpah akan membuat orang yang melakukan itu padanya merasakan hal lebih perih dari yang Salsa rasakan.Aku mendekati wanita tercintaku. Mengecup keningnya untuk berpamitan sebentar."Mas pergi dulu ya, sebentar. Kamu istirahat saja. Mas tidak akan lama."Lalu aku memban
"Katakan, Bim! Apa yang terjadi." Aku terus mendesak.Mimik wajah lelaki yang duduk di depan sebelah kananku masih tegang. Pasti ada yang tidak beres."Bima!" Aku kembali memanggil.Dia menghela napas sebelum akhirnya menceritakan apa yang terjadi."Orang suruhan Danu tewas tertembak. Kita tidak punya kunci apapun lagi untuk meringkus pria laknat itu," terangnya."Apa! Siapa yang melakukan itu?" tanyaku sedikit kaget."Pasti suruhannya Danu. Dia sengaja melakukan itu untuk menghilangkan bukti." Daniel berpendapat yang diangguki oleh Bima."Masuk akal." Bima kembali menarik napasnya. "Huffhh. Pekerjaan kita akan bertambah sekarang," sambungnya.Sementara aku masih mencerna semua masalah ini.Rupanya Danu bukan orang sembarangan. Aku harus lebih waspada, batinku."Baiklah, aku pergi dulu. Kamu bisa mengatasi masalah ini bukan, Bima? Aku harus segera menyelesaikan urusan dengan perempuan itu," pamitku.Setelah menimbang-nimbang, aku tidak bisa lagi menunda rencanaku untuk menghancurkan p
Aku mendekat pada pintu untuk sedikit menghilangkan penasaran.Samar-samar aku seperti mendengar suara Santos berbicara."Silakan masuk kalau kalian ingin berurusan dengan polisi karena membuat gaduh di rumah orang."Polisi? Jadi Santos bawa-bawa nama aparat? Pantas mereka tak berkutik.Baiklah. Aku juga harus bisa melakukan sesuatu.Sejurus kemudian aku memutuskan untuk keluar. Pasti semua ini sudah terencana. Menarik napas panjang, sebelum akhirnya aku membuka pintu perlahan.Saat aku muncul, semua mata beralih tertuju padaku."Nah! Itu dia orangnya. Ayo kita seret saja dia. Bisa-bisa penduduk sini terkena sialnya kalau tetap dibiarkan!" Salah satu dari mereka berseru padaku."Memangnya apa yang sudah saya perbuat?" ucapku santai."Halah! Tidak usah berkelit kamu! Kita semua tahu kalau ternyata kamu itu bukan suami perempuan itu. Hampir setiap hari kamu datang ke sini. Apa lagi kalau bukan untuk berbuat mesum. Pasti wanita itu sedang hamil anak haram kamu 'kan?!" sentaknya lagi.Ka
POV SalsaAku baru saja selesai melaksanakan sholat isya ketika suara keributan terdengar dari luar. Entah kenapa perasaanku mengatakan ini tidak baik-baik saja.Gegas aku keluar kamar untuk mencari Naura dan mama."Ma ...!" panggilku.Mama Rita langsung muncul dari dari kamarnya. Tak berbeda denganku, wajah mama juga terlihat panik."Salsa," sahut Mama. "Suara gaduh Apa itu, ya, Sal?" sambungnya."Salsa nggak tahu, Ma. Tapi perasaan Salsa gak enak. Naura di mana?""Naura di kamarnya sama Rini. Kamu pergilah ke kamar Naura. Biar mama yang lihat suara gaduh itu di luar."Aku pun mengangguk patuh, lalu kita sama-sama berjalan ke arah yang berlawanan.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, aku langsung menerobos masuk ke kamar Naura."Bu Salsa! Ibu sudah sembuh?" Rini terlihat kaget ketika melihatku.Sementara Naura, Dia terlihat sudah memejamkan matanya."Nanti saya jelaskan. Sekarang kamu keluar bantu Mama Rita. Saya akan menjaga Naura di sini," perintahku memaksa."Memangnya ada apa, B
Setelah panggilan terputus, aku mulai sedikit menata barang-barang yang berantakan di kamar. Menumpuk baju-baju yang keluar dari lemari dengan asal di keranjang, dan juga mengumpulkan beberapa barang lainnya yang juga berserakan di lantai. Semua aku jadikan satu dalam sebuah wadah kotak yang aku ambil dari gudang. Biarlah nanti setelah keadaan membaik aku suruh orang untuk merapikan lagi semua ini.Tak berselang lama decitan mobil terdengar di halaman rumah. Pasti itu suara mobil Mas Zein yang terburu-buru."Sayang ... Bunda, Naura, kalian di mana?"Benar saja itu suara Mas Zein yang berteriak memanggil namaku dan Naura."Ayah ..." sahut Naura tak kalah kencang.Sejurus kemudian derap langkah seperti berlari terdengar menuju kamar di mana aku dan Naura berada. Pintu yang sedikit terbuka memudahkan Mas Zain menerobos masuk."Salsa, Naura! Alhamdulillah ya Allah ..." Mas Zain berseru gembira ketika mendapatiku dan Naura dalam keadaan baik-baik saja.Dia berlari merengkuhku dan Naura sec
Usai pelepasan, aku masih menempel pada dada bidang suamiku sebagai sandaran. Dan Mas Zein mengelus kepalaku dengan sayang."Mas," panggilku."Hmmm," sahutnya."Bagaimana keadaan Mama Rita sekarang? Semalam mama menemui beberapa orang yang membuat keributan, dan setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku membawa Naura pergi dan meninggalkan mama begitu saja." Aku mengencangkan pelukan pada Mas Zein sekedar menghilangkan rasa bersalah yang menghinggapi."Mas sedang berusaha mencari tahu, Sayang. Tenanglah, berdoa saja semoga Mama tidak kenapa-kenapa.""Kita lapor polisi saja Mas, supaya mama segera ditemukan.""Tidak semudah itu, Sayang. Kita harus menunggu 24 jam terlebih dahulu baru laporannya akan diterima. Bima dan orang-orangnya sudah mengetahui di mana Mama berada. Tinggal menunggu waktu yang tepat, Mas akan menjemput mama. Kamu tenang dan jangan banyak pikiran, ya.""Benarkah? Alhamdulillah kalau begitu. Memangnya apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mereka membawa mama?"Ak